Latar Belakang
Kulit merupakan organ yang cukup luas terdapat di permukaan tubuh, dan berfungsi sebagai
pelindung untuk menjaga jaringan internal dari trauma, bahaya radiasi ultraviolet, temperatur yang
ekstrim, toksin, dan bakteri. Selain sebagai barrier kulit juga memiliki fungsi menyalurkan rangsangan
sensoris, fungsi eskresi dan fungsi metabolisme.
Timbulnya jejas yang dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu,
zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan menyebabkan terjadinya luka. Ketika luka timbul,
maka hilangnya seluruh atau sebagian dari kulit menimbulkan respon stres simpatis, perdarahan dan
pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan kematian sel. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan
yang rusak ini ialah penyembuhan luka.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks melibatkan interaksi yang terus menerus
antara sel dengan sel dan antara sel dengan matriks yang terangkum dalam tiga fase mekanisme
penyembuhan luka yang saling tumpang tindih yaitu fase inflamasi (0-3 hari), fase proliferasi dan
pembentukan jaringan (3-14 hari) serta fase remodeling jaringan (mulai pada hari ke 8 dan berlangsung
sampai 1 tahun.
Hasil dari mekanisme penyembuhan luka ini tergantung dari perluasan dan kedalaman luka dan
ada tidaknya komplikasi yang mengganggu perjalanan proses penyembuhan luka yang alami. Gangguan
pada proses perbaikan jaringan yang menyebabkan proses penyembuhan luka yang lama, terjadi pada
berbagai kondisi seperti pada orang yang berusia lanjut, pengobatan dengan steroid, dan yang
menderita penyakit diabetes dan kanker. Pada kondisi tersebut kemungkinan terjadinya infeksi lebih
besar.
Proses penyembuhan luka merupakan proses biologik dimulai dari adanya trauma dan berakhir
dengan terbentuknya luka parut. Tujuan dari manajemen luka adalah penyembuhan luka dalam waktu
sesingkat mungkin, dengan rasa sakit, ketidaknyamanan, dan luka parut yang minimal pada pasien
meminimalkan kerusakan jaringan, penyediaan perfusi jaringan yang cukup dan oksigenasi, nutrisi yang
tepat untuk jaringan. Pengobatan dari luka bertujuan untuk mengurangi faktor-faktor risiko yang
menghambat penyembuhan luka, mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan kejadian luka
yang terinfeksi .
Definisi
Luka didefinisikan sebagai terputusnya atau rusaknya kontinuitas suatu jaringan tubuh (Kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ tubuh lain) akibat adanya rudapaksa (fisik, mekanik, kimia, dan termal).
Klasifikasi Luka
Luka diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Berdasarkan penyebab luka
1. Ekskoriasi atau luka lecet: terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya
dengan benda yang tidak tajam.
2. Vulnus scisum/ insision atau luka sayat: terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam.
3. Vulnus laseratum atau luka robek: terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
4. Vulnus punctum/ ictum atau luka tusuk: terjadi akibat adanya benda tajam yang runcing,
seperti pisau, paku, jarum, dll yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Vulnus morsum: luka akibat gigitan binatang tertentu.
6. Vulnus combustio atau luka bakar: luka akibat terkena suhu panas seperti api, matahari,
listrik, maupun bahan kimia.
7. Contusio atau Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
8. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada
bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan
melebar.
Konsep Baru
Penelitian dasar klinik mengenai perawatan luka berbasis suasana lembab (moist) telah
memberikan pandangan yang berbeda diantara para pakar. Saat ini perawatan luka tertutup untuk dapat
tercapai keadaan yang lembab telah dapat diterima secara universal sebagai standar baku untuk
berbagai tipe luka. Alasan yang rasional teori perawatan luka dalam suasana lembab adalah:
1. Fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat dihilangkan (fibrinolitik) oleh netrofil
dans el endotel dalam suasana lembab.
2. Angiogenesis
Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih merangsang lebih cepat angiogenesis dan
mutu pembuluh kapiler. Angiogenesis akan bertambah dengan terbentuknya heparin dan tumor
necrosis factor-alpha ( TNF-alpha).
3. Kejadian infeksi
Lebih rendah dibandingkan dengan perawatan kering (2,6% vs 7,1 %)
4. Pembentukan growth factor
Yang berperan pada proses penyembuhan dipercepat pada suasana lembab. Epidemi growth
factor/EGF, fibroblast growth factor/FGF dan Interleukin 1/Inter-1 adalah substansi yang dikeluarkan
oleh makrofag yang berperan pada angiogenesis dan pembentukan stratum korneum. Platelet-
derived growth factor/PDGF dan transforming growth factor-beta/TGF-beta yang dibentuk oleh
platelet berfungsi pada proliferasi fibroblas.
5. Percepatan pembentukan sel aktif
Invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
2. Pemeriksaan fisik umum : bertujuan mencari tanda
3. Adanya faktor komorbid
a. Adanya penyakit dasar: Anemia, Arteriosklerosis, Keganasan, Diabetes, Penyakit
autoimun, penyakit inflamasi, Gangguan fungsi hati, Rheumatoid arthritis, Gangguan
fungsi ginjal
b. Infeksi baik gejala lokal maupun sistemik
c. Umur dan komposisi tubuh
d. Status nutrisi
e. Merokok
f. Pengobatan
g. Status psikologis
h. Lingkungan sosial dan higiene
i. Akses terhadap perawatan luka
j. Riwayat perawatan luka sebelumnya
4. Penilaian tanda umum & tanda lokal adanya infeksi
5. Penilaian terhadap terjadinya kerusakan struktur di bawah luka (pembuluh darah, syaraf,
ligamentum, otot, tulang)
Inspeksi Luka
1. Menentukan jenis luka :
a. Membedakan luka akut & kronis
b. Penyebab luka : fisik, mekanik (abrasio, kontusio, laserasio , kombinasi), chemical, termal,
listrik
c. Tingkat kontaminasi (luka bersih, luka bersih terkontaminasi, luka terkontaminasi, luka kotor/
terinfeksi)
d. Resiko infeksi, penatalaksanaan, bekas luka
2. Penilaian status lokalis
a. Benda asing dalam luka: adakah pasir , aspal, kotoran binatang, logam atau karat dll
b. Dasar luka/ tingkat penyembuhan luka: menentukan penatalaksanaan dan pemilihan dressing
(balutan)
c. Posisi/ letak luka: mempengaruhi kecepatan penyembuhan dan pemilihan dressing
d. Ukuran luka:
Ukur panjang, lebar , kedalaman dan luas dasar luka
Adakah pembentukan sinus, kavitas dan traktus
Adakah undermining
Re-assessment : penambahan atau pengurangan ukuran luka
Gunakan alat ukur yang akurat, jangan berganti-ganti alat ukur
Penyembuhan luka ditandai dengan pengurangan ukuran luka
e. Jumlah discharge
Kelembaban luka (luka kering, lembab atau basah)
Jumlah discharge (sedikit, sedang, banyak)
Konsistensi discharge (pus, seropurulen, serous, serohemoragis, hemoragis)
f. Bau: Tidak berbau, berbau, sangat berbau
g. Nyeri
Penyebab nyeri (adakah inflamasi atau infeksi), derajat nyeri, kapan nyeri terasa (sepanjang
waktu, saat mengganti pembalut)
h. Tepi luka & jaringan di sekeliling luka: Teratur , tidak teratur , menggaung, tanda radang,
maserasi, dinilai kurang lebih sampai 5 cm dari tepi luka
Penatalaksanaan luka:
1. Anestesi luka: menggunakan Lidocain 1% (bertahan 1 jam) atau bupivacain (bertahan 2-4 jam),
dapat ditambahkan epinefrin untuk vasokonstriktor. Lakukan dengan cara aseptik dan antiseptik.
2. Mencuci luka: menggunakan saline atau dengan menggunakan spuit 50 cc dan lakukan eksplorasi
luka. Kontraindikasi pada: luka berukuran sangat luas, Luka sangat kotor (memerlukan
debridement dahulu lalu baru irigasi), Luka dg perdarahan arteri atau vena, Luka yg mengancam
jiwa (melibatkan struktur penting di bawahnya), Luka yang berada pada area mengandung
jaringan areolar longgar bervaskularisasi tinggi, misalnya daerah alis mata.
3. Debridement luka: Surgical debridement (sharp debridement), Mechanical debridement ,
Chemical debridement : preparat mengandung enzim, Biological debridement : larva therapy.
4. menutup luka dengan bedah minor
5. membalut luka (wound dressing)
6. rumatan luka (re-assessment)
Daftar Pustaka
1. Baxter C: The normal healing process. In: New Directions in Wound Healing. Wound care manual;
February 1990. Princeton, NJ: E.R. Squlbb & Sons, Inc; 1990.
2. David C, Sabiston, Jr., M.D. 1995. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta
3. Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
4. Morris PJ and Malt RA, eds: Oxford Textbook of Surgery. Sec. 1 Wound healing. New York-Oxford-
Tokyo Oxford University Press: 1995.
5. Reksoprodjo, S. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta
6. Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
7. Subandono, Jarot. 2012. Manajemen Luka. Laboratorium Keterampilan Klinis FK UNS 2012. Solo
8. Sylvia A. Price & Lorraine M.Wilson. 2005. Patofisiologi, Edisi 6, EGC, Jakarta
9. Szabo Z. et al., eds: Surgical Technology-International III. Universal Medical Press Inc.
10. Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih bahasa. Sonny
Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC.