Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.
1.2 Farmakologi
e. Bahan Makanan Sehari serta Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak
Dianjurkan
1. Bahan Makanan Sehari
a. Bentuk Cair
Diberikan dalam bentuk Makanan Cair Penuh, yaitu Formula Rumah
Sakit (FRS) dan Formula Komersial (FK).
b. Bentuk Saring
Diberikan dalam bentuk Makanan Saring, yang dapat dilihat pada tabel
berikut:
d. Bentuk Biasa
Diberikan dalam bentuk Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (Diet ETPT), yang
dapat dilihat pada tabel berikut:
ETPT I ETPT II
Bahan Berat URT Berat URT
Makanan (gr) (gr)
Susu 200 1 gls 400 2 gls
Telur Ayam 50 1 btr 100 2 btr
Daging 50 1 ptg sdg 100 2 ptg sdg
Formula 200 1 gls 200 1 gls
30 3 sdm 30 3 sdm
Komersial
Gula Pasir
Bila pasien tidak dapat menghabiskan porsi makanan biasa, maka frekuensi
makan dapat ditambah menjadi 4 kali makanan utama. Jadwal makanan adalah
sebagai berikut:
Pukul 08.00 : Makan Pagi
Pukul 10.00 : Selingan
Pukul 13.00 : Makan Siang
Pukul 16.00 : Selingan
Pukul 18.00 : Makan Malam I
Pukul 21.00 : Makan Malam II
Pukul 05.00 : Selingan
Respon sistemik
Kejadian sistemik awal yang terjadi sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian
terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler
kedalam intertitial. Perubahan pada fungsi kulit menyebabkan perubahan secara
keseluruhan pada sistem tubuh.
c. Metabolic
Secara klinis defek metabolik yang jelas pada fase luka terbuka adalah
adanya balans nitrogen negatif. Selama fase katabolik akan terjadi
kekurangan energi yang besar, keadaan ini berhubungan dengan
meningkatnya evaporasi air dan kehilangan melalui luka bakar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi lama dan besarnya balans nitrogen
negatif dan defisit energi selama ini adalah luas dan dalamnya luka bakar,
berat-ringannya infeksi, regimen nutrisi dan lamanya fase luka terbuka.
Penutupan luka merupakan memberikan balans nitrogen positif. Selama fase
luka bakar terbuka nutrisi penderita harus diperhatikan
Kebutuhan metabolik sangat tinggi pada pasien dengan luka bakar. Tingkat
metabolik yang tinggi akan sesuai dengan luas luka bakar sampai dengan luka
bakar tersebut menutup. Hypermetabolisme juga terjadi karena cidera itu
sendiri, intervensi pembedahan, dan respon stress. Hipermetabolisme inilah
yang membuat suhu tubuh pada pasien luka bakar meningkat. Katabolisme
yang berat juga terjadi yang disebabkan karena keseimbangan nitrogen yang
negatif, kehilangan berat badan, dan penurunan penyembuhan luka.
Peningkatan katekolamin (epinephrine, norepinephrine) yang disebabkan
karena respon terhadap stress. Ini menyebabkan peningkatan kadar glukagon
yang dapat menyebabkan hyperglikemia.
d. Gastrointestinal
Masalah gastrointestinal yang mungkin terjadi adalah pembengkakan
lambung, ulkus peptkum, dan ileus paralitik. Ileus paralitik adalah tidak
adanya peristaltis usus. Berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan
manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Selain itu,
komplikasi gastrointestinal adalah ulkus Curling. Ulkus Curling ini ditandai
distensi lambung dan pendarahan lambung yang terjadi sekunder akibta stress
fisiologik yang masif. Respon ini disebabkan karena kehilangan cairan,
perpindahan cairan, imobilisasim, penurunan motilitas lambung, dan respon
terhadap stress.
e. Renal
Perubahan awal pada fungsi ginjal, terutama disebabkan oleh hipovolemi,
vasokontriksi pembuluh darah ginjal dan aktivitas adrenergik. Manifestasi
klinis berupa oliguri, penurunan glomerulo filtrasi rate, retensi Na, ekskresi
K. Walaupun efek tersebut tidak jelas, tetapi bila terapi pada fase syok tidak
adekuat akan menimbulkan akut renal failure. Efek endokrin, terutama
aktifitas hormon adrenal memegang peran penting pada fase syok. Pada
penelitian urine, didapatkan adanya peningkatan hidrocorticoid setelah trauma
termis.
Insufisiensi renal akut dapat terjadi yang disebabkan karena hypovolemia
dan penurunan kardiak output. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnnya
pemberian cairan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan
glomerular filtration rate. Apabila aliran darah lewat tubulus renal tidak
memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga
timbul komplikasi nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
f. Pulmonary
Pada luka bakar yang berat konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien
akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari hipermotabolisme dan
respon lokal. Supleman oksigen diperlukan untuk memastikan tersedianya
oksigen untuk jaringan.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera
saluran nafas atas, yaitu terjadi panas berlangsung atau edema. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai obstruksi mekanis saluran nafas atas yang mencakup
laring dan faring. Karena vaporasi yang cepat dalam traktus pulmonalis akan
menimbulkan efek pendinginan, cedera panas biasanya tidak terjadi pada
tingkat bronkus. Cedera saluran nafas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal
atau endotrakeal yang dini.
Yang kedua adalah cedera inhalsi dibawah glotis, yaitu terjadi akibat
menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya
seperti karbonmonoksida, sulfur oksida, notrogen oksida. Cedera langsung
terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru pada tingkat alveoli. Cedera inhalasi
dibawah glotis menyebabkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema
mukosa yang berat, dan kemungkinan bronkospasme. Tanda utama dari cidera
inhalasi ini adalah ekspektorasi partikel-partikel karbon dalam sputum. Efek
terhadap paru disebabkan karena menghisap asap. Hyperventilasai biasanya
berhubungan dengan luas luka bakar. Peningkatkan ventilasi berhubungan
dengan keadaan hypermetabolik, takut, cemas, dan nyeri. Pada kasus dapat
terlihat bahwa ny KL yang menunjukkan pola nafas yang lebih cepat dari
biasanya.
g. Imun
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua
sistem respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas
kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal,
perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, dan penurunan
limfosit. Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk
mengalami sepsis. Kerusakan kulit menyebabkan kehilangan mekanisme
pertahanan pertama terhadap infeksi.
Untuk luka bakar termal (api), "berhenti, berbaring, dan berguling." Tutup
individu dengan selimut dan gulingkan pada api yang lebih kecil. Berikan
kompres dingin untuk menurunkan suhu dari luka. (Es atau air dingin
menyebabkan cedera lanjut pada jaringan yang terkena.)
Untuk luka bakar kimia (cairan), bilas dengan jumlah banyak air untuk
menghilangkan kimia dari kulit. Untuk luka bakar kimia (bedak), sikat
bedak kimia dari kulit kemudian bilas dengan air.
Untuk luka bakar listrik, matikan sumber listrik, pertama-tama sebelum
berusaha untuk memuntahkan korban dari bahaya.
2. Prioritas kedua adalah menciptakan jalan napas paten. Untuk pasien dengan
kecurigaan cedera inhalasi, berikan oksigen dilembabkan 100 % melalui masker
10 L/mnt. Gunakan intubasi endo- trakeal dan tempatkan pada ventilasi mekanik
bila gas-gas darah arteri menunjukkan hiperkapnia berat meskipun dengan
oksigen suplemen.
6. Kaji pemahaman pasien dan orang terdekat tentang tindakan, masalah, dan
perasaan tentang cedera
2.3 INTERVENSI
INTERVENSI RASIONAL
2. Pada penerimaan rumah sakit lepaskan Untuk inspeksi adekuat dari luka bakar
semua pakaian dan perhiasan dari area
luka bakar
2.4 IMPLEMENTASI
2.5 EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA