Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.
Gagasan bunuh diri mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami
gangguan mental saat mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami
penyakit fisik.
Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri dicatat setiap
tahun, dan jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan 10-20 kali lebih tinggi dari
ini.Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh
diri terjadi kira-kira setiap tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang
meninggal karena bunuh diri.Penyebab bunuh diri merupakan hal yang
kompleks.Beberapa orang tampak sangat rentan untuk bunuh diri ketika
menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau kombinasi stressor. Faktor-faktor
ini termasuk adanya gangguan mental sebelumnya atau penyalahgunaan zat,
riwayat bunuh diri dalam keluarga dekat, kekerasan keluarga jenis apa pun, dan
adanya perpisahan atau perceraian.
Pada sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat yang dilakukan Kessler
dan kawan – kawan (dkk), memperkirakan tingkat keinginan bunuh diri sebesar
2,8% - 3,3% dari populasi umum, dan Weissman dkk, melaporkan. antara 2 dan
18% pada sembilan negara.
Pasien dengan gangguan depresif mayor memiliki risiko yang besar
terjadinya bunuh diri
Pada sejumlah studi psikologis otopsi dari sampel bunuh diri menunjukkan
bahwa hanya sebagian kecil terjadi bunuh diri tanpa bersamaan dengan diagnosis
psikiatri yaitu sekitar 5% hingga 7%.Dari laporan studi klinis menunjukkan
sebesar 78 – 89 % pasien gangguan depresif mayor berat memiliki keinginan dan
percobaan bunuh diri.Dan adanya data yang menunjukkan bahwa kebanyakan
orang yang melakukan bunuh diri sebelumnya tidak melakukan percobaan bunuh
diri dan setidaknya ada satu studi tentang percobaan bunuh diri yang menemukan
sekitar 10% akhirnya mati dengan bunuh diri.Dengan demikian gagasan dan
perencanaan bunuh diri merupakan hal yang serius dibandingkan dengan
percobaan bunuh diri.
Risiko untuk terjadinya bunuh diri bagi seorang individu yang dirawat di
rumah sakit pada episode gangguan depresif mayor berat diperkirakan 15%.
Pada penelitian yang dilakukan Beck, dan kawan - kawan terhadap 207
pasien rawat inap yang memiliki gagasan bunuh diri 7 % selama periode 5 - 10
tahun, terdapat 14 pasien yang melakukan bunuh diri. Beck mengamati secara
klinis bahwa ketika pasien depresi yakin tidak ada solusi untuk masalah
kehidupan yang serius, mereka memandang bunuh diri sebagai jalan keluar dari
situasi yang tak tertahankan.Menurut formulasi Beck's, putus asa merupakan
karakteristik inti dari depresi dan berfungsi sebagai penghubung antara depresi
dan bunuh diri.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari resiko bunuh diri?
B. Apa etiologi dari resiko bunuh diri?
C. Apa saja Klasifikasi dari resiko bunuh diri?
D. Bagaimana saja isyarat pada pasien reiko bunuh diri?
E. Bagaimana rentang respon proteksi diri pada pasien resiko bunuh diri?
F. Bagaimana proses terjadinya resiko bunuh diri?
G. Apa saja mitos mengenai resiko bunuh diri
H. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien resiko bunuh diri?
1.3 Tujuan Penulisan
A. Untuk Mengetahui pengertian dari resiko bunuh diri
B. Untuk Mengetahui etiologi dari resiko bunuh diri
C. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari resiko bunuh diri
D. Untuk Mengetahui isyarat pada pasien reiko bunuh diri
E. Untuk Mengetahui rentang respon proteksi diri pada pasien resiko bunuh diri?
F. Untuk Mengetahui proses terjadinya resiko bunuh diri
G. Untuk Mengetahui mitos mengenai resiko bunuh diri
H. Untuk Mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien resiko bunuh diri
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Resiko Bunuh Diri


Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk
menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif
terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian.
Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya
adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan.
(Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009).
Bunuh diri merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berupaya melaksanakan hasratnya
untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman
verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri.
(Clinton, 1995, hal. 262).
Bunuh diri dan percobaan bunuh diri atau membahayakan diri sendiri dengan
sengaja (DSH = deliberate self-harm), istilah yang terakhir ini, menjadi topik
besar dalam psikiatri. Di dunia, lebih dari 1000 bunuh diri terjadi tiap hari.
Percobaan bunuh diri 10 kali lebih sering, sekarang peracunan diri sendiri
bertanggung jawab bagi 15% dari pasien medis yang masuk rumah sakit dan pada
pasien dibawah 40 tahun menjadi penyebab terbanyak.
Bunuh diri cenderung terjadi pada usia diatas 45 tahun, pria, tidak pandang
kelas sosial disertai depresi besar dan telah direncanakan. Percobaan bunuh diri
cenderung dilakukan oleh wanita muda dari kelas sosial bawah, jarang disertai
dengan depresi besar dan bersifat impulsif.
2.2 Etiologi Resiko Bunuh Diri
A. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
a. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri
adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi
yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah,
respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh
diri.
e. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotinin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
B. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi
sangat rentan.
a. Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini
secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku
bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun
budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau
bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social
dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang
untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan
masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh
diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang
melakukan tindakan bunuh diri.
b. Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme
koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial,
rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan
diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping
alternative
2.3 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):


 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga

2.4 Klasifikasi Bunuh Diri


Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin
bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan
berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non
verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri
akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
 Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
2.5 ISYARAT BUNUH DIRI
Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan
untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain. Isyarat bunuh diri ditunjukkan
dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan
mengatakan: ”Tolong jaga anak- anak karena saya akan pergi jauh!”
atau“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.” Pada kondisi ini
klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun
tidakdisertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri.Klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak
berdaya. Klien jugamengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang
menggambarkan harga diri rendah
2.6 RENTANG RESPON PROTEKSI DIRI PADA PASIEN RESIKO
BUNUH DIRI

Keterangan :
1. Peningkatandiriyaituseorangindividu yang mempunyaipengharapan,
yakin, dankesadarandirimeningkat.
2. Pertumbuhan-peningkatanberisiko,
yaitumerupakanposisipadarentang yang masih normal
dialamiindividu yang mengalamiperkembanganperilaku.
3. Perilakudestruktifdiritaklangsung, yaitusetiapaktivitas yang
merusakkesejahteraanfisikindividudandapatmengarahkepadakematia
n, sepertiperilakumerusak, mengebut, berjudi, tindakankriminal,
terlibatdalamrekreasi yang berisikotinggi, penyalahgunaanzat,
perilaku yang menyimpangsecarasosial, danperilaku yang
menimbulkanstres.
4. Pencederaandiri, yaitusuatutindakan yang membahayakandirisendiri
yang dilakukandengansengaja.
Pencederaandilakukanterhadapdirisendiri, tanpabantuan orang lain,
dancederatersebutcukupparahuntukmelukaitubuh. Bentukumum
5. perilakupencederaandiritermasukmelukaidanmembakarkulit,
membenturkankepalaatauanggotatubuh, melukaitubuhnyasedikit
demi sedikit, danmenggigitjari.
6. Bunuhdiri, yaitutindakanagresif yang
langsungterhadapdirisendiriuntukmengakhirikehidupan
2.7 PROSES TERJADINYA RESIKO BUNUH DIRI

PENJABARAN KRISIS TINDAKANIN


MOTIVASI NIAT DBUNUH DIRI
GAGASAN BUNUH DIRI

HIDUP ATAU
MATI KONSEP JERITAN
BUNUH DIRI MINTA
TOLONG &
CATATAN
BUNUH DIRI

2.8 MITOS MENGENAI RESIKO BUNUH DIRI


1. Mitos:
Ancamanbunuhdirihanyacaraindividuuntukmenarikperhatiandantida
kperludianggapserius.
Fakta: Semua perilaku bunuh diri harus dianggap serius.
2. Mitos: Bunuh diri tidak member tanda.
Fakta: Delapan dari 10 individu member tanda secara verbal atau
perilaku sebelum melakukan percobaan bunuh diri.
3. Mitos: Berbahayamembicarakanpikiranbunuhdiripadapasien.
Fakta: Hal yang paling penting dalam perencanaan keperawatan
adalah pengkajian yang akurat tentang rencana bunuh diri pasien.
4. Mitos: Kecenderunganbunuhdiriadalahketurunan.
Fakta: Tidakada data dan hasi lriset yang menyokong pendapat ini
karena pola perilaku bunuh dir bersifat individual.
2.9 Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri
Akibat

Gangguan Alam perasaan :


Core Problem
Depresi

Koping Maladaptif Penyebab

2.10 Asuhan keperawatan pada pasien resiko bunuh diri


A. Pengkajian
Pengkajian tingkah laku bunuh diri termasuk aplikasi observasi
melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda spesifik,
rencana yang spesifik.
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :

a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri


b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru
dialami.

3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.

4. Riwayat pengobatan.

5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.

6.Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari

individu dengan gangguan mood.

7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :

a. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang
sulit.
b. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang
teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
c. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat
gelisah, keparahan gangguan mood
d. Sistem pendukung yang ada.
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain
(baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan
riwayat penyalahgunaan zat.
f. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar
keluarga klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan
rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda
kekambuhan dan tindakan perawatan diri.

Hal utama yang perlu dikaji adalah tanda atau gejala yang dapat
menetukan tingkat risiko dari tingkah laku bunuh diri. Untuk ini ada
beberapa pendapat dan petunjuk yang dapat dipilih oleh perawat, sebagai
berikut:
Pertama, pengkajian tingkat risiko oleh Hasson, Valente dan
Rink (1977, dikutip oleh Shiver, 1986) pada table berikut:
NPerilaku atau Intensitas Risiko
No gejala Rendah Sedang Tinggi
1. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau
panic
2. Depresi Rendah Sedang Berat
3. Isolasi- Perasaan depresi Perasaan tidak Tidak
menarik diri yang samar, tidak berdaya, putus berdaya, putus
menarik diri asa, menarik asa, menarik
diri diri, protes
pada diri
sendiri
4. Fungsi sehari- Umumnya baik Baik pada Tidak baik
hari pada semua beberapa pada semua
aktifitas aktifitas aktifitas
5. Sumber- Beberapa Sedikit Kurang
sumber
6. Strategi Umumnya Sebagian Sebagian
koping konstruktif konstruktif besar
destruktif
7. Orang Beberapa Sedikit atau Tidak ada
penting/dekat hanya satu
8. Pelayanan Tidak, sikap Ya, umumnya Bersikap
psikiatriyang positif memuaskan negative
lalu terhadap
pertolongan
9. Pola hidup Stabil Sedang (stabil Tidak stabil
tak stabil)
10. Pemakai Tidak sering Sering Terus-
alcohol dan menerus
obat
11. Percobaan Tidak, atau yang Dari tidan Dari tidak
bunuh diri tidak fatal sampai dengan sampai
sebelumnya cara yang agak berbagai cara
fatal yang fatal
12. Disorientasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
dan
disorganisasi
13. Bermusuhan Tidak atau tidak Beberapa Jelas atau ada
sedikit
14. Rencana Samar, kadang- Sering Sering dan
bunuh diri kadang ada dipikirkan konstan
pikiran, tidak ada kadang-kadang dipikirkan
rencana ada ide untuk dengan
merencanakan rencana yang
spesifik
*) sumber : Halton, Valente, dan Rink 1977, dikutip oleh Shiver, 1986, hal 472

Kedua pengkajian yang dikutip oleh Stuart dan Sundeen (1988, hal 496-
497) yang mengkaji 10 fakor dan masing-masing diberi nilai, dan nilai akhir akan
menentukan tingkat potensialitas dari bunuh diri tersebut.
Ketiga pengkajian yang dikemukakan oleh Bailey dan Dreyer (1977,
dikutip oleh Shivers, 1988 hal 475) mengkaji intensitas bunuh diri yang disebut
SIRS (Suicidal Intertion Rating Scale), dengan skor 0-4, yaitu :
Skor 0 : tidak ada ide bunuh diri yang lalu dan sekarang
Skor 1 :ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam
bunuh diri
Skor 2 : memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri Skor
Skor 3: mengancam bunuh diri, misalnya: “tinggalkan saya sendiri atau saya akan
bunuh diri
Skora4:aktif mencoba bunuh diri Dari ketiga pengkajian di atas, perawat
mengidentifikasi klien yang termasuk kedaruratan adalah klien resiko
tinggi dengan skor yang tinggi, tingkat yang lain juga mempunyai resiko.
Skor nol dan intensitas rendah tidak mempunyai resiko bunuh diri saat
ini.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh diri
C. Intervensi Keperawatan

Perencanaan meliputi penentuan diagnosis keperawatan, tujuan


dan intervensi keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis
keperawatan pada keadaan gawat darurat adalah sebagai berikut:
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam
perasaan depresi
2. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan
menangani stress, persaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri
sebagai pemecahan masalah
4. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan krisis yang
tiba-tiba (di rumah, komuniti)
5. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang
menurun
6. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan
kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).

Tujuan utama asuhan keperawatan tingkah laku bunuh diri pada


keadaan darurat adalah melindungi keselamatan klien atau mencegah
terjadinya bunuh diri dan membantu klien mengganti koping yang
destruktif dengan koping yang konstruktif.

1. Intervensi
a. Intervensi secara umum:
Stuart dan Sundeen (1987) mengidentifikasi intervensi utama
pada klien tingkah laku bunuh diri sebagai berikut:
1. Melindungi. Merupakan intervensi yang paling penting untuk
mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat
yang aman, bukan diisolasi, serta semua tindakan dijelaskan
pada klien. Pengawasan satu-satu selam 24 jam harus dlakukan
pada klien yang resiko tinggi melakukan bunuh diri. Krisis
intervensi merupakan tindakan yang tepat. Kecenderungan
bunuh diri yang ada di masyarakat memerlukan bantuan yang
segera dari “klinik krisis” atau tenaga sukarela yang membantu
klien melalui telepon (hot line). Hot line biasanya tersedia 24
jam, melayani setiap orang, tidak perlu perjanjian dan bayaran,
dan memberi bantuan dengan segera.
2. Meningkatkan harga diri. Klien yang ingin bunuh diri
mempunyai harga diri yang rendah. Dengan menyediakan waktu
dan diri bagi klien membuktikan bahwa klien penting. Bantu
klien mengekspresikan perasaan positif dan negative, berikan
pujian pada hal yang positif. Bersama klien identifikasi sumber
kepuasaan dan rencana aktivitas yang memungkinkan akan
keberhasilan.
3. Menguatkan koping konstruktif atau sehat. Perawat perlu
mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian dan
penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang
destruktif pelu dimodifikasi atau diganti dengan koping baru
yang sehat, misalnya klien yang selalu menekan perasaan marah
dapat dibimbing untuk mengikuti latihan asertif
(mengekspresikan marah secara efektif dan konstrktif).
4. Menggali perasaan. Perawat membantu klien untuk mengenal
perasaannya. Bersama mencari factor predisposisi atau
partisipasi yang mempengaruhi perilaku klien. Dengan
mengenal perasaan dan penyebab perilakunya, maka klien dapat
mengubahnya di masa yang akan dating.
5. Menggerakkan dukungan social. Biasanya klien yang
mempunyai kecenderungan bunuh diri tidak atau kurang
dukungan social. Untuk itu, perawat mempunyai peran
menggerakkan system social klien. Keluarga, teman terdekat,
atau lembaga pelayanan di masyarakat dapat membantu
mengontrol perilaku klien. Keluarga dank lien memerlukan
bantuan dalam meningkatkan pola dan kualitas komunikasi.
b. Intervensi per diagnose:
1. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan
keadaan
krisis yang tiba-tiba (di rumah, di masyarakat)
Tujuan jangka panjang: Klien tidak melukai/membunuh diri.
Tujuan jangka pendek:
1. Klien tetap aman dan selamat
2. Klien berperan serta dalam mengontrol perilaku
Intervensi:
1. Temani klien terus-menerus sampai ia dapat dipindahkan ke
tempat yang aman
2. Mendapatkan orang yang dapat segera membawa klien ke
rumah sakit untuk pengkajian lebih lanjut dan kemungkinan
dirawat.
3. Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau,
gelas, silet, tali pinggang)
4. Cek keberadaan klien setiap 10-15 menit dengan observasi
yang tidak teratur
5. Dengan lembut jelaskan pada klien bahwa saudara akan
melindungi sampai tidak ada keinginan bunuh diri
6. Yakini bahwa klien menelan obatnya

2. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan


ketidak-
mampuan menangani stress dan perasaan bersalah
Tujuan jangka panjang : Klien dapat mengontrol tingkah laku
bunuh diri
Tujuan jangka pendek :
1. Klien terlindungi dari merusak diri sendiri
2. Klien dapat mengungkapkan dan menerima perasaannya
3. Klien dapat mengidentifikasi dan mengembangkan koping
yang sehat
Intervensi:
1. Tentukan tingkat intensitas bunuh diri klien:
a. Menggali percobaan bunuh diri sebelumnya
b. Mengidentifikasi ide, pikiran, rencana bunuh diri
2. Lakukan tindakan perlindungan (pencegahan) bunuh diri:
a. Ciptakan lingkungan yang aman
b. Observasi perilaku klien
c. Pertahankan supervise melekat
3. Terangkan semua tindakan pada klien
4. Lakukan kontrak tentang penanganan bunuh diri dengan
klien dan lokasi staf jika ide, pikiran dan atau rencana bunuh
dri muncul
5. Lakukan pendekatan individual (perseorangan) untuk
mendorong klien menyadari, mengungkapkan dan menerima
perasaannya
6. Kuatkan koping sehat
7. Gali dan kembangkan koping yang baru
8. Diskusikan alternative pemecahan selain bunuh diri

3. Diagnose : Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan alam


perasaan depresi
Tujuan jangka panjang:
1. Klien dapat mengembangkan konsep diri yang realistic dan
positif
2. Klien dapat membina hubungan yang berarti (keluarga atau
teman)
Tujuan jangka pendek:
1. Terlindung dari merusak diri sampai klien bertanggung jawab
atas dirinya
2. Mengekspresikan marah dengan konstruktif
3. Memenuhi kebutuhan fisik
4. Berperan serta dalam aktifitas
Intervensi:
1. Beritahu tindakan ketat yang dilakukan
2. Dorong klien untuk berpartisipasi mengevaluasi tingkat
control yang diperlukan
3. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah
4. Sertakan klien dalam kelompok asertif
5. Terima perasaan marah klien
6. Diskusikan cara mengungkapkan marah yang sehat
7. Dorong klien untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari:
a. Kebersihan dan penampilan diri
b. Makan yang cukup (3 kali sehari)
c. Tidur yang cukup (tanpa terbangun)
d. Hubungan social yang intim
e. Peran serta aktifitas di bangsal

4. Diagnosis : Koping yang efektif sehubungan dengan keinginan


bu-
nuh diri sebagi pemecahan masalah.
Tujuan jangka panjang: Klien menggunakan koping konstruktif
dalam pemecahan masalah
Tujuan jangka pendek :
1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2. Klien belajar pendekatan pemechan maslah
3. Klien menggunakan koping yang konstruktif
Intervensi :
1. Dengarkan dengan penuh perhatian dan serius pada semua
pembicaraan tentang bunuh diri
2. Jangan bicara diluar bunuh diri
3. Pakai pendekatn pemechana maslah untuk memecahkan
keinginan bunuh diri :
a. Dorong klien meneliti alas an untuk hidup dan untuk mati.
b. Dorong klien menguraikan tujuan yang ingin dicapainya
c. Mengingatkan bahwa bunuh diri hanya satu dari banyak
alternative
d. Diskusikan kemungkinan akibat dari bunuh diri.
e. Diskusikan kemungkinan hasil dari alternative lain
4. Kuatkan koping klien yang sehat :
a. Bantu klien mengenali koping yang maladaptive
b. Identifikasi alternative koping yang lain.
c. Beri pujian atau pengakuan atas perilaku koping yang
sehat

5. Diagnose : Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau


fungsi
tubuh yang menurun
Tujuan angka panjang: Mempertahankan hubungan social
dengan orang lain
Tujuan jangka pendek:
1. Membina hubungan dengan perawat dan klien di bangsal
2. Menerima dukungan dari keluarga dan system social yang
lain di masyarakat
Intervensi:
1. Memperlihatkan penerimaan, minat dan perhatian
2. Beri kesempatan pada klien untuk kontak dengan orang lain
(staf, klien, lain) untuk waktu yang singkat
3. Kaji respon klien klien pada hubungan individu dan
tingkatkan peran serta dalam aktifitas kelompok
4. Kaji system pendukung yang tersedia
a. Bantu orang yang dekat berkomunikasi dengan klien
b. Tingkatkan hubungan yang sehat dalam keluarga
c. Lakukan rujukan pada sumber di masyarakat

6. Diagnose : Gangguan konsep diri : perasaan tidak berharga


sehu-
bungan dengan kegagalan
Tujuan jangka panjang: Klien dapat menerima dirinya dan mem-
punyai harga diri
Tujuan jangka pendek:
1. Klien dapat mengungkapkan perasaannya
2. Klien dapat mengidentifikasi hal positif dari dirinya
3. klien dapat mendemonstrasikan kemampuannya
Intervensi:
1. Terima klien seadanya
2. Perlihatkan sikap yang memperhatikan
3. Dorong untuk mengungkapkan perasaan
4. Tekankan dan refleksikan hal positif yang dimiliki
(pekerjaan, keluarga, hasil yang dicapai)
5. Dorong untuk melakukan pekerjaan yang disuaki dan dapat ia
lakukan
6. Beri pujian pada pencapaian dan hindari tindakan perilaku
yang negative
2. Implementasi
Pengertian Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan
dari asuhan keperawatan (Potter & Perry 1997, dalam Haryanto,
2007).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon,
1994, dalam Potter & Perry, 2011).

3. Evaluasi
Evaluasi pada tingkah laku bunuh diri memerlukan pemantauan
yang teliti tentang tingkah laku klien setiap hari.Perubahan dapat
segera terjadi yang memerlukan modofikasi perencanaan. Peran serta
klien pada perencanaan, evaluasi dan modifikasi rencana sangat
membantu pencapaian tujuan asuhan keperawatan..
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi diri
sendiri.Melalui intervensi yang aktif dan efektif diharapkan klien
dapat mengembangkan alternative pemecahan masalh bunuh diri.
Bab iii
Kesimpulan
4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan
dapat mengakhiri kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang
yang penuh stress dan berkembang dalam beberapa rentang.
Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri
diantaranyakegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta
percobaan bunuh diri. Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah
orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat
untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut

4.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri
pasien yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya
perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan jiwa.
Anonim. 2013. Strategi Pelaksanaan Resiko Bunuh Diri. Diunduh pada tanggal 18 Maret
2015 dari alamat web: http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-
pelaksanaan-resiko-bunuh-diri.html

Captain, C. (2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly

easy, Volume 6(3).

Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.

Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai