Anda di halaman 1dari 16

1.

1 Patofisiologi Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari
sumber panas ke tubuh. Panas dapat dipindahkan klewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi tiga luka bakar
termal, radiasi, atau kimia (Smeltzer, Suzzanne C. Vol 3.2001.)
Luka bakar disebabkan karena tranfer energi panas dari sebuah sumber energi
ke tubuh, panas akan menyebabkan kerusakan jaringan. Keparahan luka bakar
menentukan derajat perubahan yang tampak di dalam organ-organ dan sistem
tubuh. Kerusakan jaringan tubuh akibat panas tersebut tergantung dari beberapa
faktor, yaitu : temperature sumber panas, lamanya kontak dengan sumber panas
serta jaringan tubuh yang terkena. Faktor jaringan tubuh yang terkena merupakan
faktor yang paling penting dalam menentukan derajat konduktivitas jaringan, yaitu
: kandungan air dalam jaringan tersebut, adanya sekresi lokal, pigmentasi
jaringan, ketebalan kulit, efektifitas barier tahan panas seperti aliran darah dalam
jaringan.
Oleh karena banyaknya faktor yang berpengaruh, trauma yang terjadi pada
kulit sangat bervariasi. Umumnya trauma termal kulit pada suhu <45 0 C hanya
minimal, meskipun terjadi kontak dengan sumber panas lebih dari 20 menit.
Kontak dengan panas >600 C selama 1 menit akan mengakibatkan full thickness
injury.
Efek dari luka bakar dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu efek pada
kulit, efek pada pembuluh darah dan elemen darah, serta respon metabolik dan
perubahan hemodinamik.
Fungsi utama kulit adalah sebagai barier terhadap panas dan kehilangan air
dari tubuh serta sebagai pertahanan dari invasi kuman. Pada keadaan normal kulit
yang intak mampu membatasi proses evaporasi cairan tubuh 5% dibandingkan
jaringan kulit tidak intak. Rata-rata kehilangan cairan melalui jaringan kulit intak
sekitar 15 ml/m2/jam sedangkan pada luka bakar derajat III akan terjadi
kehilangan cairan sebesar 200 ml/m2/jam. Evaporasi cairan pada luka bakar
derajat II dan III akan disertai dengan meningkatnya kehilangan panas tubuh.
Peningkatan panas ini, akan disertai dengan peningkatan kebutuhan O2, keadaan
ini akan meningkatkan metabolisme tubuh dan produksi energi untuk
mempertahankan homeostatis panas tubuh. Pada penderita luka bakar akan terjadi
dehidrasi hipertonis disertai hipernatremi.
Fungsi lain dari kulit adalah sebagai barrier kuman, meskipun pada kulit yang
intak juga terdapat kuman, tetapi jarang sekali terjadi infeksi. Pada luka bakar
derajat III, fungsi kulit sebagai barrier kuman akan hilang. Sedangkan pada luka
bakar derajat II kemampuan kulit sebagai barrier kuman masih tetap ada meskipun
kadang-kadang dapat terjadi sepsis.
Trauma termis akan mengakibatkan perubahan integritas pembuluh darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler, terutama di daerah luka bakar. Oleh karena
itu, cairan dan protein dengan cepat akan meninggalkan pembuluh darah ke
jaringan intertitiel sehingga terjadi udem. Peningkatan permeabilitas pembuluh
darah juga terjadi secara general.
Pada awalnya cairan yang berada didaerah luka bakar akan diresorbsi sistem
limfe, tetapi lama kelamaan kehilangan cairan akan bertambah karena melebihi
kemampuan resorbsi sistem limfe. Cairan tersebut akan terkumpul diruang
intertisial disekitar dan di luka bakar, sehingga terjadi udem.
Kehilangan cairan tubuh pada penderita luka bakar terutama terjadi pada 24
jam pertama. Setelah 48 jam kemudian permeabilitas kapiler akan kembali normal
serta timbul udem. Keadaan ini secara klinis ditandai dengan adanya diuresis.
Berkurangnya cairan kaya protein dari sirkulasi akan menyebabkan syok
hipovolemik. Dengan banyaknya kehilangn cairan tubuh akan menyebabkan
iskemik ginjal dan oliguri.
Berkurangnya volume plasma akan diikuti berkurangnya volume sel darah
merah. Berkurangnya sel darah merah sesuai dengan kedalaman dan luas luka
bakar, umumnya terjadi pada 24 jam pertama. Berkurangnya volume sel darah
merah biasanya disebabkan beberapa faktor, yaitu hemolisis sel darah merah
karena panas, terperangkapnya sel darah merah didaerah luka bakar oleh karena
thrombosis pembuluh darah dan pengendapan sel darah merah. Destruksi sel
darah merah pada lokasi cedera akan tampak dengan adanya hemoglobin bebas
dalam plasma dan urin.

Pada luka bakar ada tiga fase yaitu :

Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi
segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera
inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut
sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal
yang berdampak sistemik.

Fase sub akut.


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur

1.2 Farmakologi

(Kee, Joyce L. 1996)


OBAT KEKUATAN OBAT PEMAKAIAN DAN
PERTIMBANGAN
Perak Sulfadiazin Krim 1% , dioleskan 1- Mencegah dan mengobati infeksi
(Silvadene) 2 kali / hari pada luka bakar derajat ke II dan ke
III. 10 % dari obat ini diabsorbsi.
Pemakaian yang banyak atau
pengolesan secara berlebihan dapat
menyebabkan timbulnya Kristal sulfa
(kristaluria)
Perak Nitrat Larutan 0,5 % Untuk luka bakar derajat ke II dan
ke III. Pembalut direndam dalam
larutan perak nitrat 0,5 % dan
pembalut diangkat sebelum menjadi
kering. Efektif melawan beberapa
organisme gram negatif. Dapat
menimbulkan ketidakseimbangan
elektrolit (Hipokalemia) jika dipakai
berlebihan.
Mafenid Asetat Krim 8,5 % Untuk luka bakar derajat ke II dan
(Sulfamylon) ke III.
Nitrofurazone Krim, salep, larutan, 0,2 Untuk luka bakar derajat ke II dan
(Furacin) % ke III dapat menimbulkan
fotosensistifitas, oleh karena itu
hindari sinar matahari dapat
menyebabkan dermatis kontak

1.3 Terapi Diet


I. Diet Pada Penderita Luka Bakar
a. Pengertian Diet Luka Bakar
Diet luka bakar adalah suatu tindakan untuk mempercepat
penyembuhan dan mencegah terjadinya gangguan metabolik serta
mempertahankan status gizi secara optimal selama proses
penyembuhan, oleh pasien luka bakar dengan maksud untuk
mempercepat penyembuhan.
b. Tujuan Diet Luka Bakar
1. Mempercepat penyembuhan jaringan yang rusak
2. Mencegah terjadinya keseimbangan nitrogen yang negatif
3. Memperkecil terjadinya hiperglikemia dan hipergliseridemia.
4. Mencegah terjadinya gejala-gejala kekurangan zat gizi mikro.
c. Syarat Diet pada Luka Bakar
1. Memberikan makanan dalam bentuk cair sedini mungkin atau
Nutrisi Enteral Dini(NED).
2. Kebutuhan energi dihitung dengan pertimbangan kedalaman dan
luas luka bakar yaitu:
 Menurut Curreri : 25 kkal/kg BB aktual + 40 kkal x % luka
bakar
 Menurut Asosiasi Dietetik Australia berdasarkan % luka bakar.
Kebutuhan energi sehari berdasarkan persen luka bakar
Luka Bakar (%) Kebutuhan Energi (kkal)
<10 1,2 x AMB
11-20 1,3 x AMB
21-30 1,5 x AMB
31-50 1,8 x AMB
> 50 2,0 x AMB
Sumber: Handbook No. 6 Principles of Nutritional Management of Disorders. JADA,
1990.

3. Protein tinggi, yaitu 20-25 % dari kebutuhan energi total.


4. Lemak sedang, yaitu 15-20 % dari kebutuhan energi total.
5. Karbohidrat sedang yaitu 50-60 % dari kebutuhan energi total.
Bila pasien mengalami trauma jalan napas (trauma inhalasi),
karbohidrat diberikan 45-55 % dari kebutuhan energi total.
6. Vitamin diberikan diatas Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan, untuk membantu mempercepat penyembuhan.
Vitamin umumnya ditambahkan dalam bentuk suplemen.
Kebutuhan beberapa jenis vitamin adalah sebagai berikut:
a. Vitamin A minimal 2 kali AKG
b. Vitamin B minimal 2 kali AKG
c. Vitamin C minimal 2 kali AKG
d. Vitamin E 200 SI
7. Mineral tinggi, terutama zat besi, seng ,natrium, kalium,
kalsium, fosfor, dan magnesium. Sebagian mineral diberikan
dalam bentuk suplemen.
8. Cairan tinggi. Akibat luka bakar terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit secara intensif. Pada 48 jam pertama, pemberian
cairan ditujukan untuk mengganti cairan yang hilang agar
tidak terjadi shock.

d. Jenis Diet Dan Indikasi Pemberian Pada Luka Bakar


1. Diet Luka Bakar I
Diet Luka Bakar I diberikan pada pasien luka bakar berupa cairan
Air Gula Garam Soda (AGGS) dan Makanan Cair Penuh dengan
pengaturan sebagai berikut :
a. 0-8 jam pertama sampai residu lambung kosong diberi AGGS
dan Makanan Cair Penuh ½ kkal/ml, dengan cara drip (tetes)
dengan kecepatan 50 ml/jam.
b. 8-16 jam kemudian, jumlah energi per ml ditingkatkan
menjadi 1 kkal/ml dengan kecepatan yang sama.
c. 16-24 jam kemudian, apabila tidak kembung dan muntah,
energi ditingkatkan menjadi 1 kkal/ml dengan kecepatan 50-
75 ml/menit. Diatas 24 jam bila tidak ada keluhan kecepatan
pemberian makanan dinaikkan sampai dengan 100 ml/menit.
d. Apabila ada keluhan kembung dan mual, AAGS dan
Makanan Cair Penuh diberikan dalam keadaan dingin.
Apabila muntah, pemberian makanan dihentikan selama 2
jam.

2. Diet Luka Bakar II


Diet Luka Bakar II merupakan perpindahan dari Diet Luka
Bakar I, yaitu diberikan segera setelah pasien mampu menerima
cairan AGGS dan Makanan Cair Penuh dengan nilai energi 1
kkal/ml, serta sirkulasi cairan tubuh normal.
Cara pemberiannya sebagai berikut :
a. Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan pasien,
dapat berbentuk cair, saring, lumat, lunak, atau biasa.
b. CairanAGGS, tidak terbatas.
c. Bila diberikan dalam bentuk cair, frekuensi pemberian 8
kali sehari. Volume setiap kali pemberian disesuaikan
dengan kemampuan pasien, maksimal 300 ml.
d. Bila diberikan dalam bentuk saring, frekuensi pemberian 3-
4 kali sehari dan dapat dikombinasikan dengan Makanan
Cair Penuh untuk memenuhi kebutuhan gizi.
e. Bila diberikan dalam bentuk lunak atau biasa, frekuensi
pemberian disesuaikan dengan kemampuan pasien sehingga
asupan zat gizi terpenuhi.

Preskripsi diet (Penetapan diet) :


1. Pemberian makanan dapat dimulai sesudah fase akut terlewati dan aliran
darah ke saluran cerna kembali normal. Makanan yang diberikan harus
mudah dicerna dan diserap seperti larutan hidrat arang (maltodextrin)
2. Pilih bahan makanan yang mudah dilumatkan, seperti :
 Ikan sebagai sumber protein hewani,
 Tahu atau tempe sebagai sumber protein nabati
 Sayur dan buah yang mudah dilumatkan seperti : wortel, labu siam,
lobak, pepaya,dll
3. Pemberian susu kedelai, kacang merah dan kacang hijau dapat dianjurkan
untuk memberikan glutamin dan arginin yang banyak terdapat di dalam
produk kacang-kacangan, khususnya kacang merah. Minyak ikan yang
kaya akan vitamin A dan asam lemak omega 3 dapat pula diberikan
sementara minyak zaitun yang merupakan sumber asam lemak omega 9
dapat pula dimakan mentah sebagai campuran susu atau formula
enteralnya.
4. Gunakan santan sebagai bahan untuk menggurihkan makanan karena
santan terutama yang kental kaya akan asam lemak jenuh untuk
menambah kandungan protein dalam sereal, sup, dll.
5. Minum banyak air untuk mengencerkan darah. Misalnya 1 gelas air
mineral setiap 2 hingga 3 jam sekali dan minum setiap kali terbangun
untuk buang air kecil pada malam hari.
6. Untuk menghindari keletihan setelah sembuh dari trauma, luka bakar atau
pembedahan, pasien dianjurkan agar makan sedikit-sedikit tetapi sering.

e. Bahan Makanan Sehari serta Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak
Dianjurkan
1. Bahan Makanan Sehari
a. Bentuk Cair
Diberikan dalam bentuk Makanan Cair Penuh, yaitu Formula Rumah
Sakit (FRS) dan Formula Komersial (FK).
b. Bentuk Saring
Diberikan dalam bentuk Makanan Saring, yang dapat dilihat pada tabel
berikut:

Bahan Makanan Berat (gr) URT


Tepung Beras 90 15 sdm
Maizena 15 3 sdm
Telur Ayam 50 1 btr
Daging sapi 100 2 ptg sdg
Tahu 100 1 bh bsr
Kacang Hijau 25 2 ½ sdm
Pepaya 300 3 ptg sdg
Margarin 10 1 sdm
Santan 100 ½ gls
Gula Pasir 60 6 sdm
Gula Merah 50 5 sdm
Susu 500 2 ½ gls
Makanan ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:
 Pukul 10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
c. Bentuk Lunak
Diberikan dalam bentuk Makanan Lunak, yang dapat dilihat pada tabel berikut:
Bahan Makanan Berat (gr) URT
Beras 250 5 gls nasi tim
Daging 100 2 ptg sdg
Telur Ayam 50 1 btr
Tempe 100 4 ptg sdg
Kacang Hijau 25 2 ½ sdm
Sayuran 200 2 gls
Buah Pepaya 200 2 ptg sdg
Gula Pasir 50 5 sdm
Minyak 25 2 ½ sdm
Susu 200 1 gls

Makanan ini ditambah Makanan Cair sebagai berikut:


 Pukul 10.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 16.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 21.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml
 Pukul 05.00 : Makanan Cair Penuh 200 ml

d. Bentuk Biasa
Diberikan dalam bentuk Diet Energi Tinggi Protein Tinggi (Diet ETPT), yang
dapat dilihat pada tabel berikut:

Bahan Makanan yang Ditambahkan


pada Makanan Biasa (Diet ETPT)

ETPT I ETPT II
Bahan Berat URT Berat URT
Makanan (gr) (gr)
Susu 200 1 gls 400 2 gls
Telur Ayam 50 1 btr 100 2 btr
Daging 50 1 ptg sdg 100 2 ptg sdg
Formula 200 1 gls 200 1 gls
30 3 sdm 30 3 sdm
Komersial
Gula Pasir

Bila pasien tidak dapat menghabiskan porsi makanan biasa, maka frekuensi
makan dapat ditambah menjadi 4 kali makanan utama. Jadwal makanan adalah
sebagai berikut:
 Pukul 08.00 : Makan Pagi
 Pukul 10.00 : Selingan
 Pukul 13.00 : Makan Siang
 Pukul 16.00 : Selingan
 Pukul 18.00 : Makan Malam I
 Pukul 21.00 : Makan Malam II
 Pukul 05.00 : Selingan

2. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan


 Bahan makanan yang dianjurkan merupakan semua bahan makanan
sumber energi dan protein seperi susu, telur, daging, ayam, dan keju, serta
gula pasir, dan sirup.
 Bahan makanan yang tidak dianjurkan yaitu bahan makanan hiperalergik
seperti udang.

1.4 Pencegahan Primer,Sekunder, Tersier pada Gangguan Berbagai Sistem.

Pencegahan luka bakar dibagi menjadi pencegahan primer, sekunder dan


tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan insidensi luka bakar
melalui cara memasak yang aman, pemadam kebakaran, dan edukasi tentang zat
yang menyebabkan trauma panas di sekolah atau komunitas. Pencegahan
sekunder bertujuan untuk menurunkan beratnya luka bakar melalui edukasi
terhadap pertolongan pertama. Pencegahan tersier bertujuan untuk mengurangi
mortalitas dan morbiditas terhadap luka bakar (Schwarz, 2007).

1.5 Gangguan Berbagai Sistem Akibat Luka Bakar


Luka bakar menghasilkan berbagai respon sistemik seperti respon
kardiovaskular, efek pada cairan elektrolit dan volume darah, respon pulmoner
dan respon sistemik lainnya.

