Anda di halaman 1dari 28

BAB I

TINJAUAN TEORI
1.1 Tinjauan Medis
1.1.1 Pengertian
Vertigo adalah halusinasi gerakan lingkungan sekitar serasa berputar
mengelilingi pasien atau pasien serasa berputar mengelilingi lingkungan sekitar.
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah sebuah istilah non
spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan 4 subtipe tergantung gejala yang
digambarkan oleh pasien. Dizziness dapat berupa vertigo, presinkop (perasaan
lemas disebabkan oleh berkurangnya perfusi cerebral), light-headness,
disequilibrium (perasaan goyang atau tidak seimbang ketika berdiri)
(Newell,2010).
Vertigo berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya memutar merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan ( Labuguen, 2006).
1.1.2 Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat
kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi
dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di
telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area
tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam
saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri
(Mardjono, 2008).
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang
posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab
umum dari vertigo (Marril KA,2012):
1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di
dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal
positional
4. vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit
maniere,
5. peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.

1
6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis,
sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin,
persyarafannya atau keduanya.
7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
aliran darah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri
vertebral dan arteri basiler.
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai
ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai ke
korteks.
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan
hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,
antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung
platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin;
sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid,
asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat
bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak
dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat
penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan
keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo
1.1.3 Patofisiologi
Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang
mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (pusat
kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan
vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik
dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh reseptor
vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi
paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik (Kovar,2006).

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat


keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan

2
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. Di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat
berdiri/ berjalan dan gejala lainnya (Swartz, 2005)

3
1.1.4 Patway

Vestibuler Non-vestibuler
VERTIGO
– Fisiologis: – Cerebeller
motion sickness hemorrhage
– Vestibular Sistem keseimbangan tubuh – Brainstem ischemic
neuronitis (vestibuler) terganggu attacks
– Meniere's – Basilar artery
migrane
Sensasi seperti brgerak,
Neuroma akustik berputar
Motion sickness
Mengenai N. VIII
Pusing, sakit kepala Gg. di SSP atau SST keterbatasan kognitif, Ketidakcocokan Gerakan berulang dirasakan
tidak mengenal informasi informasi yg di oleh otak melaui N.
Peningkatan tekanan Peristaltik meningkat sampaikan ke otak
Spasme saraf / Optikus, N. Vestibularis, N.
intra kranial Gelisah, ansietas oleh saraf aferen
peningkatan spinovestibuloserebralis
intrakranial Proses pengolahan
penurunan MK: Mual Otak tidak bisa
Nyeri, sakit kepala MK : Kurang informasi terganggu
pendengaran mengkoordinasikan ke-3
pengetahuan (kebutuhan
skunder adanya input dengan baik
belajar) mengenai Transmisi persepsi ke
sumbatan cerumen
kondisi dan kebutuhan reseptor Konflik dalam
pada liang telinga
MK :Nyeri pengobatan proprioception koordinasi ke-3 input
MK : akut / kronis Disorientasi terganggu
Kegagalan koordinasi
Gangguan kelebihan beban kerja
otot
komunkasi Kesadaran menurun
verbal MK : ansietas Ketidak teraturan kerja MK : Koping
MK : Resiko tinggi otot individual tak efektif
Cidera
MK : Intoleransi
aktifitas

4
1.1.5 Tanda Dan Gejala
1. Vertigo Sentral
Gejala yang khas bagi gangguan di batang otak misalnya diplopia, paratesia,
perubahan serisibilitas dan fungsi motorik. Biasanya pasien mengeluh lemah,
gangguan koordinasi, kesulitan dalam gerak supinasi dan pronasi tanyanye secara
berturut-turut (dysdiadochokinesia), gangguan berjalan dan gangguan
kaseimbangan. Percobaan tunjuk hidung yaitu pasien disuruh menunjuk jari
pemeriksa dan kemudian menunjuk hidungnya maka akan dilakukan dengan
buruk dan terlihat adanya ataksia. Namun pada pasien dengan vertigo perifer
dapat melakukan percobaan tunjuk hidung sacara normal. Penyebab vaskuler
labih sering ditemukan dan mencakup insufisiensi vaskuler berulang, TIA dan
strok. Contoh gangguan disentral (batang otak, serebelum) yang dapat
menyebabkan vertigo adalah iskemia batang otak, tumor difossa posterior,
migren basiler.
2. Vertigo perifer
Lamanya vertigo berlangsung:
a. Episode (Serangan ) vertigo yang berlangsung beberapa detik. Vertigo
perifer paling sering disebabkan oleh vertigo posisional berigna (VPB).
Pencetusnya adalah perubahan posisi kepala misalnya berguling sewaktu tidur
atau menengadah mengambil barang dirak yang lebih tinggi. Vertigo
berlangsung beberapa detik kemudian mereda. Penyebab vertigo posisional
berigna adalah trauma kepala, pembedahan ditelinga atau oleh neuronitis
vestibular prognosisnya baik gejala akan menghilang spontan.
b. Episode Vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam. Dapat
dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo
dan tinitus. Usia penderita biasanya 30-60 tahun pada permulaan munculnya
penyakit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunaan pendengaran dan
kesulitan dalam berjalan “Tandem” dengan mata tertutup. Berjalan tandem
yaitu berjalan dengan telapak kaki lurus kedepan, jika menapak tumit kaki
yang satu menyentuh jari kaki lainnya dan membentuk garis lurus kedepan.
Sedangkan pemeriksaan elektronistagmografi sering memberi bukti bahwa
terdapat penurunan fungsi vertibular perifer. Perjalanan yang khas dari
penyakit meniere ialah terdapat kelompok serangan vertigo yang diselingi
oleh masa remisi. Terdapat kemungkinan bahwa penyakit akhirnya berhenti
tidak kambuh lagi pada sebagian terbesar penderitanya dan meninggalkan
cacat pendengaran berupa tuli dan timitus dan sewaktu penderita mengalami

5
disekuilibrium (gangguan keseimbangan) namun bukan vertigo. Penderita
sifilis stadium 2 atau 3 awal mungkin mengalami gejala yang serupa dengan
penyakit meniere jadi kita harus memeriksa kemungkinana sifilis pada setiap
penderi penyakit meniere.
c. Serangan Vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering dijumpai pada
penyakit ini mulanya vertigo, nausea, dan muntah yang menyertainya ialah
mendadak. Gejala ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sering penderita merasa lebih lega namun tidak bebas sama sekali dari gejala
bila ia berbaring diam. Pada Neuronitis vestibular fungsi pendengaran tidak
terganggu kemungkinannya disebabkan oleh virus. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai nistagmus yang menjadi lebih basar amplitudonya. Jika pandangan
digerakkan menjauhi telinga yang terkena penyakit ini akan mereda secara
gradual dalam waktu beberapa hari atau minggu. Pemeriksaan
elektronistagmografi (ENG) menunjukkan penyembuhan total pada beberapa
penyakit namun pada sebagian besar penderita didapatkan gangguan
vertibular berbagai tingkatan. Kadang terdapat pula vertigo posisional
benigna. Pada penderita dengan serangan vertigo mendadak harus ditelusuri
kemungkinan stroke serebelar. Nistagmus yang bersifat sentral tidak
berkurang jika dilakukan viksasi visual yaitu mata memandang satu benda
yang tidak bergerak dan nigtamus dapat berubah arah bila arah pandangan
berubah. Pada nistagmus perifer, nigtagmus akan berkurang bila kita
menfiksasi pandangan kita suatu benda contoh penyebab vetigo oleh
gangguan system vestibular perifer yaitu mabok kendaraan, penyakit meniere,
vertigo pasca trauma

6
VERTIGO PERIFERAL VERTIGO SENTRAL (NON-
NO
(VESTIBULOGENIK) VESTIBULER)
1 Pandangan gelap Penglihatan ganda
2 Rasa lelah dan stamina menurun Sukar menelan
3 Jantung berdebar wajah Kelumpuhan otot-otot
4 Hilang keseimbangan Sakit kepala yang parah
5 Tidak mampu berkonsentrasi Kesadaran terganggu
6 Perasaan seperti mabuk Tidak mampu berkata-kata
7 Otot terasa sakit Hilangnya koordinasi
8 Mual dan muntah-muntah Mual dan muntah-muntah
9 Memori dan daya pikir menurun Tubuh terasa lema
10 Sensitif pada cahaya terang dan
11 Suara
Berkeringat
1.1.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Romberg yang dipertajam
Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian
ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap yang romberg
yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
2. Tes Melangkah ditempat (Stepping Test)
Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50
langkah. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak
lebih dari satu meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat.
3. Salah Tunjuk(post-pointing)
Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi (sampai
fertikal) kemudian kembali kesemula.
4. Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike
Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala
bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 300 kepala ditoleh kekiri
lalu posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada keadaan
abnormal akan terjadi nistagmus.
5. Tes Kalori = dengan menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga penderita
6. Elektronistagmografi
Yaitu alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul
7. Posturografi
Yaitu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular
dan somatosensorik.
1.1.7 PENATALAKSANAAN
1. Vertigo posisional Benigna (VPB)
- Latihan : latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada
sebagian besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan

7
merupakan kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir
tempat tidur, kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk
membangkitkan vertigo posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali
keposisi duduk \semula. Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo
melemah atau mereda. Biasanya sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai
tidak didapatkan lagi respon vertigo.
- Obat-obatan : obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin atau fenergen
dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan latihan atau
jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan rasa enek
(nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek samping
obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan pasien
bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka dengan
membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.
2. Neurotis Vestibular
Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian anti
biotika dan terapi simtomatik. Nistagmus perifer pada neurinitis vestibuler
lebih meningkat bila pandangan diarahkan menjauhi telinga yang terkena
dan nigtagmus akan berkurang jika dilakukan fiksasi visual pada suatu
tempat atau benda.
3. Penyakit Meniere
Sampai saat ini belum ditemukan obat khusus untuk penyakit meniere.
Tujuan dari terapi medik yang diberi adalah:
- Meringankan serangan vertigo: untuk meringankan vertigo dapat dilakukan
upaya : tirah baring, obat untuk sedasi, anti muntah dan anti vertigo.
Pemberian penjelasan bahwa serangan tidak membahayakan jiwa dan akan
mereda dapat lebih membuat penderita tenang atau toleransi terhadap
serangan berikutnya.
- Mengusahakan agar serangan tidak kambuh atau masa kambuh menjadi
lebih jarang. Untuk mencegah kambuh kembali, beberapa ahli ada yang
menganjurkan diet rendah garam dan diberi diuretic. Obat anti histamin dan
vasodilator mungkin pula menberikan efek tambahan yang baik.
- Terapi bedah: diindikasikan bila serangan sering terjadi, tidak dapat
diredakan oleh obat atau tindaka konservatif dan penderita menjadi infalid
tidak dapat bekerja atau kemungkinan kehilangan pekerjaannya.
4. Presbiastaksis (Disekuilibrium pada usia lanjut)
Rasa tidak setabil serta gangguan keseimbangan dapat dibantu obat supresan
vestibular dengan dosis rendah dengan tujuan meningkatkan mobilisasi.

8
Misalnya Dramamine, prometazin, diazepam, pada enderita ini latihan
vertibuler dan latihan gerak dapat membantu. Bila perlu beri tongkat agar
rasa percaya diri meningkat dan kemungkinan jatuh dikurangi.
5. Sindrom Vertigo Fisiologis
Misalnya mabok kendaraan dan vertigo pada ketinggian terjadi karena
terdapat ketidaksesuaian antara rangsang vestibuler dan visual yang diterima
otak. Pada penderita ini dapat diberikan obat anti vertigo.
6. Strok (pada daerah yang didarahi oleh arteria vertebrobasiler)
- TIA: Transient Ischemic Atack yaitu stroke ringan yang gejala klinisnya
pulih sempurna dalam kurun waktu 24 jam
- RIND: Reversible Ischemic Neurologi Defisit yaitu penyembuhan sempurna
terjadi lebih dari 24 jam.
Meskipun ringan kita harus waspada dan memberikan terapi atau
penanganan yang efektif sebab kemungkinan kambuh cukup besar, dan jika
kambuh bisa meninggalkan cacat.
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan

2.1.1 Pengkajian

Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Keluhan yang dirasakan pasien pada saat dilakukan pengkajian.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit. Pada pasien
vertigo tanyakan adakah pengaruh sikap atau perubahan sikap terhadap
munculnya vertigo, posisi mana yang dapat memicu vertigo.

3. Riwayat kesehatan yang lalu

Adakah riwayat trauma kepala, penyakit infeksi dan inflamasi dan penyakit
tumor otak. Riwayat penggunaan obat vestibulotoksik missal antibiotik,
aminoglikosid, antikonvulsan dan salisilat.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga lain
atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetic maupun tidak.

5. Aktivitas / Istirahat

9
Letih, lemah, malaise, Keterbatasan gerak, Ketegangan mata, kesulitan
membaca, Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala.
sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau
karena perubahan cuaca
6. Sirkulasi
Riwayat hypertensi, denyutan vaskuler, misal daerah temporal. pucat,
wajah tampak kemerahan.
7. Integritas Ego
Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu, Perubahan
ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi, kekhawatiran,
ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala, mekanisme refresif/dekensif
(sakit kepala kronik).
8. Makanan dan cairan
Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju,
alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG
(pada migrain), mual/muntah, anoreksia (selama nyeri), penurunan berat
badan
9. Neurosensoris
Pening, disorientasi (selama sakit kepala), riwayat kejang, cedera kepala
yang baru terjadi, trauma, stroke, aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus,
perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore, perubahan pada
pola bicara/pola pikir, mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
penurunan refleks tendon dalam, papiledema.
10. Nyeri/ kenyamanan
Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,
ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis. nyeri,
kemerahan, pucat pada daerah wajah. fokus menyempit, fokus pada diri
sendiri, respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
11. Keamanan
Riwayat alergi atau reaksi alergi, demam (sakit kepala), gangguan cara
berjalan, parastesia, paralisis, drainase nasal purulent (sakit kepala pada
gangguan sinus).
12. Interaksi sosial
Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit.

