Anda di halaman 1dari 8

EFRAY.

WANIMBO Project

Research Project

Effect of Different Densities on the Growth and Mortality of Abalone Juvenile


(Haliotis asinina) in Recirculating and Flow-Through System

A. Latar Belakang

Abalon atau yang lebih dikenal dengan sebutan mata tujuh merupakan salah satu jenis
moluska dari kelas gastropoda yang memiliki nilai ekonomis penting karena harganya yang
dapat mencapai 70€/kg (Leighton, 2008), abalon sangat berpotensi untuk dibudidayakan dan
diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat setiap tahun menjadi salah
satu penyebab tingginya angka eksploitasi terhadap abalon.
Semakin tingginya permintaan konsumen sebagai akibat dari semakin meluasnya negara
tujuan ekspor terhadap komoditas ini seperti China, Taiwan, Jepang, Eropa dan Korea (Leighton,
2008), menyebabkan penangkapan abalon di alam semakin meningkat. Tingginya angka
eksploitasi dan kegiatannya yang terus berkesinambungan menyebabkan populasi abalon di alam
mengalami penurunan hingga mencapai kira-kira 30% dari populasinya (Gordon and Cook,
2001). Oleh karena itu, kegiatan penangkapan terhadap abalon dalam rangka memenuhi
permintaan pasar harus diarahkan dan difokuskan pada kegiatan budidaya yang memberikan
jaminan hasil yang lebih baik dibandingkan hasil kegiatan penangkapan di alam.

Untuk menjamin ketersediaan stok abalon diperlukan adanya suatu usaha pengembangan
teknik budidaya. Usaha pengembangan industri budidaya abalon untuk skala hatchery dan
budidaya telah ditempuh dengan berbagai cara, diantaranya dengan sistem budidaya intensif
yang dilakukan di hatchery dengan sistem flow through, sistem exchange 100% (pergantian air
100%) dengan padat penebaran yang tinggi menyebabkan penggunaan air yang berlebihan
sehingga mengeluarkan biaya yang besar dalam bidang operasionalnya.

Pada sistem flow through ketersediaan air menjadi pertimbangan yang penting dalam
menjamin kelangsungan budidaya dimana air akan dipompa secara terus menerus dan akan
terjadi pergantian air sehingga kualitas dan kesegaran air akan tetap terjaga. Penelitian yang
dilakukan Badillo et al (2007) pada budidaya abalon dengan sistem flow through dengan padat
penebaran 10% dan 30% memberikan pertumbuhan yang baik dengan laju pertukaran air dalam
budidaya dan di alam abalon biasanya berkisar dari 200% -2.400% per hari. Namun disisi lain
penggunaan air yang berlebihan dengan biaya operasional yang tergolong tinggi menyebabkan
sistem ini memerlukan biaya operasional yang tinggi.
Salah satu teknik budidaya saat ini yang dikembangkan dengan menggunakan prinsip-
prinsip budidaya secara intensif, dimana lahan yang digunakan terbatas, pemberian pakan yang
teratur, dan mudahnya dilakukan kontrol terhadap lingkungan. Sistem budidaya tersebut dikenal
dengan budidaya sistem tertutup atau resirkulasi tertutup.
Sistem tertutup pada prinsipnya adalah menggunakan kembali (re-use) air untuk budidaya,
sehingga dapat mengurangi penggunaan air dari luar sistem. Dalam pelaksanaannya, air yang
digunakan tidak berhubungan langsung dengan sumbernya tetapi melewati filter, pergantian air
dapat dikatakan tidak pernah dilakukan, dan hanya penambahan air untuk mengganti air yang
hilang akibat penguapan. Air yang telah digunakan diresirkulasikan kembali ke masing-masing
wadah. Untuk menjaga agar kondisi kualitas air dalam wadah tetap baik, maka diterapkan sistem
biofilter (Yudha, 2005).

Sistem resirkulasi tertutup memiliki beberapa kelebihan, antara lain ramah lingkungan,
aman dari pencemaran yang terjadi di lingkungan perairan luar tambak, minimalisir dampak
merebaknya suatu penyakit di lingkungan luar, serta parameter kualitas air cenderung lebih
stabil. Dari segi lingkungan, sistem ini juga dapat menghemat sumberdaya air yang digunakan.
Beberapa kelemahan sistem ini antara lain terjadinya akumulasi bahan organik yang berasal dari
sisa pakan, dan kotoran organisme. Selain itu dengan keterbatasan ruang maka dapat
menyebabkan kompetisi untuk memperoleh makanan (Yudha, 2005). Pada sistem budidaya
resirkulasi, dimana penggunaan lahan yang digunakan terbatas, menghemat sumberdaya air yang
digunakan, dan lebih menghemat biaya operasional. Namun, disisi lain sistem resirkulasi tertutup
masih ditemukan beberapa kelemahan diantaranya terjadinya akumulasi bahan organik yang
berasal dari sisa pakan, dan kotoran organisme. Selain itu, keterbatasan ruang dapat
menyebabkan kompetisi untuk memperoleh makanan menjadi salah satu kendala yang dihadapi
dalam sistem sirkulasi air.
Berdasarkan hal tersebut maka penting dilakukan penelitian untuk membandingkan
pengaruh dari kepadatan yang berbeda dalam sistem resirkulasi dan flow trough pada
pertumbuhan juvenile abalon. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
informasi penting mengenai kepadatan yang tepat dalam pemeliharaan untuk mengefesiensikan
ruang budidaya agar tidak memberikan pengaruh yang kurang baik pada siklus hidup abalon,
stress dan penyebaran penyakit menjadi sangat penting untuk pengelolaan secara berkelanjutan.
Dengan adanya penelitian ini yang mempelajari tingkat kepadatan yang berbeda dalam sistem
resirkulasi dan flow trough untuk mendapatkan petumbuhan yang terbaik dengan padat tebar
yang sesuai, sehingga diharapkan dapat mendukung usaha budidaya abalon secara efisien, efektif
dan berkelanjutan.
Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilaksanakan persiapan-persiapan berupa pengadaan dan pembersihan


keranjang (ukuran 25 cm x 10 cm x 10 cm) yang akan digunakan sebagai wadah pemeliharaan
abalon, pengadaan pakan uji berupa G. verrucosa, pengadaan biofilter Ulva sp. dan Galaxaura
sp., dan pengadaan hewan uji (juvenil abalon ukuran 1-3 cm) hasil produksi hatchery.
Persiapan alat-alat penunjang yang digunakan dalam penelitian ini yaitu blower, batu
aerasi, selang aerasi, pipa untuk menghubungkan wadah penelitian yang satu dan yang lain serta
dihubungkan dengan pompa air.

2. Tahap Sistem Operasional


- Sistem Flow trough

Sistem budidaya yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sistem flow through pada

wadah berbentuk tabung yang terbuat dari beton dengan kapasitas 394 liter , dan di isi air laut

yang disaring dengan menggunakan filter bag dengan volume 300 liter. Selanjutnya dilakukan

pemasangan sistem flow through, dan kemudian melakukan pemasangan aerasi. Pada

pemasangan flow through aliran air diatur dengan 200% pergantian air perhari pada setiap

wadah penelitian. Selanjutnya pada sistem flow through tersebut ditempatkan wadah

pemeliharaan berupa keranjang plastik tertutup dengan ukuran 25 x 10 x 10 cm sebanyak tiga


buah pada setiap setiap sistem flow through sesuai dengan jumlah unit percobaan. Desain

rancangan sistem flow through pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar berikut.

Gambar. Desain Flow through ; (A) Wadah flow through, terbuat dari beton dengan ukuran 1x1
m. (B) Selang flow through, sebagai sumber aliran air yang masuk pada wadah.(C) Wadah
pemeliharaan abalon dari keranjang plastik. (D) Volume air laut diisi pada wadah beton yaitu
300 liter. (E) Pipa PVC ukuran 1,5 inci sebagai pembuangan dan pengeluaran air (sirkulasi air).
(F) Selang aerasi, terdiri dari dua buah sebagai sumber oksigen.

- Sistem Resirkulasi

Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan diantaranya mengisi bak pemeliharaan dengan air laut,
kemudian pemasangan blower untuk supply oksigen dengan sambungan pipa dan selang yang
terhubung dengan bak pemeliharaan dan bak biofilter. Penempatan juvenil abalon ke dalam
keranjang yang merupakan wadah pemeliharaan dengan kepadatan 15 individu, 20 individu,
dan 25 individu, kemudian keranjang tersebut diletakkan ke dalam bak pemeliharaan.
Pembuangan air dari bak pemeliharaan melalui pipa yang telah dilubangi akan membawa
buangan dari proses metabolisme juvenil abalon, akan melewati wadah filter yang terdiri dari
karang mati, spons dan waring sebagai saringan, kemudian air yang dikeluarkan akan masuk ke
dalam wadah biofilter Ulva sp., kemudian masuk ke dalam wadah biofilter kedua melalui pipa
penghubung yang telah berisi biofilter Galaxaura sp. masing-masing seberat 500 gram, air yang
telah melalui perlakuan biofilter akan masuk ke dalam wadah penampungan akhir yang
kemudian akan dipompa naik ke bak pemeliharaan, dan begitu seterusnya sistem resirkulasi
berjalan. Kecepatan air yang mengalir dari wadah penampungan ke bak pemeliharaan pada
penelitian ini adalah 300 ml/menit sehingga resirkulasi air yang terjadi selama 24 jam mencapai
432 l.
Adapun gambar instalasi resirkulasi tersaji pada gambar berikut.

A A A
1 C
C
1 B 3
2 C3
1
3

Gambar Desain Biofilter Sistem Tertutup: A= wadah pemeliharaan; B = wadah filter; C1 = wadah
biofilter ulva ; C2 = wadah biofilter Galaxaura; C3 = wadah penampungan akhir.

Pada penelitian ini, pergantian air dapat dikatakan tidak pernah dilakukan, dan hanya
penambahan air untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Untuk mengganti air yang
hilang tersebut dilakukan penambahan air, hingga tinggi air sama dengan saat penelitian dimulai.

3. Tahap Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan selama 90 hari dengan pengambilan data pengukuran panjang


berat abalon setiap 15 hari. Pemberian pakan rumput laut G. veruccosa secara ad libitum dalam
satu keranjang, dilakukan setiap 3 hari sekali yaitu pada sore hari dengan dosis pemberian pakan
20% dari bobot tubuh/hari. Penambahan air pada bak penampungan akhir dilakukan setiap 3
minggu untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan hingga tinggi air sama dengan saat
penelitian dimulai.

D. Perlakuan

Perlakuan untuk mengetahui laju pertumbuhan juvenil abalon dengan menggunakan 3


perlakuan dengan 3 kali ulangan yang terdiri dari :
1. Kepadatan I (15 individu)
2. Kepadatan II (20 individu)
3. Kepadatan III (25 individu)

E. Parameter yang diamati

Parameter yang akan diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan hewan uji
(perubahan cangkang dan berat tubuh), yang dapat dihitung dengan formula matematis.
1. Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak diukur dengan dua cara yaitu perhitungan pertumbuhan
berdasarkan perubahan cangkang dan perhitungan pertumbuhan berdasarkan perubahan
berat tubuh dengan menggunakan rumus :
a. Pertumbuhan mutlak berdasarkan perubahan panjang cangkang yaitu :
Li = Lt – Lo (Effendy, 2000)
Dimana : Li = pertumbuhan mutlak panjang rata-rata interval (mm)
Lt = panjang rata-rata pada waktu-t (mm)
Lo= panjang rata-rata pada awal penelitian (mm)

b. Pertumbuhan mutlak berdasarkan perubahan berat tubuh yaitu :


Wi = Wt – Wo
Dimana : Wi = Pertumbuhan mutlak berat tubuh rata-rata interval (g).
Wt = Berat tubuh rata-rata pada waktu-t (g)
Wo = Berat tubuh rata-rata pada awal penelitian (g)

2. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)


Perhitungan LPS dilakukan dengan menggunakan rumus :
LPS = Ln (Wt) – Ln (Wo) x 100 %
T
Dimana : Ln = Logaritma natural
Wo = Berat rata-rata individu awal penelitian (g)
Wt = Berat rata-rata individu pada akhir penelitian (g)
t = Waktu penelitian (hari)
3. Kualitas Air
Untuk menentukan kelayakan kualitas media pemeliharaan terhadap hewan uji selama
penelitian maka dilakukan pengukuran kualitas air. Beberarapa parameter kualitas air yang
diamati selama penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Parameter kualitas air pada closed system sebagai data penunjang dalam
penelitian
Parameter Waktu Pengamatan Alat ukur
Suhu Setiap 2 minggu Termometer
Salinitas Setiap 2 minggu Hand refractometer
pH Setiap 2 minggu pH indicator
Ammonia Setiap 3 minggu Tetra test/uji lab
Nitrit Setiap 3 minggu Tetra test/uji lab
Nitrat Setiap 3 minggu Tetra test/uji lab
Posfat Setiap 3 minggu Tetra test/uji lab

F. Rancangan Percobaan
Dalam penelitian ini rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL, ada 3 taraf perlakuan dengan 3 kali ulangan, jadi terdapat 9 unit percobaan
masing-masing pada system flowtrough dan resirkulasi, dengan menggunakan metode
Sastrosuspadi (1995), yaitu :
Yij = µ + Ti + €ij
Dimana :
µ = Nilai tengah populasi
Ti = Pengaruh aditif (koefisien regresi parsial dari perlakuan ke – i)
€ij = Galat percobaan dari perlakuan ke-I pada pengamatan ke-j
i = jumlah perlakuan
j = Jumlah ulangan pada setiap perlakuan
Posisi unit-unit setelah pengacakan pada masing-masing perlakua pada sistem flotrough
dan resirkulasi seperti terlihat pada gambar 3.

A1 B2 A3
B1 A2 C3

C1 C2 B3
Gambar 3. Posisi unit-unit penelitian
Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari perlakuan A dengan padat
penebaran 15 ind./0.12 m2, perlakuan B dengan padat penebaran 20 ind./0.12 m2, dan perlakuan
C dengan padat penebaran 25 ind./0.12 m2.

G. Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan analisis data dengan
menggunakan SPSS 15 computer software. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) akan dilakukan jika
ada perbedaan nyata antar perlakuan Gasperz (1994).

Anda mungkin juga menyukai