Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kecemasan


Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon (penyebab tidak spesifik).
Perasaan takut dan tidak menentu sebagai sinyal yang menyadarkan tentang bahaya
akan datang dan memperkuat indiividu mmengaambil tindakan menghadapi ancaman.
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan akan
terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa takut.
Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya, sedangkan
ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012).
Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang
spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah
ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala
otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Pieter, et al 2011)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang
berupa rasa khawatir , was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal tanpa
objek yang jelas.

2.2 Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Ringan Sedang Berat Panik


1. Ansietas Ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan sehari-
hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan waspada.
Orang yang mengalami ansietas ringan akan terdorong untuk menghasilkan
kreativitas.
2. Ansietas Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan perhatian pada hal yang penting
dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang akan mengalami
perhatian yang selektif tetapi dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
3. Ansietas Berat
Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit, individu cenderung
memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan hal-hal lain. Individu sulit berpikir
realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian
pada area lain.
4. Panik
Dari ansietas berhubungan dengan ketakutan dan merasa diteror, serta tidak
mampu melakukan apapun walaupun dengan pengarahan. Respon panik dapat
meningkatkan aktivitas motorik, menurunkan kemampuan berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, serta kehilangan pemikiran
yang rasional.
2.3 Faktor Predisposisi
1. Faktor Biologis
Otak mengandunng reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini membantu
mengatur kecemasan. Penghambat GABA juga berperan utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan ansietas sebagaaimana halnya dengan endorphin.
Ansietas mungkin disetai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
2. Faktor Psikologis
a. Pandangan Psikoanaltik. Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara
dua elemen kepriadian – id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitif, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang
menengahi tuntutan dari elemen yang bertentangan dan fungsi ansietas adalah
meningkaykan ego bahwa ada bahaya.
b. Pandangan Interpersonal. Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan
kelemahan spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah terutama mudah
mengalami perkembangan ansietas yang berat.
c. Pandangan Perilaku. Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujjuan yang
diinginkan. Pakar perilaku menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu yang terbiasa
dengan kehidupan dini dihadapkan pada ketakutan berlebihan lebih sering
menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya.
3. Faktor Sosial Budaya
Faktor sosial budaya dianalisis melalui beberapa teori yaitu interpersonal dan
sosial budaya. Teori interpersonal melihat bahwa ansietas terjadi karena ketakutan
akan penolakkan interpersonal. Teori ini meyakini pengalaman sesorang yang sulit
beadaptasi terhadap lingkungan sosial budaya tertentu dikarenakan konsep diri dan
mekanisme koping. Stresor sosial dan budaya menjadi ancaman untuk seseorang
dan dapat mempengaruhi berkembangnya perikau maladaptif dan menjadi onset
terjadinya ansietas.
Teori ini juga menyebutkan hubungan interpersonal yang tidak adekuat pada saat
bayi akan menjadi penyebab disfungsi tugas perkembangan seseorang sesuai
dengan usia. Konsep diri negatif sejak kecil akan menimbulkan kesulitan
penyesuaian diri yang terjadi pada individu terhadap kelompok sosial budayanya.
2.4 Faktor Presipitasi
faktor presipitasi adalah stimulus internal maupun eksternal yang mengancam
individu. Faktor presipitasi ini disebut sebagai faktor pencetus atas situasi yang
dapat menyebabkan ansietas. Situasi tersebut atara lain:
1. Kebutuhan dasar manusia yang tidak terpenuhi, seperti makanan, kenyamanan,
dan keamanan.
2. Sisituasi yang berkaitan dengan kerentanan yang mengancam konsep diri
individu; perubahan status dan kehormatan; kegagalan atau kesuksesan;
dilemma etik; kehilangan pengakuan dari orang lain; konflik dengan nilainilai
yang diyakini.
3. Situasi yang berkaitan dengan kehilangan orang yang dicintai akibat kematian,
perceraian, perpisahan, konflik budaya.
4. Situasi yang berkaitan dengan ancaman integritas fisik seperti kondisi
menjelang ajal, prosedur invasif, penyakit, kekerasan fisik, diagnosis penyakit
yang tidak jelas.
5. Situasi yang berkaitan dengan perubahan status sosial ekonomi sepeti;
pengangguran,, promosi jabatan, mutasi pekerjaan.
2.5 Manifestasi Klinis
1. Tanda Gejala Ansietas Ringan
a. Respon fisiologis: sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan
darah dan 10 nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala
pada lambung.
b. Respon kognitif: lapang persepsi yang melebar, dapat menerima
rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat
menjelaskan masalah secara efektif.
c. Respon perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan, suara kadangkadang meninggi.
2. Tanda Gejala Ansietas Sedang
a. Respon fisiologis: sering napas pendek, nadi dan tekanan darah naik mulut
kering, anoreksia, diare, konstipasi dan gelisah.
b. Respon kognitif: lapang persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit
diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian.
c. Respon perilaku dan emosi: gerakan yang tersentak-sentak, meremas
tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman.

3. Tanda Gejala Ansietas Berat


a. Respon fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah darah naik,
banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami
ketegangan.
b. Respon kognitif: lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu untuk
menyelesaikan masalah.
c. Respons perilaku dan emosi: terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi
yang cepat, dan blocking.
4. Tanda Gejala Panik
a. Respon fisiologis: napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi
dan koordinasi motorik yang sangat rendah.
b. Respon kognitif: lapang persepsi yang sangat pendek sekali dan tidak
mampu berpikir logis.
c. Respon perilaku dan emosi: terlihat agitasi, mengamuk dan marah-marah,
ketakutan dan berteriak-teriak, blocking, kehilangan kontrol diri dan
memiliki persepsi yang kacau (Herry Zan Pieter, 2011)
2.6 Pohon Masalah
Gangguan Pola Pikir
Ansietas

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Defisit Pengetahuan

Penyakit Kronis

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Perilaku
Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek, gelisah,
melihat sekilas sesuatu , pergerakan berlebihan (seperti; foot shuffling, pergerakan
lengan/tangan), Ungkapan perhatian berkaitan dengan merubah peristiwa dalam
hidup, insomnia, perasaan gelisah.
b. Afektif
Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita berlebihan,
nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap, gemertak, ketidak pastian,
kekhawatiran meningkat, fokus pada diri sendiri, perasaan tidak adekuat,
ketakutan, distressed, khawatir, prihatin dan mencemaskan.
c. Fisiologis
Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi
meningkat, kesegeraan berkemih ( parasimpatis), nadi meningkat, dilasi pupil,
refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur, perasaan geli pada
ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh meningkat, wajah tegang, anoreksia,
jantung berdebar-debar , diarhea, keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering,
kelemahan, nadi berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial,
berkedutan, tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar
bernafas, tekanan darah meningkat .
d. Kognitif
Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian,
lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas, cenderung
menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan berkurang terhadap:
( memecahkan masalah dan belajar) , kewaspadaan terhadap gejala fisiologis .
e. Faktor yang berhubungan
Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai / tujuan
hidup, hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang tidak terpenuhi,
interpersonal-transmisi/penularan, krisis situasional, maturasi, ancaman terhadap
konsep diri, stress, penyalah gunaan zat,ancaman terhadap atau perubahan dalam :
status peran status kesehatan , pola interaksi, fungsi peran, lingkungan , status
ekonomi.
2. Masalah Keperawatan
Ansietas
3. Rencana Tindakan Keperawatan

Masalah
No Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
1. Ansietas 1. Pasien mampu mengenal ansietas Rencana Tindakan Kepada Pasien :
2. Pasien mampu mengatasi ansietas 1. Bina hubungan saling percaya
melalui teknik relaksasi a. Mengucapkan salam terapeutik
3. Pasien mampu memperagakan b. Berjabat tangan
dan menggunakan teknik c. Menjelaskan tujuan interaksi
relaksasi untuk mengatasi d. Membuat kontrak topik, waktu,
ansietas dan tempat setiap kali bertemu
pasien.
2. Bantu pasien mengenal ansietas
a. Bantu pasien untuk
mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya
b. Bantu pasien menjelaskan situasi
yang menimbulkan ansietas
c. Bantu pasien mengenal penyebab
ansietas
d. Bantu pasien menyadari perilaku
akibat ansietas
3. Ajarkan pasien teknik relaksasi untuk
meningkatkan control dan rasa
percaya diri
a. Pengallihan situasi
b. Latihan relaksasi dengan Tarik
napas dalam, mengerutkan dan
mengendurkan otot
c. Hipnotis diri sendiri
4. Motivasi pasien melakukan teknik
relaksasi setiap kali ansietas muncul
1. Keluarga mampu mengenal Rencana Tindakan Keluarga :
masalah ansietas pada anggota 1. Diskusikan masalah yang dirasakan
keluarganya keluarga dalam merawat pasien
2. Keluarga mampu memahami 2. Diskuiskan tentang proses terjadinya
proses terjadinya masalah ansietas serta tanda dan gejala
ansietas 3. Diskusikan tentang penyebab dan
3. Keluarga mampu merawat akibat dari ansietas
anggota keluarga yang 4. Diskusikan cara merawat pasien
mengalami ansietas dengan cara mengajarkan teknik
4. Keluarga mampu mempraktikan relaksasi
cara merawat pasien dengan a. Mengalihkan situasi
ansietas b. Latihan relaksasi dengan napas
5. Keluarga mampu merujuk dalam, mengerutkan dan
anggota keluarga yang mengendurkan otot
mengalami ansietas 5. Diskusikan dengan keluarga perilaku
pasien yang perlu dirujuk dan
bagaimana cara merujuk pasien.
4. Tindakan Keperawatan
a. Tahap Pra-interaksi
1) Kesiapan media edukasi
2) Kesiapan diri terkait manajemen emosi diri sendiri
3) Kesiapan ketrampilan memberikan tindakan keperawatan
4) Identifikasi pasien dan identitasnya
b. Tahap interaksi
1) Fase Orientasi
a) Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi bu? (berjabat tangan). Perkenalkan
nama saya perawat A, perawat diruangan ini. coba sebutkan siapa nama
ibu dan tanggal lahirnya? saya cek dengan identitas di gelang ibu ya.
Panggilannya ibu siapa?”
b) Evaluasi / validasi
“Bagaimana perasaan ibu pagi ini?”
c) Kontrak
“baiklah kita diskusikan permasalahan yang ibu rasakan tentang
kekhawatiran ibu menjelang operasi lusa ya bu? ibu ingin kita
berdiskusi berapa lama? bagaimana jika 20 menit? apakah ibu ingin
saya bantu berganti posisi yang nyaman sebelum berdiskusi?
2) Fase Kerja
“Baiklah, tadi ibu menyampaikan merasa khawatir, gelisah, takut apakah
operasinya akan berjalan dengan baik-baik saja? Situasi seperti apa yang
membuat ibu khawatir seperti ini? nah, bagaimana dampak yang ibu
rasakan ketika perasaan cemas belum teratasi? oke, ibu berusaha berdoa ya,
ibu dapat melanjutkan hal tersebut. Ada cara lain yang bisa ibu lakukan,
caranya dengan ibu melakukan teknik nafas dalam. Apakah ibu pernah
mendengar sebelumnya? baiklah saya berikan contohnya terlebih dahulu ya
bu (jelaskan sesuai SOP). Ibu dapat melatihnya 4-5 kali dan saat perasaan
cemas itu muncul. Apakah ada yang ingin ditanyakan bu?”
3) Fase Terminasi
a) Evaluasi respon pasien
“bagaimana perasaan ibu setelah kembali latihan relaksasi pernafasan
dan berdoa untuk mengurangi kecemasan ibu?”
b) Rencana tindak lanjut
“Ibu dapat melatihnya 4-5 kali dan saat perasaan itu muncul. Ibu latih
sampai ibu merasa lebih tenang kembali. Bagaimana jika kita jdwalkan
untuk latihan bersama ya bu?”
c) Kontrak yang akan datang
“Baiklah bu, diskusi kita hari ini sudah selesai, apakah ada yang ingin
ditanyakan bu? untuk latihan selajutnya kita akan menggunakan teknik
lain ya bu, apakah besok pagi pukul 09.00 bisa bu ?”
5. Evaluasi
Evaluasi dan dokumentasi dilakukan pada setiap tahapan proses keperawatan.
Perawat harus mendokumentasikan seluruh kegiatan proses secara komperhensif.
Adapun kriteria hasil yag diharapkan adalah:
1) Tingkat ansietas menurun atau tidak.
2) Kemampuan pasien tentang mengenal masalah ansietas.
3) Kemampua pasien untuk mengatasi ansietas.
4) Klien mampu meningkatkan penggunaan mekanisme koping yang adaptif.
5) Produktifitas klien dapat dilakukan secara optimal oleh klien dan keluarga..
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Anda mungkin juga menyukai