Anda di halaman 1dari 29

FT INTEGUMEN

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

BY
Sitti Muthiah, S.FT.Physio.,M.Adm.Kes
1. Definisi Luka Bakar

Luka bakar adalah kerusakan lapisan kulit


yang disebabkan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan
kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah/dingin.
2. Etiologi

Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme


injurinya meliputi :

a. Luka Bakar Termal.


b. Luka Bakar Kimia.
c. Luka Bakar Elektrik.
d. Luka Bakar Radiasi.
a. Luka Bakar Termal.

Luka bakar termal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
B. Luka Bakar Kimia.
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan
oleh kontak jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Luka bakar kimia dapat terjadi
misalnya karena kontak dengan zat-zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk
keperluan rumah tangga dan berbagai zat
kimia yang digunakan dalam bidang industri
dan pertanian
c. Luka Bakar Elektrik.
Luka bakar electric (listrik) disebabkan
oleh panas dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat
ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak dan tingginya voltage
d. Luka Bakar Radiasi.
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar
dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau
dari sumber radiasi untuk keperluan
terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar
oleh sinar matahari akibat terpapar yang
terlalu lama juga merupakan salah satu tipe
luka bakar radiasi.
Patofisiologi Luka Bakar
Patofisiologi secara umum luka
bakar pada respon tubuh terhadap
cedera termis dapat dibagi
menjadi respon lokal dan respon
sistemik
a. Respon lokal
Zona Koagulasi : kerusakan jaringan sudah tidak dapat diperbaiki karena protein
penyusun jaringan tersebut sudah mengalami koagulasi. Zona ini melambangkan
kerusakan maksimal akibat cedera termis.

Zona Stasis : Jaringan masih dapat diselamatkan, namun sudah terdapat penurunan
perfusi di jaringan yang mengelilinginya. Perfusi di jaringan inilah yang berusaha
ditingkatkan saat resusitasi luka bakar, sekaligus mencegah kerusakan menjadi
ireversibel. Perlu diwaspadai bahwa adanya komorbiditas seperti hipotensi
berkepanjangan, infeksi, maupun edema, memiliki potensi menjadikan jaringan di
zona stasis rusak secara permanen.

Zona Hiperemia : Perfusi jaringan ditemukan tertinggi pada zona hiperemia, yang
merupakan zona terluar dalam luka bakar. Jaringan biasanya akan mengalami perbaikan.
Namun, adanya perburukan kondisi sistemik seperti sepsis atau hipoperfusi jangka panjang
dapat mengganggu proses perbaikan jaringan pada zona hiperemia
b. Respon sistemik
Perubahan Kardiovaskular
Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini berakibat pada perpindahan protein dan cairan intravaskuler ke
jaringan interstisial. Sebagai respon peningkatan permeabilitas, akan terjadi pula vasokonstriksi perifer ditambah
dengan hilangnya cairan dari zona luka, dapat berakibat hipotensi sistemik dan hipoperfusi. Kehilangan kulit sebagai
barrier akibat cedera termis juga menyebabkan evaporative heat loss yang memperparah keseluruhan gangguan
perfusi.

Perubahan Respiratori

Perubahan respiratori mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, dan pada kasus luka bakar yang berat dapat
menyebabkan sindroma gagal napas (respiratory distress) .

Perubahan Metabolik

Perubahan metabolik laju metabolik basal (basal metabolic rate BMR) meningkat hingga tiga kali dari BMR normal.
Hal ini mengakibatkan proses katabolisme yang hebat.

Perubahan Imunologi

Perubahan imunologi terdapat penurunan respon sistem imun.


Faktor yang menjadi penyebab
beratnya luka bakar antara lain :
- Keluasan luka bakar
- Kedalaman luka bakar
- Umur pasien
- Agen penyebab
- Fraktur atau luka – luka lain yang menyertai
- Penyakit yang dialami terdahulu seperti
diabetes, jantung, ginjal, dll
Tiga tingkatan fase luka bakar :

1.Fase akut
2.Fase sub akut
3.Fase Lanjutan
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami gangguan jalan nafas (airway),
mekanisme bernafas (breathing), dan sirkulasi (circulation).
Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa
saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Masalah sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok
(terjadinya ketidakseimbangan antara pasokan O2 dan tingkat
kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik
dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik dengan masalah
instabilitas sirkulasi.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok
teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan
akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan
proses inflamasi dan infeksi.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi
penutupan luka sampai terjadi
maturasi. Masalah pada fase ini adalah
timbulnya komplikasi dari luka bakar
berupa parut hipertrofik, kontraktur,
dan deformitas lainnya.
3. Luka bakar berdasar tingkat keparahannya

a. derajat I (superfisial)
b. derajat II (partial thickness)
c. derajat III (full thickness)
a. Derajat satu (superfisial)
Derajat ini hanya meliputi bagian
luar dari kulit (epidermis)
sehingga masih menyisakan
banyak jaringan untuk dapat
melakukan regenerasi. Pada
derajat ini tidak ditemukan
adanya lepuh (bula). Luka ini
akan sembuh dengan sendirinya
tanpa menimbulkan bekas dalam
waktu 5-7 hari. Luka biasanya
tampak sebagai eritema dan
timbul dengan keluhan nyeri dan
atau hipersensitivitas lokal.
Contoh luka
bakar derajat I
adalah sunburn.
b. Derajat dua (partial thickness)
Kerusakan yang terjadi lebih dalam
daripada derajat satu. Dapat terlihat
adanya lepuh. Gambaran luka bakar
berupa gelembung atau bula yang
berisi cairan eksudat dari pembuluh
darah karena perubahan permeabilitas
dindingnya, disertai rasa nyeri.
Dengan adanya jaringan yang masih
“sehat”, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Apabila luka bakar derajat II
yang dalam tidak ditangani dengan
baik, dapat timbul edema dan
penurunan aliran darah di jaringan,
sehingga cedera berkembang menjadi
full-thickness burn atau luka bakar
derajat III.
c. Derajat tiga (full thickness)
Kerusakan yang terjadi lebih
dalam lagi daripada derajat
dua. Mengenai seluruh lapisan
kulit, dari subkutis hingga
mungkin organ atau jaringan
yang lebih dalam. Pada
keadaan ini tidak tersisa
jaringan epitel yang dapat
menjadi dasar regenerasi sel.
Tidak dijumpai adanya lepuh.
Tidak didapatkan rasa nyeri,
karena ujung-ujung saraf sudah
mengalami kerusakan bahkan
kematian.
4. Klasifikasi luka bakar menurut ukuran atau
luas luka bakar

Klasifikasi luka bakar dipengaruhi oleh kedalaman luka,


presentase luka, penyebab, usia, riwayat kesehatan dan
lokasi luka bakar.
Perkiraan luas luka bakar didasarkan pada tubuh mana yang
terpengaruh. Biasanya menggunakan Rule of Nines.
Orang dewasa
Kepala dan leher 9%
Badan bagian depan 18%
(dada 9% + perut 9%)
Badan bagian belakang
18% (Punggung atas 9% +
Punggung bawah 9%)
Lengan kanan 9%
Lengan kiri 9%
Daerah kemaluan 1%
Kaki kanan 18%
Kaki kiri 18%

=100%
Anak-anak
Kepala dan leher 18%
Badan bagian depan 18%
(dada 9% + perut 9%)
Badan bagian belakang 18%
(Punggung atas 9% +
Punggung bawah 9%)
Lengan kanan 9%
Lengan kiri 9%
Kaki kanan 14%
Kaki kiri 14%

=100%
Proses Penyembuhan Luka Bakar

 1. Fase Inflamatori
 Fase pertama ini setelah terbentuknya luka dan akan berakhir pada 3 - 4 hari. Dalam fase inflamatori terdapat
dua proses, yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis adalah penghentian pendarahan di daerah luka. Dalam
proses hemostasis terbentuk scrab di permukaan luka (jaringan yang dibentuk di permukaan luka, berwarna
merah agak tua dan agak keras) agar tidak terkontaminasi oleh mikroorganisme. Respons peradangan ini sangat
penting dalam proses penyembuhan karena setelahnya, terjadi proses pembekuan darah untuk mencegah
kehilangan darah. Fase ini tidak akan berlangsung lama jika tidak terjadi infeksi.
 2. Fase Proliferatif
 Fase kedua ini muncul setelah fase inflamatori yang berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-21. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan setelah 5 hari terjadinya luka. Kolagen adalah
protein penyusun tubuh manusia yang dapat menambah tegangan permukaan dari luka. Semakin banyak jumlah
kolagen, semakin bertambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka menjadi
terbuka. Jaringan epitel tumbuh melintasi luka (epitelisasi), meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen
dan nutrisi penting bagi proses penyembuhan luka.

 3. Fase Maturasi
 Fase ini dimulai dari hari ke-21 dan berakhir sekitar 1 - 2 tahun. Fibroblas terus - menerus mensintesis kolagen,
kemudian bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas, dan meninggalkan garis putih.
Terbentuknya kolagen yang baru mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk
jaringan parut yang hampir sama kuat dengan jaringan sebelumnya. Selanjutnya, terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas seluler dan vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
4. Komplikasi
Komplikasi yang sering dialami oleh klien luka bakar yang luas
antara lain:
1. Burn shock (shock hipovolemik)
Merupakan komplikasi yang pertama kali dialami oleh klien
dengan luka bakar luas karena hipovolemik yang tidak segera
diatasi.
2. Sepsis
Kehilangan kulit sebagai pelindung menyebabkan kulit sangat
mudah terinfeksi. Jika infeksi ini telah menyebar ke pembuluh
darah, dapat mengakibatkan sepsis.
3. Pneumonia
Dapat terjadi karena luka bakar dengan penyebab trauma
inhalasi sehingga rongga paru terisi oleh gas (zat-zat inhalasi).
4. Gagal ginjal akut
Kondisi gagal ginjal akut dapat terjadi karena
penurunan aliran darah ke ginjal.
5. Curling’s ulcer (ulkus Curling)
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul
pada hari ke 5 – 10. Terjadi ulkus pada duodenum
atau lambung, kadang-kadang dijumpai
hematemesis.
6. Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi pergerakan. Terjadi
karena kurangnya mobilisasi pada pasien dengan
luka bakar yang cenderung bedrest terus.
TERIMA KASIH
ATAS PERHATIANNYA

Anda mungkin juga menyukai