10
2.1.2 Pemeriksaan Fisik

a. Status penampilan kesehatan: yang sering muncul adalah kelemahan fisik.


b. Tingkat kesadaran: normal, latergi, stupor, koma (tergantung kadar gula yang
dimiliki dan kondisi fisiologi untuk melakukan kompensasi kelebihan gula
darah).
c. Tanda-tanda vital
Frekuensi nadi dan tekanan darah: takikardi (terjadi kekurangan energi sel
sehingga jantung melakukan kompensasi untuk meningkatkan pengiriman),
hipertensi (karena peningkatan viskositas darah oleh glukosa sehingga
terjadi peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah dan risiko
terbentunya plak pada pembuluh. Kondisi ini terjadi pada fase diabetes
milletus yang sudah lama atau penderita yang memang mempunyai bakat
hipertensi).
Frekuensi pernafasan: takhipnea (pada kondisi ketoasidosis).Suhu tubuh:
demam (pada penderita dengan komplikasi infeksi pada uka atau pada
jaringan lain), hipotermia (pada penderita yang tidak mengalami infeksi atau
penurunan metabolic akibat menurunnya masukkan nutrisi secara drastis.
1. Berat badan melalui penampilan atau pengukuran: kurus ramping (pada
diabetes milletus fase lanjutan dan lama tidak mengalami terapi). gemuk
padat, gendut (pada fase awal penyakit atau penderita lanjutan dengan
pengobatan yang rutin dan pola makan yang masih tidak terkontrol).
2. Kulit
a. Warna: perubahan-perubahan pada melanin, kerotenemia (pada
penderita yang mengalami peningkatan trauma mekanik yang berakibat
luka sehingga menimbulkan ganggren. Tampak warna kehitam-hitaman
disekitar luka. Daerah yang sering terkena adalah ekstermitas bawah).
b. Kelembaban: lembab (pada penderita yang tidak mengalami diuresis
osmosis dan tidak mengalami dehidrasi), kering (pada pasien yang
mengalami diuresis osmosis dan dehidrasi).
c. Suhu: dingin (pada penderita yang tidak mengalami infeksi dan
menurunnya masukan nutrisi), hangat (mengalami infeksi atau kondisi
intake nutrisi normal sesuai aturan diet).
d. Tekstur: halus (cadangan lemak dan glikogen belum banyak di bongkar),
kasar (terjadi pembongkaran lemak, protein, glikogen otot untuk
produksi energi).
e. Turgor: menurun pada dehidrasi.
f. Kuku

11
Warna: pucat, sianosis (penurunan perfusi pada kondisi ketoasidosis atau
komplikasi infeksi saluran pernafasan)
g. Rambut
1. Kuantitas: tipis (banyak yang rontok karena kekurangan nutrisi dan
buruknya sirkulasi), lebat.
2. Penyebaran: jarang atau alopesia total.
3. Tekstur: halus atau kasar.
h. Mata dan kepala
a. Kepala
Rambut:termasukkuantitas,penyebaran dan tekstur antara lain: kasar dan
halus.Kulit kepala: termasuk benjolan atau lesi, antara lain: kista pilar dan
psoriasis (yang rentan terjadi pada penderita dibetes milletus karena
penurunan antibody).
b. Tulang tengkorak: termasuk ukuran dan kontur.
Wajah: termasuk simetris dan ekspresi wajah, antara lain: paralisis wajah
(pada penderita dengan komplikasi stroke) dan emosi.
c. Mata
Yang perlu dikaji yaitu lapang pandang dan uji ketajaman pandang dari
masing-masing mata (ketajaman menghilang.
Inspeksi
Posisi dan kesejajaran mata: mungkin muncul eksoftalmus, strabismus.Alis
mata: dermatitis, seborea (penderita sangat berisiko tumbuhnya
mikroorganisme dan jamur pada kulit).
Kelopak mata
Aparatus akrimalis: mungkin ada pembengkakan sakus lakrimalis.Sklera dan
konjungtiva: sclera mungkin ikterik. Konjungtiva anemis pada penderita
yang sulit tidur karena banyak kencing pada malam hari).
Kornea, iris dan lensa: opaksitas atau katarak (penderita diabetes milletus
sangat berisiko pada kekruhan lensa mata).
Pupil: miosis, midriosis atau anisokor.
d. Telinga
Daun telinga dilakukan ispeksi: masih simetris antara kanan dan kiri.
Lubang hidung dan gendang telinga:
1. Lubang telinga: produksi serumen tidak sampai mengganggu diameter
lubang.
2. Gendang telinga: kalau tidak tertutup serumen berwarna putih keabuan,
dan masih dapat bervibrasi dengan baik apa bila tidak mengalami
infeksi sekunder.Pendengaran Pengkajianketajaman pendengaran
terhadap bisikan atau tes garputala dapat mengalami penurunan
e. Hidung

12
Jarang terjadi pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali ada infeksi
sekunder seperti influenza
f. Mulut dan faring
a. Inspeksi
1. Bibir: sianosis, pucat (apabila mengalami asidosis atau penurunanan
perfusi jaringan pada stadium lanjut).
2. Mukosa oral: kering (dalam kondisi dehidrasi akaibat diuresisi
osmosis).Gusi perlu diamati kalau ada gingivitis karena penderita
memang rentan terhadap pertumbuhan mikroorganisme).
3. Langit-langit mulut: mungkin terdapat bercak keputihan karena
pasien mengalami penurunan kemampuan personal hygiene akibat
kelemahan fisik).Lidah mungkin berwarna keputihan dan berbau
akibat penurunan oral hygiene. Faring mungkin terlihat kemeraharn
akibat proses peradangan (faringitis).
g.Leher
Pada inspeksi jarang tampak distensi jugularis, pembesaran kelenjar limfe
leher dapat muncul apabila ada infeksi sistemik
h. Toraks dan paru-paru
a. Inspeksi frekuensi: irama, kedalaman dan upaya bernafas antara lain:
tekipnea, hipernea, dan pernafasan Chyne Stoke (pada kondisi
ketoasidosis)
b. Amati bentuk dada: normal atau dada tong.
c. Dengarkan pernafasan pasien.Stridor pada obstruksi jalan nafas.Mengi
(apabila penderita sekaligus mempunyai riwayat astma atau brokhitis
kronik).
i. Dada
a. Dada posterior
1. Inspeksi : deformitas, atau asimetris dan retruksi inspirasi abdomen.
2. Palpasi: adanya nyeri tekan atau tidak.
3. Perkusi: pekak terjadi bila cairan atau jaringan padat menggantikan
bagian paru yang normalnya terisi udara (terjadi pada penderita dengan
penyakit lain seperti effuse pleura, tumor atau pasca penyembuhan
TBC).
4. Auskultasi: bunyi nafas vasikuler, bronko vesikuler (dalam kondisi
nomal)

j. Dada anterior

13
1. Inspeksi: deformitas atau asimetris
2. Palpasi: adanya nyeri tekan, ekspansi pernafasan
3. Perkusi: pada penderita normal area paru terdengar sonor.
4. Auskultasi bunyi nafas vaskuler, bronkovasikuler (dalam kondisi tanpa
penyerta penyakit lain)asimetris.
k. Aksila
a. Inspeksi terhadap kemerahan, infeksi dan pigmentasi
b. Palpasi kelenjar aksila sentralis apaka linfodenopati.
l. Sistem kardiovaskuler
Adanya riwayat hipertensi, infark miokard akut, takikardi, tekanan darah
yang cenderung meningkat, disritmia, nadi yang menurun, rasa kesemutan
dan kebas pada ekstremitas merupakan tanda gejala dari penderita diabetes
melitus.
m. Abdomen
a. Inspeksi
Pada kulit apakah ada strie dan simteris adanya pembesaran organ (pada
penderita dengan penyerta penyakit sirosis hepatic atau hepatomegali dan
splenomegali).
b. Auskultasi
Auskultasi bising usus apakah terjadi penurunan atau peningkatan
motilitas
c. Perkusi
Perkusi abdomen terhadap proporsi dan pola tympani serta kepekaan.
d. Palpasi
Palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan/massa.
n. Ginjal
Palpasi ginjal apakah ada nyeri tekan sudut kosta vertebral.
o. Genetalia
Penis
Pada inspeksi apakah ada timosis pada prepusium dan apakah ada
hipospadia pada meatus uratrae, apakah ada kemerahan pada kulit skortum
p. Sistem muskuloskeletal
Inspeksi persendian dan jaringan sekitar saat anda memeriksa berbagai
kondisi tubuh. Amati kemudahan dan rentang gesekan kondisi jaringan
sekitar, setiap deformitas muskuloskeletal, termasuk kurvatura abnormal dari
tulang belakang. Sering mengalami penurunan kekuatan muskeloskeletal
dibuktikan dengan skor kekuatan otot yang menurun dari angka 5.

14
q. Sistem neurosensori
Penderita diabetes melitus biasanya merasakan gejala seperti:
a. Pusing.
b. Sakit kepala.
c. Kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia
d. Gangguan penglihatan.
2.2 Diagnosa keperawatan
2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penyakit)
Nyeri Akut 00132
Definisi :Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai
kerusakan (International Association fot the Study of Pain); awitan yang tiba tiba atau
lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
diprediksi
Batasan karakteristik  Mengekspresikan perilaku (mis,
gelisah, merengek, menangis,
 Bukti nyeri dengan menggunakan waspada)
standar daftar periksa nyeri untuk  Perilaku distraksi
pasien yang tidak dapat  Perubahan pada parameter fisiologis
mengungkapkannya (mis, Neonatal (mis., tekanan darah, frekuensi
Infant Pain Scale, Pain Assessment jantung, frekuensi pernapasan
Checklist for Senior with Limited saturasi oksigen, dan end- tidal
Ability to Communicate) karbon dioksida [CO2))
 Diaforesis  Perubahan posisi untuk menghindari
 Dilatasi pupil nyeri
 Ekspresi wajah nyeri (mis., mata  Perubahan selera makan
kurang bercahaya, tampak kacau,  Putus asa
gerakan mata berpencar atau tetap  Sikap melindungi area nyeri
pada satu fokus, meringis)  Sikap tubuh melindungi
 Fokus menyempit (mis., persepsi
waktu, proses berpikir, interaksi Faktor yang berhubungan
dengan orang dan lingkungan
 Fokus pada diri sendiri  Agens cedera biologis (mis infeksi,
 Keluhan tentang intensitas iskemia, neoplasma)
menggunakan standar skala nyeri  Agens cedera fisik (mis., abses,
(mis., skala Wong-Baker FACES, amputasi, luka bakar, terpotong,
skala analog visual skala penilaian mengangkat berat, prosedur bedah,
numerik) trauma, olahraga berlebihan)
 Keluhan tentang karakteristik nyeri  Agen cedera kimia (mis, luka bakar,
dengan menggunakan standar kapsaisin, metilen klorida, agen
instrumen nyeri (mis., McGill Pain mustard)
Questionnaire, Brief Pain Inventory)
 Laporan tentang perilaku
nyeri/perubahan aktivitas (mis.,
anggota keluarga, pemberi asuhan)

2.2.2 Mual berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial


Mual (00134)
Definisi : suatu fenomena subektif tentang rasa tidak nyaman pada bagian

15
belakang tenggorok atau lambungyang dapat atau tidak dapat mengakibatkan
muntah.
Batasan karekteristik  Peregangan kapsul hati
 Peregangan kapsul limpa
 Keengganan terhadap makanan
 Program pengobatan
 Mual
 Tumor intraabdomen
 Peningkatan menelan  Tumor terelokalisasi (mis.,
neuroma akustik, tumor otak,
 Peningkatan salivasi metastasis tulang)
Situasional
 Rasa asam di dalam mulut
 Ansietas
 Sensasi muntah
 Gangguan psikologis
Faktor yang berhubungan  Rasa makanan/minuman yang
tidak enak
Biofisik
 Stimuli lingkungan yang tidak
menyenangkan
 Distensi lambung
 Stimuli penglihatan yang tidak
 Gangguan biokimia (mis., menyenangkan
uremia,ketoasidosis diabetik)  Takut

 Iritasi gastrointestinal

 Kehamilan

 Labirinitis

 Mabuk perjalanan

 Meningitis

 Peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)

 Penyakit esofagus

 Penyakit meneire

 Penyakit prankreas

2.3 Intervensi Keperawatan

2.3.1 Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
(penyakit)

16
NOC

Kontrol Nyeri 1605


Definisi : Tindakan pribadi untuk mengontrol nyeri
160502 Mengenali kapan nyeri terjadi
160501 Menggambarkan faktor penyebab
160510 Menggunakan jurnal harianuntuk memonitor gejala dari waktu ke waktu
160503 Menggunakan tindakan pencegahan
160504 Menggunakan tindakan pengurangan (nyeri) tanpa analgesik
160505 Menggunakan analgesik yang di rekomendasikan
160513 Melaporkan perubahan perubahan terhadap gejala nyeri terhadap
profesional kesehatan
160507 Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada profesional kesehatan
160508 Menggunakan sumber daya yang tersedia
160509 Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
160511 Melaporkan nyeri yang terkontrol
NOC

Tingkat Nyeri 2102


Definisi : Keparahan dari nyeri yang di amati atau dilaporkan
210201 Nyeri yang dilaporkan
210204 Penjangnya episode nyeri
210221 Menggosok area yang terkena dampak
210217 Mengerang dan menangis
210206 Ekspresi nyeri wajah
210208 Tidak bisa beristirahat
210222 Agitasi
210223 Iritabilitas
210224 Mengernyit
210225 Mengeluarkan keringat
210226 Berkeringat berlebihan
210218 Mondar mandir
210219 Focus menyempit
210209 Ketegangan otot
210215 Kehilangan nafsu makan
210227 Mual
210228 Intoleransi makanan
210210 Frekuensi nafas
210211 Denyut jantung apical
210220 Denyut nadi radikal
210212 Tekanan darah
210214 Berkeringat
NIC

