Pengertian Gender
Secara umum gender dimaknai sebagai perbedaan yang bersifat social budaya yang
merupakan nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi serta peran
perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat yang oleh masyarakat
kemudian dibakukan menjadi ‘budaya’ dan seakan tidak lagi bisa ditawar. Apalagi kemudian
dikuatkan oleh nilai ideologi, hukum, politik, ekonomi dsb. Atau dengan kata lain gender adalah
nilai yang dikonstruksi oleh masyarakat setempat yang telah mengakar dalam bawah sadar kita
seakan mutlak dan tidak bisa diganti lagi.
Gender adalah pandangan atau keyakinan yang yang dibentuk masyarakat tentang
bagaimana seharusnya seorang perempuan atau laki-laki bertingkahlaku maupun berpikir.
Misalnya pandangan bahwa seorang perempuan ideal harus pandai memasak, pandai merawat diri,
lemah lembut atau keyakinan bahwa perempuan adalah makhluk yang sensitif, emosional selalu
memakai perasaan. Sebaliknya seorang laki-laki sering dilukiskan berjiwa pemimpin, pelindung,
kepala rumahtangga, rasional dan tegas. Islam telah memberi aturan yang rinci berkenaan dengan
peran dan fungsi masing-masing dalam menjalani kehidupan ini. Terdapat perbedaan dan
persamaan yang tidak bisa dipandang sebagai adanya kesetaraan atau ketidaksetaraan gender.
Artinya : “Sungguh, Laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki
dan perempuan yang dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang
bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki yang menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar.”1
1 Qur’an Tajwid dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, Maghfirah Pustaka, Jakarta
Jadi kesetaraan gender adalah suatu keadaan di mana perempuan dan laki-laki sama-sama
menikmati status, kondisi atau kedudukan yang setara sehingga terwujud secara penuh hak-hak
dan potensinya bagi pembangunan di segala aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa dan
bernegara. Islam mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan,
keserasian, keselarasan, keutuhan baik sesama umat manusia maupun dengan lingkungan
alamnya.
2. Teori Gender
Gender dalam pemahaman kekinian bukanlah bagian dari kodrat jika kodrat dipahami sebagai
ketentuan-ketentuan baku dari Allah swt., melainkan modifikasi-modifikasi tertentu dari
konstruksi sosial dimana laki-laki dan perempuan hidup. Ia tidak lain sesungguhnya hanyalah hasil
konstruksi tradisi, budaya dan ideologitertentu. Karna ia hasil karya dan budaya manusia. Maka ia
mengenal batas ruang dan waktu. Oleh karena itu gender memiliki kerergantungan terhadap nila-
nilai yang dianut masyarakat sehingga menentukan apa yang dilakukan perempuan dan laki-laki.
Terdapat beberapa aliran teori yang menjelaskan kesetaraan dan keadilan gender, yaitu:
teori nurture, teori nature dan keseimbangan kedua teori tersebut yang dikenal dengan teori
equilibrium. Berikut penjelasan ketiga teori kesetaraan gender tersebut:
a. Teori Nurture
Menurut teori nurture adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah hasil konstruksi
sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu membuat
perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Konstruksi sosial menempatkan perempuan dan laki-
laki dalam perbedaan kelas. Laki-laki diidentikkan dengan kelas borjuis, dan perempuan sebagai
kelas proletar.
b. Teori Nature
Menurut teori nature adanya pembedaan laki-laki dan perempuan adalah kodrat, sehingga
harus diterima. Perbedaan biologis itu memberikan indikasi dan implikasi bahwa diantara kedua
jenis kelamin tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Ada peran dan tugas yang dapat
dipertukarkan, tetapi ada yang tidak bisa karena memang berbeda secara kodrat alamiahnya.
c. Teori Equilibrium
Masih banyak laki-laki Muslim yang memandang posisi perempuan berada di bawah posisi
laki-laki. Hal ini juga didasari oleh penafsiran terhadap teks suci (al-Quran). Di antara ayat al-
Quran yang dijadikan dasar dalam hal ini adalah sebagai berikut: “… Dan kaum perempuan
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi
kaum laki-laki mempunyai satu tingkat lebih tinggi dari mereka (kaum perempuan). (Q S. al-
Baqarah, (2 ): 228).
Ayat lain yang juga sering digunakan untuk hal ini adalah QS. Al-Nisa’ (4): 34: Kaum laki-
laki bertanggung jawab (sering diterjemahkan: pemimpin) terhadap kaum perempuan, karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain dan karena mereka memberi
nafkah (untuk kaum perempuan). Maka perempuan yang baik adalah perempuan yang patuh, yang
memelihara diri sebagaimana Allah telah memeliharanya . Ayat ini sering digunakan oleh kaum
laki-laki untuk “menjajah” kaum perempuan, sehingga dalam berbagai hal kaum perempuan tidak
diberikan keleluasaan untuk menentukan nasibnya sendiri .
Dalam Islam, pemahaman tentang gender memiliki terminologi tersendiri dalam memaknai
peran antara laki-laki dan perempuan. Hal tersebut ditunjukkan melalui beberapa ayat al-Quran
dan hadits yang berbicara mengenai posisi laki-laki dan perempuan. Bahkan ada nama di salah
satu Surat al-Quran yang berbicara khusus mengenai perempuan yaitu surat an-Nisa. Hal ini
membuktikan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi kaum perempuan. Namun adakalanya
Ayat-ayat itu boleh jadi merujuk kepada fungsi dan peran sosial berdasarkan jenis kelamin
(gender roles) ketika itu. Seperti diketahui ayat-ayat mengenai perempuan umumnya mempunyai
riwayat sabab nuzul (sebab-sebab turunnya ayat Alquran), jadi sifatnya sangat historical. Lagipula
ayat-ayat tersebut berbicara tentang persoalan detail. Umumnya ayat-ayat seperti itu dimaksudkan
untuk mendukung dan mewujudkan tujuan umum (maqasid) ayat-ayat essensial, yang juga
menjadi tema sentral al-Quran.
Islam adalah agama yang memiliki misi profetik mendekonstruksi sistem sosial diskriminatif,
apa pun alasannya, termasuk diskriminasi mengenai persoalan gender. Islam tidak sejalan dengan
faham patriarki mutlak, yang tidak memberikan peluang kepada perempuan untuk berkarya lebih
besar, baik di dalam maupun di luar rumah. Perbedaan anatomi fisik-biologis antara laki-laki dan
perempuan tidak mengharuskan adanya perbedaan status dan kedudukan. Kualitas individu laki-
laki dan perempuan di mata Tuhan tidak ada perbedaan. Amal dan prestasi keduanya sama-sama
diakui Tuhan, keduanya sama-sama berpotensi untuk memperoleh kehidupan duniawi yang layak,
dan keduanya mempunyai potensi yang sama untuk masuk surga.
3 Susilaningsih dan Agus M. Najib, Kesetaraan Gender di Perguruan Tinggi Islam: Baseline and
Institusional Analysis for Gender mainstreaming in IAIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta: UIN Sunan
Kalijaga, 2004),