Anda di halaman 1dari 5

6.

1 Penyelesaian melalui Direktorat Jenderal Pajak

1. Upaya Hukum Keberatan


Ketika Wajib Pajak memperoleh suatu Surat Ketetapan Pajak dan merasa tidak
puas atas ketetapan pajak dimaksud, maka Wajib Pajak dapat mengajukan upaya
hukum dengan nama keberatan. Sesuai ketentuan Pasal 25 UU KUP, upaya hukum
keberatan diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak, yaitu ke KPP/KPPBB tempat
dimana Wajib Pajak terdaftar. Oleh karena lembaga yang menyelesaikan sengketa
antara Wajib Pajak dengan fiskus masih dilakukan oleh lembaga yang sama yaitu
Direktorat Jenderal Pajak, menurut Prof. Rochmat Soemitro, penyelesaian sengketa
demikian disebut sebagai peradilan administrasi tidak murni atau peradilan doleansi.
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak
atas suatu :
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Untuk dapat mengajukan upaya hukum keberatan, maka Wajib Pajak harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, yaitu :

1. Diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia;


2. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal
pemotongan atau pemungutan, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya (force
majeur);
3. Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak disertai alasan-alasan
yang jelas;
4. Untuk satu surat keberatan diajukan terhadap satu ketetapan pajak atau
pemotongan/pemungutan pajak.

1
Setelah kantor pajak melakukan proses pemeriksaan, sesuai Pasal 26 ayat (3)
UU KUP, ada 4 (empat) kemungkinan keputusan yang dapat diterbitkan atau
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Keempat keputusan tersebut adalah :

a. Ditolak
Apabila dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
diketahui tidak terdapat cukup alasan dan bukti, maka Direktorat Jenderal Pajak
akan mengeluarkan keputusan menolak keberatan Wajib Pajak.

b. Diterima sebagian
Apabila surat keberatan Wajib Pajak setelah dilakukan pemeriksaan ternyata
hanya sebagian alasan dan bukti yang mendukung untuk dikuranginya jumlah
pajak yang tercantum dalam ketetapan pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak
akan mengeluarkan keputusan menerima sebagian.

c. Diterima seluruhnya
Apabila dalam proses pemeriksaan diketahui adanya alasan dan bukti yang
mendukung untuk diterimanya seluruh keberatan Wajib Pajak sesuai perhitungan
Wajib Pajak maka Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan keputusan
keberatan yang menerima seluruh keberatan Wajib Pajak.

d. Menambah ketetapan pajak


Apabila Wajib Pajak telah ditetapkan mempunyai utang pajak semula sebesar
Rp500.000.000 lalu diajukan keberatan, maka setelah dilakukan pemeriksaan
Direktorat Jenderal Pajak ternyata berdasarkan bukti yang ada akan dikeluarkan
keputusan keberatan yang malah menambah ketetapan pajak menjadi sebesar
Rp600.000.000.

2
6.2 Penyelesaian melalui Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
1. Upaya Hukum Banding
Dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan dimungkinkan adanya upaya
hukum dengan nama banding apabila Wajib Pajak tetap merasa tidak puas atas
keputusan keberatan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Artinya,
terhadap surat keputusan keberatan yang diterbitkan akan menjadi dasar untuk
diajukannya upaya hukum banding ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
yang saat ini telah diubah namanya menjadi Pengadilan Pajak sesuai UU No. 14
Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
Seperti halnya upaya hukum keberatan, apabila Wajib Pajak akan mengajukan
upaya hukum banding, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Permohonan diajukan secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia.
2. Permohonan diajukan jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima
Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai keberatan perpajakan yang diajukan
banding, atau 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya Keputusan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai mengenai mengenai keberatan kepabeanan dan cukai.
Pengajuan banding 3 (tiga) bulan tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud
tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon banding.
3. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding.
4. Mencantumkan alasan-alasan yang jelas dan tanggal diterima surat keputusan
yang banding.
5. Melampirkan salinan keputusan yang dibanding dan bukti-bukti pendukung
lainnya, termasuk melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP).
6. Melunasi 50% dari jumlah yang terutang atas keputusan yang dibanding.

Sejak berlakunya UU No. 27 tahun 2008 tentang perubahan atas UU KUP,


aspek hukum atas upaya hukum banding juga mengalami perubahan khususnya soal
utang pajak seperti halnya pada keberatan. Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (5c)
ditegaskan bahwa apabila WP mengajukan banding, jumlah pajak yang belum
dibayar pada saa mengajukan permohonan banding belum merupakan utang pajak
sampai dengan adanya putusan banding. Selanjutnya, sebagai konsekuensi hukumnya
adalah apabila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, maka WP akan
dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari jumlah pajak

3
berdasarkan putusan banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan (ayat 5d).

2. Upaya Hukum Gugatan


Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan
yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku. Pengertian gugatan itu sendiri tidak dijelaskan dalam UU KUP, tetapi
muncul dalam Pasal 23 ayat (2). Selengkapnya ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU KUP
menyatakan bahwa ‘Gugatan’ Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap :
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanaan Penyitaan atau
Pengumuman Lelang
b. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26
c. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 yang berkaitan
dengan Surat Tagihan Pajak
d. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan Surat
Tagihan Pajak.

hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.

Syarat-syarat untuk dapat mengajukan upaya hukum gugatan, harus dipenuhi


sebagai berikut :

1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.


2. Jangka waktu untuk gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14 hari
sejak tanggal pelaksanaan penagihan, sedangkan untuk gugatan terhadap
keputusan adalah 30 hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat.
3. Terhadap 1 pelaksanaan penagihan atau 1 keputusan diajukan 1 Surat Gugatan.

Gugatan diajukan oleh penggugat, ahli waris, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya dengan disertai alasa-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen
yang digugat. Seandainya terhadap WP diterbitkan STP untuk menagih sanksi
administrasi dan WP mengajukan permohonan pengurangan atas sanksi tersebut,
maka Direktur Jenderal Pajak akan menerbitkan Keputusan berkaitan dengan STP

4
yang telah terbit. Apabila WP merasa tidak puas atas keputusan yang diterbitkan,
maka WP dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan atas STP tersebut.
Keputusan inilah yang menjadi objek gugatan ke pengadilan pajak.

6.3 Kontroversi Penyelesaian Sengketa Pajak melalui PTUN


Ketika pengadilan pajak masih bernama Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP)
berdasarkan UU No. 17 tahun 1997, terdapat persoalan hukum yang cukup menarik
perhatian masyarakat dan juga para ahli hukum. Hal ini terkait dengan adanya gugatan
atas pelaksanaan penagihan pajak melalui lembaga PTUN berdasarkan UU No. 5 tahun
1986.
Dalam UU BPSP disebutkan bahwa BPSP merupakan badan peradilan pajak yang
mempunyai tugas memeriksa dan memutuskan sengketa pajak berupa banding dan
terhadap keputusan pejabat yang berwenang, yaitu keputusan keberatan dan gugatan
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan
pajak. dengan demikian, pengajuan banding atau gugatan ke BPSP merupakan upaya
hukum terakhir bagi pembayaran pajak dan putusannya tidak dapat digugat ke Peradilan
Umum atau PTUN.
Kedudukan kedua lembaga hukum tersebut adalah sama akrena dibentuk
berdasarkan UU. Untuk menghindari konflik hukum kelembagaan yang timbul, maka dua
asas hukum berikut dapat menjadi acuan untuk menyelesaikannya, asas hukum tersebut
adalah, pertama, ketentuan yang bersifat khusus mengalahkan ketentuan yang bersifat
umum (lex specialis derogate lex generalis), dan kedua, ketentuan yang lahir terakhir
mengalahkan ketentuan yang lahir terlebih dahulu (lex posteriori derogate lex anteriori).

Anda mungkin juga menyukai