Manajemen Nyeri 1400


Definisi : pengurangan ataau reduksi nyeri sampai pada tingkat kenyemanan yang

17
dapatditerima oleh pasien
Aktivitas-aktivitas  Dorong pasien untuk mendiskusikan
 Lakukan pengkajian nyeri
pengalaman nyerinya sesuai
komprehensif yang meliputi lokasi ,
kebutuhan
karekteristik,onset/durasi, frekuensi,  Beri tahu dokter jika tindakan tidak
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri berhasil dan jika keluhan pasien saat
 dan faktor pencetus
ini berubah signifikan dari
 Observasi adanya petunjuk nonverbal
pengalaman nyeri sebelum nya
mengenai ketidak-nyamanan terutama
 Kurangi atau eliminasi faktor-faktor
pada mereka yang tidak bisa
yang dapat mencetuskan atau
berkomunikasi secara efektif
meningkatkan nyeri(misalnya,
 Pastikan perawatan analgesic bagi
ketakutan, kelelahan,keadaan
pasien dilakuka dengan pemantauan
monoton dan kurang pengetahuan)
yang ketat
 Pertimbangkan keinginann pasien
 Gunakan strategi komunikasi
untuk berpartisipasi, kemampuan
terapeutik untuk mengetahui
berpaartisipasi, kecenderungan,
pengalaman nyeri dan sampaikan
dukungan dari orang terdekat terhadap
penerimaan pasien terhadap nyeri
 Gali pengetahuan dan kepercayaan dan kontraindikasi ketika memilih
pasien mengenai nyeri strategi penurunan nyeri
 Perhatikan pengaruh budaya terhadap  Pilih dan implementasikan tindakan
respon nyeri yang beragam (misalnya,farmakologi,
 Tentukan akibat dari pengalaman nyeri
nonfarmakologi, interpersonal) untuk
terhadap kualitashidup pasien
memfasilitasi penurunan nyeri, sesuai
(misalnya, tidur, nafsu makan,
dengan kebutuhan
pengertian, perasaan , hubungan  Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
peforma kerja, dan tanggung jawab nyeri
 Pertmbangkan tipe dan sumber nyeri
peran)
 Gali bersama pasien faktor-faktor yang ketika memilih strategi penurunn
dapat menurunkan atau memperberat nyeri
 Dorong pasien untuk memonitor nyeri
nyeri
 Evaluasi pengalaman nyeri dan menangani nyerinya dengan tepat
 Ajarkan penggunaan teknik
dimasalaluyang meliputi riwayat nyeri
nonfarmakologi (seperti, biofeed back.
kronik individu atau keluarga atau
TENS, hypnosis, relaksasi, bimbingan
nyeri yang menyebabkan
antisipasif, terapi music, terapi
disability/ketidakmampuan/kecacatan,
bermain,, terapi aktifitas, akupressur,
dengan tepat
 Evaluasi bersama pasien dan tim aplikasi panas/dingin dan pijatan,
kesehatan lain mengenai efektivitas sebelum , sesudah dan jika
tindakan pengontrolan nyer yang memungkinkan , ketika melakukan
pernah di lakukan sebelumnya aktifitas yang menimbulkan nyeri,

18
 Bantu keluarga dalam mencari dan sebelum nyeri terjadi atau meningkat
menyediakan dukungan dan bersamaan dengan tindakan
 Gunakan metode penilaian yang sesuai
penurunan rasa nyeri lainnya)
dengan tahapan perkembangan yang  Gali penggunaan metode farmakologi
memungkinkan untuk meonitoring yang di pakai pasien saat ini untuk
perubahan nyeri yang akan dapat menurunkan nyeri
 Ajarkan metodefarmakologi untuk
membantu mengidentifikasi faktor
menurunkan nyeri
pencetus actual dan potensial (missal,
 Dorong pasien menggunakan obat-
catatan perkembangan dan catatan
oobatan penurun nyeri yang adekuat
harian)  Kolaborasi dengan pasien, orang
 Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
terdekat dan tim kesehatan lainnya
melakukan pengkajian
untuk memilih dan
ketidaknyamanan pasien dan
mengimplementasikan tindakan
mengimplementasikan rencana
penurunan nyeri nonfarmakologi
monitor
sesuai kebutuhan
 Berikan informasi mengenai nyeri ,
 Beriakn individu penurun nyeri yang
seperti penyebab nyeri, berapa lama
optimal dengan peresepan analgesic
nyeri akan dirasakan , dan antisipasi  Implementasikan penggunaan pasien –
dari ketidak-nyamanan akibat prosedur -terkontrol analgesic (PCA), jika
 Kendalikan faktor lingkungan yang
sesuai
dapat mempengaaruhi respon pasien  Gunakan tindakan pengontrol nyeri
terhadap ketidaknyamanan (misalnya, sebelum nyeri bertambah berat
 Berikan obat sebelum melakukan
suhu, ruangan , pencaahayaan, suara
aktivitas untuk meningkatkan
bising)
 Informasikan tim kesehatan lain atau partisipasi, namun (lakukan) evaluasi
anggota keluarga mengenai strategi (mengenai) bahaya dari sedasi
 Pastikan pemberian analgesic dan atau
nonfarmakologi yang sedang di
strategi nonfarmakologi sebelum
gunakan untuk mendorong pendekatan
dilakukan prosedur yang
preventif terkait dengan manajemen
menimbulkan nyeri
nyeri
 Periksa tingkat ketidak nyamanan
 Gunakan pendekata multi disiplin untu
bersama pasien , catat perubahan pada
manajemen nyeri , jika sesuai
 Pertimbangkan untuk merujuk pasien catatan medis pasien , informasikan
keluarga dan orang terdekat pada petugas kesehatan lain yang merawat
kelompok pendukung dan sumber- pasien
 Evaluasi keefektifan dan dari tindakan
sumber lainnya sesuai kebutuhan
 Berikan informasi yang akurat untuk pengontol nyeri yang di pakai selama
meningkatkan pengetahun dn respon pengkajian nyeri dilakukan
 Mulai dan modifikasi tindakan
keluarga terhadap pengalaman nyeri
 Libatkan keluarga dalam modalitas pengontrolan nyeri berdasarkan

19
penurunan nyeri, jika memungkinkan respon pasien
 Monitor kepuasan pasien terhadap  Dukung istirahaat atau tidur yang
manajeman nyeri dalam interval yang adekuat untuk membantu penurunan
spesifik nyeri
NIC

Pemberian analgesik. 2210

Definisi : Penggunaan agen farmakologi untuk mengurangi atau menghilangkan


nyeri

 Aktivitas-aktivitas:  Berikan analgesik tambahan dan/atau


pengobatan jika diperlukan untuk
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas meningkatkan efek pengurangan
dan keparahan nyeri sebelum nyeri
mengobati pasien  Pertimbangkan penggunaan infus
 Cek perintah pengobatan meliputi obat, terus-menerus, baik sendiri atau
dosis, dan frekuensi obat analgesik digabungkan dengan opioid bolus,
yang diresepkan untuk mempertahan kan level serum
 Cek adanya riwayat alergi obat  Jalankan tindakan keselamatan pada
 Evaluasi kemampuan pasien untuk pasien yang menerima analgesik
berperan serta dalam pemilihan narkotika, sesuai kebutuhan
analgetik, rute dan dosis dan  Mintakan pengobatan nyeri PRN
keterlibatan pasien, sesuai kebutuhan sebelum nyeri menjadi parah
 Pilih analgesik atau kombinasi  lnformasikan pasien yang
analgesik yang sesuai ketika lebih dari mendapatkan narkotika bahwa rasa
satu diberikan mengantuk kadang terjadi selama 2-3
 Tentukan pilihan obat analgesik hari pertama pemberian dan
(narkotik, non narkotik, atau NSAID), selanjutnya akan menghilang
berdasarkan tipe dan keparahan nyeri  Perbaiki kesalahan pengertian/mitos
 Tentukan analgesik sebelumnya, rute yang dimiliki pasien dan anggota
pemberian, dan dosis untuk mencapai keluarga yang mungkin keliru
hasil pengurangan nyeri yang optimal tentang analgesik
 Pilih rute intravena daripada rute  Evaluasi keefektifan analgesik
intramuskular, untuk injeksi dengan interval yang teratur pada
pengobatan nyeri yang se jika setiap setelah pemberian khususnya
memungkinkan setelah pemberian pertama kali, juga
 Tinggalkan narkotik dan obat-obat lain observasi adanya tanda dan gejala
yang dibatasi, sesuai dengan aturan efek samping (misalnya, depresi
rumah sakit pernafasan, mual dan muntah,mulut
 Monitor tanda vital sebelum dan setelah kering dan konstipasi)
memberikan analgesik narkotik pada  Dokumentasikan respon terhadap
pemberian dosis pertama kali atau jika analgesik dan adanya efek samping
ditemu- kan tanda-tanda yang tidak  Evaluasi dan dokumentasikan tingkat
biasanya sedasi dari pasien yang menerima
 Berikan kebutuhan kenyamanan dan opioid
aktivitas lain yang dapat membantu  Lakukan tindakan-tindakan untuk
relaksasi untuk memfasilitasi menurunkan efek samping analgesik
penurunan nyeri (misalnya, konstipasi dan iritasi
 Berikan analgesik sesuai waktu lambung)
paruhnya, terutama pada nyeri yang  Ajarkan tentang penggunaan
berat analgesik, strategi untuk menurunkan
 Susun harapan yang positif mengenai efek samping, dan harapan terkait

20
keefektifan analgesik untuk dengan keterlibatan dalam keputusan
mengoptimKolaborasikan dengan pengurangan nyerialkan respon
dokter apakah obat, dosis, rute pem pasien
berian, atau perubahan interval
dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
berdasarkan prinsip analgesik

NIC

Manajemen Sedasi 2260

Definisi : Pemberian sedatif, pemantauan respon klien dan pemberian dukungan


psikologis selama prosedur terapi dan diagnostic

 Aktivitas-aktivitas:  Pastikan peralatan resusitasi gawat


darurat tersedia ditempat, khususnya
 Review riwayat kesehatan klien dan sumber pemberian oksigen 100%,
hasil pemeriksaan diag- nostik untuk obat-obatan kegawat daruratan dan
mempertimbangkan apakah klien defibrillator
memenuhi kri-teria untuk dilakukan  Berikan obat-obatan sesuai protokol
pembiusan parsial cleh perawat yang yang diresepkan dokter, titrasi
telah teregistrasi dengan hati hati sesuai dengan
 Tanyakan klien atau keluarga mengenai respon klien
pengalaman parsial sebelumnya  Monitor tingkat kesadaran dan tanda-
 Periksa alergi terhadap obat tanda vital klien, saturasi oksigen dan
 Pertimbangkan intake cairan dan intake EKG sesuai dengan panduan
terakhir makan protokol
 Review obat-obatan lain yang  Monitor klien mengenai efek lanjut
dikonsumsi klien dan verivikasi ada obat termasuk agitasi, depresi
tidaknya kontraindikasi terhadap pernafasan, hipotensi, mengantuk
pembiusan berlebihan, hipok- semia, aritmia,
 Instruksikan klien dan/atau keluarga apnea, atau eksaserbasi dari kondisi
mengenai efek pembiusan sebelumnya
 Dapatkan persetujuan tertulis Evaluasi  Pastikan ketersediaan dan pemberian
tingkat kesadaran klien dan reflexs antagonis sesuai dengan prosedur
protektif sebelum pembiusan protokol dan di resep kan dokter
 Dapatkan data tanda-tanda vital, dengan benar
saturasi oksigen, EKG, tinggi dan berat  Pertimbangakan jika pasien
badan memenuhi persyaratan untuk
 Inisiasi pemasangan infus dipulangkan atau di pindahkan sesuai
 Dokumentasikan ti dakan dan respon dengan prosedur protokol
klien sesuai prosedur
 Berikan instruksi kepulangan secara
tertulis sesuai prosedur

NIC

Bantuan pasien untuk mengontrol pemberian analgesic 2400

Definisi : Memfasilitasi proses pemberian dan regulasi dalam hal pemberian


analgesik terkontrol

Aktivitas-aktivitas:  Bantu pasien dan keluarga untuk


mengatur interval peng hentian

21
 Berkolaborasi dengan dokter, pasien dan yang tepat pada alat PCA
anggota keluarga dalam memilih jenis  Bantu pasien dan keluarga untuk
narkotik yang akan digunakan mengatur dosis tepat yang
 Rekomendasikan pemberian aspirin dan dibutuhkan pada alat PCA
obat-obat anti-infla- masi nonsteroid  Konsultasikan dengan pasien,
sebagai pengganti narkotik, sesuai anggota keluarga dan dokter
kebutuhan untuk menyesuaikan interval
 Rekomendasikan penghentian pemberian penghentian, laju dasar dan dosis
opioid melalui jalur lain yang dibutuhkan sesuai dengan
 Hindari penggunaan meperidine respon pasien
hydrochloride (Demerol)  Instruksikan pasien bagaimana
 Pastikan bahwa pasien tidak alergi terhadap meningkatkan atau menurun kan
analgesik yang akan diberikan titrasi dosis, sesuai dengan laju
 Instruksikan pasien dan keluarga untuk pernapasan, intensitas dan
memonitor intensitas, kualitas dan durasi kualitas nyeri dan
nyeri  Instruksikan pasien dan anggota
 Instruksikan pasien dan keluarga untuk keluarga terkait reaksi efek
memonitor laju per-napasan dan tekanan samping dari agen pengurang
darah rasa nyeri
 Pasang akses nasogastrik, vena, subkutan  Dokumentasikan nyeri pasien,
atau spiral, sesuai kebutuhan jumlah dan frekuensi dosis obat
 Validasi bahwa pasien dapat menggunakan dan respon terhadap pengobatan
alat PCA (misalnya, mampu berkomunikasi, nyeri dalam catatan per
memahami penjelasan dan mengikuti arahan kembangannya
)  Monitor ketat ada tidaknya
 Kolaborasi dengan pasien dan keluarga depresi pernapasan pada pasien
untuk memilih tipe alat infus PCA yang yang berisiko (misalnya., usia
sesuai lebih dari 70 tahun; riwayat henti
 Instruksikan pasien dan anggota keluarga napas saat tidur penggunaan
mengenai bagaimana cara menggunakan bersama PCA dengan agen
alat PCA penekan fungsi sistem saraf
 Bantu pasien dan keluarga untuk pusat, obesitas, pembedahan
menghitung konsentrasi yang tepat antara abdo- men bagian atas atau
obat dan cairan, menetapkan jumlah cairan pembedahan thor pemberian
yang mengalir setiap jam melalui alat PCA bolus PCA lebih dari 1 mg;
riwayat kerusakan ginjal, hati,
 Bantu pasien bolus analgesik yang tepat
paru paru dan jantung)
 Instruksikan pasien dan keluarga untuk
 Rekomendasikan rejimen bowel
mengatur laju dasar infus yang tepat pada
untuk menghindari konstipasi
alat PCA
 Konsultasikan dengan ahli nyeri di klinik
bagi pasien yang mengalami kesulitan
dalam mencapai pengontrolan nyeri

2.3.1 Diagnosa Keperawatan : Mual berhubungan dengan Peningkatan Tekanan


Intrakranial
NOC :Nafsu Makan ( 1014 )

Definisi : keinginan untuk makan

SKALA OUT OUTCOME


SKALA COME
HAN
KESELURUHAN

22
INDIKATOR
101401 Hasrat keinginan untuk makan
101402 Mencari makanan
101403 Menyenangi makan
101404 Merasakan makanan
101405 Energy untuk makan
101406 Intake makanan
101407 Intake nutrisi
101408 Intake cairan
101409 Rangsangan untuk makan
NOC : Kontrol Mual( 1618 )

Definisi : Tindakan personal untuk mengontrol mual, muntah muntah, dan gejala
muntah

SKALA OUT OUTCOME


SKALA COME
HAN
KESELURUHAN

INDIKATOR
161801 Mengenali onset mual
161802 Mendeskripsikan faktor faktor penyebab
161803 Mengenali pencetus stimulus [muntah]
161804 Menggunakan buku harian untuk memantau gejala dari waktu ke
waktu
161805 Menggunakan langkah langkah pencegahan
161806 Menghindari faktor faktor penyebab bila mungkin
161807 Menghindari bau yang tidak menyenangkan
161808 Menggunakan obat antiemetik seperti yang direkomendasikan
161809 Melaporkan kegagalan pengobatan antiemetic
161810 Melaporkan efek samping mengganggu dari antiemetic
161811 Melaporkan gejala yang tidak terkontrol kepada professional
kesehatan
161812 Melaporkan mual, muntah muntah, dan muntah yang terkontrol

NOC : Mual & Muntah: efek yang mengganggu ( 2106 )

Definisi : Keparahan efek yang mengganggu dari mual kronis, muntah muntah serta
muntah serta muntah yang mengganggu fungsi hidup sehari hari

SKALA OUT OUTCOME


SKALA COME
HAN
KESELURUHAN

INDIKATOR
210601 Asupan cairan menurun
210602 Asupan makanan berkurang
210603 Output urin menurun
210604 Perubahan keseimbangan cairan

23
210605 Perubahan elektrolit serum
210606 Perubahan asam/basa
210625 Kehilangan selera makan
210626 Intoleransi bau
210607 Perubahan status nutrisi
210608 Penurunan berat badan
210609 Malaise
210610 Lethargy
210611 Intoleransi gerakan
210612 Gangguan aktivitas fisik
210613 Tidak terganggu
210614 Menarik diri dari hubungan interpersonal
210615 Gangguan penampilan peran
210616 Gangguan penampilan kinerja
210617 Gangguan pada aktivitas rekreasi
210618 Gangguan pada aktivitas sehari hari
210619 Ansietas
210620 Depresi
210621 Stress emosional
210622 Ketidak berdayaan
210623 Efek samping dari obat antiemtik
210624 Keterlambatan pengobatan karena keparahan gejala
NOC : Keparahan Mual & Muntah ( 2107 )

Definisi : Keparahan dari tanda dan gejala mual, muntah muntah dan

SKALA OUT OUTCOME


SKALA COME
HAN
KESELURUHAN

INDIKATOR
210701 Frekuensi mual
210702 Intensitas mual
210703 distres mual
210704 Frekuensi muntah
210705 Intensitas muntah
210706 Distres muntah
210707 Frekuensi muntah
210708 Intensitas muntah
210709 Distres muntah
210710 Skresi air ludah yang banyak
210711 Perubahan pengecapan
210712 Intoleransi bau
210713 Kehilanga berat badan
210714 Rasa panas dalam perut
210715 Nyeri lambung
210716 Muntah proyektil
210717 Darah dalam muntahan
210718 Muntahan serbuk kopi
210719 Muntahan bau feses
210720 Ketidakseimbanga elektrolit

24
NIC

Manajemen mual (1450)


Definisi : Pencegahan dan Penanggulangan Mual
Aktivitas-aktivitas
 Dorong pasien untuk memantau Distraksi, akupresur) untuk mengatasi
pengalaman diri terhadap mual mual
 Dorong pasien untuk belajar strategi  Dorong penggunaan tekniknon
mengatasi mual sendiri farmokologi senelum mual meningkat
 Lakukan peniliaan lengkap terhadap atau terjadi, sebelum, sealama, dan
mual, termasuk frekuensi, durasi, tingkat setelah kemoterapi, bersama dengan
keparahan,dan faktor faktor faktor tindakan pengendalian mual lainya.
pencetus, dengan menggunakan alat  Informasikan aprofesional perawatan
[pengkajian] seperti self care journal, kesehatan lainya dan anggota keluarga
visual analog scales, timbangan analog dari setiap strategi nonfarmakologi yang
visual, duke descriptive scales, dan digunakan oleh [pasien] yang mual
Rhodes index of nausea and vomiting  Tingkatan istirahat dan tidur yang cukup
(INV) untuk memfasilitasi pengurangan mual
 Observasi tanda tanda non verbal dari  Lakukan kebersihan mulut sesering
ketidaknyamanan, terutama pada bayi, mungkin untuk meningkatkan
anak anak, dan orang orang yang tidak kenyamanan, kecuali [hal ini]
mampu untuk berkomunikasi secara merangsang mual
efektif, seperti invidu dengan penyakit  Dorong pola makan dengan porsi sedikit
Alzheimer makanan yang menarik bagi [pasien]
 Evaluasi pengalaman masa lalu individu yang mual
terhadap mual (miisalnya, kehamilan dan  Intruksikan pasien mengenai diet tinggi
mabuk darat) karbohidrat dan rendah lemak, yang
 Dapatkan riwayat lengkap perawatan sesuai
selanjutnya  Berikan cairan bening dingin yang bersih
 Dapatkan riwayat diet pasien seperti dan makanan yang tidak berbau dan tidak
[makanan] yang disukai dan yang tidak berwarna yang sesuai
disukai prefensi [makanan] terkait  Monitor asupan makanan terhadapa
budaya kandungan gizi dan kalori
 Evaluasi dampak dari pengalaman mual  Timbang berat badan secara teratur
pada kualitas hidup (misalnya, nafsu  Berikan informasi mengenai mual, seperti
makan, aktivitas, prestasi kerja, tanggung penyebab mual dan berapa lama itu akan
jawab peran, dan tidur berlangsung
 Identifikasi faktor faktor yang dapat  Bantu untuk mencari dan memberikan
menyebabkan atau berkontribusi dukungan emosional
terhadap mual (misalnya, obat obat an  Monitor efek dari manajemen mual secara
dan prosedur) keseluruhan
 Pastikan bahwa obat antiemetik yang  Tunjukan penerimaan diri terhadap mual
efektif diberikan untuk mencegah mual dan berkoloborasi dengan pasien ketika
bila memungkinkan (kecuali untuk mual memilih strategi pengendalian mual
yang berhubungan dengan kehamilan)  Pertimbangkan budaya terhadap respon
 Kendalikan faktor faktor lingkungan mual ketika mengimplementasikan
yang mungkin mengembangkitkan mual intervensi
(misalnya, bau yang tidak  Dorong pasien untuk tidak mentolirir
menyenangkan suara dan stimulasi visual mual tapi bersikap asertif dengan
yang tidak menyenangkan ) penyedia layanan kesehatan dalam
 Kurangi atau hilangkan faktor faktor memperoleh bantuan farmakologi dan

25
yang bersifat personal yang memicu atau nonfarmakologi
meningkatkan mual (kecemasan, takut,  Ajari pasien penggunan teknik non
kelelahan dan kurangnya pengetahuan) farmakologi (misalnya, biofeedback,
 Indentifikasi strategi yang telah berhasil hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing,
[dilakukan] dalam [upaya] mengurangi terapi music
mual
NIC

Manajemen obat (2380)


Definisi : fasilitasi penggunaan dan efektifitas resep yang aman serta penggunaan obat
bebas

 Aktivitas-aktivitas
 Tentukan obat apa yang diperlukan, dan  Dapatkan resep dokter bagi pasien yang
kelola menurut resep dan/atau protocol melakukan pengobatan sendiri dengan
 Diskusikan masalah keuangan yang cara yang tepat
berkaitan dengan regimen obat  Buat protocol untuk penyimpanan,
 Tentukan kemampuan pasien untuk penyimpanan ulangh, dan pemantauan
mengobati diri sendiri dengan cara obat yang tersisa untuk tujuan
tepat pengobatan sendiri
 Monitor efektifitas cara pemberian obat  Selidiki sumber sumber keuangan yang
yang sesuai memungkinkan untuk memperoleh obat
 Monitor pasien mengenai efek yang diresepkan dengan cara yang tepat
teraupeutik obat  Tentukan dampak penggunaan obat pada
 Monitor tanda gejala toksisitas obat gaya hidup pasien
 Monitor efek samping obat  Berikan alternative mengenai jangka
 Monitor level serum darah (misalnya, waktu dan cara pengobatan mandiri
elektrolit, protromboin, obat untuk meminimalkan efek gaya hidup
obatan,)yang sesuai  Bantu pasien dan anggotaa keluarga
 Monitor interaksi obat yang dalam membuat penyesuaian gaya hidup
nonterapeutik yang diperlukan terkait dengan
 Kaji ulang pasien dan/atau keluarga [pemakaian] obat obat tertentu dengan
secara berkala mengenai jenis dan cara yang tepat
jumlah obat yang dikonsumsi  Anjurkan pasien mengenai kapan harus
 Buang obat yang kadaluarsa, yang mencari bantuan medis
sudah diberhentikan atau yang  Indentifikasi jenis dan jumlah obat yang
mempunyai kontraindikasi obat digunkan
 Fasilitasi perubahan pengobatan dokter  Berikan informasi mengenai
 Monitor respon terhadap perubahan penggunaan obat bebas dan bagaimana
pengobatan dengan cara tepat obat obatan tersebut dapat
 Pertimbangkan pengetahuan pasien mempengaruhi kondisi saat ini
mengenai obat obatan  Pertimbangkan apakah pasien
 Pantau kepatuhan mengenai regimen menggunakan obat obatan berbasis
obat budaya dan kemungkinan adanya efek
dari penggunaan obat bebas dan obat
 Pertimbangkan faktor faktor yang dapat
yang diresepkan
menghalangi pasien untuk
mengkomsumsi obat yang diresepkan  Kaji ulang strategi bersama pasien
dalam mengelola obat obatan
 Kembangkan strategi bersama pasien
untuk meningkatkan kepatuhan  Sediakan pasien dengan daftar sumber
mengenai regimen obat yang sumber untuk [bisa] dihubungi untuk
diresepkan mendapatkan informasi lebih lanjut
mengenai obat obatan tersebut
 Kosultasi dengan professional perawat
kesehatan lainnya untuk meminimalkan  Hubungi pasien dan keluarga setelah

26
jumlah dan frekuensi obat yang pemulangan pasien untuk menjawab
dibutuhkan agar didapatkan efek pertanyaan dan mendiskusikan
terapeutik kekhawatiran terkait dengan regimen
 Ajarkan pasien dan/atau anggota  Obat
keluarga mengenai tindakan dan efek  Dorong pasien untuk [bersedia
samping yang diharapkan dari obat dilakukan] uji skrining dalam
 Berikan pasien dan anggota keluarga menentukan efek obat
mengenai informasi tertulis da visual
untuk meningkatkan pemahaman diri
mengenai pemberian obat yang tepat
 Kembangkan strategi untuk mengelola
efek samping obat

27
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC).Yogyakarta : Mocomedia

Herdman T.Heather. 2015. Diagnosa Keprawatan. Jakarta : EGC

Lumban Tobing. S.M, 2008, Vertigo Tujuh Keliling, Jakarta : FK UI


Moorhead. 2016. Nursimg Outcome Classification (NOC). Yogyakarta : Mocomedia
Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia, 2008, Vertigo Patofisiologi,
Diagnosis dan Terapi, Malang : Perdossi
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit.Vol.2. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif M .dkk. 2007.Kapita selekta kedokteran 3 jilid 2,Jakarta:Media
Aesculapius
Israr. Y. 2008. Vertigo. Diakses1 9 November 2018, jam 08.05
Http://yayanakhyr.wordpress.com

28

Anda mungkin juga menyukai