Anda di halaman 1dari 8

5.

1 Surat Teguran

Surat Teguran diterbitkan apabila Wajib Pajak belum juga melunasi hutang pajak
sebulan setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak. Surat Teguran atau Surat Peringatan ini
dimaksudkan untuk menegur Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya.

Penerbitan Surat Teguran merupakan tindakan awal dari pelaksanaan penagihan pajak.
Penerbitan surat Teguran dalam Undang-Undang tidak diatur secara khusus dalam satu
bagian tersendiri, tetapi hanya merupakan bagian dari bab mengenai Surat Paksa, seperti yang
diatur dalam pasal 8 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf a menyatakan “Surat Paksa diterbitkan apabila
Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis”. Sedangkan ayat (2)-nya menyatakan
“Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung
Pajak tidak melunasi utang pajaknya samai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran”.

5.2 Surat Paksa

Surat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak. Surat Paksa disampaikan kepada Penanggung Pajak dua puluh satu hari setelah Surat
Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan. Ada tiga hal yang
menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa, yaitu :
a. Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh
tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis.
b. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran
atau penundaan pembayaran pajak.

Di dalam undang-undang penagihan telah dijelaskan bahwa Surat Paksa yang diterbitkan
oleh Pejabat (Kepala Kantor Pelayanan Pajak / Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan ) mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukium yang sama dengan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Mengingat hal itu, maka
pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak harus dilaksanakan

1
dengan membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara
Pelaksanaan Surat Paksa sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan.

5.3 Penyitaan

Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh Jurusita Pajak untuk menguasai
barang Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyitaan dapat dilakukan setelah batas waktu
2x24 jam apabila Penanggung Pajak tetap tidak melunasi utang pajaknya sebagaimana yang
tercantum dalam utang pajak.
Tujuan dilakukannya Penyitaan adalah untuk memperoleh jaminan pelunasan utang
pajak dari Penanggung Pajak. Penyitaan dapat dilakukan baik terhadap barang
bergerak(mobil, uang tunai, tabungan, deposuto berjangka, atau bentuk lainya yang dapat
disamakan) maupun barang tidak bergerak (tanah, bangunan).
Barang yang dikecualikan dari penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 ada enam jenis, yaitu:
a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung
Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan
memasak yang ada di rumah.
c. Perlengkapan Penanggung Pajak bersifat dinas.
d. Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-
alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.
e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan
atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp/ 20.000.000 (dua
puluh juta rupiah).
f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga
yang menjadi tanggungannya.

Pada Pasal 1 butir 3 undang-undang penagihan dengan tegas menyebutkan pengertian


dari Penanggung Pajak, yaitu orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib
Pajak menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Dalam melakukan penyitaan, sering kali terjadi persinggungan dalam pelaksanaan di


lapangan terkait dengan penyimpangan yang juga dilakukan oleh instansi lain, seperti pihak

2
Peradilan Negeri atau pihak Panitia Urusan Piutang Negara. Apabila pihak lain sudah
melakukan penyitaan, maka Jurusita Pajak hanya menyampaikan surar Paksa kepada instansi
yang bersangkutan dan tidak melakukan penyitaan lagi. Apabila suatu barang yang sudah
disita kemudian disita lagi oleh instansi yang berbeda, berarti terjadi tumpang tindih
penyitaan. Dalam Pasal 21, Jurusita Pajak dapat melakukan penyitaan apabila terjadi hal-hal
berikut:

a. Nilai barang yang disita tidak cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan
pajak, dan
b. Hasil dari lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak.

Terhadap barang yang sudah disita, Penanggung Pajak dilarang untuk melakukan hal-hal
sebagai berikut:

a. Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan,


menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita,
b. Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk
pelunasan utang tertentu,
c. Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk
pelunasan utang tertentu, dan/atau
d. Merusak, mencabut atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan
Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

Sedakngkan terhadap barang yang sudah disita, dapat dicabut apabila terjadi salah satu dari
tigal hal berikut, yaitu:

a. Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
b. Ada putusan pengadilan atau ada putusan badan peradilan pajak, atau
c. Ada ketentuan lain yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan
Kepala Daerah.

3
5.4 Pelelangan

Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh Pejabat
Lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan atau tertutup/tertulis yang
didahului dengan pengumuman lelang.
Pelaksanaan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilakukan sekurang-
kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Pengumuman lelang dilakukan
sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pelaksanaan penyitaan.
Tujuan diadakannya pengumuman lelang tersebut dalam rangka memberikan
perlindungan kepada pihak ketiga yang berkepentingan dan juga dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan kepada Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajaknya sebelum
lelang dilaksanakan dan sekaligus memberi perlindungan hukum kepada pembeli atas objek
barang yang dilelang dari kemungkinan adanya gugatan dari pihak-pihak lain di kemudian
hari.
Pelaksanaan lelang merupakan upaya hukum terakhir dalam rangka mencairkan
tunggakan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Undang-undang Penagihan Pajak. Pasal
25 ayat (1) menyatakan “apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi
setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang
terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang”.
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 yang secara tegas
menyebutkan adanya objek sita yang dikecualikan dari lelang, yaitu berupa:
a. Uang tunai,
b. Surat-surat berharga berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran,
obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada
perusahaan lain,
c. Barang yang mudah rusak atau cepat busuk.

Setelah lelang dilaksanakan, secara hukum hak Penanggung Pajak atas barang yang dilelang
berpindah kepada pembeli dan kepada pembeli diberikan dokumen Risalah Lelang yang
memuat keterangan tentang barang sitaan telah terjual. Risalah Lelang merupakan bukti
otentik sebagai dasar pendaftaran dan penagihan hak, yang akan memberikan perlindungan
hukum terhadap hak pembeli lelang.

4
5.5 Hak Mendahului Pajak

Hak Mendahului Pajak atau Hak Istimewa atau Hak Preferen, menurut Pasal 1134 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang dimaksud dengan hak istimewa adalah
suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seseorang berpiutang sehingga
tingkatannya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat
piutangnya.
Mengenai utang pajak, menurut hukum perdata, seseorang dapat dikatakan mempunyai
utang bila telah terjadi perikatan yang timbul karena undang-undang ataupun perjanjian di
antara para pihak. Sedangkan menurut hukum pajak, utang pajak yang timbul karena undang-
undang saja, berarti haruslah terlebih dahulu ada undang-undang yang menjadi dasar
pemungutan pajak. Dalam undang-undang pajak, hak mendahului pajak diatur dalam Pasal
21 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 9 Tahun 1994 (Undang-undang KUP). Hal ini memperkuat bahwa negara mempunyai
kedudukan preferen atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka
umum.

5.6 Penagihan Seketika dan Sekaligus

Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dapat langsung dilakukan tanpa perlu
menunggu jatuh tempo pembayaran. Penagihan Seketika adalah penagihan yang dilakukan
segera tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. Sedangkan penagihan sekaligus
adalah penagihan yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak dan tahun pajak.
Cara penerbitan Surat Perintah Penagihan seketika dan Sekaligus, secara tegas
disebutkan dalam Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.04/2000 yaitu :
a. Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran
b. Tanpa didahului dengan adanya Surat Teguran
c. Sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan, atau
d. Sebelum penerbitan Surat Paksa.

5.7 Pencegahan, Penyandraan, dan Gugatan

1. Pencegahaan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak


tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencegahan
dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak apabila memenuhi dua syarat, yaitu :

5
a. Syarat Kuantitatif, yaitu apabila Penanggung Pajak mempunyai utang sekurang-
kurangnya Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan
b. Syarat Kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik Penanggung Pajak
yang bersangkutan dalam melunasi utang pajaknya.
2. Penyandraan adalah penegakkan untuk sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak
dengan menempatkanny di tempat tertentu. Penyandraan hanya dapat dilakukan bila
Penanggung Pajak memenuhi dua syarat berikut, yaitu :
a. Syarat Kuantitatif, yaitu apabila Penanggung Pajak mempunyai utang sekurang-
kurangnya Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah), dan
b. Syarat Kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik Penanggung Pajak
yang bersangkutan dalam melunasi utang pajaknya. Misalnya, penyembunyia harta
kekayaan sehingga jaminanya tidak cukup untuk melunasi utang pajaknya.

Penyanderaan tidak boleh dilakukan dalam kondisi, sebagai berikut :

a. Apabila Penanggung Pajak sedang beribadah,


b. Apabila Penanggung Pajak sedang mengikuti sidang resmi,
c. Apabila Penanggung Pajak sedang mengikuti Pemilihan Umum.
3. Gugatan Pelaksanaan Penagihan
Dalam Undang-Undang tentang penagihan pajak, gugatan diberikan pengertian sebagai
suatu upaya hokum terhadap pelaksanaan penagihan pajak dan kepemilikan barang
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Gugatan
terhadap pelaksanaan [penagihan pajak ini hanya meliputi gugatan atas pelaksanaan
Surat Paksa, sita, lelang maupun penyenderaan. Penanggung pajak dapat mengajukan
gugatan atas pelaksanaan penagihan pajaknya kepada pengadilan pajak.

5.8 Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak

Wajib Pajak yang dalam melakukan aktivitas bisnis (usahanya) kadang kala mengalami
kesulitan likuiditas perusahaan yang dapat menggangu lancarnya usaha yang dilakukan sehari
– hari. Sehingga dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya juga menjadi tidak lancar.
Angsuran dan penundaan pembayaran pajak yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
adalah angsuran atau penundaan dari ketetapan pajak yang menyebabkan jumlah pajak yang
terutang bertambah , yaitu ketetapan yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding.

6
Setelah kepala KPP mempertimbangkan alasan – alasan yang diajukan dalam
permohonan, maka ada tiga kemungkinan keputusan yang akan dikeluarkan, yaitu :

1. Menerima seluruhnya
2. Menerima sebagian
3. Menolak permohonan Wajib Pajak

Masa angsuran atau penundaan hanya diberikan paling lambat 12 bulan sejak tanggal
surat keputusan diterbitkan. Terhadap permohonan Wajib Pajak yang diterima seluruhnya
atau sebagian, akan diterbitkan Surat Keputusan Angsuran Pembayaran Pajak dengan masa
angsuran paling lama 12 bulan sejak diterbitkan keputusan tersebut dengan jumlah angsuran
yang sam besarnya, paling banyak 1 kali dalam 1 bulan.

5.9 Penghapusan Piutang Pajak

Piutang pajak pada prinsipnya dapat dihapuskan dari administrasi kantor pajak karena
tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi dengan beberapa alasan.
Ada beberapa alasan mengapa piutang pajak bisa dihapuskan dari data administrasi
kantor pajak. Alasan – alasan tentunya didasarkan pada kondisi tertentu, baik atas pitang
pajak Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan. Piutang pajak untuk Wajib
Pajak orang Pribadi yang tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi, disebabkan beberapa
hal, yaitu:
1. Wajib Pajak dan/atau Penanggung Pajak tidak dapat ditemukan atau meinggal dunia
dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris , atau ahi
waris tidak dapat ditemukan.
2. WP dan/atau Penanggung Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi
3. Penagihan pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan SP
kepada penagnggung pajak melalui pemerintah daerah setempat
4. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah kedarluarsa , atau
5. Sebab lain sesuai hasil penelitian.

Sementara itu, untuk piutang pajak Wajib Pajak badan yang tidak dapat atau tidak mungkin
ditagih lagi, disebabkan beberapa hal , yaitu :

7
1. Wajib Pajak bubar, likuidasi, atau pailit dan pengurus, direksi , komisaris, pemegang
saham, pemilik modal, atau pihak lain yang dibebani untuk melakukan pemberesan
atau likuidator , atau curator tidak dapat ditemukan.
2. WP dan/atau penanggung pajak tidak memiliki harta kekayaan lagi.
3. Penagihan pajak secara aktif telah dilaksanakan dengan penyampaian Salinan SP
kepada pengurus, direksi, likuidator curator, pengadilan negeri, opengadilan niaga,
atau pemerintah daerah setempat, baik secara langsung maupun dengan menempelkan
pada papan pengumuman atau media masa.
4. Hak untuk melakukan penagihan pajak sudah kedarluarsa, atau
5. Sebab lain sesuai hasil penelitian.

Untuk memastikan keadaan Wajib Pajak bahwa piutangnya tidak dapat atau tidak
mungkin ditagih lagi, tentunya harus dilakukan melalui suatu penelitian yang disebut
penelitian setempat atau penelitian administrasi yang menggambarkan keadaan Wajib Pajak
yang bersangkutan sebagai dasar untuk menentukan besarnya piutang pajak tidak dapat
ditagih lagi dan dapat diusulkan untuk dihapuskan dari administrasi kantor pajak. Penelitian
setempat dilakukan dengan mendatangi alamat dan kondisi nyata dari Wajib Pajak.
Sementara itu, penelitian administrasi dilakukan berdasarkan data yang ada di kantor pajak
saja, tanpa perlu melihat keberadaan alamat dan kondisi nyata Wajib Pajak.

Anda mungkin juga menyukai