Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. MAHKAMAH KONSTITUSI DAN SISTEM KEKUASAAN


KEHAKIMAN DI INDONESIA

1. GAGASAN JUDICIAL REVIEW DAN KELEMBAGAAN


MAHKAMAH KONSTITUSI
Dari catatan sejarah klasik terdapat dua perkataan yang
berkaitan erat dengan pengertian kita sekarang tentang
konstitusi, yaitu dalam perkataan yunani kuno politeia dan
perkataan latin constitutio.1
Konsitusi yang berasal dari bahasa latin constitution atau
constituere, kemudian berkembang di parancis dengan istilah
constituer adalm bahasa inggrisnya dikenal dengan istilah
constitution yang bermakna Semua karakteristik yang tidak
terhingga yang kemudian menetapkan esensi negara yang
mencakup aspek ekonomi dan sosial juga masalah
pemerintahan kemudian Konstitusi bergerak, tumbuh,
berkembang mengikuti perkembangan serta perubahan
zaman artinya Konstitusi tidak hanya berada diruang hampa
dengan keindahan kata-kata dan norma yang terbaca didalam
teks.
Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan hukum dan ketatanegaraan tentang pengujian
produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review.
keberadaan MK dipahami sebagai bagian dari upaya
mewujudkan mekanisme checks and balances antar cabang
kekuasaan negara berdasarkan prinsip demokrasi. Hal ini

1
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Garfika, Jakarta 2011, Hlm 1.

Halaman | 1
terkait dengan dua wewenang yang biasanya dimiliki oleh MK
di berbagai negara, yaitu menguji konstitusionalitas peraturan
perundang-undangan dan memutus sengketa kewenangan
konstitusional lembaga Negara. Mahkamah Konstitusi (MK)
merupakan lembaga peradilan sebagai salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung (MA),
yang dibentuk melalui Perubahan Ketiga UUD 1945.
Pembentukan MK RI dapat dipahami dari dua sisi, yaitu
dari sisi politik dan dari sisi hukum. Dari sisi politik
ketatanegaraan, keberadaan MK diperlukan guna
mengimbangi kekuasaan pembentukan undang-undang yang
dimiliki oleh DPR dan Presiden. Hal itu diperlukan agar
undangundang tidak menjadi legitimasi bagi tirani mayoritas
wakil rakyat di DPR dan Presiden yang dipilih langsung oleh
mayoritas rakyat.
Sejarah modern Judicial Review yang merupakan ciri
utama kewenangan Mahkamah Konstitusi di Amerika Serikat
yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (Supreme Court),
dapat dicatat sebagai perkembangan yang berlangsung selama
250 tahun, yang diawali dengan rasa kebencian sampai
dengan penerimaan secara luas.2
Revolusi Perancis dan konsep Separation of Powers dari JJ.
Rosseau dan De la Montesquieu merupakan cikal bakal
pengembangan Judicial Review kedepan. Bahkan keberhasilan
awal pemerintahan Napoleon dan pengaruh yang
berkelanjutan dari hukum dan budaya Perancis, telah
membawa sikap dan pendekatan Judicial Review menyebar ke
seluruh Eropa dengan sistem hukumnya yang berbeda.

2
Maruarar Siahaan,Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Konstitusi
Press, Jakarta, 2005, Hlm 5.

Halaman | 2
Ada dua sejarah besar dalam judicial review di dunia.
Pertama adalah sejarah judicial review dalam praktik hukum
di Amerika Serikat melalui putusan Supreme Court Amerika
Serikat dalam perkara “Marbury vs. Madison” Tahun 1803.
Meskipun ketentuan judicial review tidak tercantum dalam
Undang-Undang Dasar Amerika Serikat, Supreme Court
Amerika Serikat membuat sebuah putusan yang ditulis John
Marshall ketika menjabat Ketua Mahkamah Agung (Supreme
Court) Amerika Serikat yang menyatakan bahwa pengadilan
berwenang membatalkan undangundang yang bertentangan
dengan konstitusi.
Kedua adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi Austria
yang diperkenalkan oleh pakar hukum asal Austria, Hans
Kelsen, yang kemudian ide tersebut diterima dalam Konstitusi
Austria Tahun 1919.4 Pemikiran Kelsen tersebut mendorong
dibentuknya suatu lembaga yang diberi nama
Verfassungsgerichtshoft atau Mahkamah Konstitusi
(Constitutional Court). Kemudian Mahkamah Konstitusi
pertama itu berdiri pada tahun 1920 di Austria.
Sejarah awal lahirnya pengujian peraturan perundang-
undangan oleh sebuah lembaga yudikatif (judicial review)
bermula terjadi pada tahun 1803, yaitu di Mahkamah Agung
(MA) Amerika Serikat di bawah pimpinan John Marshall
dalam penyelesaian kasus Marbury vs. Madison. Dalam kasus
tersebut, Marbury menggugat berdasarkan Undang-Undang
(UU) Kekuasaan Kehakiman (Judiciary Act) tahun 1789,
dimana berdasarkan UU tersebut MA berhak menggunakan
writ of mandamus untuk memerintahkan agar pemerintah
menyerahkan surat keputusan pengangkatan, tapi MA tidak
menggunakan wewenang tersebut. Namun, yang dilakukan
MA adalah justru membatalkan UU tersebut karena

Halaman | 3
dipandang bertentangan dengan konstitusi. Sebenanya
Marshall waktu itu dianggap tidak layak ikut memutus
perkara karena dipandang memiliki conflict of interest, sebab
sebelumnya Marshall adalah secretary of state yang
menandatangani pengangkatan Marbury. Akibat dari putusan
Marshall tersebut barulah muncul istilah judicial review dan
menjadi doktrin yang pengertiannya adalah segala UU buatan
Kongres, bila bertentangan dengan konstitusi sebagai the
supreme law of the land harus dinyatakan batal dan tidak
berlaku lagi (null and void). Meskipun demikian masih saja
timbul ketidaksepakatan (disagreement) tentang masalah hak
menguji (judicial review) ini.

Halaman | 4
2. LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN MAHKAMAH
KONSTITUSI

B. KEDUDUKAN, FUNGSI DAN WEWENANG MAHKAMAH


KONSTITUSI
C. SUSUNAN HAKIM MAHKAMAH KONSITTUSI

Halaman | 5

Anda mungkin juga menyukai