Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan adalah kebutuhan dasar dan modal utama bagi setiap manusia untuk hidup. Walaupun
kenyataannya tidak semua orang memperoleh atau memiliki derajat kesehatan yang optimal, karena
suatu penyakit. Penyakit atau kelainan pada sistem perkemihan diantaranya adalah batu saluran
ginjal dan batu ginjal.
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi
sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Aktivitas sistem perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk
menjaga komposisi darah dalam batas yang bisa diterima.
Penyakit yang terjadi pada sistem perkemihan bervariasi, salah satunya yaitu Nefrolitiasis.
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah batu yang hanya berada di bagian pelvis renalis.
Batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan, baik di Indonesia maupun di
dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki-laki dewasa dan 7% pada perempuan
dewasa, dengan puncak usia dekade ketiga dan keempat. Angka kejadian batu ginjal berdasarkan
data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 37.636
kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang.
Batu ginjal menyebabkan obstruksi pada ginjal sehingga menjadi hidronefrosis, lalu apabila
hidronefrosis tidak ditangani maka akan terjadi komplikasi-komplikasi, diantaranya adalah gagal
ginjal, infeksi, hidronefrosis, avaskuler ischemia yang akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal
serta akan mengakibatkan ancaman kematian bagi penderita.

BAB II
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki - laki
Umur : 47 Tahum
Pekerjaan : Driver Online
Agama : Kristen
Alamat : Jl. 25 Duren Sawit rt 08/ rw 05 Jakarta Timur
No. Rekam Medis : 17/2935

Latar Belakang
a. Sosial
Pasien tinggal serumah dengan istri dan kedua anaknya, hubungan antar anggota keluarga dan
lingkungan baik.
b. Ekonomi
Pasien bekerja sebagai driver online dan driver antar kota, dengan penghasilan tidak menentu
dengan rata-rata penghasilan Rp2.000.000 hingga Rp3.000.000 perbulan. Penghasilan pasien
dibantu oleh istrinya yang bekerja sebagai pedagang. Pasien tinggal di rumah kontrakan.
c. Lingkungan
Rumah permanen, yang terdiri dari ruang keluarga satu kamar mandi, dapur dan 2 kamar tidur
berukuran 2x2 meter. Ventilasi dan pencahayaan cukup baik. Sumber air untuk MCK
menggunakan jet pump, untuk air minum menggunakan air kemasan terkadang dengan memasak
air. Tempat pembuangan sampah tersedia di luar dekat rumah, pasien dan keluarganya tinggal di
tempat pemukiman padat penduduk.
d. Perilaku
Pasien mandi 2 kali sehari, Selama 5 tahun ini pasien sering bepergian keluar untuk bekerja, pola
makan tidak teratur, riwayat sering menahan buang air kecil ketika bekerja karena pasien merasa
masih bisa ditahan, pasien jarang minum air putih, sering meminum air kemasan yang dapat
meningkatkan stamina dan mencegah Kantuk saat bekerja.
Keluhan Utama :
Nyeri pada perut menyeluruh
Riwayat Penyakit Sekarang :
Nyeri pada perut menyeluruh dirasakan oleh pasien sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan
seperti di tusuk-tusuk, hilang timbul dan menjalar sampai ke pinggang bagian belakang, terutama
pinggang kiri. Demam (-), mual(+), muntah (-). Riwayat BAK dirasakan pasien tidak puas, riwayat
kencing darah (-), keluar batu saat kencing (-), nyeri saat BAK (+), badan sedikit meriang hilang timbul.
Pasien di bawa ke Puskesmas kecamatan Duren Sawit lalu karena nyeri yang hebat kemudian pasien
dirujuk ke RS OMNI Jakarta Timur.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah merasakan keluhan yang sama 5 tahun lalu terdiagnosa batu ginjal kanan.
Riwayat Penyakit Keluarga :
di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
Riwayat Alergi :
alergi obat dan makanan tidak ada.
Riwayat psikososial:
pasien tidak merokok, sering menahan kencing saat bekerja, pola makan tidak teratur.
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : compos mentis
TD : 110/60 N : 88x/menit RR :17x/menit S : 36,5oC
Kulit : Anhidrosis
Kepala : Alopesia (-), Trauma (-)
Mata : Anemis (-) Ikterik (-) Pupil isokor
Hidung : Deviasi Septum (-) Rhinorrhea (-)
Telinga : Sekret (-) Pendengaran normal
Mulut Tenggorokan : Higiene baik, Hiperemi faring (-)
Leher : Pembesaran KGB (-) Deviasi trakea (-)
Toraks : Simetris
Jantung : Cor dalam batas normal
Paru : Pulmo dalam batas normal
Abdomen : Distensi (-), nyeri ketok CVA (-/+)

Hepar Lien : Pembesaran (-)


Ruang Trobe : Timpani
Bising Usus : Normal, Mettalic Sound (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

a. Status Neurologikus
Panca indera : Tidak didapatkan kelainan
Tanda meningeal : Tidak didapatkan kelainan
Tekanan intrakranial : Tidak didapatkan kelainan
Mata :
Gerakan : Normal, strabismus (-)
Pupil : Isokor 3mm/3mm, midriasis (-)
Diplopia : Tidak ada
Visus : Secara kasar normal

Diagnosis
- Nefrolitiasis

Diagnosis Banding
- Ureterolitiasis
- Pielonefritis

Saran Pemeriksaan Penunjang


- Darah Rutin
- Urin Lengkap
- BNO IVP
- USG Ginjal
- CT uro

Tatalaksana Farmakologis
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Antasida 3x1

Tatalaksana Non Farmakologis


Edukasi
- dianjurkan untuk minum air putih minimal 2 liter per hari
- pola makan teratur tidak mengkonsumsi makanan yang dapat menyebabkan terbentuknya batu.
- Jangan menahan buang air kecil.
Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia
Quo ad Functionam : Dubia

Resume
Nyeri pada perut menyeluruh dirasakan oleh pasien sejak 1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan
seperti di tusuk-tusuk, hilang timbul dan menjalar sampai ke pinggang bagian belakang terutama
pinggang kiri. Demam (-), mual(+), muntah (+), volume 1 gelas aqua isi makanan dan cairan. Riwayat
BAK dirasakan pasien tidak puas, riwayat kencing darah (-), keluar batu saat kencing (-), nyeri saat
BAK (+). Pasien di bawa ke Puskesmas kecamatan Duren Sawit lalu karena nyeri yang hebat kemudian
pasien dirujuk ke RS OMNI Jakarta Timur. Pasien pernah merasakan keluhan yang sama 5 tahun lalu
terdiagnosa batu ginjal kanan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan Fisiologi


a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal
sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12),
sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun
kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm
dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya
lebih rendah dibandingkan ginjal kiri4 .

Gambar 1.1 Anatomi Letak Ginjal6

6
Gambar 1.2 Anatomi Letak Ginjal6

Adapun bagian – bagian ginjal, terdiri dari5

Gambar 1.3 Anatomi Ginjal6


 Korteks, merupakan bagian ginjal yang di dalamnya terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distal.
 Medula, terdiri dari 9 – 14 pyramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung
henle dan tubulus pengumpul (ductus colligent).

7
 Columna renalis, merupakan bagian korteks diantara pyramid ginjal.
 Proc. Renalis, merupakan bagian pyramid/medulla yang menonjol kea rah korteks.
 Hilus renalis, merupakan suatu bagian dimana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, merupakan bagian penghubung antara duktus pengumpul dan calix
minor.
 Calix minor, merupakan percabangan dari calix mayor.
 Calix mayor, merupakan percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvis renalis/ Piala ginjal, merupakan bagian penghubung antara calix mayor dan
ureter.
 Ureter, merupakan saluran yang membawa urin menuju vesica urinaria

Gambar 1.4 Nephrone5


Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus colectus. Di
sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang
memperdarahi jaringan ginjal). Berdasarkan letaknya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif

8
jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada
medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak
di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta5.

Gambar 1.5 Perdarahan pada Ginjal6


Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari
aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang
akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-
superior, anterior-inferior, inferior serta posterior4.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan
simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major,
n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen
viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus4.
b. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica
urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing
satu untuk setiap ginjal.

9
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan
m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis.
Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung
secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-
vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat
beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis
renalis-ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria.
Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan
ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus,
serta pleksus hipogastricus superior dan inferior7.

10
c. Vesica
urinaria
1.6 Anatomi Ureter6
Gambar
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui
ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh
melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis
(pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ

11
reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan
saraf4.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri
atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga
permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi
(anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria
terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat
trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum
vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari
orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan
tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong4.

Gambar 1.7 Anatomi Vesika Urinaria6


Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun
pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan
persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis.
Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan
n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui
n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik4.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi
sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra
pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot
sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan
bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat
volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal
inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter)8.
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa8.
 Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek
superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae
internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh
persarafan simpatis.
 Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar
prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
 Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit.
Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma
urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal
yang berada di bawah kendali volunter (somatis).
 Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari
pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh
korpus spongiosum di bagian luarnya.
Gambar 1.9 Anatomi Uretra Laki-laki & Perempuan 6

Gambar 1.8 Anatomi Uretra Laki-laki & Perempuan 6


Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada
orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter
urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra
pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif8.
c. Fisiologi
Fungsi ginjal selain mengatur keseimbangan biokimia tubuh dengan cara
mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah dan asam basa ginjal juga
berperan dalam produksi hormon seperti9:
 Eritropoietin: menstimulasi produksi eritrosit di sumsum tulang. Eritropoietin
disekresikan saat ginjal mengalami hipoksia. Hampir semua hormon eritropoietin
yang terdapat dalam darah disekresi oleh ginjal.
 1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitriol): merupakan bahan aktif dari vitamin D.
Prekursor vitamin D terhidroksilasi di ginjal. Calcitriol adalah vitamin esensial untuk
meregulasi kalsium deposisi pada tulang dan kalsium reabsorbsi dalam traktus
digestivus. Calcitriol juga mempunyai peran penting dalam refulasi kalsium dan
fosfat.
 Renin: berfungsi sebagai regulator tekanan arteri jangka pendek. Renin bekerja pada
jalur angiotensin untuk meningkatkan tekanan vaskuler dan produksi aldosteron.
 Prostaglandin: berfungsi sebagai vasokonstriktor dan regulasi garam dan air.

3 tahap pembentukan urin9:

Gambar 1.9 Mekanisme Pembentukan Urine9


1. Filtrasi glomerular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler
tubuh lainnya, kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeabel terhadap protein
plasma yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal
Blood Flow) adalah sekitar 22% dari curah jantung atau sekitar 1100 ml/menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsul
Bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari
perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s,
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan
ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik
koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid
diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit
dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali
lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.Hasil sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat
sedikit di reabsorbsi pada tubulus ginjal. Sebaliknya elektrolit seperti natrium, klorida dan
bikarbonat terreabsorbsi dalam jumlah banyak, hingga kadar elektrolit dalam urin akan
rendah. Beberapa zat hasil filtrasi akan direabsorpsi sepenuhnya, seperti asam amino dan
glukosa. Reabsorbsi terjadi dalam tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan
tubulus kontortus distal.

3. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transport aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui
tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah
dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh
termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen.
Pada tubulus kontortus distal, transport aktif natrium sistem carier yang juga telibat
dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier
membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium
kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan
disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen
dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu
kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai
contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia
atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat
dikoreksi secara teurapeutik.
II. Batu Saluran Kemih

a. Definisi
Batu Saluran Kemih adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih. Batu ini disebabkan oleh pengendapan
substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena
faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi1.

b. Etiologi
Secara umum batu saluran kemih dapat disebabkan oleh sebab non infeksi (batu
kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat), infeksi (magnesium ammonium fosfat,
apatit karbonat, ammonium urat), faktor genetic (sistin, xantin, 2,8-dihidroksiadenin)
dan batu akibat obat-obatan11. Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada
hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan
yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal
dari lingkungan sekitarnya12.

a) Faktor intrinsik itu antara lain adalah12 :


1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
b) Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang
lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu
saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life.

c. Klasifikasi
Urolithiasis dapat di klasifikasikan berdasarkan lokasi batu, karakteristik x-ray,
etiologi proses pembuatan batu dan komposisi batu. Klasifikasi ini penting dalam
menatalakasanakan pasien karena daoat mempengaruhi terapi dan juga prognosis13.

1) Lokasi batu 14,15


 Nefrolithiasis : Batu yang terbentuk pada pielum, tubuli hingga calyx
ginjal.
 Ureterolithiasis : Batu yang terdapat pada ureter.
 Vesicolithiasis : Batu yang terdapat pada vasika urinaria.
 Urethrolithiasis : Batu pada saluran uretra

2) Karakteristik radiologi 13
 Radiopaque : kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat
monohidrat, kalsium fosfat.
 Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat, apatit, sistein.
 Radiolucent : usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8 dihidroxy-
adenine.
3) Etiologi 13
 Non-infeksi : kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.
 Infeksi : magnesium ammonium fosfat, apatit, ammonium urat.
 Genetik : sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.
Gambar 2.1 Jenis-jenis batu
13
4) Komposisi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau
kalsium fosfat 75%, asam urat %, magnesium-amonium-fosfat 15%, sistin,
silikat dan senyawa lain 1%.
a. Batu kalsium3,16
Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu
sekitar 70%-80% dari seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di
jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran,
misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau
campuran dari kedua unsur tersebut.
Ketika Ca+ bertemu muatan oksalat yang negatif, maka akan
membentuk batu bewarna coklat/hitam yang radioopaq pada X-Ray.
Biasanya kalsium oxalat terbentuk pada keaadaan pH urin yang asam.
Kadang Ca+ akan mengikat fosfat yang akan membentuk batu bewarna
putih dan akan terlihat radioopaq pada X-Ray. Batu kalsium fosfat
terbentuk saat keaadaan pH urin basa.
Hal-hal yang menyebabkan pembentukan jenis batu kalsium antara
lain:
a) Hiperkalsiuria

Peningkatan jumlah kalsium urin > 200 mg/hari setelah


konsumsi 400 mg kalsium dan 100 mg natrium per hari selama

seminggu3. Terdapat beberapa penyebab hiperkalisuria3:

 Hiperkalsiuria absortif (HA) : Penyebab utama hiperkalisuria


absorbtif adalah peningkatan absorbs kalisum di
gastrointestinal3.

 Hiperkalsiuria renal : Kelainan pada reabsorbis tubulus


3
proksimal dapat meningkatkan jumlah kalsium dalam urin

 Hiperkalsiuria resorptif : Berhubungan dengan peningkatan


PTH oleh adenoma paratiroid dapat meningkatkan resorpsi
tulang sehingga meningkatkan absorbs dari kalsium. Hal ini
dapat meningkatkan kadar kalsium dalam serum dan urin
sehingga meningkatkan pembentukan batu kalsium pada urin3.

 Hiperkalsuria terinduksi glukokortikoid : Glukokortikoid dapat


meningkatkan resorpsi tulang dan mengurangi formasi tulang
pada penggunaan jangka panjang sehingga meningkatkan jumlah
kalsium dalam serum dan urin3.

b) Hiperoksaluria
Hiperoksaluria didefinisikan sebagai peningkatan jumlah
oksalat > 40 mg/hari pada urin.
Hal-hal yang menyebabkan kejadian tsb adalah:
 Kelainan genetic yang menyebabkan peningkatan ekresi
oksalat.
 Defect pada metabolisme hati
 Konsumsi makanan yang tinggi akan oksalat.
b. Batu asam urat16
Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya
oleh asam urat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi protein
mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit BSK, karena
keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH
air kemih menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari
ukuran kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk staghorn
(tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat dipecah
dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi
kemolisis.

c. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)16


Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang
dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi
bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang
termasuk pemecah urea di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella,
Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan
sekitar 15-20% pada penderita BSK.
Batu struvit lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Infeksi
saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi ammonium dan pH
air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat
penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari
fosfat.

d. Batu Sistin16
Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal. Merupakan batu yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi
kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin, arginin, lysin dan
ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan
faktor keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang
sangat jenuh, pembentukan batu dapat juga terjadi pada individu yang
memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang statis
karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet
mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran air kemih
yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan
ekskresi sistin dalam air kemih.

d. Patogenesis

Proses pembentukan batu dimulai dari proses kejenuhan (supersaturated) urin. Urin
terdiri atas air dan partikel-partikel ion seperti Na+, H+, HCO3-, Ca+, dan lain-lain.
Dalam beberapa keadaan tertentu seperti keaadaan dehidrasi, urin memiliki
konsentrasi yang tinggi. Jika keaadaan ini berkelanjutan maka cairan urin akan
menjadi semakin jenuh (supersaturated) yang mengakibatkan partikel-partikel ion
tertuntu (seperti calsium, oxalat, as. Urat, dll) mengalami presipitasi dan membentuk
kristal-kristal didalam saluran kemih. Jika urin kekurangan substansi yang dapat
mencegah pembentukan kristal, maka akan terbentuklah calculi (batu) yang akan terus
bertambah besar dan terkadang dapat menempel pada bagian saluran kemih yang
menyempit (konstriksi), yaitu biasanya di parenkim ginjal, Calyx renal, Ureteropelvic,
Midureter, Ureterovesical junction.
Gambar 2.2 tempat-tempat konstriksi
Batu ginjal (Nefrolithiasis) terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan
gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu staghorn. Kelainan atau
obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal (penyempitan infundibulum dan stenosis
ureteropelvik) mempermudah timbulnya batu saluran kemih3.
Batu ureter (Ureterolithiasis) terbentuk akibat terdorongnya batu yang tidak terlalu
besar oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu
ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk mengeluarkan batu hingga turun ke
buli-buli (Vesocolithiasis) bahkan menjadi batu uretra (Urethrolithiasis). Batu yang
ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang
lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi keradangan
(periureteritis)3.

d. Manifestasi klinis3
Batu Saluran Kemih Bagian Atas:
Gambaran klinis klasik ialah pasien dengan kolik renal akut dengan onset nyeri berawal
dari pinggang menjalar ke bawah dan depan. 50% pasien mengalami mual dan muntah.
Pasien dengan batu saluran kemih dapat mengeluhkan nyeri, demam atau hematuria.
Pasien dengan batu yang kecil dan tidak menghambat misal batu staghorn dapat tanpa
gejala atau keluhan yang dapat ditahan.

Yang biasa dikeluhkan oleh pasien adalah:


 Nyeri pada pinggang kolik (usaha peristaltik dalam mengeluarkan batu) atau non-kolik
(peregangan kapsul ginjal)
 Sakit perut
 Mual dan muntah
 Kelelahan
 Peningkatan suhu  tanda urosepsi
 Urin : warna coklat atau merah (hematuri)  Trauma mukosa
 Nyeri menetap atau menjalar
 Nyeri tekan/ketok panggul
Batu Saluran Kemih Bagian Bawah:
 Gangguan miksi
 Retensi urin
 Nyeri saat kencing/disuria
 Perasaan tidak enak saat kencing
 Gangguan pancaran urin
 Nyeri pada ujung skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.

Gambar 2.3 Skema Dermatom Nyeri pada Ginjal dan Uretra

Berikut merupakan karakteristik dari nyeri berdasarkan lokasi batu saluran kemih:

 Batu menghambat uteropelvic junction: nyeri dalam sedang hingga


berat, gelisah (frekuensi atau disuria), nyeri suprapubik.

 Batu ureter: nyeri berat pada daerah panggul dan perut bagian bawah
ipsilateral menjalar ke area testis atau vulva, dapat disertai mual dengan
atau tanpa muntah

 Batu uretral atas: nyeri menjalar ke perut dan lumbal

 Batu ureteral tengah: menjalar ke depan dan kaudal


 Batu ureteral distal: menjalar ke selangkangan atau testis/labia mayor

 Batu melewati kandung kemih: kebanyakan tanpa gejala, jarang,


retensi posisional.

e. Diagnosis
a) Anamnesis
 Nyeri, posisi nyeri, penjalaran nyeri, hilang timbul/terus menerus, skala nyeri?
 Demam, onset demam, pola demam?
 Warna urin? Hematuria?
 Frekuensi buang air kecil? Nyeri saat buang air kecil?
 Riwayat batu saluran kemih sebelumnya, riwayat batu saluran kemih
di keluarga?
 Riwayat infeksi saluran kemih?
 Riwayat kelainan ginjal sebelumnya?
 Riwayat keluarga?
 Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi?
 Kebiasaan makan makanan seperti apa?

b) Pemeriksaan fisik

 Pemeriksaan tanda – tanda vital

 Inspeksi keadaan umum pasien yang cenderung gelisah, mencari posisi paling
nyaman

 Pemeriksaan abdomen: bunyi usus cenderung hipoaktif, nyeri ketok costo


vertebrae angulus, Nyeri tekan panggul, Vesika urinaria teraba penuh.

c) Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Lab3
Pemeriksaan lab dapat dilakukan berupak pemeriksaan urin (sel darah
merah, sel darah putih, nitrit, pH urin, kultur urin, kristal dan epitel urin) dan
pemeriksaan darah (kreatinin, asam urat, ion kalsium, natrium, kalium, hitung
jenis, CRP). Dilakukannya pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya
eritrosuria, leukosituria, bakteriuria, pH urin dan kultur urin. Pada
pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat hemoglobin, leukosit, ureum dan
kreatinin. Pada hasil urinalisis bila pH >7,5 : lithiasis disebabkan oleh infeksi
dan bila pH <5,5 : lithiasis karena asam urat.

2. Pencitraan

a. USG3,11

USG menjadi pemeriksaan penunjang utama dalam hal ini untuk


memastikan ada atau tidaknya batu pada saluran kemih. USG tidak ada
risiko radiasi dan relative tidak mahal. USG dapat menentukan ada atau
tidaknya batu pada kaliks, pieloureteric, vesicoureteric hingga dilatasi dari
traktus urinarius atas. USG memiliki sensitivitas 45% dan spesifisitas 94%
untuk batu ureter dan sensitivitas 45% dan spesifisitias 88% untuk batu
ginjal.
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP,
yaitu pada keadaan-keadaan: allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang
menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat
menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai
echoic shadow).

Gambar 2.4 Batu pada Ginjal


Gambar 2.5 Batu pada Vesikoureteric Junction

b. KUB (Kidney-ureter-bladder) Radiography11


Pembuatan Kidney-ureter-bladder bertujuan untuk melihat kemungkinan
adanya batu radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan
kalsium fosfat bersifat radio-opak dan paling sering dijumpai diantara batu
jenis lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen). Urutan
radiopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel berikut:
Tabel 1. Urutan Radio-opasitas beberapa jenis batu saluran kemih

KUB memiliki sensitivitas 44-77% dan spesifisitas 80-87%. Namun KUB


tidak dilakukan jika akan dilakukan non-contrast-enhanced computed
tomography (NCCT). Batu basanya sering ditemukan pada ureteropelvic
junction dan ureterovesical junction. Batu kalsium 1-2 cm dapat dilihat,
batu sistin kecil 3-4 mm mungkin bias dilihat namun batu asam urat biasanya
tidak terlihat kecuali jika sudah terkalsifikasi. Pada KUB dapat dilakukan
Intravenous Urography untuk mengetahui lokasi persis dari batu pada saluran
kemih.
Gambar 2.6 Radiografi Kalsifikasi pada Ginjal Kiri menunjukan Batu Staghorn

c. Pielografi Intra Vena (IVP)3,11


Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain
itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang
tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan
keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.
Pada pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut ini:
 Dengan alergi kontras
 Dengan level kreatinin serum >200 mmol/L atau >2 mg/dl
 Dengan pengobatan metformin
 Dengan myelomatosis

d. NCCT (Non-Contrast-enhanced Computed Tomography)11

NCCT menjadi standar diagnosa untuk kolik renal akut dan menggantikan
intravenous urography (IVU). NCCT dapat menentukan diameter dan
densitas batu. