Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terpenting di
dunia. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan terakhir dari WHO pada tahun
2014 menyatakan bahwa Indonesia menempati urutan ke-3 terbanyak kasus TB
Paru di dunia setelah India dan Cina, dengan perkiraan prevalensi TB Paru sebesar
680.000 dan 460.000 kasus baru pertahun. Selain itu kasus resistensi terhadap
obat anti tuberkulosis merupakan masalah baru yang penting dalam program
penanggulangan tuberkulosis.1,2
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan
kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia
meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.
Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya
secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. 3 Pada tahun
2004 WHO memperkirakan setiap tahunnya muncul 115 orang penderita
tuberkulosis paru menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk.3
Pada tahun 2017 di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Donggala
jumlah kasus baru BTA (+) mencapai 98 kasus yang terdiri dari 55 kasus laki-laki
dan 43 kasus perempuan.
Peningkatan jumlah penderita TB Paru yang terjadi setiap tahunnya menjadi
latar belakang penulis mengambil laporan kasus TB Paru. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk menurunkan angka kejadian TB, seperti penyuluhan tentang TB
Paru, beberapa kegiatan pokok, dan kegiatan pendukung. Namun belum dapat
menekan kejadian TB paru secara optimal.

1
1.2 Tujuan
1. Sebagai syarat penyelesaian tugas akhir dan ujian dibagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako
2. Sebagai gambaran untuk mengetahui beberapa faktor resiko penyakit
Tuberculosis Paru di lingkungan wilayah kerja Puskesmas Donggala

2
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH

2.1 Penentuan Prioritas Kasus Menggunakan Rumus Hanlon Kuantitatif

NO MASALAAH BESAR KEGAWAT KEMUNGKINAN NILAI


KESEHATAN MASALAH DARURATAN DIATASI
1 Kepadatan 3 2 4 9
huniaan rumah
2 Merokok/terpapar 4 3 4 11
asap rokok
3 Pencahayaan 3 2 3 8
4 Pengetahuan 4 4 4 12
yang kurang
tentang TB
5 Lingkungan yang 2 2 2 6
berdebu
6 Status gizi 2 2 2 6
Dilihat dari table diatas masalah yang menjadi prioritas pada keluarga ini adalah,
Pengetahuan yang kurang tentang TB, Merokok/terpapar asap rokok, Kepadatan
huniaan rumah.

KRITERIA A : Besar masalah, dapat dilihat dari besarnya insidensi atau prevalensi.
Skor 1-10

Masalah Besarmasalah
Nilai
Kesehatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
X V 7
(Pengetahuan
yang kurang
tentang TB)
Y V 8
(Merokok/terpa
par asap rokok)
Z V 6
(Kepadatan
huniaan rumah)

KRITERIA B : Kegawatan masalah (SKOR 1-5)

Biaya yang
Masalah Kesehatan Keganasan Tingkat urgency Niilai
dikeluarkan
X 3 3 3 9
Y 3 3 3 9

3
Z 2 2 2 6

KRITERIA C :kemudahan dalam penanggulangan

Sangat sulit Y ZX sangat mudah

1 2 3 4 5

KRITERIA D : PEARL factor

Masalah Hasil
P E A R L
Kesehatan perkalian
X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 1 1 1

PENETAPAN NILAI

 Pengetahuan yang kurang tentang TB


NPD : (A+B) C = (7+9) 3= 16x3 = 48
NPT : (A+B) CxD = (7+9) 3x1 = 16x3 = 48
 Merokok/terpapar asap rokok
NPD : (A+B) C = (8+9) 2 = 17 x2 = 34
NPT : (A+B) CxD = (8+9) 2x1 = 17 x2 =34
 Kepadatan huniaan rumah
NPD : (A+B) C = (6+6) 3 = 13x2 =26
NPT : (A+B) CxD = (6+6) 3x1 = 13x2 =26

KESIMPULAN

Masalah D
A B C NPD NPT Prioritas
kesehatan (PEARL)
Pengetahuan yang 7 9 3 48 1 48 1
kurang tentang TB
8 9 2 34 1 34 2
Merokok/Terpapar
asap rokok
Kepadatan 6 6 3 26 1 26 3
huniaan rumah

4
2.2 Kasus

A. IDENTITAS
Nama : Ny. I.R
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 18 Agustus 2018
Alamat : Loli pesua
Pekerjaan :-

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Puskesmas Donggala dengan keluhan batuk sejak
± 2 bulan yang lalu. Batuk disertai lendir berwarna kekuningan. Batuk
dialami setiap saat. Pasien kadang mengalami sesak napas. Pasien juga
mengeluhkan nyeri dada. Pasien juga sering demam ± 2 bulan terakhir.
Pasien juga mengalami sering berkeringat pada malam hari, nafsu makan
menurun, dan adanya penurunan berat badan drastis dalam 2 bulan
terakhir yang ia rasakan melalui pakaian-pakaiannya yang terasa longgar,
BB turun dari sebelumnya 40 kg dan sekarang 35 kg. Pasien juga
merasakan mual terutama setelah pasien batuk. Buang air kecil lancar,
berwarna kuning, dan tidak terasa nyeri saat berkemih. Buang air besar
konsistensi biasa dan lancar, tidak berlendir, dan tidak bercampur darah.

Riwayat penyakit sebelumnya :


Riwayat TB (+) Tahun 2017 pengobatan tuntas 6 bulan, Tifoid (+),
Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), Penyakit jantung (-), Penyakit
lainnya (-)

5
Riwayat penyakit keluarga:
Pasien tinggal bertiga dirumahnya, yaitu pasien, ayah pasien, dan
ibu pasien. Ibu pasien yang sering mengalami keluhan seperti pasien. Ibu
pasien memiliki riwayat TB tahun 2017. Nenek pasien juga memiliki
penyakit yang sama namun pasien dan nenek pasien tinggal dirumah
yang berbeda, sekarang nenek pasien sudah meninggal dunia pada tahun
2015.

TB

Bukan TB
PASIEN IBU AYAH

NENEK

Riwayat sosial-ekonomi:
Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah.

Riwayat kebiasaan dan lingkungan:


Pasien mengetahui ada salah satu tetetangganya yang sakit TB
ataupun keluhan seperti pasien, tetangga tersebut dahulu merupakan
teman sekolah menengah pertama Sehari-harinya pasien tidak bekerja,
pasien hanya membantu ibunya dirumah yaitu menjaga kios di depan
rumahnya.
Rumah pasien berukuran ± 15 x 12 meter, hanya ditinggali oleh
pasien, ibu, dan ayah pasien, terdiri dari 1 ruang tempat jualan,2 kamar
tidur, 1 ruang tamu,1 ruang tengah, 1 ruang dapur yang di dalamnya juga
terdapat tempat makan, dan 1 kamar mandi. Rumah semi permanen
dimana sebagian berdinding beton, sebagian berdinding kayu,beratap
seng, dan berlantai sebagian tehel dan sebagian lagi semen, memiliki
pencahayaan dan ventilasi yang kurang di kamar pasien dan kamar ayah
dan ibu pasien.

6
Didepan rumah terdapat halaman yang cukup luas dan terdapat
rumah tetangga yang berjarak sekitar 5-10 meter. Yang biasanya
ditempati tetangga pasien menaruh motor. Tempat ini cukup bersih
karena sering disapu. Di samping kanan rumah berbatasan langsung
dengan bekas kandang ayam, dan sebelah kiri rumah terdapat kira-kira 2
meter antara rumah tetangga. Dibelakang rumah terdapat jarak sekitar 3
meter dengan rumah tetangga.
Sumber makanan berasal dari bahan makanan yang dibeli di pasar.
Sebelum mengolah makanan, tangan dan bahan makanan di cuci terlebih
dahulu. Makanan dimasak menggunakan kompor gas.
Air untuk minum, makanan, mandi, dan mencuci berasal dari
sumber yang sama, yaitu dari sumur di luar rumah. Air cukup bersih
untuk dipakai mandi, mencuci, dan memasak air. Limbah air rumah
mengalir langsung ke selokani di belakang rumah.

Anamnesis makanan:
Pasien makan 3 kali sehari. Terkadang juga makan buah-buahan.
Porsi sekali makan pasien, yaitu sepiring nasi berisi 1-2 sendok nasi, lauk
yang dikonsumsi berupa ikan, tahu atau tempe yang di goreng. Sayuran
yang biasanya dikonsumsi oleh pasien, yaitu kangkung atau daun
singkong. Buah yang biasanya dikonsumsi oleh pasien, yaitu
pisang.tetapi pada ± 2 bulan terakhir pasien hanya makan 1 kali sehari
bahkan 3 hari sekali.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Berat badan : 35 kg
Panjang badan : 150 cm
IMT : 15,55 kg/m2 (gizi kurang)

Tanda Vital:
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Denyut Nadi : 80 kali/menit

7
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36,9°C

Kulit:
Ruam : -
Turgor : Kembali kurang dari 2 detik

Kepala:
Bentuk : Normocephale
Ubun-ubun : Menutup
Mata : Anemis -/-, ikterik -/-, mata cekung -/-
Hidung : Rhinorrhea -/-
Mulut : Mulut tidak kering, tonsil sulit dinilai, faring hiperemis –
Telinga : Otorrhea -/-

Leher:
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Paru-paru:
Inspeksi =Pengembangan paru simetris bilateral, retraksi -/-
Palpasi =Vocal fremitus kedua lapang paru ↓
Perkusi =Pekak apeks ke dua paru (+)
Auskultasi =Bronchial +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/-

Jantung:
Inspeksi = Ictus cordis tampak
Palpasi = Ictus cordis teraba di SIC V linea midclavikula sinistra
Perkusi =Pekak
Auskultasi =Bunyi jantung I/II murni regular

Abdomen:
Inspeksi = Kesan datar
Auskultasi =Peristaltik kesan normal
Perkusi =Timpani
Palpasi = Nyeri tekan (-), massa (-)

Anggota gerak:
Ekstremitas atas = Akral hangat tanpa edema
Ekstremitas bawah = Akral hangat tanpa edema

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan sputum
BTA 1 = +++
BTA 2 = ++
BTA 3 = -

8
E. RESUME
Pasien perempuan usia 22 tahun, mengalami batuk disertai lendir
berwarna kekuningan sejak 2 bulan yang lalu, disertai dengan dyspneu,
dan nyeri dada. Terkadang pasien mengalami febris. Pasien juga
mengalami berkeringat pada malam hari, nafsu makan menurun, dan
adanya penurunan berat badan drastis. Buang air kecil biasa, buang air
besar biasa.
Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital : tekanan darah 120/70
mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36,9°C.
Pemeriksaan fisik : keadaan umum sakit sedang, kesadaran
komposmentis, turgor baik, mata tidak cekung, mulut tidak kering, pada
pemeriksaan paru kesan pengembangan paru simetris bilateral, vokal
fremitus kedua paru ↓, perkusi pekak pada kedua apeks paru, dan
auskultasi rhonki +/+. Pada pemeriksaan Penunjang didapat BTA positif.

F. DIAGNOSIS
TB paru

G. ANJURAN PEMERIKSAAN
Foto Rontgen Thorax
Genxpert

H. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
 Menganjurkan pasien agar istirahat yang cukup.
 Menganjurkan pasien agar mengkonsumsi makanan yang sehat dan
bergizi.
 Menganjurkan pasien untuk menggunakan masker.
 Menganjurkan pasien agar jika batuk, usahakan agar menutup mulut
menggunakan tissue, sapu tangan, atau menutup mulut dengan lengan
atas bagian dalam.
 Menganjurkan pasien agar setiap pagi membuka jendela dan pintu
rumah.
Medikamentosa :
 Diberikan OAT KDT kategori 2 dengan berat badan 35 kg, yaitu
sebagai berikut :

9
 Tahap intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S selama 56 hari
pertama diberikan 2 tablet 4KDT + 500 mg streptomisin injeksi. 2
tab 4 KDT selama 28 hari.
 Tahap lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150)+ E yaitu 2 tablet
2KDT + 2 tablet Etambutol.

BAB III
PEMBAHASAN

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor


utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup
sehat yang diperkenalkan oleh H.L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor
genetik/biologis, faktor perilaku individu atau masyarakat, faktor lingkungan dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan kasus di
atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa yang
menjadi faktor risiko yang mempengaruhi derajat kesehatan TB Paru, yaitu:
1. Faktor genetik
Berdasarkan teori TB bukanlah penyakit keturunan, karena TB
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberculosis.
Pada kasus ini tidak ada hubungan dengan keturunan/genetik, tetapi
terjadi pada seorang perempuan 22 tahun dengan status gizi kurang. Penyakit
tuberkulosis paru cenderung lebih tinggi pada usia produktif 15-50 tahun.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, dan zat besi
akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap
1
penyakit termasuk TB paru.
2. Faktor perilaku
Perilaku dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan.
Pengetahuan penderita TB paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya,
dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sebagai
orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang

10
disekelilingnya. Sebelum pasien menderita penyakit TB paru ini, pasien masih
memiliki pengetahuan yang kurang tentang penyakit ini. Yang pasien ketahui
penyakit ini hanya berupa batuk-batuk yang lama. Pengetahuan yang rendah
ini mempengaruhi tindakan yang menjadi kurang tepat, seperti pada
lingkungan rumahnya pasien masih jarang memakai masker. Saat pasien
mengalami batuk yang lama, pasien juga tidak langsung memeriksakan ke
puskesmas, sehingga diagnosisnya terlambat.
a. Pengetahuan yang kurang tentang TB
Pasien dan keluarga sebelumnya tidak mengetahui tentang TB,
pengertian, faktor resiko, penularan, akibat dan sebagainya. Pengetahuan
yang rendah ini mempengaruhi tindakan yang menjadi kurang tepat.
Pasien mengaku tidak segera memeriksakan diri ketika sudah ada gejala
sakit yang mengarah ke TB.
b. Kurangnya kesadaran masyarakat sekitar mengenai etika batuk
Pasien dan keluarga yang belum mengaplikasikan bagaimana
tatacara beretika batuk dengan benar.

3. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pasien terkena tuberkulosis,
yaitu ada tidaknya sinar matahari, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu
rumah, dan kepadatan rumah. Hal ini sesuai dengan teori. Lingkungan
memegang peranan yang sangat penting dalam terjadinya sebuah penyakit,
apalagi penyakit tersebut adalah penyakit berbasis lingkungan. Hal ini tentu
saja dapat menyebabkan mudahnya terjadi infeksi apabila tidak ada
keseimbangan dalam lingkungan. Dalam kasus ini lingkungan tempat tinggal
mendukung terjadinya penyakit tuberkulosis yang di alami pasien.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh
besar terhadap status kesehatan penghuninya. Lingkungan rumah merupakan
salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis.
Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1-2 jam bahkan sampai beberapa hari
hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar matahari,
ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan rumah.
 Pencahayaan Rumah

11
Keadaan rumah pasien pada kasus ini memiliki pencahayaan yang
kurang karena jarang membuka tirai jendela dan ventilasi yang
cukup.Sebagian ruangan berdinding kayu dan sebagian lagi berdinding
tembok, beratap seng, dan berlantai sebagian tehel dan sebagian lagi
semen. Ruangan kamar memiliki ventilasi berbentuk kotak berukuran
35x70 cm dan jendela 1x0,5 m, sehingga cahaya dan udara yang masuk
maksimal. tetapi pada ruangan tempat jualan yang sering ditempati
pasien untuk beraktivitas tidak memiliki ventilasi maupun jendela
sehingga cahaya dan udara yang masuk dan keluar tidak maksimal
karena hanya melewati pintu tersebut. Hal ini menyebabkan
mikroorganisme dapat berkembang dengan pesat, termasuk kuman dan
bakteri penyebab tuberkulosis. Bila sinar matahari dapat masuk dalam
rumah serta sirkulasi udara di atur maka resiko pertumbuhan bakteri akan
berkurang dan penularan antar penghuni akan sangat minimal.
 Kepadatan Hunian Rumah
Rumah tempat tinggal pasien dalam kasus ini memiliki jarak dekat
dengan rumah tetangga-tetangga di samping dan depannya. Luas lantai
bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat,
sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah
menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya
dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk
rumah sederhana luasnya minimum 9 m2/orang. Untuk kamar tidur
diperlukan luas lantai minimum 8 m2/orang. Untuk mencegah penularan
penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan
yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih
dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun.

12
Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-
langit minimum tingginya 2,8 m. Pada pasien ini faktor resiko kepadatan
hunian dalam rumah tidak berpengaruh karena di dalam rumah tersebut
hanya tinggal 3 orang saja.

 Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi
setiap individu. Bila seseorang bekerja di lingkungan yang berdebu
dengan paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi
terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang
tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala
penyakit saluran pernafasan dan umumnya tuberkulosis paru. Pasien
dalam kasus ini tidak bekerja tetapi membantu ibu pasien dirumah
menjaga kios. Pada ruangan tersebut tidak terdapat ventilasi dan jendela
sehingga cahaya dan udara yang masuk dan keluar tidak maksimal
karena hanya melewati pintu tersebut sehingga mikroorganisme mudah
berkembang biak. Pada lingkungan rumah juga terdapat banyak pasir
sehingga pada saat siang dan sore hari ketika berangin sangat berdebu.
Lingukngan seperti ini dapat menjadi faktor resiko terjadinya infeksi
saluran pernapasan seperti TB paru.

4. Faktor pelayanan kesehatan


Faktor pelayanan kesehatan yang dapat diambil dari kasus ini adalah masih
kurangnya promosi kesehatan terkait TB paru pada masyarakat. Kemudian
belum optimalnya peran puskesmas dalam menjaring pasien yang suspek TB
paru untuk diperiksakan lebih lanjut. Biasanya kasus didapatkan lebih sering
melalui Polik umum.

13
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pada penderita TB paru aktif yang relaps, diberikan pengobatan OAT
kategori 2 berdasarkan berat badan.
2. Faktor utama yang menjadi salah satu penyebab TB paru pada kasus ini
adalah perilaku dan kesehatan lingkungan.

B. SARAN
Upaya pencegahan (preventif) terhadap penyakit TB paru dapat
dilaksanakan dengan mengaplikasikan lima tingkat pencegahan penyakit
(five level prevention), sebagai berikut :
1. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan dalam mencegah terjadinya tuberkulosis dapat
dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan penyuluhan mengenai penyebaran tuberkulosis.
b. Meningkatkan penyuluhan tentang edukasi secara keseluruhan
tentang tb di masyarakat secara umum dan di keluarga pasien
secara khusus.
2. Perlindungan khusus
Perlindungan khusus dalam mencegah terjadinya tuberkulosis
adalah :
a. Perbaikan status gizi pasien dan keluarga
b. Perbaikan ventilasi rumah dan pencahayaan di rumah pasien.
c. Pemakaian masker minimal 3 lapis, dalam lingkungan rumah
terlebih lagi di lingkungan tempat kerja.
d. Perbaikan perilaku pasien serta keluarga.
3. Diagnosis dini dan pengobatan segera

14
Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tujuan untuk
mencegah terjadinya penyakit yang lebih berat. Upaya yang dapat
dilakukan, yaitu :
a. Mencari kasus sedini mungkin.
b. Penatalaksanaan yang tepat.
4. Pembatasan Cacat
Pembatasan cacat merupakan pencegahan untuk terjadinya
kecatatan atau kematian akibat tuberkulosis. Adapun upaya yang dapat
dilakukan, yaitu :
a. Melakukan pengobatan dan perawatan sesuai pedoman sehingga
penderita sembuh dan tidak terjadi komplikasi.
b. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan sebagai penunjang
untuk memungkinkan pengobatan dan perawatan yang lebih
intensif dan sembuh.
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi dalam mencegah tuberkulosis dapat dilakukan dengan
cara :
a. Rehabilitasi medik apabila terdapat gangguan kesehatan fisik
b. Pemberantasan, seperti :
 Penyuluhan kesehatan, terutama kepada ibu-ibu.
 Pengobatan dan perawatan kasus dengan tepat.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2014. Global tuberculosis Report. Geneva :


World Health Organization.
2. World Health Organization. 2010. Multidrug and extensively drug-resistant
TB (M/XDR-TB). Global report on surveillance and response. Geneva: WHO.
3. Kemenkes. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan No. 364 Tentang Pedoman
Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
4. Puskesmas Birobuli. 2016. Laporan Kegiatan Program TB Paru Di
Puskesmas Birobuli Tahun 2016. Birobuli.
5. Kemenkes. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.
Jakarta
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia.
7. Kemenkes. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.

16
LAMPIRAN DOKUMENTASI RUMAH PASIEN

Gambar 1. Tampak ruang tamu pasien

Gambar 2. Tampak ruang keluarga pasien

17
Gambar 3. Tampak dapur rumah pasien

Gambar 3. Tampak depan rumah pasien

18
Gambar 4. Tampak halaman rumah pasien

19
Gambar 4. Tampak kamar pasien

20
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT AGUSTUS 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERTITAS TADULAKO

LAPORAN KASUS TUBERKULOSIS

Disusun Oleh :
EVY AFRIANTI A DARISE
N 111 17 022

PEMBIMBING:
drg. Tri Setyawati, M.Sc
dr. H. Syahriar, M. Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

21

Anda mungkin juga menyukai