Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas yang sangat penting
bagi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Tidak hanya bagi kebutuhan
manusia, jagung juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan bagi ternak.
Jagung mengandung karbohidrat, sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pangan pokok. Selain itu, biji jagung juga dapat diolah menjadi minyak dan
tepung.
Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara
umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau
Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang
telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu.

Di Indonesia, jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Luas


areal panen jagung sekitar 3,3 juta ha/tahun. Sekitar 80% dari areal pertanaman
jagung di Indonesia ditanami varietas unggul yang terdiri atas jagung bersari
bebas (komposit) dan hibrida masing-masing 56% dan 24%, sedang sisanya
20% varietas lokal (Pingali, 2001). Berdasarkan data Nugraha et al. (2002),
jagung varietas unggul yang ditanam petani di Indonesia telah mencapai 75%
(48% besari bebas dan 27% hibrida). Dari data tersebut, nampak bahwa
sebagian besar petani jagung masih menggunakan benih jagung bersari bebas.
Hal ini dilakukan oleh petani dengan luas lahan terbatas dan pada daerah
marjinal (kurang subur) karena harga benih jagung bersari bebas yang lebih
murah daripada harga benih hibrida, atau karena benih hibrida sukar diperoleh
terutama pada daerah-daerah terpencil.

Varietas unggul yang dihasilkan dari kegiatan perbaikan populasi akan


berdampak pada peningkatan produksi dan nilai tambah usahatani jagung
karena daerah produksi jagung di Indonesia sangat beragam sifat
agroklimatnya yang masing-masing membutuhkan varietas yang sesuai.
Varietas yang toleran terhadap cekaman lingkungan (penyakit, hama dan
kekeringan) merupakan komponen penting stabilitas hasil.

Penanaman satu jenis varietas dalam skala luas dan secara terus menerus
menyebabkan penurunan hasil. Program pemuliaan diarahkan untuk
menghasilkan varietas yang beradaptasi spesifik untuk iklim dan lahan tertentu.
Di samping itu, pergiliran varietas perlu dilakukan untuk melestarikan
efektifitas ketahanan varietas terhadap hama/penyakit tertentu.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Botani Tanaman Jagung


Klasifikasi tanaman jagung adalah :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya
diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap
pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya
berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi
6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas
sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan
(seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini.
Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m
meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah
cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang
membantu menyangga tegaknya tanaman.
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu,
namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak
tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas
terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh
namun tidak banyak mengandung lignin.
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah
dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun.
Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung
berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi
sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon
tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam
satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga
dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh
sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak
tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning
dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari
buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya
dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga
betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol
produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung
siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).
Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
1. Iklim
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-
daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis yang basah.
Pada lahan yang tidak beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah
hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase
pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air.
Sebaiknya jagung ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim
kemarau.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman
jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan
memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah.
Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat C, akan tetapi
bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu optimum antara 23-
27 derajat C. Pada proses perkecambahan benih jagung memerlukan suhu
yang cocok sekitar 30 derajat C.
2. Media Tanam
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat
tumbuh optimal tanah harus gembur, subur dan kaya humus. Jenis tanah yang
dapat ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi),
latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat
(grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan
pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur
lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.
Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara
tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung
adalah pH antara 5,6 - 7,5. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan
aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik.
3. Ketinggian Tempat
Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di
daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl.
Daerah dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan
ketinggian yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung.

B. Program Pemuliaan Tanaman Jagung


Pemuliaan tanaman merupakan suatu metode eksploitasi potensi genetik tanaman
untuk mendapatkan kultivar atau varietas unggul baru yang berdaya hasil dan
berkualitas tinggi pada kondisi lingkungan tertentu (Guzhov 1989, Stoskopf et al.
1993, Shivanna and Sawhney 1997, Mayo 1980). Eksploitasi potensi genetik
tanaman semakin gencar setelah dicetuskannya revolusi hijau. Sejak itu, pemulia
tanaman telah berhasil memperbaiki tanaman untuk sifat kualitatif maupun
kuantitatif yang mempengaruhi penampilan agronomis maupun preferensi
konsumen menggunakan pengamatan fenotipik yang dibantu dengan metode
statistik yang tepat. Beberapa masalah yang sering muncul melalui pendekatan
tersebut seperti yang disarikan oleh Lamadji et al. (1999) di antaranya adalah (i)
memerlukan waktu yang cukup lama; (ii) kesulitan memilih dengan tepat gen-gen
yang menjadi target seleksi untuk diekspresikan pada sifat-sifat morfologi atau
agronomi karena penampilan fenotipe tanaman bukan hanya ditentukan oleh
komposisi genetik, tetapi juga oleh lingkungan tumbuh tanaman; (iii) rendahnya
frekuensi individu yang diinginkan yang berada dalam populasi seleksi yang besar
untuk mendapat hasil yang valid secara statistik; (iv) fenomena pautan gen antara
sifat yang diinginkan dengan sifat tidak diinginkan sulit dipisahkan saat melakukan
persilangan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
molekuler pada awal tahun 80an, telah ditemukan teknologi molekuler berbasis
DNA. Markah molekuler merupakan alat yang sangat baik bagi pemulia dan ahli
genetik untuk menganalisis genom tanaman. Sistem ini telah merevolusi bidang
pemetaan genetik, antara lain dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan keragaman genetik, klasifikasi dan filogeni yang berhubungan
dengan pengelolaan plasma nutfah, dan alat bantu dalam pemuliaan dan seleksi
melalui penandaan gen. Pada akhirnya dapat digunakan sebagai suatu cara untuk
pengklonan gen yang difasilitasi oleh peta markah molekuler. Tulisan ini
membahas beberapa strategi pemanfaatan markah molekuler dalam pemuliaan
jagung.
Markah molekuler adalah suatu penanda pada level DNA yang menawarkan
keleluasaan dalam meningkatkan efisiensi pemuliaan konvensional dengan
melakukan seleksi tidak langsung pada karakter yang diinginkan, yaitu pada
markah yang terkait dengan karakter tersebut. Markah molekuler tidak dipengaruhi
oleh lingkungan dan dapat terdeteksi pada semua fase pertumbuhan tanaman. Oleh
karena markah molekuler dapat mengkarakterisasi ,galur-galur secara langsung dan
tepat pada level DNA sehingga dapat dibentuk kelompok heterotik dan pola
heterotik, yang dapat memandu para pemulia dalam menyeleksi kandidat tetua
hibrida secara cepat, tepat, dan efisien. Selain itu, markah-markah tersebut dapat
bermanfaat dalam mengidentifikasi perbedaan tanaman secara individu melalui
profilprofil unik secara alelik yang diaplikasikan dalam perlindungan kultivar
tanaman. Kemiripan genetik dari dua genotipe dapat diperkirakan secara
tidak,langsung dari data pedigree dan melalui markah molekuler (isozim, protein
dan markah DNA). Markah DNA dapat digunakan pula sebagai alat bantu seleksi
(MAS = Marker-Assisted Selection), di mana seleksi hanya didasarkan pada sifat
genetik tanaman, tanpa intervensi faktor lingkungan. Dengan demikian, pemuliaan
tanaman menjadi lebih tepat, cepat dan relatif lebih hemat biaya dan waktu.
1. Konstitusi Genetik Tanaman Menyerbuk Silang

Konstitusi genetik tanaman menyerbuk silang berada dalam keadaan heterosigot


dan heterogenus, sebab terjadi persilangan antara anggota populasi, sehingga
populasi merupakan pool hibrida. Pada populasi terjadi kumpulan gen, yang
merupakan total informasi genetik yang dimiliki oleh anggota populasi dari
suatu organisme yang berproduksi secara seksual. Kumpulan gen ini akan terjadi
rekombinasi antar gamet, masing-masing gamet mempunyai peluang yang sama
untuk bersatu dengan gamet yang lainnya. Persilangan demikian disebut kawin
acak (random mating). Dalam Individu tanaman populasi menyerbuk silang ini
terdapat kemungkinan adanya suatu lokus yang homosigot tetapi pada lokus
lainnya heterosigot. Hal ini terjadi karena jumlah rekombinasi gen hampir tidak
terbatas sehingga tiap-tiap individu tanaman dalam suatu populasi memiliki
genotipe yang berbeda. Pembentukan rekombinasi gen ini akan sama dari suatu
generasi ke generasi berikutnya sebagaimana kaidah Hardy – Weinberg yang
dikenal dengan prinsip ”Keseimbangan Hardy – Weinberg” sebagai berikut:
”Frekuensi gen-gen dalam suatu populasi kawin acak yang jumlah anggotanya
tidak terhingga akan tetap konstan dari generasi ke generasi”. Keseimbangan ini
dapat berubah apabila terdapat seleksi, tidak terjadi kawin acak, migrasi, ada
mutasi dan jumlah tanaman sedikit.

Penyerbukan sendiri atau silang dalam pada tanaman menyerbuk silang


akan mengakibatkan terjadinya segregasi pada lokus yang heterosigot, frekuensi
genotipe yang homosigot bertambah dan genotipe heterosigot berkurang, hal ini
akan menyebabkan penurunan vigor dan produktivitas tanaman, atau disebut
juga depresi silang dalam. Homosigositas paling cepat didapat dengan melalui
silang diri (selfing).
Gambar 1 memperlihatkan bahwa persentase homosigositas dari 4 generasi
silangdiri (selfing) hampir sama dengan 10 generasi silang saudara tiri (half sib).
Progeni tanaman yang diserbuk sendiri ditandai dengan simbol S1, sedangkan
S2 adalah progeni S1 yang diserbuk sendiri, dan seterusnya. Simbol x kadang-
kadang digunakan untuk menunjukkan biji hasil penyerbukan sendiri. Pada
gambar 1. dapat terlihat bahwa melalui penyerbukan sendiri, pada generasi 8
telah tercapai keadaan homosigositas 100 persen (dengan peluang 99,6%), yang
berarti telah terbentuk galur murni. Namun ada kalanya terjadi apa yang disebut
segregasi lambat, sehingga karakter yang ditentukan oleh gen resesif baru
nampak pada generasi lanjut. Hal ini terlihat pada penurunan hasil biji dengan
silang diri yang masih terus berlangsung walaupun sudah mencapai generasi
lanjut. Pada hasil biji, penurunan hasil terus berlanjut dengan silang diri terus
menerus. Pada generasi 6 - 10 penurunan hasil 53% dan pada generasi 25 - 30
penurunan mencapai 79% (Hallauer dan Miranda, 1987). Galur-galur murni
tersebut pada umumnya telah stabil dalam karakter morfologi dan fisiologi,
sehingga tidak akan terjadi lagi kehilangan vigor, dengan demikian dapat
dikatakan genotipenya dapat dipertahankan sampai waktu yang tidak terbatas.

Efek dari silang dalam (inbreeding) pada tanaman yaitu:


Timbul keragaman fenotipe, penampilan tanaman kurang baik
dibandingkan tanaman asalnya seperti hasil yang lebih rendah, tanaman lebih
pendek, defisiensi klorofil yang nampak dengan timbulnya noda-noda pada
daun sampai pada keseluruhan tanaman. Sifat lain yang jarang terjadi yaitu
timbulnya endosperm yang tidak berguna dan resistensi terhadap beberapa
penyakit seperti karat, hawar dan bercak daun Helminthosporium dan
sebagainya. Adanya keragaman sangat berguna untuk memilih tanaman yang
dikehendaki.
Silang dalam beberapa generasi akan mengakibatkan adanya perbedaan
antara galur, dan antara tanaman dalam galur makin seragam. Ciri utama akibat
silang dalam adalah berkurangnya vigor tanaman yang diikuti dengan
pengurangan hasil, dan ini berhubungan erat dengan pengurangan tinggi
tanaman, panjang tongkol, dan beberapa karakter lain. Pengurangan hasil akan
berlangsung terus meskipun pengurangan ukuran tanaman sudah tidak nampak.
Adanya perbaikan dalam populasi dan perbaikan galur (recycle breeding)
penampilan galur semakin baik, dapat diperoleh galur yang hasilnya dapat
mencapai 2 - 4 t ha-1. Tanaman tegap, daun hijau, toleran rebah, tahan hama
dan penyakit.
2. Sumber Genetik
Plasma nutfah merupakan sumber gen yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan keragaman tanaman, sehingga ada peluang untuk memperbaiki
karakter suatu populasi dan untuk membentuk varietas jagung. Indonesia miskin
plasmanutfah jagung sehingga dalam pemuliaan jagung perlu menjalin
kerjasama internasional untuk memperluas plasmanutfah kita. Tanpa adanya
plasmanutfah yang mengandung gen-gen baik, pemuliaan tanaman tidak dapat
maju. Untuk memperbesar keragaman genetik perlu adanya introduksi
varietas/galur dari luar negeri dan koleksi dari pusat-pusat produksi di dalam
negeri. Koleksi ini harus tetap dilestarikan dan dilakukan karakterisasi sehingga
sewaktu-waktu dapat digunakan dalam program pemuliaan. CIMMYT (Mexico)
merupakan sumber utama plasma nutfah dengan potensi hasil yang tinggi dan
tahan terhadap beberapa penyakit daun.
Dari koleksi plasma nutfah yang merupakan sumber gen karakter tertentu,
dikembangkan pool gen (gen pool) yang merupakan campuran/komposit dari
varietas-varietas bersari bebas, sintetik, komposit, dan hibirida. Pool gen ini
mengandung gen-gen yang diinginkan yang mungkin frekuensinya masih
rendah. Varietas atau hibrida hasil suatu program dapat dimasukkan ke dalam
pool yang telah ada (Subandi et al., 1988). Sebagai bahan untuk pembentukan
varietas sintetik diperlukan galur-galur inbrida yang memiliki daya gabung baik
sedangkan untuk varietas komposit diperlukan galur yang berdaya gabung
umum yang baik dan atau varietas yang memiliki variabilitas genetik yang luas.
3. Pembentukan dan Perbaikan Populasi Dasar
Pembentukan populasi dasar didahului dengan pemilihan plasma nutfah
untuk menentukan potensi perbaikan genetik secara maksimum sesuai dengan
yang diharapkan dari program pemuliaan, sedangkan cara atau prosedur
pemuliaan yang dipakai menentukan berapa dari potensi maksimum ini bisa
dicapai. Populasi dasar jagung yang digunakan di Balittan Malang pada seleksi
untuk hasil tinggi yaitu MC.B, MC.C, dan MC.D; seleksi untuk ketahanan
terhadap penyakit busuk pelepah yaitu Arjuna, Rama dan Pop.28; seleksi untuk
umur genjah yaitu MC.A, MC.F, ACER, dan Pop.31; dan seleksi untuk toleran
terhadap kekeringan yaitu Pool-2 dan Malang Komposit-9.
Untuk mendapatkan populasi superior, perbaikan populasi dilakukan secara
kontinyu melalui perbaikan dalam populasi (Intra population improvement) dan
perbaikan antar poopulasi (interpopulation improvement). Seleksi dalam
populasi bertujuan memperbaiki populasi secara langsung, sedangkan seleksi
antar populasi bertujuan memperbaiki persilangan antar populasi atau
memperbaiki galur hibrida yang berasal dari dua populasi terpilih secara
resiprok. Prinsip dasar dalam perbaikan populasi, yaitu meningkatkan frekuensi
gen baik (desirable genes) sehingga akan meningkatkan rerata populasi untuk
karakter yang ditentukan. Seleksi berulang (Recurrent selection) digunakan
dalam perbaikan populasi, yang juga melibatkan seleksi generasi silang diri
(selfing) akan membantu meningkatkan toleransi terhadap inbreeding dan
meningkatkan kapasitas populasi untuk menghasilkan galur-galur yang lebih
vigor dan unggul. Beberapa peneliti telah melaporkan kemajuan seleksi pada
jagung menggunakan seleksi berulang bolak balik (resiprocal recurrent
selection). Dari seleksi berulang bolak balik ini Badan Litbang Pertanian telah
menghasilkan tiga varietas unggul jagung bersari bebas dan delapan hibirida.

4. Pembentukan Inbrida
Inbrida calon hibrida memiliki tingkat homozigositas tinggi. Inbrida jagung
biasanya diperoleh melalui penyerbukan sendiri (selfing) tetapi bisa juga
diperoleh melalui persilangan antar saudara. Dalam pembentukan inbrida perlu
dipertimbangkan antara kemajuan seleksi dengan pencapaian homozigositas.
Persilangan antar saudara dalam pembentukan inbrida akan memperlambat
fiksasi alel yang merusak dan memberi kesempatan seleksi lebih luas.
Keuntungan sendiri untuk membuat inbrida yang relatif homozigot dapat dilihat
dari laju inbriding, yaitu bahwa untuk memperoleh tingkat inbriding yang sama
dengan satu generasi penyerbukan sendiri diperlukan tiga generasi persilangan
sekandung (fullsib) atau enam generasi persilangan saudara tiri (halfsib).
Inbrida dapat dibentuk melalui varietas bersari bebas atau hibrida dan
inbrida lain. Pembuatan inbrida dari varietas bersari bebas atau hibrida pada
dasarnya berupa seleksi tanaman dan tongkol selama selfing. Seleksi dilakukan
berdasarkan bentuk tanaman yang baik dan ketahanan terhadap hama dan
penyakit utama. Pembentukan inbrida dari inbrida lain dibuat dengan jalan
menyilangkan dua inbrida dan disebut seleksi kumulatif. Seleksi selama
pembentukan galur berikutnya lebih terbatas, yaitu dalam batas-batas genotip
tanaman S0 yang diserbukkan sendiri (Moentono, 1988). Seleksi selama
pembentukan galur sangat efektif dalam memperbaiki sifat-sifat galur inbrida,
dan berfungsi memusnahkan galur-galur yang sulit diperbanyak serta
menghambat pembentukan benih.
5. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Bersari Bebas
Varietas komposit pada dasarnya merupakan campuran berbagai macam bahan
pemuliaan yang telah diketahui potensi produksinya, umurnya, ketahanannya
terhadap cekaman biotic dan abiotik serta sifat-sifat lainnya. Dalam
pembentukannya, biji dari berbagai galur dan hibrida dicampur jadi satu dan
ditanam beberapa generasi agar penyerbukan silang terjadi dengan baik. Setelah
4-5 generasi seleksi dapat dilakukan yakni setelah banyak kombinasi-kombinasi
baru. Seleksi ini dilakukan untuk peningkatan sifat populasi tersebut yang
disebabkan peningkatan frekwensi gen yang dikehendaki.
Oleh karena terdiri dari campuran galur, varietas bersari bebas dan hibrida,
maka melalui kawin acak akan terjadi banyak kombinasi-kombinasi baru.
Dengan demikian varietas ini dapat bertindak sebagai kumpulan gen (gene pool)
yang amat bermanfaat bagi pemuliaan tanaman menyerbuk silang, khususnya
jagung
6. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Hibrida
Varietas hibrida adalah merupakan generasi pertama hasil persilangan
sepasang atau lebih tetua berupa galur inbrida, klon atau varietas bersari bebas
yang memiliki sifat unggul. Namun yang lebih banyak adalah persilangan antara
galur murni. Varietas hibrida dapat dibentuk baik pada tanaman menyerbuk
sendiri, maupun tanaman menyerbuk silang. Tanaman jagung merupakan
tanaman pertama yang menggunakan varietas hibrida secara komersial, yang
telah berkembang di Amerika Serikat sejak tahun 1930an (Hallauer 1987).

Pada awalnya hibrida yang dilepas ialah hibrida silang puncak ganda, namun
sekarang lebih banyak hibrida silang tunggal dan modifikasi silang tunggal yang
dilepas. Hibrida silang tunggal mempunyai potensi hasil tinggi dan tanaman
lebih seragam dari hibrida yang lain. Materi populasi dasar pembentukan galur
inbrida dapat berupa varietas bersari bebas, varietas hibrida, varietas lokal, dan
plasma nutfah introduksi.
7. Pembentukan Varietas Unggul Jagung Khusus (speciality Corn)
Jagung khusus adalah jagung yang memiliki sifat-sifat khusus seperti
jagung yang memiliki mutu protein tinggi (QPM = Quality Protein Maize),
jagung yang berkadar tepung, minyak dan bioetanol tinggi, jagung manis, jagung
pulut, jagung biomas, dan jagung umur genjah. Jagung dengan sifat khusus
tersebut dapat dibentuk melalui program pemuliaan tanaman yang berulang dan
terprogram. Metode pemuliaan silang balik dapat diterapkan untuk
mengintrograsikan gen-gen donor dari jagung khusus yang yang
berproduktivitas rendah ke jagung normal yang berproduktivitas tinggi. Dengan
demikian, akan diperoleh jagung yang memiliki sifat khusus yang diinginkan
dengan produktivitas tinggi.
C. Metode Seleksi Dalam Pemuliaan Tanaman Jagung
1. Seleksi Massa (Mass Selection)
Seleksi massa adalah pemilihan individu secara visual yang mempunyai karakter-
karakter yang diinginkan dan hasil biji tanaman terpilih dicampur untuk generasi
berikutnya. Seleksi massa tanpa ada evaluasi famili. Prosedur seleksi massa tidak
berbeda dengan seleksi massa untuk tanaman menyerbuk sendiri. Seleksi massa
merupakan prosedur yang sederhana dan mudah, sudah dipraktekkan petani sejak
dimulainya pembudidayaan tanaman. Seleksi massa kemungkinan dapat dijadikan
dasar untuk domestikasi tanaman menyerbuk silang dan seleksi massa adalah dasar
pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies tanaman menyerbuk silang,
sebelum dikembangkan program perbaikan tanaman.
1.1 Musim I
Tanam populasi dasar dalam petak terisolasi yaitu tidak ada populasi lain yang
berbunga bersamaan pada jarak tertentu sehingga tidak terjadi kontaminasi
tepungsari. Gunakan kerapatan tanaman yang lebih rendah dari cara anjuran agar
genotipe dapat menunjukkan potensi yang maksimum, terutama untuk seleksi hasil
biji.
Pilih tanaman yang mempunyai karakter yang diinginkan. Pemilihan dapat
dilakukan bertahap, yaitu sebelum berbunga, setelah berbunga dan akhirnya pada
waktu panen hanya dipilih dari tanaman yang terpilih sebelumnya dan masih
menunjukkan karakter yang diinginkan. Biji hasil tanaman terpilih dicampur
menjadi satu untuk generasi berikutnya. Pencampuran dapat dilakukan dengan
mengambil jumlah yang sama untuk masing-masing tanaman terpilih agar semua
tanaman terpilih menyumbangkan frekuensi gamit yang sama.
1.2. Musim II
Prosedur pada musim I dilakukan kembali sampai beberapa musim, sampai
populasi mempunyai karakter pada tingkat yang diinginkan. Seleksi massa efektif
untuk karakter yang mempunyai heritabilitas tinggi artinya tidak banyak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, karena pemilihan hanya berdasarkan satu
individu pada satu lokasi dan satu musim.

Seleksi massa dilakukan berdasarkan satu tetua. Pada tanaman jagung dipilih
berdasarkan tetua betina, karena asal tetua betinanya diketahui d engan pasti yaitu
tanaman yang terpilih, sedang tetua jantan yaitu asal tepungsari yang menyerbuki
tanaman terpilih tidak diketahui. Untuk karakter yang dapat dipilih sebelum
berbunga, seleksi dapat dilakukan untuk kedua tetua, baik tetua jantan maupun tetua
betina. Tanaman yang tidak terpilih dibuang sehingga penyerbukan terjadi antara
tanaman terpilih atau dibuat persilangan buatan antara tanaman terpilih. Seleksi
berdasarkan kedua tetua akan memberikan kemajuan seleksi yang lebih besar
daripada seleksi berdasarkan satu tetua saja.
Pada seleksi ini pemilihan berdasarkan individu tanaman, sehingga apabila
lahannya mempunyai kesuburan yang tidak merata (heterogen) maka tanaman yang
terpilih belum tentu karena pengaruh genetik, sehingga salah pilih. Untuk
mengurangi faktor lingkungan ini Gardner et al. (1981) telah berhasil menaikkan
hasil biji jagung varietas Hays-Golden dengan total respon kenaikan 23% dari
populasi asal selama 10 generasi seleksi massa (di atas 10 tahun), dan respon tiap
generasi adalah 2.8%. Keberhasilan Gardner dengan menggunakan seleksi massa
terhadap hasil biji jagung tersebut, karena digunakannya beberapa tehnik untuk
memperbaiki efisiensi seleksi individu tanaman, yakni dengan cara:
- Seleksi dibatasi pada hasil saja, pengukuran yang lebih teliti pada biji-biji
yang telah dikeringkan sampai kadar air konstan.
- Lahan pertanaman berukuran 0.2 – 0.3 ha dipelihara dengan pemberian
pupuk, irigasi dan pengendalian gulma yang seragam untuk memperkecil
keragaman lingkungan.
- Lahan percobaan dibagi menjadi petak-petak yang lebih kecil dengan
ukuran ± 4 x 5 m.
- Petak-petak seleksi terdiri dari 4 baris masing-masing 10 tanaman.
- Tekanan seleksi 10% dilakukan secara seragam pada 4000 – 5000 tanaman,
yakni 4 tanaman unggul dipilih dari masing-masing petak kecil yang terdiri
dari 40 tanaman.
2. Seleksi Satu Tongkol Satu Baris (Ear-to-Row)
Seleksi satu tongkol satu baris pada jagung, sedang pada tanaman lain disebut head-
to-row, yakni satu malai satu baris. Merupakan “halfsib selection” Bagan
pemuliaan ini awalnya dirancang oleh Hopkins (1899) dalam Dahlan, (1994) di
Universitas Illinois untuk menyeleksi persentase kandungan minyak dan protein
yang tinggi maupun yang rendah pada jagung. Bagan seleksi ini merupakan
modifikasi dari seleksi massa yang menggunakan pengujian keturunan (progeny
test) dari tanaman yang terseleksi, untuk membantu/memperlancar seleksi yang
didasarkan atas keadaan fenotip individu tanaman. Langkah-langkah pelaksanaan
seleksi ear-to-row:
2.1. Musim I
Seleksi individu-individu tanaman berdasarkan fenotipnya dari populasi yang
beragam dan mengadakan persilangan secara acak. Setiap tanaman bijinya dipanen
terpisah.
2.2. Musim II
Sebagian biji dari masing-masing tongkol ditanam dalam barisan-barisan keturunan
yang terisolasi, dan sisanya disimpan. Seleksi setiap individu fenotip tanaman yang
terbaik pada baris keturunan dengan membandingkan baris-baris keturunan.
2.3. Musim III
Biji-biji sisa dari tetua yang keturunannya superior dicampur untuk ditanam di
tempat yang terisolasi dan terjadi perkawinan acak. Dalam pencampuran tersebut
diseleksi lagi fenotip-fenotip individu tanaman yang baik untuk diteruskan ke siklus
berikutnya. Tanaman di dalam baris-baris keturunan adalah saudara tiri (half sibs),
dengan demikian metode ini memasukkan pengujian tanpa ulangan dari keturunan-
keturunan bersari bebas dari tanaman terpilih. Karena kita memilih satu tongkol
satu baris, maka kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya inbreeding cukup
besar. Karena satu tongkol menjadi satu baris yang dalam baris itu merupakan satu
famili. Timbulnya inbreeding ini mengurangi kemajuan genetik pada proses
seleksinya.
3. Seleksi Pedigri (Pedigree Selection)
3.1. Musim I
Tanam populasi dasar sekitar 3000 – 5000 tanaman. Pilih 300 – 400 tanaman
yang mempunyai karakter yang dikehendaki dan buat silangdiri untuk
menghasilkan galur S1. Panen terpisah tanaman hasil silangdiri yang masih
mempunyai karakter yang diinginkan.
3.2. Musim II
Biji yang diperoleh pada musim 1 (S1) dari tiap tongkol ditanam satu baris
dengan ±25 tanaman. Seleksi secara fisual dilakukan antara famili dan dalam
famili (baris) yang tanamannya tegap, tidak rebah, bebas hama penyakit dan
sebagainya, dan pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk silangdiri.
Panen terpisah masing-masing tongkol, pilih 1 - 3 tongkol hasil silangdiri tiap
baris terpilih dan diperoleh biji S2.
3.3. Musim III
Biji yang diperoleh pada musim 2 ditanam lagi biji dari tongkol hasil silangdiri
(S2) satu tongkol satu baris dengan 15-25 tanaman. Seleksi diteruskan antara
baris dan dalam baris. Pilih 3 - 5 tanaman dari baris yang terpilih untuk dibuat
silangdiri. Panen terpisah masing-masing tongkol dan diperoleh biji S3.
3.4. Musim IV
Biji yang diperoleh pada musim 3 hasil silangdiri (S3) yang terpilih tanaman
lagi seperti pada musim 3. Silangdiri dilakukan lagi sampai generasi keenam
(S6) untuk memperoleh galur yang mendekati homozigot. Pada pembuatan galur
dapat dilakukan seleksi terhadap hama dan penyakit utama dengan
inokulasi/investasi buatan.

4. Seleksi Curah (Bulk Selection)


Seleksi metode curah adalah prosedur dengan mencampur biji dengan
jumlah yang sama dari tongkol hasil silangdiri. Apabila dilakukan silang diri 300
tanaman ambil 4 biji dari tiap tongkol untuk ditanam lagi. Lakukan silangdiri
lagi 300 tanaman yang dikehendaki dan ambil lagi 4 biji dari tiap tongkol dan
pekerjaan ini dilakukan 4 generasi dan galur S4 ini dievaluasi daya gabungnya.
Modifikasi dapat dilakukan dengan mengevaluasi daya gabung pada S1 dan
galur terpilih dilanjutkan silangdiri tetapi biji dari 1-3 tongkol dari hasil
silangdiri masing-masing galur terpilih dicampur dan silangdiri dilanjutkan
sampai mencapai homozigot. Seleksi curah dapat menghemat biaya dan dapat
dilakukan dengan banyak populasi sekaligus.

5. Seleksi Fenotip Berulang (Phenotypic Recurrent Selection)


Seleksi fenotip berulang adalah seleksi dari generasi ke generasi dengan
diselingi oleh persilangan antara tanaman-tanaman terseleksi agar terjadi
rekombinasi. Sparague and Brimhall (1952) telah menggunakan prosedur seleksi
ini dalam menaikkan kadar minyak yang tinggi pada varietas jagung ”Stiff Stalk
Synthetic”. Langkah-langkah pelaksanaan seleksi fenotip berulang adalah:
5.1. Musim I
Tanam ±100 tanaman S0 dan dilakukan persilangan sendiri (selfing) bijinya
diuji kandungan minyaknya.
5.2. Musim II
Seleksi 10% tongkol S1 dengan persentase minyak tertinggi ditanam satu
tongkol satu baris dan saling silang (Intercrossing). Biji-biji dengan jumlah
yang sama dari tiap tongkol dicampur untuk diseleksi pada generasi
berikutnya.

6. Seleksi Berulang untuk Daya gabung Umum (Recurrent Selection for General
Combining Ability)
Seleksi ini awalnya disarankan oleh Jenkins dengan anggapan bahwa daya
gabung dapat ditentukan sejak dini. Prosedur seleksi sebagai berikut:
6.1. Musim I
Tanam populasi dasar dan pilih tanaman-tanaman yang mempunyai
karakter yang diinginkan. Lakukan persilangan sendiri (selfing) tanaman
terpilih tersebut untuk memperoleh galur S1. Saat panen hanya dipilih
tanaman-tanaman yang masih menunjukkan karakter yang diinginkan.
6.2. Musim II
Sebagian benih S1 digunakan untuk membuat persilangan antara galur S1
dengan populasi asal. Populasi itu sendiri digunakan sebagai tetua penguji.
Sisa benih S1 disimpan untuk digunakan dalam rekombinasi.
6.3. Musim III
Evaluasi famili saudara tiri (silang puncak) yang diperoleh pada musim
kedua. Evaluasi dalam rancangan acak kelompok atau rancangan latis
umum (generalized lattice) dengan 2 – 4 ulangan pada 1 – 3 lokasi.
Berdasarkan evaluasi ini pilih famili superior.
6.4. Musim IV
Rekombinasi famili terpilih dengan menggunakan biji S1 hasil pada musim
pertama dengan cara perbandingan jantan betina untuk membentuk populasi
baru.
6.5. Musim V
Tanam populasi hasil rekombinasi pada musim 4 dan buat persilangan
sendiri seperti ada musim I untuk daur kedua.

7. Seleksi Silang Balik (Backcross)


Prosedur seleksi ini digunakan untuk memperbaiki galur yang sudah ada
tetapi perlu ditambah karakter yang lain seperti ketahanan terhadap hama
penyakit. Galur yang hendak diperbaiki yaitu tetua pengulang (recurrent parent)
karakter-karakternya tetap dipertahankan kecuali karakter yang hendak
diintrogressikan dari tetua donor. Galur A (tetua pengulang) disilangkan dengan
galur donor X, selanjutnya F1 atau F2 disilangkan kembali dengan galur A.
Dengan beberapa silang balik dengan galur A akan diperoleh galur A’ yang
karakternya sama dengan galur tetapi mengandung gen yang diinginkan yang
berasal dari galur X. Dalam silang balik harus jelas karakter yang diinginkan
sehingga dapat diikuti selama proses seleksi. Pada tanaman F1 mengandung
50% gen-gen galur A, silang balik 1 (BC1) peluangnya 75%, bc2 meningkat
menjadi 87,5%, bc3 peluangnya menjadi 93,75% dan bc4 meningkat peluangnya
menjadi 96,875%. Namun harus diikuti daya gabungnya jangan sampai berubah
dari galur pasangannya dalam pembuatan hibrida.

D. Varietas Jagung yang Telah Dilepas Menteri Pertanian


Jagung mutu protein tinggi (QPM) merupakan jagung yang memiliki
kandungan protein tinggi, khususnya lisin dan triptofan tinggi. Awal dari
perbaikan genetik terhadap mutu protein dipicu oleh penemuan gen-gen opaque
dan floury yang dilaporkan dapat mengubah kandungan lisin dan triptofan pada
endosperma biji (Zuber, et al., 1975). Dari sejumlah gen yang telah berhasil
diidentifikasi, hanya gen opaque-2 (o2) dan floury2 (fl2) yang sering
dimanfaatkan dalam memperbaiki sifat endosperma jagung (Mertz et al., 1964;
Nelson et al., 1965). Pada awalnya, CIMMYT menggunakan kedua gen tersebut,
namun dalam perkembangan berikutnya lebih memfokuskan kepada
pemanfaatan gen o2 (Vasal, 2000).

Jagung pulut (waxy corn) di beberapa daerah sering digunakan sebagai jagung
rebus karena rasanya yang enak dan gurih. Hal ini disebabkan oleh kandungan
amilopektin pada jagung pulut yang hampir mencapai 100%. Endosperm jagung
biasa terdiri atas campuran 72% amilopektin dan 28 % amilosa (Jugenheimer,
1985), sedangkan menurut Bates et el. (1943) dalam: Alexander dan Creech
(1977 ) kandungan endosperm jagung pulut hampir semuanya amilopektin. Pada
jagung pulut terdapat gen resesif wx dalam keadaan homosigot (wxwx) yang
mempengaruhi komposisi kimia pati sehingga menyebabkan rasa yang enak dan
gurih.

Jagung pulut potensi hasilnya rendah hanya mencapai 2-2,5 ton/ha dan secara
umum tidak tahan penyakit bulai. Sampai saat ini varietas pulut belum banyak
mendapat perhatian, terutama dalam peningkatan potensi hasilnya padahal
permintaan jagung pulut terus meningkat terutama untuk industri jagung
marning. Untuk pembuatan jagung marning dibutuhkan biji jagung pulut yang
ukurannya lebih besar karena kualitasnya lebih bagus, lebih baik dibanding
dengan menggunakan biji kecil. Untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
mengintrogresikan gen pulut ke jagung putih yang bijinya lebih besar,
produktivitasnya lebih tinggi dan memiliki nilai biologis yang tinggi atau dengan
membentuk jagung pulut hibrida yang berdaya hasil tinggi dan berbiji lebih
besar.

Jagung manis (sweet corn) sudah umum terdapat di kota-kota besar. Jagung ini
dikonsumsi dalam bentuk jagung muda, mempunyai rasa manis dan enak. Rasa
manis disebabkan oleh kandungan gula yang tinggi, bahkan ada beberapa
varietas yang dapat dibuat sirup. Jagung manis mempunyai biji-biji yang berisi
endosperm manis, mengkilap dan tembus pandang ketika belum masak, dan bila
kering berkerut.

Pada varietas jagung manis terdapat suatu gen resesif yang mencegah perubahan
gula menjadi pati (Purseglove, 1992). Gen yang sudah umum digunakan adalah
su2 (standard sugary) dan sh2 (shrunken). Gen su2 merupakan gen standar
sedangkan gen sh2 menyebabkan rasa lebih manis dan dapat bertahan lebih lama
disebut supersweet. Apabila kedua gen berada dalam satu genotype maka
disebut sugary supersweet. Menurut Straughn (1907) dalam: Alexander dan
Creech (1977) kandungan gula pada biji yang masak berbeda pada setiap kultivar
jagung manis, tergantung pada derajat kerutannya. Kerutan yang dalam lebih
banyak mengandung gula dibandingkan kerutan yang dangkal.

Anda mungkin juga menyukai