Respon sistemik
Kejadian sistemik awal yang terjadi sesudah luka bakar yang berat adalah
ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian
terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler
kedalam intertitial. Perubahan pada fungsi kulit menyebabkan perubahan secara
keseluruhan pada sistem tubuh.

a. Efek cairan, elektrolit dan volume darah

Mengikuti kejadian luka bakar, terdapat peningkatan permeabilitas kapiler


yang menyebabkan keluarnya plasma dan protein ke jaringan yang akan
terjadinya edema dan kehilangan cairan intravakuler. Kehilangan cairan juga
disebabkan karena evaporasi yang meningkat 4 – 15 kali evaporasi pada kulit
normal. Peningkatan metabolisme juga dapat menyebabkan kehilangan cairan
melalui sistem pernapasan.
b. Cardiac
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan signifikan pada volume
darah terlihat jelas. Curah jantung akan terus menurun karena berlanjutnya
kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler yang kemudian akan
terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan
melepaskan katekolamin dan meningkatkan resistensi perifer (vasokontriksi)
dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer
menurunkan curah jantung. Perubahan hematologi berat disebabkan
kerusakan jaringan dan perubahan pembuluh darah yang terjadi pada luka
bakar yang luas.
Curah jantung akan membaiki apabila resusitasi cairan segera dilakukan.
Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat tekanan pengisian
jantung tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan
tidak adekuat akan terjadi syok distributif.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang terbesar terjadi dalam 24 sampai
36 jam pertama sesudah luka bakar mencapai puncaknya dalam tempo 6
hingga 8 jam. Dengan adanya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar
akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen
vaskuler. Hal ini akan membuat volume darah meningkat dan apabila fungsi
renal dan kardiak masih memadai haluaran urin akan meningkat. Diuresis
berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu.
Pada luka bakar yang kurang dari 30% luas total permukaan tubuh,
gangguan integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas pada luka
bakar itu sendiri sehingga pembentukan lepuh dan edema hanya terjadi
didaerah luka bakar. Pasien dengan luka bakar yang lebih parah akan
mengalami edema sistemik yang masif. Karena edema akan edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar, tekanan terhadap pemuluh
darah kecil dan saraf ekstrimitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah
sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini disebut sindrom kompartemen.

c. Metabolic

Secara klinis defek metabolik yang jelas pada fase luka terbuka adalah
adanya balans nitrogen negatif. Selama fase katabolik akan terjadi
kekurangan energi yang besar, keadaan ini berhubungan dengan
meningkatnya evaporasi air dan kehilangan melalui luka bakar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi lama dan besarnya balans nitrogen
negatif dan defisit energi selama ini adalah luas dan dalamnya luka bakar,
berat-ringannya infeksi, regimen nutrisi dan lamanya fase luka terbuka.
Penutupan luka merupakan memberikan balans nitrogen positif. Selama fase
luka bakar terbuka nutrisi penderita harus diperhatikan
Kebutuhan metabolik sangat tinggi pada pasien dengan luka bakar. Tingkat
metabolik yang tinggi akan sesuai dengan luas luka bakar sampai dengan luka
bakar tersebut menutup. Hypermetabolisme juga terjadi karena cidera itu
sendiri, intervensi pembedahan, dan respon stress. Hipermetabolisme inilah
yang membuat suhu tubuh pada pasien luka bakar meningkat. Katabolisme
yang berat juga terjadi yang disebabkan karena keseimbangan nitrogen yang
negatif, kehilangan berat badan, dan penurunan penyembuhan luka.
Peningkatan katekolamin (epinephrine, norepinephrine) yang disebabkan
karena respon terhadap stress. Ini menyebabkan peningkatan kadar glukagon
yang dapat menyebabkan hyperglikemia.
d. Gastrointestinal
Masalah gastrointestinal yang mungkin terjadi adalah pembengkakan
lambung, ulkus peptkum, dan ileus paralitik. Ileus paralitik adalah tidak
adanya peristaltis usus. Berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan
manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Selain itu,
komplikasi gastrointestinal adalah ulkus Curling. Ulkus Curling ini ditandai
distensi lambung dan pendarahan lambung yang terjadi sekunder akibta stress
fisiologik yang masif. Respon ini disebabkan karena kehilangan cairan,
perpindahan cairan, imobilisasim, penurunan motilitas lambung, dan respon
terhadap stress.
e. Renal
Perubahan awal pada fungsi ginjal, terutama disebabkan oleh hipovolemi,
vasokontriksi pembuluh darah ginjal dan aktivitas adrenergik. Manifestasi
klinis berupa oliguri, penurunan glomerulo filtrasi rate, retensi Na, ekskresi
K. Walaupun efek tersebut tidak jelas, tetapi bila terapi pada fase syok tidak
adekuat akan menimbulkan akut renal failure. Efek endokrin, terutama
aktifitas hormon adrenal memegang peran penting pada fase syok. Pada
penelitian urine, didapatkan adanya peningkatan hidrocorticoid setelah trauma
termis.
Insufisiensi renal akut dapat terjadi yang disebabkan karena hypovolemia
dan penurunan kardiak output. Kehilangan cairan dan tidak adekuatnnya
pemberian cairan dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal dan
glomerular filtration rate. Apabila aliran darah lewat tubulus renal tidak
memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga
timbul komplikasi nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
f. Pulmonary
Pada luka bakar yang berat konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien
akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari hipermotabolisme dan
respon lokal. Supleman oksigen diperlukan untuk memastikan tersedianya
oksigen untuk jaringan.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu cedera
saluran nafas atas, yaitu terjadi panas berlangsung atau edema. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai obstruksi mekanis saluran nafas atas yang mencakup
laring dan faring. Karena vaporasi yang cepat dalam traktus pulmonalis akan
menimbulkan efek pendinginan, cedera panas biasanya tidak terjadi pada
tingkat bronkus. Cedera saluran nafas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal
atau endotrakeal yang dini.
Yang kedua adalah cedera inhalsi dibawah glotis, yaitu terjadi akibat
menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya
seperti karbonmonoksida, sulfur oksida, notrogen oksida. Cedera langsung
terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru pada tingkat alveoli. Cedera inhalasi
dibawah glotis menyebabkan hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema
mukosa yang berat, dan kemungkinan bronkospasme. Tanda utama dari cidera
inhalasi ini adalah ekspektorasi partikel-partikel karbon dalam sputum. Efek
terhadap paru disebabkan karena menghisap asap. Hyperventilasai biasanya
berhubungan dengan luas luka bakar. Peningkatkan ventilasi berhubungan
dengan keadaan hypermetabolik, takut, cemas, dan nyeri. Pada kasus dapat
terlihat bahwa ny KL yang menunjukkan pola nafas yang lebih cepat dari
biasanya.
g. Imun
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua
sistem respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas
kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal,
perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, dan penurunan
limfosit. Imunosupresi membuat pasien luka bakar beresiko tinggi untuk
mengalami sepsis. Kerusakan kulit menyebabkan kehilangan mekanisme
pertahanan pertama terhadap infeksi.

2. ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Luka bakar merusak integritas kulit, mencetuskan individu pada masalah-


masalah berat, khususnya bila luka bakar luas. Asosiasi Luka Bakar Amerika
menganjurkan pengobatan pasien rawat jalan untuk semua luka bakar kecuali:

 luka bakar superfisial


 dewasa dengan luka bakar ketebalan parsial kurang dari 15%
keterlibatan area permukaan tubuh (APT).
 anak-anak dan lansia dengan luka bakar ketebalan parsial kurang dari
5 % keterlibatan APT.
 individu dengan luka bakar ketebalan penuh kurang dari 2 %
keterlibatan APT.
 Luka bakar api terhadap kepala, leher, dan toraks selalu diatasi dengan
dasar rawat jalan tanpa mengecualikan keterlibatan APT karena risiko
cedera inhalasi.

Komplikasi utama berkenaan dengan cedera luka bakar luas adalah


septikemia, kontraktur, jaringan parut hipertonik, defisit kalori-protein, dan
kegagalan kardiopulmonal dan ginjal.

Penatalaksanaan Medis Umum

1. Prioritas pertama dalam mengatasi luka bakar adalah menghentikan proses


luka bakar. Ini meliputi intervensi pertolongan pertama pada situasi :

 Untuk luka bakar termal (api), "berhenti, berbaring, dan berguling." Tutup
individu dengan selimut dan gulingkan pada api yang lebih kecil. Berikan
kompres dingin untuk menurunkan suhu dari luka. (Es atau air dingin
menyebabkan cedera lanjut pada jaringan yang terkena.)
 Untuk luka bakar kimia (cairan), bilas dengan jumlah banyak air untuk
menghilangkan kimia dari kulit. Untuk luka bakar kimia (bedak), sikat
bedak kimia dari kulit kemudian bilas dengan air.
 Untuk luka bakar listrik, matikan sumber listrik, pertama-tama sebelum
berusaha untuk memuntahkan korban dari bahaya.

2. Prioritas kedua adalah menciptakan jalan napas paten. Untuk pasien dengan
kecurigaan cedera inhalasi, berikan oksigen dilembabkan 100 % melalui masker
10 L/mnt. Gunakan intubasi endo- trakeal dan tempatkan pada ventilasi mekanik
bila gas-gas darah arteri menunjukkan hiperkapnia berat meskipun dengan
oksigen suplemen.

3 Prioritas ketiga adalah resusitasi cairan agresif untuk memperbaiki kehilangan


volume plasma. Secara esensial setengah dari perkiraan volume cairan diberikan
pada delapan jam pertama pasca luka bakar, dan setengahnya lagi diberikan
selama 16 jam kemudian. Tipe-tipe cairan yang digunakan meliputi kristaloid,
seperti larutan Ringers laktat dan/atau koloid seperti albumin atau plasma

4. Ferioritas keempat adalah perawatan luka bakar :

 pembersihan setiap dan pemberian krim antimikroba topikal seperti silver


sulfadiazin (Silvadene). penggunaan berbagai tipe balutan sintetik atau
balutan biologis (tandur kulit) khususnya pada luka bakar ketebalan penuh.

Rencana Perawatan Terintegrasi

 Ketidakseimbangan cairan dan biokimia


 Kehilangan dengan luka bakar ketebalan penuh. Pertimbangan Pulang
 Perawatan lanjutan
 Perawatan kulit
 Latihan latihan untuk mencegah kontraktir
 Tanda-tanda dan gejala-gejala yang memerlukan pertolongan medis

2.1 PENGKAJIAN DATA DASAR

1. Dapatkan riwayat luka bakar. Tanyakan tentang:

 penyebab luka bakar-kimia, termal, atau listrik


 waktu luka bakar-penting karena kebutuhan resusitasi cairan dihitung dari
waktu cedera luka bakar, bukan dari waktu tibanya ke rumah sakit
 tempat di mana luka bakar terjadi area terbuka atau tertutup
 adanya masalah-masalah medis yang menyertai
 alergi, khususnya sulfa karena banyak antimikrobial topikal mengandung
sulfa
 tanggal terakhir imunisasi tetanus
 obat obatan yang digunakan bersamaan

2. Lakukan pengkajian umum (Apendiks F). Dapatkan berat badan dasar.

3. Lakukan pengkajian luka bakar luka bakar:

 Luka luas (persentase) dengan menggunakan fasilitas metoda, yang


mungkin grafik Lund dan Browder atau Aturan Sembilan
 kedalaman luka, yang dapat :
a. Ketebalan parsial superfisial-melibatkan epidedikarakteristikkan oleh
nyeri tekan. sedikit bengkak, dan eritema yang memucat dengan
tekanan
b. Ketebalan parsial superfisial meliputi epidermis dan dermis,
dikarakteristikkan oleh eritema, kering atau luka lembab nyeri, edema
dan pembentukan lepuh
c. Ketebalan penuh meliputi semua lapisan kulit sering meluas sampai
jaringan sukuran dan otot dikarakteristikkan oleh luka kering, keras, tak
nyeri, berkulit yang berwarna putih atau hitam
 Inspeksi bagian luar kulit terhadap luka bakar listrik. Luka bakar ini baik
bagian dalam dan luar luka, pada bagian luar luka sering lebih berat
daripada bagian dalam luka
4. Kaji terhadap cedera inhalasi asap pada luka bakar api pada muka, kepala,
leher, atau dada. Lihat :

 hangus pada rambut hidung dan wajah


 mukosa bukal merah
 rales pulmonal

5. Periksa hasil pemeriksaan laboratorium:

 JDL mengkaji hemoknnsentrasi.


 Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terhadap peningkatan dalam 24
jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung
 Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar x dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap
 BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
 Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan atot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
 Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
 Koagulsai memenksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada
luka bakar masif.
 Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

6. Kaji pemahaman pasien dan orang terdekat tentang tindakan, masalah, dan
perasaan tentang cedera

2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN: PERUBAHAN PADA VOLUME CAIRAN


KEKURANGAN BERHUBUNGAN DENGAN FAKTOR: Luka bakar luas

BATASAN KARAKTERISTIK: TD rendah disertai dengan takikardia dan


takipnea, penurunan haluaran urine, haus, hematokrit dan natrium serum di atas
rentang normal

HASIL PASIEN (kelaboratif): Mendemonstrasikan status cairan dan


biokimia membaik KRITERIA

EVALUASI: Takada manifestasi dehidrasi, resolusi edema, elektrolit serum


dalam batas normal, haluaran urine di atas 30 mL/jam

2.3 INTERVENSI

INTERVENSI RASIONAL

1. Pantau: tanda-tanda vitai setiap jam Untuk mengindentifikasi indikasi


selama periode darurat, setiap 2 jam kemajuan atau penyimpangan dari hasil
selama pe riode akut, dan setiap 4 jam yang diharapkan. Periode darurat (awal
selama periode rehahilisasi 46 jam pascaluka bakar) adalah periode
kritis yang ditandai oleh hipovolemia
 Warna urine yang mencetuskan individu pada perinsi
ginjal dan jaringan takadekual .
 Masukan dan pengeluaran setiap
Komplikasi paling mungkin untuk terjadi
jam sela- ma perinde darurat,
selama periode akut, yang menandai fase
setiap 4 jam sela- ma periode
pemulihan. Periode rehabilitatif mulai
akut, dan setiap 8 jam sela- ma pada penerimaan di rumah sakit dan her
periode rehabilitasi lanjut sampai masuk kembali ke
masyarakat
 hasil-hasl JDL dan laporan
elektrolit

 berat badan setiap hari

 CVP (tekanan vena sentral) setiap


jam bila diperlukan

 status umum (Apendiks F) setiap


8jam

2. Pada penerimaan rumah sakit lepaskan Untuk inspeksi adekuat dari luka bakar
semua pakaian dan perhiasan dari area
luka bakar

3. Mulai terapi IV yang ditentukan Penggantian cairan cepat penting untuk


dengan jarum lubang besar (18G), lebih mencegah gagal ginjal. Kehilangan
disukai melalu kulit yang telah terluka cairon bemakna terjadi melalui jaringan
bakar. Bila pasien mengalai luka bakar yang lerbakar dengan luka bakar luas.
luas dan menunjakkan gejala-gejala syok Pengukuran tekanan vena sentral
hipovolemik, bantu dokter dengan pema- memberikan data tentang status volume
sangan kateter vena sentral untuk cairan intra vascular
pemantauan tekanan vena sentral (CVP),

4. Beri tahu dokter tentang hal berikut Temuantemuan ini menandakan


keluaran urine kurang dari 30 ml/jam, hipovolemia dan perlunya peningkatarn
haus, takikardia, CVP kurarg dari 6 mm cairan . Pada luka bakar luas,
Hg. bikarbonat serum di bawah rentang perpindahan cairan dari ruang
normal, gelisah, TD di bawah rentang intravaskular ke ruang interstisial,
normal, urine gelap atau encer gelap. menimbulkan hipovolemia. Juga, jumlah
besar cairan dan klorida kalium hilang
selama fase diuretik saat cairan pindah
dari ruang interstisial ke intravaskular.
Urine gelap menunjukkan mioglobinuria
atau hemoglobinura. Urine encer gelap
menandakan urine pekat

2.4 IMPLEMENTASI

2.5 EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.


Jakarta : EGC https://books.google.co.id/books?
id=bhRB7IeC0JIC&pg=PA749&dq=asuhan+keperawatan+kritis+luka+baka
r&hl=jv&sa=X&ved=0ahUKEwjKgP7b18LkAhVnILcAHQ9MDzoQ6AEI
KjAB#v=onepage&q=asuhan%20keperawatan%20kritis%20luka
%20bakar&f=false Diakses pada 09-09-2019 Pukull 22:58

Fitria. 2016. Makalah Tentang Diet Pada Pasien Luka Bakar.


https://id.scribd.com/document/321312523/MAKALAH-TENTANG-DIET-PADA-
PASIEN-LUKA-BAKAR-doc diakses pada 10-09-2019 pukul 08:28

Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi Pendekatan proses Keperawatan, Jakarta : ECG

Nugroho. 2015. Makalah Swamedikasi Luka Bakar dan Sunscreen.


https://www.academia.edu/24025579/makalah_SWAMEDIKASI_LUKA_B
AKAR_dan_sunscreen diakses pada: 10-09-2019 pukul 08:55

Schwarz RJ. (2007). Management of postburn contractures of the upper extremity.


Journal of Burn Care Research 28:212-219.

Smelzter,Suzanne C. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner &


suddarth,(edisi ke-8, vol 3). Alih bahasa : Agung waluyo. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai