Anda di halaman 1dari 55

REFERAT

HERNIA & HIDROKEL

Oleh:
dr. Ali Akbar Rahmani

Pembimbing :
dr. Rizky Diposarosa, SpB, SpBA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1


KSM ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN/
RSUP DR HASAN SADIKIN
BANDUNG
2019

-1-
BAB I
PENDAHULUAN

Hernia inguinalis sudah dikenal sejak 1500 BC yang dapat ditemukan pada
patung-patung Yunani dan tulisan Mesir di mana digambarkan sebagai benjolan
pada inguinal yang timbul saat pasien batuk. Celcus, dokter bangsa Romawi,
dikatakan telah melakukan operasi hernia sekitar 50 AD.
Operasi modern hernia dimulai pada abad 19 di mana pengertian yang
lebih baik mengenai anatomi kanalis inguinalis. Pada tahun 1871 Marcy
menunjukkan operasi ligasi tinggi dari kantung yang tidak dibuka melalui cincin
eksterna dan penguatan cincin interna, yang sampai saat ini operasi ini masih
digunakan. Seorang ahli bedah Perancis, Ambroise Pare, menyatakan bahwa
hernia pada anak disebabkan oleh kelainan kongenital dan dapat disembuhkan.
Sayangnya berbagai terapi konservatif hernia inguinal tidak ada yang efektif
untuk mengobati keadaan tersebut. Semua hernia pediatrik memerlukan terapi
operatif untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti hernia inkarserata atau
strangulasi.

-2-
BAB II
HERNIA

2.1 Insidensi
Di Amerika persentasi hernia inguinalis berkisar 0,8% - 4,4% Hernia
ingunalis terjadi umumnya pada tahun pertama setelah lahir, dengan puncaknya
beberapa bulan pertama. Insidensi tertinggi hernia ditemukan pada bayi prematur
(16% - 25%). Semua indirek hernia terjadi karena kegagalan penutupan prosesus
vaginalis pada masa perkembangan fetus dan bayi.
Rasio pria – wanita antara 3:1 dan 10:1. Pada bayi prematur tidak terdapat
perbedaan gender yang signifikan.
Sekitar 60% hernia berada pada sisi kanan, hal ini untuk pria dan wanita.
Pada pria terjadi karena desnsus testis kanan yang terjadi lebih lambat
dibandingkan yang kiri, tetapi hal tersebut tidak menjelaskan yang terjadi pada
wanita. Hernia bilateral terjadi sekitar 10% dari seluruh kasus.
Dari riwayat keluarga ditemukan sekitar 11,5% pasien memiliki riwayat
hernia di keluarga. Pada anak kembar terjadi peningkatan sekitar 10,6% untuk
kembar pria dan wanita 4,1%.

2.2. Patofisiologi
Hernia inguinalis indirek terjadi karena kegagalan penutupan prosesus
vaginalis. Prosesus vaginalis adalah invaginasi peritoneum melalui cincin interna,
di mana testis akan mengalami desensus secara retroperitoneal ke dalam skrotum
pada bulan ke 7 – 9 masa gestasi. Ketika terjadi kegagalan obliterasi prosesus
vaginalis maka akan terjadi hernia inguinalis (jika saluran cerna atau organ
lainnya masuk ke dalam prosesus) atau hidrokel (hanya cairan peritoneal). Pada
wanita, kanalis Nuck sama dengan prosesus vaginalis, dan menghubungkan
dengan labia mayora. Biasanya menutup sekitar bulan 7 gestasi.
Waktu pasti penutupan prosesus vaginalis tidak dapat dipastikan. Dari
penelitian menunjukkan 80% - 100% bayi lahir dengan patent prosesus vaginalis
dan penutupan terjadi dalam 6 bulan pertama. Setalah itu rata-rata patensi
menurun secara bertahap dan menetap pada usia sekitar 3 – 5 tahun.

-3-
Mekanisme biologis yang menyebabkan desensus testis ke kanalis
inguinalis dan terjadinya obliterasi prosesus masih belum diketahui secara pasti,
tetapi disimpulkan androgen memiliki peranan karena patensi prosesus umumnya
terjadi pada sindroama insensitif androgen, walaupun pada prosesus sendiri tidak
terdapat reseptor androgen. Dari penelitian Clarnette dan Hutson menunjukkan N.
genitofemoral dan calcitonin gene-related peptide (CGRP) berhubungan dengan
desensus testikular dan obliterasi prosesus vaginalis. Mereka menyatakan
penurunan CGRP yang dilepaskan oleh N. genitofemoral pada prenatal dapat
menyebabkan undesensus testis, yang mana penurunan pelapasan pada postnatal
dapat menyebabkan hernia dan hidrokel. Saat terjadi kegagalan obliterasi maka
akan ada kantung di mana isi abdomen dapat mengalami herniasi. Kegagalan fusi
dapat mengakibatkan timbulnya hernia inguinalis dan juga hidrokel
communicating atau noncommunicating.
Pada bayi tipe hidrokel yang paling banyak ditemukan adalah
communicating. Hidrokel communicating terjadi ketika bagian proksimal prosesus
vaginalis tettap patent sehingga menyebabkan cairan dari rongga abdomen masuk
ke dalam kantung skrotum. Ketika penutupan terjadi pada bagian proksimal tetapi
cairan tetap terperangkap pada bagian distal maka terjadi hidrokel
noncommunicating.

Variasi hernia dan hidrokel

Walaupun telah jelas patent prosesus vaginalis menjadi syarat terjadinya


hernia inguinalis tetapi hal tersebut tidak cukup dan ada faktor lain yang terlibat.

-4-
Faktor lain yang mendukung terjadinya hernia inguinalis kongenital

2.3 Manifestasi Klinis


Biasanya hernia ingunalis ditemukan keluarga saat sedang memandikan
anaknya atau pada ahli anak yang sedang melakukan pemeriksaan. Terdapat
anamnesa yang khas yaitu benjolan yang sifatnya hilang timbul pada lipat paha
skrotum atau pun labia. Kemunculannya biasanya didahului dengan adanya
tekanan intra abdomen yang meningkat seperti saat menangis ataupun mengedan.
Saat menanyakan anamnesa adalah penting membedakan hernia dari hidrokel
komunikan, undesensus testis dan adhenopathy ingunal.
Hernia dapat ditemukan saat lahir ataupun umur beberapa minggu, bulan
ataupun beberapa tahun, tetapi sebenarnya defek telah ada saat lahir. Penting
mengetahui kapan adanya hernia yang tidak memberikan gejala atau
asimptomatik, untuk menentukan kapan waktu operasi, ini bukanlah operasi
emergensi dan tidak ada larangan bagi anak untuk melakukan aktifitas. Hernia
biasanya asimptomatik, pada anak yang lebih tua biasanya hernia timbul saat
sedang melakukan olahraga.
Hernia inkarserata terjadi apabila adanya usus yang terperangkap pada
kantung hernia, ada perdebatan apakah harus terperangkap hanya sampai cincin
internus atau sampai ke cincin eksternus. Walaupun dapat terjadi pada keduanya
tetapi kebanyakan telah terjadi pada cincin internus. Saat ini dapat timbul gejala

-5-
nyeri dan rasa tidak nyaman, dapat juga timbul gejala obstruksi seperti muntah
obstipasi dan distensi abdomen. Bila hernia tidak segera di reduksi dapat terjadi
strangulasi, dan terjadi gangguan pembuluh darah pada hernia yang mengalami
inkarserata. Proses ini dapat menjadi peritonitis dalam waktu 2 jam. Biasanya
hernia inkarserata terjadi pada anak usia 6 bulan dan jarang pada anak setelah 5
tahun. Hal yang perlu diperhatikan adalah pengetahuan keluarga saat merawat
anaknya dan membedakan saat anaknya menangis apakah karena ingin diberi
minum, mengompol, mengantuk ataukah karena nyeri dan perlu dilakukan operasi
(pada hernia inkarserata).

2.4 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan hernia inguinalis pasien pada posisi supine diatas
tempat tidur hangat. Pemeriksa pertama kali memperhatikan adanya benjolan
dilipat paha atau adanya ketidak simetrisan antara pubis kanan dan kiri. Pada anak
laki laki testis harus tetap berada didalam skrotum, dapat ditahan dengan jari
pemeriksa yang berada di atas skrotum untuk menghindari retraktile testis. Bila
benjolan tidak muncul maka anak dapat berdiri dan dilakukan tes valsava. Tes
dapat dilakukan dengan membuat anak mengedan ataupun menangis. Bila
benjolan tetap tidak muncul spermatik cord dapat diraba dan akan didapatkan
tanda penebalan (“silk string sign”), ini dilakukan dengan cara satu jari meraba
diatas spermatik cord setinggi tuberkulum pubikum, tanda positif apabila
didapatkan penebalan dibandingkan dengan sisi yang sehat.
Pemeriksa akan merasakan seperti adanya gesekan kain sutra dan sensasi
seperti gesekan kantung plastik atau tetesan air. Tetapi harus diingat tanda ini
tidak sepenuhnya akurat. Jika benjolan masih tidak muncul beberapa ahli bedah
tetap melakukan operasi bila anamnesa khas. Namun dengan pengetahuan orang
tua yang cukup, pemeriksaan radiologis yang modern operasi yang tidak
diperlukan dapat dihindari.

-6-
2.5 Pemeriksaan Radiologis
Pada kebanyakan kasus diagnosa hernia ingunalis dapat ditegakkan
dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik, tetapi pada beberapa anak pemeriksaan
radiologis diperlukan, yang digunakan yaitu herniography, di amerika teknik ini
diganti dengan ultrasonography lipat paha. Herniography dilakukan dengan cara
menyuntikan water soluble ke intra peritoneal melalui suntikan dituntun oleh
fluoroscopy, gravitasi akan mengakibatkan kontras turun ke kantung hernia dalam
5, 10 sampai 45 menit dan terlihat di gambaran radiologis. Hidrokel juga dapat
diidentifikasikan lewat cara ini dan juga dapat membedakan dengan hernia
femoralis. Tes ini juga dapat mengetahui apakah ada hernia kontralateral pada
pasien hernia inguinalis berulang yang telah dilakukan operasi. Namun pada
hernia inguinalis yang inkarserata, kantungnya sudah tertutup teknik ini dapat
mengakibatkan terjadinya perforasi, hematom intestin intramural dan reaksi
alergi.

-7-
2.6 Penatalaksanaan
Hernia inguinalis yang nyata tidak akan hilang secara spontan, tindakan
operasi selalu diperlukan, karena resiko tinggi terjadinya inkarserata, terutama
pada awal-awal masa infant. Telah dilaporkan bahwa resiko inkarserata 90%
dapat dihindari bila tindakan operasi dilakukan dibawah usia 1 bulan.
Pengecualian pada pasien prematur dan anak yang lebih tua dengan adanya
penyakit penyerta seperti jantung dan gangguan pernafasan.

2.7 Anestesi
Ada bervariasi tipe anestesi, pilihannya antara lain anestesi umum, lokal,
pilihan bergantung dari keadaan pasien termasuk umur dan kelainan yang
menyertai, kebanyakan menggunakan anetesi umum dengan intubasi atau
laryngeal mask. Pada bayi dan anak yang lebih besar dengan keadaan umum sehat
diberikan anestesia umu menggunakan selang endotracheal, dan ini dinyatakan
yang paling aman. Tetapi pada bayi premature dengan masa gestasi kurang dari
36minggu dan kurang dari 60 minggu masa gestasi ditambah masa cronological
membutuhkan jenis anestesi lain misalnya teknik regional seperti spinal ataupun
epidural yang umum nya sama efektivitas nya. Pada penelitian Cochrone database
dinyatakan tidak ada perbedaan statistik yang bermakna antara penggunaan
anestesi umum dan teknik anestesi regional, perbedaan ini antara lain termasuk
apnea dan bradikardia setelah operasi ataupun terjadinya desaturasi pada oksigen.
Pada penelitian ini dilakukan pada 108 pasien. Penanganan nyeri postoperative
juga menjadi perhatian, beberapa pusat melakukan block caudal dan di tempat lain
menggunakan anestesi lokal infiltrasi pada lapang operasi, telah dilakukan
penelitian yang membandingkan antara penggunaan bupivakain 0.25% tanpa
epinefrine dan dibandingkan dengan penggunaan block caudal, keduanya
memberikan efektivitas yang sama.

2.8 Usia untuk rawat satu malam


Kebanyakan dari bayi bayi yang lahir aterm dan anak dilakukan operasi
hernia, dalam waktu perawatan yang sama. Satu penelitian mengatakan bayi
premature kurang dari 41 sampai 46 minggu dari masa pasca konsepsi mempunyai

-8-
riwayat terjadinya apnea lebih besar dan memiliki resiko terjadi apnea pasca
operasi. Penelitian lain yang lebih besar mengatakan menggunakan monitoring
pasca operatif yang modern terhadap pernafasan bayi, didapatkan bahwa bayi
dengan umur 44 minggu pasca konsepsi memiliki resiko kliniks bermakna yang
lebih tinggi terjadi episode apnea pasca operasi. Pada tahun 1995 analysis dari 8
study prospective apnea tidak berkurang 1% (95% pada angka statistiknya)
sampai 56 minggu pada bayi prematur 32 minggu dan sampai minggu ke 54 pada
bayi prematur 34 minggu. Pada suatu penelitian dipilih untuk menunggu sampai
umur 60 minggu setelah waktu pasca konsepsi.

2.9 Waktu Operasi


Kebanyakan dokter bedah mengoperasi segera setelah diagnosis hernia.
Tindakan ini dapat membuat komplikasi reduksi hernia semakin kecil dan karena
tindakan ini dapat dilakukan menggunakan anestesi modern yang aman, untuk
bayi bayi prematur kebanyakan dokter bedah baru akan mengoperasi setelah berat
bayi mencapai berat 2 kg. Ini berkontraindikasi sampai sebelum 1996 karena saat
itu hanya 33% dokter bedah yang berani mengoperasi bayi prematur. Salah satu
komplikasi dari operasi pada bayi prematur adalah angka rekurensi yang lebih
tinggi.

2.10 Teknik pada Pria


Prinsip yang mendasar pada teknik operasi hernia anak adalah ligasi tinggi
dari kantung. Terdapat modified Ferguson teknik sebagai prosedur dari gross and
ladd. Dipilihnya teknik ini sebagai teknik Mitchell Banks dan terkenal di Inggris,
yang merupakan teknik sederhana ligasi tinggi dari kantung hernia melalui cincin
interna tanpa membuka otot oblik externa. Pada teknik Ferguson otot oblik
externa dibuka dan dilakukan rekonstruksi pada kanalis inguinalis tanpa
mengganggu spermatik cord. Selanjutnya akan dibahas berbagai variasi dari
teknik operasi.
Pasien berada pada posisi supine, mulai dari tuberkulum pubikum sampai
dengan SIAS diberi tanda. Tuberkulum pubikum merupakan tanda yang penting
oleh karena cincin ekternal dari kanalis berada di inferior lateral nya. Insisi dibuat

-9-
di mulai dari titik medial sias di superior tuberkulum pubikum bagian lateralnya,
semakin bertambah umur anak tuberkulum pubikum makin ke lateral, sedangkan
pada bayi cincin internus dan eksternus hampir berhimpit. Pada anak yang lebih
tua jarak antara keduanya semakin menjauh dan insisi dapat dibuat lebih ke
lateral. Insisi yang dibuat terlalu medial pada anak dapat mencederai spermatik
cord, karena biasanya struktur tersebut keluar dari cincin eksterna, jadi berada
diatasnya sebelum menemukan ligamentum inguinal.
Insisi yang dibuat diperdalam sampai dengan dermis sampai lemak
subkutan dan mencapai fascia Camperi, fascia dibuka dengan gunting sampai
terlihat fascia Scarpe tanpa mencederai vena epigastric inferior yang berada
dibawah fascia scarpe, fascia scarpe kemudian dibuka sampai otot oblik externus
terlihat, saat otot oblik externus terindetifikasi, ligamentum inguinalis dibersihkan
secara perlahan sampai terlihat cincin eksternus, tindakan ini harus dilakukan
secara berhati hati agar tidak mencederai struktur pembuluh darah dari femoral.
Insisi kemudian dibuat sejajar oblik eksternus dan diperlebar dengan gunting,
sampai mengidentifikasi fascia transversalis, nervus ileoinguinal dan nervus
ileofemoral, dan otot cremaster. Insisi kecil dibuat diatas otot cremaster, kemudian
dibuka sampai dengan kantung hernia. Kantung hernia diambul dengan
mengangkat sedikit bagiannya, dan juga struktur spermatik cord terangkat sampai
dengan dibuat Vshapped opening dibawah dari kantung.

- 10 -
- 11 -
Klem ditaruh melewati lubang ini kemudian fascia sprematika dibuka
secara tumpul lalu vas deferens dan pembuluh darah disisihkan dari kantung.
Kemudian dua klem dipasangkan melewati kantung dan kantung dibagi diantara
kedua klem tersebut. Kantung proximal dibersihkan sampai denga cincin internus
diputar dan diligasi setinggi cincin internus dengan benang monofilament
absorbable. Ladd and Gross menggunakan benang silk untuk mengikat kantung,
tetapi karena benang silk ini sering putus maka setelah bertahun tahun diganti
dengan benang absorbable untuk menghindari permasalahan ini. Kantung distal
tidak didiseksi karena dapat mengakibatkan orchitis ishemik dan hematom pasca
setelah operasi, saat operasi dapat terlihat bila ada hydrokel nonkomunikan tetapi
tidak dihilangkan karena bergagai alasan. Inspeksi testis tidak diwajibkan tetapi
bila dilakukan harus secara berhati hati agar gubernakulum tidak masuk kedalam
fascia dartos. Setelah selesai luka ditutup lapis demi lapis. Fascia scarpe ditutup
dengan jahitan interupted dan dengan benang absorbable. Pilihan jahitan kulit satu
satu dengan subkutikular sama baiknya. Menutup luka digunakan bahan plastik
untuk melindungi luka dari urin dan fesses pada bayi.3

2.11 Teknik pada Wanita


Teknik pada wanita lebih sederhana dari teknik laki laki karena tidak harus
mempreservasi spermatik cord. Approach operasi sama dengan teknik pada laki
laki, kantung hernia diidentifikasi kemudian dilihat kedalam, kadang tuba dan
mesosalpink berada didalam kantung. Jika kantung kosong maka dua klem
dipasangkang kemudian kantung digunting diantara klem. Kantung yang distal
dilepas setelah ujung ujungnya dibakar dengan cauter. Kantung proximal di
indentifikasi dan didiseksi sampai dengan cincin internus kemudian diputar
dilakukan ligasi sebanyak dua kali, kemudian luka dijahit lapis demi lapis secara
standar.
Sebelum memutar dan melakukan ligasi biasa nya secara rutin kantung
dibuka karena pada wanita 40% mempunyai komponen sliding hernia, tidak
jarang tuba ovarium kandung kemih dan uterus menempel pada dinding kantung
dan tidak berada didalam rongga abdomen. Bila tuba tidak terlihat seluruhnya

- 12 -
sebagian dokter bedah melakukan traksi sekeliling ligamentum untuk
mengidentifikasi tuba sebelum meligasi kantung, pada teknik ini tidak dilakukan
fiksasi pada ligament ataupun conjoint tendon oleh karena agar uterus kembali
pada tempat sebenarnya (Bastionelli manuver).
Bila tuba falopii berada di dalam kantung sebagai sliding hernia maka
dipilih untuk mendiseksi sebagian kantung tersebut daripada melakukan jahitan
purse string diatas tuba falopii. Kemudian setelah sebagian kantung yang
didalamnya terdapat tuba falopii didiseksi didorong kedalam cincin internus,
kemudian ditutup pada cincin internus dengan satu atau dua jahitan dideskripsikan
oleh Bevan atau teknik flap oleh Goldstein dan Potts.

2.12 Teknik Laparoskopik


Teknik laparoskopik untuk operasi hernia pada dewasa telah dilakukan
sejak lama. Keuntungan yang didapatkan dari teknik laparoskopik antara lain
adalah nyeri yang lebih minimal dan dapat lebih cepat kembali mengerjakan
aktivitas, teknik ini juga memberikan kemudahan untuk repair hernia bilateral
melalui satu tempat operasi dan lebih mudah untuk mengerjakan hernia yang
rekurent. Kerugian teknik laparoskopik antara lain adalah biaya yang lebih tinggi,
waktu operasi yang lebih panjang, dan lebih banyaknya teknik yang digunakan,

- 13 -
seperti repair transabdominal dan repair extraperitoneal. Oleh karena berbagai
alasan ini dokter bedah anak menganggap tenik laparoskopik belum diperlukan
pada anak karena pada operasi anak insisi yang dilakukan kecil serta nyeri yang
lebih minimal pada anak.
El Gohary melaporkan penelitian tentang hernia dengan laparoskopik pada
28 wanita. Pada penelitian ini dikatakan kantung hernia di inversikan kedalam
rongga abdomen dan dilakukan ikatan pada dasar dari kantung. Oleh karena
teknik ini tidak dapat mengeklusikan spermatik cord maka teknik ini hanya dapat
dilakukan pada wanita. Shier melaporkan penelitian repair hernia dengan
laparoscopic pada 14 wanita, pada penelitian ini digunakan jahitan Z yang
digunakan untuk menutup prosesus vaginalis. Montupet dan Espisito melaporkan
tindakan laparoskopik pertama untuk hernia yang sukses pada anak laki laki,
menggunakan jahitan purse string yang diikatkan disekeliling leher dari kantung,
sebelumnya dipisahkan secara hati hati vasdeferens dan spermatik cordnya.
Dikatakan pada penelitian ini tidak ada komplikasi pada 45 laki laki, tetapi ada 2
kasus yang rekuren dan membutuhkan repair laparoscopic kembali. Pada tahun
2000 Shier memperbaharui laporannya, mensertakan laki laki, ia juga kali ini
menggunakan teknik jahitan interupted, setelah sebelumnya menggunakan jahitan
Z untuk menutup kantung, tindakan pada penelitiannya ini dilakukan pada 129
pasien 81 diantaranya laki laki, dengan 1 pasien mengalami rekurensi, Shier
kemudian menggunakan jahitan intracorporal purse string untuk mengurangi
rekurensi.
Penelitian oleh group lain yang telah dilakukan yaitu menemukan alat
untuk membuat jahitan dapat melewati peritoneum dan melingkari leher kantung.
Lee dan Lang melaporkan 450 pasien yang menggunakan teknik tersebut dan
dinyatakan hanya 0.88% mengalami rekurensi.
Teknik operasi hernia dengan laparoskopik masih berkembang dan
dipersulit dengan adanya angka rekurensi. Kami berhenti melakukan repair hernia
dengan cara laparoskopik oleh karena angka rekurensi dan karena pada teknik ini
tidak dapat melihat dengan jelas dan melindungi spermatik cord sebaik operasi.
Walaupun teknik pada laparoskopik ini akan terus berkembang.

- 14 -
Hernia dengan teknik laparoskopik pada laki laki dilakukan dengan
anestesi umum, posisi pasien supine menggunakan ngt dan foley cathether. 5mm
trocar dimasukan transumbilical dimasukan udara hingga terdapat
pneumoperitoneum, kemudian dilakukan inspeksi melalui laparoskopik,
unilateral, bilateral ataupun hernia femoralis biasanya secara mudah
teridentifikasikan.2-3mm insisi kemudian dibuat di kuadran kanan bawah dan
dimasukan trocar 3mm. Kemudian dilakukan pengikatan secara purse string pada
leher dari kantung menggunakan 3mm jarum perlaparoscopic. Spermatik cord
sebelumnya telah diidentifikasikan dan dipreservasi dari jahitan purse string.
Terjadinya hematom harus dihindari karena dapat menekan struktur spermatik
cord dan mencederainya. Setelah jahitan dilakukan diikat secara intracorporally.
3mm lubang tidak memerlukan jahitan penutupan, dan lubang pada umbilical
ditutup dengan jahitan absorbable.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa teknik, yang
paling maju adalah Prasad et al, pada teknik mereka dibuat insisi di umbilical
dimasukan kamera dan hanya satu lubang ini yang digunakan. Level dari cincin
inguinal diidentifikasikan melalui palpasi dinding abdomen, kemudian diatasnya
dibuat insisi kecil. Melalui kamera laparoscopic dilakukan jahitan purse string
mulai dari kulit melewati peritoneum dan memutari cincin internus dengan jarum
extracorporal, jarum akan ditinggalkan didalam rongga abdomen, kemudian
melalui alat laparoskopik juga jarum diangkat keluar dan jahitan diikat secara
extracorporally.
Pada wanita teknik laparoskopik yang dipilih adalah inversi ligasi (LIL)
oleh karena tidak memerlukan tindakan memisahkan spermatik cord. Untuk
mengambil usus didalam kantung hernia digunakan klem Maryland, bagian apex
dijepit dan didorong ke dalam rongga abdomen. Kantung kemudian diputar
kemudian ditaruh dua endoloop di dasar dari kantung untuk meligasi kantung,
haruslah berhati hati saat memutar kantung tidak terdapat organ intra abdomen
ataupun adneksa yang terperangkap dalam ikatan ligasi. Pada penelitian yang
telah dilakukan tidak didapatkan rekurensi dan angka komplikasi sangat rendah.

- 15 -
2.13 Eksplorasi Kontralateral
Pada tahun 1955 Rothenberg dan Barnett melaporkan hernia inguinalis
pada anak, 100% dibawah usia 1tahun, dan 68,5% pasien hernia inguinal diatas
1tahun memiliki hernia yang bilateral. Sejak penelitian ini dilakukan operasi
eksplorasi pada sisi kontralateral secara rutin, tetapi masih merupakan masalah
yang dipedebatkan dalam operasi hernia pada anak. Aplikasi operasi laparoskopik
pada anak dengan hernia bilateral juga termasuk masalah yang diperdebatkan.
Oleh karena banyaknya kasus hernia bilateral Rothenberg dan Barnett
menganjurkan eksplorasi kontra lateral, tetapi beberapa penemuan intra operatif
pada sisi kontralateral tidaklah ditemukan hernia yang nyata, hanya prosesus
vaginalis yang patent. Telah banyak dokter bedah yang melakukan eksplorasi
kontralateral melaporkan hasil intra operatif adalah negatif, rata rata tidak seluruh
prosesus vaginalis yang patent berkembang menjadi hernia, sebagai tambahan
eksplorasi dapat beresiko mencederai testis dan vas deferens. Namun pada 1981
Even melakukan survey pada dokter bedah anak, Rowe dan Marchildon
menemukan 80% dokter bedah anak melakukan eksplorasi kontra lateral pada
anak laki laki dan 90% pada anak wanita yang berumur dibawah 1tahun. Survey
yang terbaru mengatakan 40% dilakukan eksplorasi rutin pada bagian kontra
lateral pada anak laki laki dibawah 2 tahun dan hanya 13 % pada anak laki laki
antara 2 sampai 5 tahun, 39 % pada anak wanita dan 51 % pada bayi premature,
24% dilakukan pada teknik laparoskopik.
Dipercayai bahwa eksplorasi kontra lateral menghasilkan tindakan atau
prosedural yang tidak diperlukan, antara lain adalah adanya jarum dapat beresiko
mencederai testis, selain masalah biaya yang lebih tinggi. Didapatkan bahwa
antara 60% sampai 80% pada bayi kurang dari 1 tahun dan 40% pada anak lebih
tua mempunyai prosesus vaginalis yang patent, hanya 20% pasien yang
mempunyai hernia unilateral berkembang menjadi hernia di sisi kontra lateral.
Beberapa menyatakan insidens dari hernia asymptomatic sebanyak 7%, banyak
dokter bedah melakukan tindakan operasi pada sisi kontra lateral berdasarkan
umur dan jenis kelamin.

- 16 -
a. Jenis Kelamin
Dalam sejarahnya banyak dokter bedah melakukan eksplorasi bilateral
pada anak wanita oleh karena kecilnya kemungkinan adanya organ reproduksi
didalam kantung hernia. Pada tahun 1981 Rowe dan Marchildon melaporkan ada
90% operasi yang melakukan eksplorasi kontralateral pada anak perempuan di
bawah usia 1 tahun. Winner et al melaporkan bahwa dokter bedah pada tahun
1996 84% melakukan eksplorasi kontra lateral secara rutin pada anak wanita di
bawah usia 4 tahun, angka ini mengalami penurunan, pada tahun 2002 Levitt et al
menemukan hanya 39% dokter bedah yang melakukan eksplorasi bilateral pada
anak dibawah usia 5 tahun. walaupun jarangnya ditemukan organ reproduksi
didalam kantung, tetapi resiko mencederai nervus ileoinguinal dan ileofemoralis
tetaplah memungkinkan. Oleh karena kurangnya pembahasan lebih lanjut dari
literature, sulit untuk mengetahui jumlah pasti dari resiko ini. Tetapi diketahui
hanya 20% dari anak wanita dengan hernia unilateral yang akan berkembang
menjadi hernia bilateral. Jumlah angka yang besar dalam melakukan eksplorasi
bilateral untuk menghindari kecilnya kemungkinan tersebut. Chertin et al
membuat laporan dari 300 anak wanita dengan hernia unilateral hanya 8% yang
berkembang menjadi hernia bilateral, dan ini tidak dipengaruhi oleh umur saat
operasi.

b. Usia
Berdasaarkan penemuan dari Rothenberg dan Barnett 100% dari bayi
dibawah 1 tahun dengan hernia ingunalis mempunyai prosesus vaginalis yang
patent pada kedua sisi, banyak dokter bedah secara rutin melakukan eksplorasi
bilateral pada bayi. Pada tahun 2002 survey yang dilakukan kepada dokter bedah,
dikatakan 51% melakukan eksplorasi bilateral secara rutin pada bayi premature,
40% pada anak laki laki dibawah 2 tahun. Angka ini lebih kecil dibandingkan
80% dokter bedah yang melakukan operasi eksplorasi kontra lateral pada tahun
1981. Pada penelitian 1052 pasien yang diobservasi sampai dengan usia 11tahun,
hernia kontra lateral muncul 13.1 % pada anak laki laki kurang dari 1 tahun dan
13.7% pada anak laki laki kurang dari 2 tahun. Pada anak wanita 9.6% dibawah 1
tahun dan 13.6% dibawah usia 5 tahun. Pada penelitian lain yang dilakukan pada

- 17 -
181 pasien bayi yang dilakukan repair unilateral. Dan dilakukan pengawasan
sampai dengan usia 5 sampai 10 tahun, 7,7% berkembang menjadi hernia pada
sisi kontra lateral. Berdasarkan hasil ini masih dipertanyakan apakah pada anak
yang lebih muda mempunyai resiko yang signifikan pada penderita hernia
unilateral untuk berkembang menjadi hernia juga pada sisi kontra lateralnya
dikemudian hari.

2.14 Sisi Hernia


Pada spekulasinya hernia pada sisi kanan lebih sering ditemukan dari sisi
sebelah kiri oleh karena penutupan prosesus vaginalis kanan menutup lebih
lambat. Oleh karena itu pasien dengan hernia pada sisi kiri lebih sering
berkembang menjadi hernia bilateral dengan hernia awalnya sebenarnya pada sisi
sebelah kanan, hasilnya banyak dokter bedah menyarankan untuk dilakukan
eksplorasi kontra lateral pada pasien hernia sisi sebelah kanan. Mcgregor et al
melakukan penelitian dalam 20tahun pengalaman dan menemukan 41% pasien
dengan hernia inguinalis awal pada sisi sebelah kiri berkembang juga menjadi
hernia pada sisi kanan, sementara hanya 14% pasien dengan hernia awal sebelah
kanan, nantinya berkembang juga menjadi hernia sisi sebalah kiri. Kemmotsu et al
membuat penelitian pada 1052 pasien yang dilakukan operasi repair unilateral dan
menemukan bahwa hernia unilateral tidak mencetuskan hernia juga pada sisi
kontra lateralnya. Miltenburg et al menemukan bahwa setelah melakukan repair
pada sisi sebelah kiri terjadi resiko adanya rekurensi pada sisi kontra lateral
sebanyak 11% dan ini lebih banyak dibandingkan dari operasi repair sebelah
kanan. Dari keseluruhan disimpulkan adanya hernia pada sisi sebelah kiri tidak
membuat resiko berkembangnya hernia pada sisi kontra lateralnya.3

2.15 Teknik Operasi Alternatif


Untuk menurunkan angka eksplorasi kontra lateral dengan hasil negative,
terdapat teknik eksplorasi alternative untuk mendeteksi patensi prosesus vaginalis,
salah satunya dengan mendeteksi pneumoperitoneum (Goldstein test) dimana
rongga abdomen di kembung kan di masukan udara lewat kantung hernia, lalu
dilakukan palpasi pada lipat paha kontra lateran untuk mencari apakah adanya

- 18 -
crepitasi udara. Pada 62 pasien yang diteliti 7 pasien(11%) positif kemudian
dilakukan opersi eksplorasi dan terdapat hernia pada sisi kontra lateral. 55 pasien
lainnya hanya 3 pasien (5%) yang berkembang menjadi hernia secara kliniks.
Pendapat kami teknik ini lebih aman dan beralasan. Terdapat juga dilator Bakes
yang digunakan sebagai probe hernia pada sisi kontra lateral, tetapi teknik ini sulit
dan tidak terpercaya. Herniograms sempat didiskusikan dahulu tetapi sudah jarang
digunakan. Di Amerika juga dahulu didiskusikan bahwa sensitive untuk
mendeteksi adanya prosesus vaginalis yang paten saat kriteria ukuran digunakan.

2.16 Laparoskopik
Pada awal tahun 1990 laparoskopik diperkenalkan untuk mendiagnosa sisi
kontra lateral, laparoskopik mempunyai keuntungan yaitu proseduralnya yang
lebih mudah, dapat melihat secara langsung sisi cincin kontra lateral dan peralatan
nya kini tersedia secara luas. Laparoskopik dapat dilakukan dengan berbagai
macam teknik, teknik yang paling umum adalah dengan memasukkan alat
laparoskopik dari sisi ipsi lateral kemudian abdomen dikembungkan dengan
memasukan udara dan melihat melalui kamera, kemudian pada sisi kontra lateral
di evaluasi, cara lain adalah dengan memasukan alat kamera laparoskopik lewat
umbilical melalui cathether angiography yang ditempelkan ke dinding abdomen,
cara ini akan meperlihatkan visualisasi yang jelas. Yarkes et al menggunakan
laparoscopi kemudian mengevaluasi 627 pasien yang lebih muda dari 10 tahun
dengan hernia unilateral dan selama 5tahun berkembang menjadi prosesus
vaginalis patent di sisi kontra lateral (CPPV). Diantara pasien yang kurang dari 1
tahun 46% didiagnosa sebagai CPPV, 39% diatas 1 tahun didiagnosa sebagai
CPPV. Geisler et al mengevaluasi 358 psien dengan umur 1 bulan sampai dengan
13 tahun, insedens CPPV yang ada yaitu 50% kurang dari 1 tahun, 45% kurang
dari 2 tahun, 37% kurang dari 5 tahun dan 15% berumur diatas 5 tahun. Pellegrin
et al mempelajari 50 pasien dan menemukan insidens CPPV sebanyak 31%.
Rescorla et al melaporkan terdapat 48%. Dari keseluruhan rata rata CPPV
diantara 35% sampai dengan 40%.
Pertanyaan yang timbul adalah diantara CPPV ini yang mana kah yang
akan berkembang menjadi hernia? Jawabannya tidak diketahui, memerlukan

- 19 -
randomized prospective trial dengan waktu sepanjang hidup pengawasan, hal ini
adalah tidak memungkinkan. Kiesewetter dan Parenzan melakukan operasi
kontralateral pada anak kurang dari 2 tahun , ditemukan 61% dengan CPPV.
Kemudian mereka melakukan penelitian pada 231 pasien hernia yang hanya
dilakukan repair unilateral, dan menemukan 31% berkembang menjadi hernia
pada sisi kontra lateral. Berdasarkan dari data ini Rowe dan Clatworthy
mengharapkan laparoskopik untuk menurunkan angka dari prosedur yang tidak
diperlukan. Pada penggunaan laparoskopik membuktikan bahwa sekitar setengah
dari jumlah pasien menerima prosedur eksplorasi yang tidak dibutuhkan, tetapi
tindakan laparoskopik ini meningkatkan biaya dan waktu, walaupun penggunaan
alat yang berulang dapat mengurangi biaya.
Pada usia anak anak rata rata CPPV menurun, pertanyaan nya menjadi
apakah umur tidak dipertimbangkan dalam melakukan tindakan laparoskopik.
Bhatia et al melakukan penelitian pada 101 anak dengan umur antara 2 sampai 8
tahun dan 171 pasien kurang dari 2 tahun, 38% didapatkan menderita CPPV. Pada
group dengan usia diatas 8 tahun sebanyak 12 pasien, hanya satu yang positif
CPPV. Peneliti mengatakan penggunaan laparoskopik pada penelitian ini tidak lah
valid untuk anak diatas 8 tahun, oleh karena jumlah sample yang terlalu sedikit.
Gieser et al menemukan 15% insedens dari CPPV pada pasien diatas 5 tahun.
Tampaknya pada penelitian ini pada anak antara 5 tahun sampai 8 tahun terdapat
penurunan angka yang signifikan dari penggunaan laparoskopik.

2.17 Hernia Irredusibel (Inkarserata)


Kebanyakan dari hernia dapat dimasukan kembali kedalam rongga
abdomen. Pada hernia yang sulit untuk di reduksikan kembali adalah hernia
inkarserata, hernia strangulata timbul bila adanya gangguan vaskularisasi dari
organ viseral yang terperangkap, akibat dari jeratan atau jepitan yang terlalu kuat
dari cincin interna atau eksterna. Pada anak hernia strangulata dapat berkembang
secara cepat bila tidak segera direduksi. Awalnya jeratan dari cincin akan
mengakibatkan obstruksi dari vena dan jaringan limfatik dan menyebabkan edema
dari organ viseral, kemudian akan terjadi gangguan dari arteri, dan bila hal ini
tidak diperbaiki maka akan terjadi gangren dan perforasi dari organ viseral.

- 20 -
Strangulasi juga dapat menyebabkan cedera dari testis oleh karena gangguan
aliran pembuluh darah, sehingga pasien dengan hernia strangulata dapat terjadi
atropy testis setelah dilakukan repair hernia.
Beberapa penelitian telah dilakukan, insidens dari strangulasi bervariasi
dari 12% sampai 17% dan hampir sama pada anak laki laki dan perempuan.
Inkarserasi lebih sering terjadi pada anak dengan umur 1 tahun pertama, kemudian
angka insidensi akan menurun pada tahun tahun selanjutnya. Pada dua penelitian
lain, pada bayi aterm dengan umur 2 sampai 3 bulan ditemukan inkarserasi 28%
sampai 31%, laporan lain mengatakanrata rata rata kejadian 24% pada bayi
kurang dari 6 bulan. Yang menarik adalah pada bayi bayi prematur angka
insidensi inkarserata ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan bayi bayia
aterm ( 13% berbanding 18%). Ini dikarenakan oleh karena cincin yang lebih
lebar dan otot yang lebih lemah, ini juga dipengaruhi oleh pada bayi premature
dilakukan pengawasan yang ketat sehingga dapat diketahui lebih awal bila terjadi
hernia dan dapat langsung dilakukan reduksi sebelum terjadi inkarserata.

2.18 Diagnosis Strangulasi


Jika ada sebuah loop dari usus yang terjepit, pasien akan merasa sangat
tidak nyaman dan adanya rasa nyeri yang makin bertambah, keadaan yang akan
diikuti dengan gejala gejala obstruksi (distensi abdomen, muntah, tidak adanya
flatus dan bab). Suatu masa yang tidak fluktuatif akan teraba di daerah lipat paha
dan melebar ke scrotum. Bila suatu organ viseral mengalami inkarserasi, masa
akan menjadi lebih lunak pada perabaan dan transluminasi dapat positif sehingga
dibingungkan oleh hydrokel. Tidak diperbolehkan untuk melakukan aspirasi
dalam keadaan apapun hanya untuk mendiagnosa atau menterapi tersangka
hydrokel ini. Gejala lanjut pada strangulata adalah syok, adanya darah pada bab
dan tanda tanda peritonitis. Testis biasanya teraba, lebih besar dan keras sehingga
sering sulit dibedakan dari keadaan torsio testis. Foto abdomen dapat
membedakan antara obstruksi partial ataupun obstruksi total. Udara dari usus juga
dapat terlihat pada scrotum. Pemeriksaan USG dapat membedakan antara cairan
hydrokel dan cairan dari torsio testis.

- 21 -
2.19 Penatalaksanaan Non-Operatif
Pada pasien dengan tanda tanda syok dan peritonitis yang tidak begitu
jelas, penatalaksanaan non operatif dilakukan terlebih dahulu. Pada banyak kasus
hernia strangulata berada pada anterior dari cincin eksterna dan terjepit disana,
oleh karena itu dipilih teknik sebagai berikut; anak dalam posisi tiduran , tenang,
puasa dan posisi kaki lebih tinggi, kemudian dokter berdiri pada sisi ipsilateral
dari hernia, kemudian taruh jari telunjuk dan jari tengah pada SIAS lalu dorong
jari kebawah secara perlahan mengikuti jalannya kanalis inguinalis sampai ke
scrotum, tahan scrotum oleh tangan kiri agar tidak terlalu tegang, kemudian
setinggi cinicin internus berikan tahanan oleh jari telunjuk kanan dan ibu jari pada
kantung hernia disisi kanan atau kiri, tindakan ini bertujuan agar cincin internus
dan eksternus tetap terbuka dan tidak saling bertumpuk, selanjutnya dengan
menggunakan tangan kiri lakukan penekanan secara konstant pada ujung masa
menuju cincin internus yang ditandai oleh jari telunjuk kanan, perlahan jalan kan
jari jari tangan kiri menuju cincin internus sambil terus melakukan tekanan secara
konstan terhadap dasar hernia, tindakan ini memerlurkan waktu beberapa menit,
bila berhasil maka masa hernia akan menghilang melalui cincin internus. Untuk
meyakinkan apakah hernia telah tereduksi bandingkan dengan sisi kontra lateral.
Bila teknik ini tidak berhasil atau anak kurang kooperatif maka dapat
menggunakan obat sedasi. Tidak dianjurkan mereduksi hernia menggunakan
anestesi umum, oleh karena cedera dari usus dapat menjadi ganggren pada usus
dan dapat masuk kembali ke dalam rongga peritoneum tanpa disadari. Sedasi
sendiri saja sering menyebabkan reduksi yang spontan. Setelah reduksi berhasil
dianjurkan untuk dilakukan pengawasan selama 24 jam dirumah sakit, dan ditunda
waktu operasi repair hernia setelah 24 sampai 48 jam setelah edema menghilang.

- 22 -
2.20 Penatalaksanaan Operatif
Bila tindakan konservatif atau non operati gagal atau pasien telah
menunjukan tanda tanda syok atau peritonitis maka ini merupakan indikasi
dilakukan tindakan pembedahan. Pasien disiapkan untuk persiapan opersi,
dipasang cairan intravena kemudian dimonitor urine output dan diberikan
antibiotik spectrum luas. Bila tanda tanda obstruksi timbul maka dilakukan
pemasangan NGT kemudian dilakukan resusitasi yang adekuat, lalu pasien
dibawa ke ruang operasi. Bila hernia terlah tereduksi stelah dilakukan anestesi
umu tetapi sebelum operasi dimulai, maka operasi tetap harus dilakukan.
Beberapa teknik telah dikemukakan untuk hernia inkarserata, termasuk approach
inguinal dan preperitoneal. Laparoscopi juga berguna untuk penanganan hernia
inkarserata.

2.21 Pendekatan Melalui Inguinal


Ini merupakan teknik standart repair hernia yang digunakan, kecuali
insisinya yang lebih panjang. Cincin eksterna dibuka, kantung hernia
diidentifikasi, bila terdapat jaringan atau organ didalam kantung maka direduksi
agar masuk kembali ke dalam rongga peritoneum. Hernia kemudian di repair

- 23 -
dengan cara yang standart. Bila usus tidak dapat direduksi kedalam rongga
peritoneum maka dilakukan ligasi pada pembuluh darah epigastric inferior,
dilakukan ekspose yang lebih pada dasar canalis inguinalsis untuk memperlebar
cinicn internus, yang nanti nya di repair kembali. Bila usus diragukan masih
dalam kondisi baik atau tidak dapat dibungkus kasa dengan air hangat dibalut
beberapa menit kemudian di inspeksi kembali, hati hati jangan sampai usus ini
lepas dan kembali ke dalam ronga peritoneum. Bila usus disimpulkan tidak viable
maka dilakukan tindakan reseksi anastomose dengan melakukan counterinsicion
melewati fascia tranversalis (La Roque insicion) atau dengan memperlebar insisi
abdomen. Bila usus dinyatakan viable maka dapat langsung dimasukan kedalam
rongga peritoneum dan dilakukan repair hernia.
Kesulitan muncul saat organ didalam hernia sudah tereduksi sebelum
dilakukan inspeksi, bila tidak terdapat tanda tanda infark dari usus, adanya bau
dan cairan berdarah, maka banyak dokter bedah melakukan repair dari hernia saja.
Laparoscopi dapat dilakukan untuk menidentifikasikan keadaan viable dari usus,
camera dipasang dapat melalui umbilical atau kantung hernia, kamera dapat
dipasang pada awal dari prosedur dan dan reduksi dapat dilakukan sambil melihat
keadaan usus lewat laparoscopi. Bila usus viable dilakukan repair standart, bila
usus diragukan dapat dilihat kembali setelah laparoscopi, jika usus nonviable
terlihat usus dapat dibawa keluar melalui sisi umbilical dan dilakukan reseksi.

2.22 Pendekatan Melalui Preperitoneal


Beberapa dokter bedah memilih teknik ini untuk hernia inkarserata.
Approach ini dikemukakan oleh Cheatle pada tahun 1921 dan telah sukses
digunakan pada anak anak. Kameledeen dan Shanbhogue melaporkan 24 pasien,
Turnock et al melaporkan pada 12 pasien menggunakan preperitoneal approach
dan lebih mudah pada saat mereduksi isi dari hernia dan unutk dilakukan
herniotomy. Jika perlu peritoneum dapat dibuka untuk menilai viabilitas dari usus.
Approach preperitoneal dilakukan dengan membuat insisi pada lipatan
kulit sejajar SIAS kemudian dilakukan approach Gridiron untuk mencapai
landasan preperitoneal, cincin internus dan kantung hernia di identifikasikan
disebelah lateral dari pembuluh darah epigastric inferior, peritoneum kemudian

- 24 -
dibuka di dasar kantung hernia kemudian dilakukan inspeksi dari isi hernia. Bila
usus tidak viable akan langsung terlihat, dan bila sebaliknya usus dapat langsung
didorong masuk kedalam rongga peritoneum kemudian dilakukan herniotomy.
Cincin eksternus dipisahkan dengan mendiseksi otot oblik eksternus sampai
mememukan cincin eksternus dibawahnya. Selelah dilakukan herniotomy, luka
ditutup secara standar. Insisi approach ini seperti insisi appendiktomy, dan harus
diberitahukan kepada orang tua, beberapa dokter bedah juga melakukan approach
preperitoneal ini secara transperitoneal.

2.23 Pendekatan Melalui Pfannenstiel


Koga et al baru baru ini menyarankan insisi pfannenstiel dengan approach
transperitoneal untuk hernia inkarserata, insisi pfannenstiel diteruskan dengan
fasciotomy di garis midline. Usus dikenali dan di reduksi, dan bila reseksi
diperlukan exposure terlihat secara jelas melalui insisi ini. Kantung hernia juga
dapat dengan mudah di repair melalui insisi ini. Pengarang juga mengatakan insisi
ini meninggalkan luka operasi yang baik secara kosmetik.

2.24 Ovarium Terinkarserata


Harus dikatakan pada pasien wanita tentang kemungkinan ovarium yang
mengalami inkarserata pada kantung hernia dan tidak memberikan gejala,
dikatakan bahwa ovarium yang mobile ini memberikan waktu yang lama untuk
terjadinya suatu strangulasi.

2.25 Komplikasi Pasca Operasi


a. Pembengkakkan Skrotum

Setelah operasi hernia dan operasi hydrokel communican, cairan akan


berkumpul pada kantung hernia bagian distal, yang akan membentuk suatu
hydrokel, biasanya ini akan tereabsorbsi sendiri, jarang suatu tindakan aspirasi
diperlukan. Hematom pada scrotum membutuhkan eksisi pada kantung hernia
distal.

- 25 -
b. Undesensus Testis karena Iatrogenik

Undesensus testis akibat iatrogenik setelah operasi hernia jarang terjadi


tetapi dapat terjadi dan telah dilaporkan komplikasinya. Kiesewetter dan Oh
melaporkan dua pasien dengan kelainan ini pada penelitian diantara 248 pasien,
Hecker dan Ring-Mrozik melaporkan 5 kasus pasien diantara 1957 pasien, dengan
jumlah insidens 0.2%. selain kasus undesensus testis kongenital kelainan ini
disebabkan oleh karena kegagalan menempatkan testis kembali ke scrotum saat
menyelesaikan prosedur operasi, testis menjadi terjepit, dan tindakan orchiopexy
diperlukan untuk menangani masalah ini.

c. Rekurensi

Sulit untuk menentukan angka insidensi yang tepat setelah operasi hernia
inguinalis lateralis atau indirect oleh karena berbagai faktor; seperti jenis kelamin,
inkarserasi yang tidak selalu dilaporkan pada penelitian. Secara umum angka
insidens rekurensi pada hernia tanpa penyulit dilaporkan 0.2% sampai dengan
0.8%; meningkat 20% setelah operasi pada hernia dengan inkarserata dan 15%
pada bayi premature. Pada banyak kasus pasien tidak di hubungi kembali dalam
waktu yang lama untuk pengawasan selanjutnya setelah operasi, maka dari itu
insidens yang sesungguhnya tidak diketahui, kemungkinan lebih tinggi dari yang
dilaporkan. Dilaporkan pada pasien dengan hernia inkarserata tidak dilaporkan
tindakan pertamanya apakah operatif atau non operatif.
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan hernia primer dan
predisposisi nya yang membuat rekuren, sebagai contoh Grossfeld et al
melaporkan pada 25 pasien dengan ventrikuloperitoneal shunt, terdapat 3 pasien
dengan hernia berulang. Inkarserasi juga merupakan faktor penting dalam
rekurensi, Steinau et al melaporkan pada 29 pasien (25 anak laki laki 4 anak
wanita) dengan hernia yang rekuren, diantaranya yang pernah mengalami
inkarserata sebanyak 24%, selain itu juga dilaporkan terdapat 7.6% insidens
rekurensi pada 2754 pasien tanpa inkarserata. Faktor lain yang menyebabkan
rekurensi adalah komplikasi pasca operasi (dilaporkan sebanyak 9.4% angka
rekurensi) dan penyakit lain yang menyertai. Menariknya Harvet et al melaporkan

- 26 -
bahwa keahlian dokter bedah tidaklah menjadi faktor yang menyebabkan
rekurensi, walaupun teknik operasi merupakan faktor yang berkontribusi.
Kebanyakan kasus hernia yang mengalami rekurensi adalah hernia inguinalis
indirect, yang mungkin akibat dari kantung yang rapuh, kegagalan mendiseksi
seluruh dari kantung, adanya bagian leher dari kantung yang terlewat saat
melakukan ligasi, atau kegagalan melakukan ligasi tinggi di cincin internus.
Faktor lain yang menyebabkan rekurensi adalah prematuritas, telah dilaporkan
bahwa meningkatnya angka insidens rekurensi 12 % sampai dengan 18%
dibandingkan dengan bayi normal.
Frekuensi rekurensi lebih sedikit pada hernia direct atau hernia femoralis.
Pada laporan 34 rekurensi yang dilaporkan Steinau et al 4 adalah hernia direct dan
1 adalah hernia femoralis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fonkalstrud et al
34 dari 13 pasien dengan hernia direct (31%) timbul setelah operasi hernia
indirect, hernia direct yang timbul setelah operasi hernia indirect kemungkinan
karena tidak terdiagnosa dari awal atau terjadi akibat kerusakan dari dinding
posterior canalis inguinalis saat dilakukan operasi. Hernia femoralis yang rekuren
juga dikatakan sebagai hernia yang tidak terdiagnosa sebelumnya.
Penelitian yang lebih besar yaitu tentang operasi hernia dengan teknik
laparoscopi, Shier melaporkan 403 operasi hernia inguinalis pada 209 pasien yang
mengalami rekurensi dan punya angka rekurensi sebanyak 2.3 %. Teknik
laparoscopi bervariasi dari banyaknya berbagai dokter bedah. Pada
pengalamannya operasi laparoscopi untuk hernia pada laki laki angka rekurensi
cukup tinggi; oleh karena itu tidak dianjurkan menggunakan teknik ini. Pada
wanita teknik LIL untuk operasi hernia tidak pernah dilaporkan adanya rekurensi.

d. Trauma Vas Deverens


Walaupun tindakan vas transeksi jelas intra operatif tetapi cedera crush
injury yang tidak disengaja terhadap vas deferens biasanya tidak diketahui saat
sampai dewasa, dan ini juga apabila cedera yang terkena bilateral. Transesksi vas
deferens harus segera ditangani dengan 2 atau 3 penjahitan sederhana dengan
benang monofilament 8-0 absorbable. Sparkman melaporkan 1.6% insidens
terbukti adanya cedera pada vas deferens, berdasarkan dari penemuan segment

- 27 -
dari vas deferens pada 5 dari 313 kantung hernia pada anak yang menjalankan
operasi hernia. Secara detail kasus ini tidak dipublikasikan, tidak ada data kliniks
atau histologis. Tetapi Walker dan Mills menemukan inklusi glandular kecil pada
65% kantung hernia anak laki laki pre pubertas, yang dipercayai sebagai duktus
mullerian remnant dan bukan sebagai segment dari vas deferens. Dikatakan
stukture ini tidak lah signifikan. Kemungkinan estimasi lebih baik ditampilkan
oleh Steigmen et al yang melakukan penelitian histologis pada kantung hernia
7314 anak laki laki yang menjalankan operasi hernia selama 14,5 tahun observasi.
17 kasus adalah vas deferens (0.23%), 22 epididimis (0.4%) 30 sisa sel embrio
(0.4%). 3 kantung (0.04) berisi vasdeferens dan epididimis. Patrick et al hanya
menemukan 0.13 % cedera dari vas deferens pada analysis 1494 kantung dan
diperdebatkan karena angka insidens sangatlah rendah dan tidak dilakukan
evaluasi histologis.
Shandling dan Janik mendemonstrasikan rapuhnya vas deferens selama
operasi hernia, pada pengalaman vas deferens ter expose kemudian dijepit oleh
jari, pinset anatomies, klem vaskular bulldog dan klem. Penelitian ini dilakukan
selama 6 bulan dan cedera ditemukan pada seluruh kasus kecuali dengan jari.
Ceylan et al mendemonstrasikan bahwa meregangkan spermatik cord juga dapat
mencederai vas deferens dan testis. Mereka melakukan berbagai tingkat regangan
pada spermatik cord pada tikus. Terdapat penebalan dinding otot yang bermakna
pada vas deferens, pada terjadi pada seluruh tingkat regangan, dan juga terjadi
atropi testis.
Hubungan antara fertilitas dan operasi hernia tidak dijelaskan. Homonnai
et al melaporkan 131 laki laki mengalami infertilitas, dan mereka telah melakukan
opersi hernia dari umur 2 sampai 35 tahun. Walaupun 14 % dari mereka
ditemukan atropi testis dan sperma yang abnormal yang kemungkinan
berhubungan dengan telah dilakukan nya operasi hernia, tetapi gejala kliniks
masing masing, adanya inkarserasi dan pengalaman dokter bedah tidak dilaporkan
dalam penelitian ini. Yavetz et al melporkan pada 8500 pasien yang mengalami
infertil secara kliniks, 565 (6.65%) dilaporkan telah melakukan operasi hernia
tanpa adanya atropy testis. Tidak ada korelasi antara umur melakukan operasi
hernia dan kualitas dari sprema.

- 28 -
Cedera vas deferens terjadi oleh karena obstruksi dari vas deferens dengan
adanya diversi spermatozoa ke jaringan limfatik dari testis. “Blood testis barrier”
memproduksi zat antigent yang menyebabkan antibody autoagglusinasi terhadap
sperma. Penelitian tehadap 76 pria infertil dengan adanya antibody
autoagglusinasi terhadap sperma, 12 (16%) telah menjalani operasi hernia
inguinalis unilateral sewaktu masa anak anak. 10 diantaranya laki laki, pada 5
pasien diidentifikasi adanya obstruksi dari vas deferens. Pengarang
mengekslusikan ketidak sengajaan transeksi dan ligasi dari vas deferens selama
prosedur operasi hernia berlangsung yang dapat menyebabkan alasan infertilitas
pada laki laki. Parkhouse dan Hendy melaporkan hasil yang hampir sama,
walaupun dalam penelitiannya tidak diindikasi kan infertilitas setelah operasi
hernia tetapi mereka mengatakan adanya hubungan diantaranya.

e. Atropi Testis
Pembuluh darah testis sangat lah rapuh selama operasi, terutama pada bayi
kecil, tetapi laporan adanya atropi testis yang rutin setelah operasi hernia adalah
jarang. Fisher dan Mumunthaler dan Fahstrom et al masing masing melaporkan
1% insidens dari atropi testis. Pada penelitian ini teknik operasi bervariasi dan
angka dari kejadian inkarserasi tidak dilaporkan; jadi tidaklah menggambarnya
insidens atropi testis yang nyata saat hernia operasi dikerjakan dengan dokter
bedah yang berpengalaman menggunakan teknik ligasi tinggi.
Saat tejadinya hernia inkarserata, supply darah ke testis dapat terganggu.
Insidens dari gangguan pembuluh darah testis pada hernia inkarserata bervariasi
2.6% sampai 5%. Penemuan testis yang sianotik pada operasi emergensy sering
ditemukan, terdapat 11% sampai 29% dari kasus. Insidens dari atropi testis pada
pemeriksaan bervariasi dari 0% sampai 19%. Sayangnya pada penelitian ini
pasien yang dioperasi emergensy jumlahnya sedikit dan lama waktu dilakukannya
pengawasan pasca operasi diragukan. Puri et al melakukan analisa pada 87 anak
laki laki dengan hernia inkarserata yang di tangani dengan penatalaksanaan
konservatif dengan cara reduksi manual, ditemukan atropi testis unilateral pada 2
pasien (2.3%). Dari data yang tersedia di simpulkan gangguan pembuluh darah

- 29 -
adalah sering, tetapi resiko terjadi infark adalah kecil. Maka dari itu selain dari
testis tampak sangat nekrotik, di anjurkan untuk tidak dilakukan pengangkatan.

f. Ovarium Terherniasi
Hernia ovarium dan tuba falopii juga merupakan akibat dari gangguan
pembuluh darah yang di akibatkan dari inkarserasi ovarium didalam kantung atau
torsio dari ovarium. Terdapat laporan insidens dari strangulasi dari ovarium yang
ditidak dapat direduksi setinggi 32%. Boley et al melaporkan 27% strangulasi
pada 15 wanita yang mengalami hernia inkarserata.

g. Trauma Intestinal
Pada hernia inkarserata, insidens cedera usus adalah rendah. Antara 1960
sampai 1965 insidens reseksi usus di penelitian Rowe dan Clatworthy pada 351
pasien dengan hernia inkarserata adalah 1.4%. penelitian ini berlanjut sampai
tahun1978 dan menunjukan tidak dilakukan reseksi pada 221 pasien dengan
hernia inkarserata.

h. Kehilanagan Rongga Abdomen


Salah satu komplikasi dari operasi hernia terutama pada bayi prematur
yang jarang didiskusikan saat pasca operatif adalah gagal nafas akibat kehilangan
ruang pada rongga abdomen. Pada hernia inguinalis yang besar, apalagi yang
bilateral, usus dapat berada di dalam kantung hernia, diluar peritoneum. Jika hal
ini berlangsung lama, usus tersebut dapat kehilangan tempatnya didalam rongga
abdomen. Saat prosedur operasi berlangsung, usus dimasukan kembali ke dalam
rongga peritoneum menimbulkan peningkatan tekanan intra abdomen dan dapat
terjadi gagal nafas. Bascombe et al melaporkan pada bayi prematur dengan hernia
bilateral yang besar memerlukan penggunaan ventilator mekanik selama 41 hari
setelah operasi.
Gagal nafas setelah operasi hernia inguinalis sering ditemukan. Gollin et al
menemukan sebanyak 34% dari bayi prematur memerlukan ventilator mekanik
setelah dilakukan hernioraphy. Peningkatan tekanan intra abdomen terjadi oleh
karena hilangnya ruang di abdomen yang tidak dikenali sebagai penyebab hal ini.

- 30 -
Sebagai hasil dari pengalaman kami, disarankan untuk melakukan operasi hernia
bilateral secara bertahap secara elektive; dengan teknik modern, resiko dari
pembiusan yang ke dua sangatlah rendah. Pada kasus yang emergensi seperti
operasi hernia bilateral yang besar, pemasangan silo pada defect abdomen
disarankan untuk mengurangi tekanan intra abdomen, silo ini akan membuat usus
perlahan kembali ke dalam rongga abdomen tanpa terjadi abdomen compartment
syndrome.

2.26 Mortalitas
Kematian yang berhubungan dengan hernia inguinalis berkorelasi dengan
komplikasi dan juga faktor penyerta seperti prematuritas ataupun adanya kelainan
jantung. Pada tahun 1938 Thorndike dan Ferguson melaporkan seluruh kematian
berjumlah 2.8% dari seluruh hernia inkarserata yang dilakukan operasi sepanjang
tahun 1927 sampai dengan 1936. Pada tahun1954 Clarworthy dan Thompson
melaporkan satu kematian pada 135 pasien hernia inkarserata yang di operasi
(0.7%); pada tahun 1970 laporan dari institusi yang sama mengatakan tidak
terdapat kematian pada 351 pasien hernia inkarserata yang di operasi. Sejak itu
kematian akibat operasi hernia inkarserata menjadi jarang. Resiko lebih tinggi bila
hernia sudah menjasdi strangulata. Di Inggris dilaporkan ada 5 kematian dengan
hernia strangulata pada tahun 1989. Faktor resiko dikatakan termasuk umur
dibawah 6 bulan dan kurangnya pengalaman dokter anak, dokter bedah dan ahli
anestesi.
Kematian akibat operasi pada bayi prematur sangat jarang. Pada dua dari
penelitian terakhir mengatakan tidak terdapat kematian pada 203 pasien bayi
prematur yang dilakukan operasi hernia.

2.27 Komplikasi Operasi Laparoscopi Pada Hernia


Laparoscopi untuk operasi hernia pada anak hanya baru baru saja
digunakan, komplikasi telah dilaporkan dalam pengalaman yang singkat ini.
Schier et al melaporkan pengalaman terhadap 933 operasi hernia menggunakan
laparoscopi pada 666 anak dan pengawasan dua bulan sampai tujuh tahun pasca
operasi. Angka rekurensi nya 3.4% tetapi pengarang tidak mengatakan hubungan

- 31 -
dari umur dan jenis kelamin pada penelitian ini. Mereka juga menemukan
hydrokel dan perubahan posisi dan ukuran testis setelah pasca operasi pada satu
pasien laki laki. Schier’s et al melaporkan lagi pada 403 operasi hernia inguinalis
pada 279 pasien anak, angka rekurensinya 2.7%, pada penelitian ini dilakukan
pengawasan selama 23 bulan setelah operasi.
Tidak ada penelitian yang mengemukakan cedera pada vas deferens atau
atropi testis pada penggunaan laparoscopi. Dikatakan alasannya adalah vas
deferens dan pembuluh darah sperma dapat teridentifikasikan dan dapat dihindari
dengan baik, teknik laparoscopi juga dikatakan baik dalam menghindari cedera
iatrogenik dan memperkecil kemungkinan infertil pasca operasi. Tetapi
pengawasan pasca operasi pada penelitian ini sangat terbatas dan kebanyakan
kelainan fertilitas tidak terdeteksi dikemudian hari kecuali adanya keluhan. Maka
disarankan penggunaan laparoscopi untuk repair hernia hanyalah ditujukan pada
kasus kasus tertentu misalnya hernia yang ditemukan pada operasi laparoscopi
yang sedang berlangsung karena indikasi lainnya.

2.28 Keadaan Khusus

a. Prematuritas

Telah dikemukakan dengan jelas bahwa bayi bayi prematur memiliki


insidens lebih tinggi terkena hernia inguinalis dan bilateral. Semakin prematur
bayi semakin tinggi insidens. Walsh melakukan penelitian pada 82 pasien
dibawah 2000 gram menemukan 13% insidens hernia inguinalis; 7 dari 28 bayi
(25%) dengan berat dibawah 1500 gram dibandingkan dengan 4 dari 54 (7%)
dengan berat diatas 1500 gram. Rescorla dan Grossfeld meneliti 100 bayi dengan
umur dibawah 2 bulanyang memerlukan operasi repair, 30% antaranya prematur
dan 44% dengan hernia bilateral. Pada tahun1931 bayi dengan berat sangat rendah
(<1500 gram) dilaporkan oleh Rajput et al, 222 (16%) berkembang menjadi
hernia inguinalis pada umur 28 hari sampai dengan 20 bulan. Peevy et al
mempelajari 397 bayi baru lahir dan menemukan 9% insidens hernia inguinalis
dengan bayi berat 1000 gram sampai 1500 gram dan 30% insidens hernia
inguinalis dengan bayi berat 500 gram sampai 1000 gram. Pada penelitian yang

- 32 -
lebih kecil oleh Harper et al ditemukan 37 bayi prematur dibawah 1000 gram 11
diantaranya (30%) berkembang dengan hernia inguinalis, 2 dari ini (11%) dengan
inkarserata. Walaupun insidens inkarserata pada bayi sampai 28% tapi lebih
rendah pada bayi prematur, dilaporkan angka insidens nya antara 13 % sampai
18%.

b. Ventrikuloperitoneal dan Dialisa

Faktor yang bermakna dalam terjadinya hernia inguinalis adalah


terkumpulnya cairan dengan jmlah yang berlebih didalan rongga peritoneum, pada
pasien dengan prosesus vaginalis yang patent, terkumpulnya cairan dalam rongga
peritoneum dapat menginduksi terjadinya hernia atau hydrokel. Tidak diketahui
penyebab nya apakah langsung oleh karena cairannya atau kah penambahan
tekanan intra abdominal. Ke abnormalan fungsi neuromuskular juga berpengaruh.
Moazam et al mempelajari 134 pasien yang telah dilakukan ventrikuloperitoneal
shunt; 19.5% pasien dengan meningomyelocele dan 47% dengan intra ventricular
hemorrhage memiliki hernia; semua bayi ini adalah bayi prematur. Grossfeld et al
menemukan 14% insidens hernia inguinalis setelah tindakan ventrikuloperitoneal
shunt. 20% mengalami inkarserata, dan 16% mengalami rekurensi. Berdasarkan
penelitian ini penulis menganjurkan (1) pengawasan ketat pada bayi bayi yang
telah dilakukan ventrikuloperitoneal shunt, (2) operasi repair hernia dilakukan
secara segera setelah diagnosa di tegakkan karena meningkatnya resiko terjadinya
inkarserata (3) eksplorasi sisi kontralateral harus dilakukan pada operasi hernia
inguinalis unilateral. Clarnette et al mengevaluasi 430 pasien yang telah
dilakukan ventrikuloperitoneal shunt; 15% berkembang dengan hernia inguinalis,
dan hydrokel terdapat pada 6% anak laki laki lainnya. Adanya hernia bilateral
sebanyak 47% anak laki laki dan 27% pada anak wanita. Biasanya hernia timbul
pada umur yang sama saat dilakukannya tindakan ventrikuloperitoneal shunt. Bayi
yang dilakukan ventrikuloperitoneal shunt pada bulan bulan pertama kehidupan
insidensnya 30%; kemudian menurun menjadi 10% setelah umur 1 tahun.
Pengarang menyebutkan peningkatan tekanan intra abdomen yang menyebabkan
terjadinya hernia inguinalis, mereka juga menambahkan adanya prosesus vaginalis
yang paten sebanyak 30% pada bayi bayi beberapa bulan pertama kehidupan.

- 33 -
Mereka juga menyebutkan resiko terjadinya hernia ingunalis pada bayi
yang telah dilakukan peritoneal dyalisa, angka mencapai 7% sampai 15%.
Disarankan untuk juga dilakukan operasi hernia, bila saat pemasangan cathether
peritoneal dyalisa; dimasukan cairan water soluble pasien posisi head up atau
kepala tegak selama 15 menit, bila teridentifikasi adanya prosesus vaginalis yang
paten, maka operasi dilakukan. Saat pemasangan cathether ini juga dapat dilihat
melalui laparoscopi, dan operasi dapat dilakukan secara laparoscopi ataupun
operasi “open” seperti biasa.

c. Sliding Hernia

Tuba falopii ataupun mesosalphing sering kali menempel pada dinding


kantung hernia pada anak wanita dan beresiko akan terjadinya cedera. Appendik
juga dapat ditemukan didinding kantung. Prosedur appendiktomy dapat
dikerjakan secara aman dan diteruskan dengan ligasi tinggi pada kantung seperti
biasa. Pilihan lain kantung diligasi ke distal appendik kemudian appendik
direduksi ke dalam rongga peritoneum dengan atau tanpa jahitan purse string.
Pada bayi juga dapat ditemukan kandung kemih menempel dibawah cincin
internus, ligasi tinggi pada keadaan ini dapat mengikut serta kan dinding kandung
kemih dan beresiko terjadinya hematuria, nekrosis dinding kandung kemih dan
ekstravasasi urine. Situasi ini dapat dihindari dengan pemeriksaan secara hati hati
saat memfiksasi leher kantung hernia. Bila diragukan kantung dibuka agar terlihat
isinya. Biasanya kandung kemih menempel pada sisi medial bawah kantung
mempresentasikan keadaan sliding hernia. Shaw dan Santuli merekomendasikan
operasi flap sedangkan Goldstein dan Potts untuk operasi pada wanita dengan cara
ligasi dan memisahkan kantung distal dan kandung kemih, inversi stump kantung
dan memperkecil cincin internus. (Bevan repair).

d. Hernia Inguinalis Direkta

Hernia inguinalis direct sangatlah jarang pada anak, namum sejak


seringnya digunakan prosedur laparoscopic, didapatkan penemuan Hernia
inguinalis direct dalam prosedural intra operatif. Dahulu diperkirakan adanya

- 34 -
Hernia inguinalis direct adalah sebagai rekurensi setelah tindakan operasi Hernia
inguinalis indirect, kemungkinan karena tidak terdiagnosa dari awal atau karena
cederanya dasar dari canalis inguinalis saat operasi pertama kali. Wright pada
penelitiannya mengatakan hanya ada 19 Hernia inguinalis direct diantara 1600
tindakan operasi hernia (1.2%). Namun pada penelitian Gorsler dan Shier
menemukan sebanyak 3.9% insidens Hernia inguinalis direct diantara 403 hernia
inguinalis. Diagnosa harus ditegakan saat sebelum ingin melakukan tindakan
operasi Hernia inguinalis indirect. Pada Hernia inguinalis direct kantung hernia
tidak didapatkan dan defect dapat terlihat inferior dari pembuluh epigastric.
Penatalaksanaan Hernia inguinalis direct adalah repair fascia transversalis seperti
Basini repair atau Cooper repair.

e. Hernia Femoralis

Hernia femoralis pada anak juga jarang dan sering terlewatkan dalam
pemeriksaan atau saat operasi Hernia inguinalis indirect. Pada penelitian
Fonkalstrud yang meneliti 5452 pasien pada total 10.593 bayi dan anak (0.2%)
dengan umur antara 6 minggu sampai 13 tahun. Anak wanita berbanding anak laki
laki adalah 2:1. Dengan diagnosa pre operatif yang benar adalah 8 dari 21 pasien
(38%). 4 diantara nya dengan bilateral hernia, dan 5 pasien ini dengan hernia
inkarserata.
De Caluwe et al menjabarkan 38 pasien dengan hernia femoralis selama
20 tahun penelitian, 4 pasien dengna hernia bilateral. Permeriksaan pre operatif
yang benar mencapai 53%. Dan 18 pasien mengalami diagnosa yang terlewatkan.
7 lainnya memerlukan operasi kedua. Kapan pun saat intra operatifnya gagal
menemukan Hernia inguinalis indirect dan tidak adanya diagnosa pre operatif
sebelumnya tetap harus dipertimbangkan sebagai Hernia inguinalis direct atau
hernia femoralis. Lee dan Dubois menganjurkan penggunaan laparoscopic pada
hernia berulang karena lebih mudah melihat secara visual terhadap dasar canalis
inguinalis. Mereka menyebutkan adanya 4 pasien dengan rekurensi Hernia
inguinalis indirect saat intra operatif, 3 diantaranya sebelumya dengan hernia
femoralis. Mereka juga menyebutkan 3 hernia femoralis kontra lateral.

- 35 -
Wright melaporkan 16 pasien dengan hernia femoralis melakukan operasi
dengan cara infra inguinalis approach, dengan menjahitkan ligament inguinalis ke
ligament pectineal danfascia pectineal. Caren et al menggunakan mesh dan
berhasil pada 4 anak seperti juga Lee dan Dubois. Kami memilih cara repair
Cooper ligament pada operasi pertama dan penggunaan mesh berguna pada pasien
yang sebelumnya dengan hernia femoral ipsilateral.

f. Kelainan Jaringan Ikat Kongenital

Pasien dengan Hunter-Hurler, Ehlers-Danlos dan Marfan’s syndrome


sering mengalami Hernia inguinalis dan sering mengalami rekurensi kecuali saat
operasi pertama dilakukan repair pada dasar canalis inguinalis setelah ligasi
tinggi. Coran dan Eraklis menemukan 36% dari 50 pasien Hunter-Hurler
berkembang dengan Hernia inguinalis. Angka rekurensi pada pasien yang hanya
dilakukan ligasi tinggi mencapai 56%, jadi hernioraphy adalah dianjurkan. Pada
dewasa dianjurkan dilakukan ligasi tinggi kemudian pemasangan mesh.

2.29 Cystic Fibrosis


Insidens terjadinya hernia inguinalis pada pasien dengan cystic fibrosis
mencapai 6% sampai 15%. Insidens tidak adanya vas deferens 0.5% sampai 1% .
pada pasien dengan cystic fibrosis terdapay kelainan pada vas deferens dari mulai
hanya terjadi nya obstruksi sampai tidak adanya vas deferens dan biasanya
bilateral. Maka saat tidak ditemukan vas deferens harus dicurigai adanya cystic
fibrosis. Agenesis dari vas deferens ditemukan pada dysplasia ginjal pada pasien
yang tidak menderita cystic fibrosis. Jadi pada keadaan ini diharuskan
pemeriksaan Upper urinary tract.

2.30 Intersex
Tidak jarang adanya fenotype wanita dengan labia dapat mempunya
genotype laki laki dan dengan androgen insensitivity syndrome atau hemaprodite
nyata. Jika satu ovarium ada pada dinding kantung hernia, juga harus dilakukan
pemeriksaan ovotestis. Pasien dengan androgen insensitivity syndrome dipercayai
tidak mempunyai uterus dan tuba falopii tetapi mempunyai testis kecil.

- 36 -
Hemaprodite juga dapat mempunyai tuba falopii dan juga dapat menempel pada
dinding kantung hernia, pada pemeriksaan terdapat ovotestis yang tidak simetris.
Pada kasus ini harus dilakukan pengangkatan. Pada gonad dilakukan wedge
section kecil dari masing masing kutupnya. Kemuadia dilakukan operasi repair
hernia.

2.31 Fusi Splenogonadal


Terjadinya fusi jaringan lien ke jaringan testis normal ( splenotesticular
fusion). Gejala kliniks akan terlihat massa pada scrotum dan pada pre operative
sering di diagnosa sebagai tumor testis. Orchiectomy tidak diperlukan; dapat
dilakukan intra operatif frozen section sewaktu mempreservasi testis. Terdapat
juga splenoovariifusion, pada splenogonadalfusion akan terdapat masa intra
abdomen. Laparoscopi adalah tindakan yang paling tepat untuk penanganan
masalah ini.

2.32 Hidrokel Hernia


Hydrokel adalah pengumpulan cairan di ruangan sekitar testis diantara
lapisan tunika vaginalis. Hydrokel dapat merupakan komunikan yang berarti
berhubungan dengan rongga peritoneum (prosesus vaginalis patent dengan aliran
cairan bebas) ataupun non komunikan (biasanya pada scrotum anak laki laki
dengan lipat paha kecil). Hydrokel sering ditemukan pada bayi dan anak anak,
biasanya lebih sering pada sebelah kanan. Ukuran dapat berbagai macam,
biasanya bertambah besar saat anak berdiri, dan mengecil saat anak tiduran, pada
keadaan tertentu hydrokel dapat mencapai canalis inguinalis kemudian mencapai
retroperitoneum disebut hydrokel abdominoscrotal. Sering dibingungkan sebagai
hernia inguinalis indirect. Anak juga dapat menunjukan adanya gejala masa tidak
nyeri di scrotum bagian atas dan di canalis inguinalis; ini adalah hydrokel dari
cord. Fluktuasi dari masa sering dihubungkan dengan hydrokel komunikan.
Hydrokel akut sering timbul karena torsio appendages testis. Akan didapatkan
keluhan nyeri dan masa. Hydrokel akut juga dapat ditemukan pada pasien dengan
infeksi saluran nafas dan penyakit diare, saat batuk dan mengedan cairan dapat
masuk melalui prosesus vaginalis yang patent.

- 37 -
Hydrokel dapat dibedakan dengan hernia inguinalis indirect dari
pemeriksaan. Benjolan tidak keras pada scrotum dengan transluminasi positif.
Walaupun transluminasi saja tidak menjamin diagnosa karena udara usus yang
terperangkap di scrotum pada hernia ingunalis juga dapat membuat transluminasi,
aspirasi dapat diperlukan. Biasanya dapat dipalpasi spermatik cord diatas hydrokel
. tetapi ini sulit pada hydrokel besar atau hydrokel abdominoscrotal.
Pada hidrokel kongenital pada anak, sering prosesus vaginalis akhirnya
menutup (hidrokel non komunikan) dan hidrokel akan hilang saat berumur 2
tahun. Maka opearsi tidak dianjurkan sebelum umur 2 tahun kecuali terdapat
hernia atau hidrokel komunnikan. Terkecuali pada kasus hidrokel non komunikan
dengan ukuran besar dan adanya keluhan tidak nyaman. Hidrokel yang timbul
diatas umur 2 tahun harus dilakukan operasi. Operasinya adalah tindakan ligasi
tinggi, kemudian kantung distal dibiarkan terbuka dan mendrainase cairan;
ujungnya tidak perlu dijahit, sama seperti operasi hidrokel pada dewasa.
Reakumulasi cairan yang berulang adalah jarang dan biasanya tereabsorbsi secara
spontan.

- 38 -
BAB III
HIDROKEL

3.1 Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di
antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

3.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000
kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada bayi premature. Lokasi tersering
adalah di sebelah kanan, dan hanya 10% yang terjadi secara bilateral.
Insidensi PPPVP menurun seiring dengan bertambahnya umur. Pada
neonatus, 80%-94% memiliki PPPVP. Risiko hidrokel lebih tinggi pada bayi
premature dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram dibandingkan dengan
bayi aterm.

3.3 Anatomi
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis
pada orang dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid
kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada
testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan
viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar
testis memungkinkan testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk
mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap
lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel
spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel
Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma,

- 39 -
sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli
seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi diepididimis
setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari
epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu
setelah dicampur dengan cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen.
Vaskularisasi
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :
1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
2. Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
3. Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Plesksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan
dikenal sebagai varikokel.

Gambar 1. Anatomi normal testis

- 40 -
3.4 Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1)
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di
daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis
atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi
cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi,
atau trauma pada testis/epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi
cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di
dalam funikulus spermatikus.
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu:
1. Hidrokel_primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus
vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum
embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika
vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan
sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan
diabsorpsi.
2. Hidrokel_sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat
dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar
limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini
dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan
mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan
berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh
saluran limfe dalam lapisan luar tunika.

- 41 -
Berdasarkan kejadian:
1. Hidrokel akut
Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan
berwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel
polimorf.
2. Hidrokel kronis
Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan
dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang
menyebabkan nyeri.
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu
1. Hidrokel testis.
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari.
2. Hidrokel funikulus.
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari
testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong
hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
3. Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada
anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah
pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis
dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen

3.5 Patofisiologi

Hidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir)


ataupun ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak
menutupnya rongga peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga
terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan
menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar.

- 42 -
Hidrokel cord terjadi ketika processus vaginalis terobliterasi di atas testis sehingga
tetap terdapat hubungan dengan peritoneum, dan processus vaginalis mungkin
tetap terbuka sejauh batas atas scrotum. Area seperti kantung di dalam canalis
inguinalis terisi dengan cairan. Cairan tersebut tidak masuk ke dalam scrotum.
Cairan yanng seharusnya merupakan keseimbangan antara produksi dan
reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah
terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah
penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan yang terus-menerus,
mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.
Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah yang
ada di daerah sekitar testis tersebut.
Selama perkembangan janin, testis terletak di sebelah bawah ginjal, di
dalam rongga peritoneal. Ketika testis turun melalui canalis inguinalis ke dalam
scrotum, testis diikuti dengan ekstensi peritoneum dengan bentuk seperti kantung,
yang dikenal sebagai processus vaginalis. Setelah testis turun, procesus vaginalis
akan terobliterasi dan menjadi fibrous cord tanpa lumen. Ujung distal dari
procesus vaginalis menetap sebagai tunika yang melapisi testis, yang dikenal
sebagai tunika vaginalis. Normalnya, region inguinal dan scrotum tidak saling
berhubungan dengan abdomen. Organ viscera intraabdominal maupun cairan
peritonel seharusnya tidak dapat masuk ke dalam scrotum ataupun canalis
inguinalis. Bila procesus vaginalis tidak tertutup, dikenal sebagai persistent patent
processus vaginalis peritonei (PPPVP).

- 43 -
Gambar 2. Patogenesis Hidrokel

Bila PPPVP berdiameter kecil dan hanya dapat dilalui oleh cairan,
dinamakan sebagai hidrokel komunikan. Bila PPPVP berdiameter besar dan dapat
dilalui oleh usus, omentum, atau organ viscera abdomen lainnya, dinamakan
sebagai hernia. Banyak teori yang membahas tentang kegagalan penutupan
processus vaginalis. Otot polos telah diidentifikasi terdapat pada jaringan PPPVP,
dan tidak terdapat pada peritoneum normal. Jumlah otot polos yang ada mungkin
berhubungan dengan tingkat patensi processus vaginalis. Sebagai contoh, jumlah
otot polos yang lebih besar terdapat pada kantung hernia dibandingkan dengan
PPPVP dari hidrokel. Penelitian terus berlanjut untuk menentukan peranan otot
polos pada pathogenesis ini.
Mekanisme terjadinya PPPVP juga berhubungan dengan adanya
peningkatan tekanan intraabdominal. Keadaan apapun yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intraabdominal dapat menghambat atau menunda
proses penutupan processus vaginalis. Keadaan tersebut antara lain batuk kronis
(seperti pada TB paru), keadaan yang membuat bayi sering mengedan (seperti
feses keras), dan tumor intraabdomen. Keadaan tersebut di atas menyebabkan

- 44 -
peningkatan risiko terjadinya PPPVP yang dapat berakibat sebagai hidrokel
maupun hernia.

Gambar 3. Jenis-jenis Hidrokel

3.6 Gambaran Klinis


Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan
konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya
transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal
kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis,
secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel testis, (2)
hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting karena
berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan
koreksi hidrokel.

- 45 -
Gambar 4. Hidrokel komunikans (pada anak)

Gambar 5. Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)

Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis


sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak
berubah sepanjang hari.
Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu
terletak di sebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan
berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap
sepanjang hari.

- 46 -
Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis
dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan
peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu
bertambah besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah
dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen

3.7 Pemeriksaan Fisik


Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi
berdiri tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat
resolusi pada tonjolan (dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel
komunikan atau hernia.
Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan
tekanan intaabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan
menyuruh pasien meniup balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan
memberikan tekanan pada abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua
tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan memberontak sehingga akan
menimbulkan tonjolan.
Pemeriksaan transiluminasi pada scrotum menunjukkan cairan dalam
tunika vaginalis mengarah pada hidrokel. Namun, tes ini tidak sepenuhnya
menyingkirkan hernia. Merupakan langkah diagnostik yang paling penting
sekiranya menemukan massa skrotum. Dilakukan didalam suatu ruang gelap,
sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum . Struktur vaskuler,
tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi
cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan
serosa, seperti hidrokel.

- 47 -
Gambar 6. Tes Transiluminasi

3.8 Pemeriksaan penunjang


Ultrasonografi

Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan


membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal
(varikokel) dan kemungkinan adanya tumor.

3.9 Diferential Diagnosis


Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang
hampir sama dengan hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu
diagnosis banding hidrokel adalah :

1. Hernia scrotalis:
Hidrokel dan hernia inguinalis bermanifestasi klinis sebagai benjolan pada
daerah testis dengan perbedaan utama berupa benjolan pada hernia bersifat
hilang timbul, sedangkan pada hidrokel, benjolan dapat berkurang tapi lama.
Dengan melakukan tes transiluminasi, hidrokel memberikan hasil tes yang
positif sedangkan pada hernia inguinalis hasil tes negatif. Pentingnya
membedakan kedua kasus tersebut sehubungan dengan penanganan yang
dilakukan untuk kemudian mengurangi komplikasi yang dapat terjadi.

- 48 -
2. Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan
aliran darah balik vena spermatika interna. Gambaran klinis :
Terdapat benjolan di atas testis yang tidak nyeri, terasa berat pada testis
Pemeriksaan Fisik : (Pasien berdiri dan diminta untuk manuver valsava)
Inspeksi dan Palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing di dalam
kantung, yang letaknya di sebelah kranial dari testis, permukaan testis licin,
konsistensi elastis. Pada posisi berbaring, benjolan akan menghilang,
sedangkan pada hidrokel tidak hilang, hanya dapat berkurang tetapi butuh
waktu yang lama.
3. Torsi Testis
Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi
gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan
aliran darah daripada testis. Gambaran klinis Torsio Testis dapat berupa
: Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan skrotum; sakit perut
hebat, kadang mual dan muntah; nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal.
Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan :
testis bengkak, terjadi retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus
spermatikus terpuntir dan memendek, testis pada sisi yang terkena lebih tinggi
dan lebih horizontal jika dibandingkan testis sisi yang sehat. Pada palpasi
teraba lilitan / penebalan funikulus spermatikus
Pemeriksaan fisik yang paling sensitive pada torsio testis adalah hilangnya
reflex kremaster. Refleks kremaster dilakukan dengan menggores atau
mencubit paha bagian medial, menyebabkan kontraksi musculus cremaster
yang akan mengangkat testis. Refleks kremaster dikatakan positif bila testis
bergerak ke arah atas minimal 0.5 cm.
Pada torsio appendix testis, teraba adanya nodul keras berdiameter 2-3 mm
di ujung atas testis, dapat tampak berwarna kebiruan, yang dikenal dengan
“blue dot sign”.
Prehn’s sign negative mengindikasikan nyeri tidak berkurang dengan
pengangkatan testis dapat menunjukkan adanya torsio testis, merupakan
operasi CITO dan harus dikoreksi dalam 6 jam.

- 49 -
4. Hematocele
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh
trauma.
5. Tumor testis
Keganasan pada pria terbanyak usia antara 15-35 tahun.
keluhan adanya pembesaran testis yang tidak nyeri.
Terasa berat pada kantong skrotum. Benjolan pada testis yang padat, keras,
tidak nyeri pada palpasi.

3.10 Penatalaksanaan
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh
sendiri; tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan
untuk dilakukan koreksi. Mayoritas hidrokel pada neonates akan hilang karena
penutupan spontan dari PPPVP awal setelah kelahiran. Cairan dalam hidrokel
biasanya akan direabsorpsi sebelum bayi berumur 1 tahun. Berdasarkan fakta
tersebut, observasi umumnya dilakukan pada hidrokel pada bayi.
Indikasi operasi perbaikan hidrokel :
o Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun
o Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna
o Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan pembuluh darah
o Adanya infeksi sekunder (sangat jarang)

Gambar 7. Hidrokel testis

- 50 -
Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali
hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel,
sekaligus melakukan herniografi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan
pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel
sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai cara Lord. Plikasi
kantong hernia (Lord’s procedure) digunakan untuk hidrokel ukuran kecil sampai
medium. Tehnik ini mengurangi resiko terjadiya hematoma. Eversi dan penjahitan
kantong hidrokel dibelakang testis (Jaboulay procedure) dihubungkan dengan
pengurangan kejadian rekurensi, tetapi tidak mengurangi resiko terjadinya
hematom. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.

3.11 Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel


Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat. Terapi yang diberikan
antara lain :
 Analgetik
 Bayi – Ibuprofen 10mg/kg setiap 6-8 jam; paracetamol 15 mg/kg setiap 6-
8 jam; hindari penggunaan narkotika pada bayi karena adanya risiko apneu
 Anak yang lebih besar – Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein)
setiap 6-8 jam
 Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus
dihindari untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari
scrotum, dimana dapat terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan
cryptorchidism sekunder.
 Pada anak dengan usia sekolah, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6
minggu.
 Karena kebanyakan operasi hidrokel dilakuakn pada dasar pasien rawat jalan
(outpatient), pasien dapat kembali ke sekolah segera setelah tingkat
kenyamanan memungkinkan (biasanya 1-3 hari post-operasi).

- 51 -
3.12 Teknik Operasi Hidrokel (High Ligation)

o Memeriksa anak untuk mengkonfirmasi adanya testis.


o Membuat incisi inguinal kecil
o Masuk ke canalis inguinalis dan diseksi PV, yang merupakan kantung
hidrokel, harus bebas dari vas deferens dan pembuluh darah.
o Keluarkan isi kantung hidrokel (cairan) ke dalam abdomen
o Ligasi kantung pada atau di atas annulus inguinalis interna
o Inspeksi annulus inguinalis interna untuk memastikan seluruh isi kantung
telah dikeluarkan seluruhnya.
o Jahit lapisan fascia dan kulit..

- 52 -
- 53 -
A. Incisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 2-4cm, ke arah lateral dari titik
tepat di atas spina pubic.
B. Fascia superfisialis telah diincisi. Musculus obliqus externus terlihat.
C. Musculus obliqus externus telah diincisi, tampak kantung hidrokel dan cord.
D. Fascia oblique externus dijepit, memperlihatkan musculus cremaster dan
fascia spermaticus interna melapisi kantung dan cord.
E. Kantung yang melalui canalis inguinalis dan annulus inguinalis externa
dipisahkan dari cord di bawahnya. Ujung distal telah dibuka sebagian. Ujung
proximal akan dilakukan high ligation pada leher kantung.
F. Ujung proximal kantung diangkat. Retroperitoneal fat pad yang selalu ada dan
merupakan indikasi titik untuk high ligation. Jahitan dilakukan pada leher
kantung. Setelah dijahit, jahitan kedua dilakukan pada distal dari jahitan
pertama untuk memastikan ligasi yang permanen.
G. Musculus oblique externus dijahit.
H. Menjahit jaringan subcuticular.

3.13 Komplikasi operasi


Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.

3.14 Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga
menimbulkan atrofi testis.

3.15 Prognosis
Dengan terapi operasi, angka rekurensi adalah kurang dari 1%.

- 54 -
DAFTAR PUSTAKA

1. Benson CD, Mustard WT. Pediatric Surgery. Volume 1. 1962. Year Book
Medical Publishers, Inc. USA. p. 580-582
2. Sjamsuhidajat R. dan Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 4, Jakarta,
EGC, 1997
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
5. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United
States America : McGraw Hill, 2005.826-42.
6. Charles L. Snyder. Inguinal Hernias and Hydroceles in Ashcraft’s
Pediatric Surgery. Fifth Ed. 2010; 51:669-75.
7. O’Neil, Grosfeld, Fonkalsrud, et al. Disorders of the inguinal canal in
Principles of Pediatric Surgery. Second Ed. 2003; 42:437-450.
8. Philip L. Glick, Scott C. Boulanger. Inguinal Hernias and Hydroceles in
Grosfeld Pediatric Surgery. Sixth Ed. Vol 2. 2006; 74:1172-89.
9. Wester Tomas. Hernias in Prem Puri Pediatric Surgery Diagnosis and
Management. 2009; 51:497-506.
10. Zachariou zacharias. Abdominal Wall In Pediatric Surgery Digest.
2009;19:361-364.

- 55 -

Anda mungkin juga menyukai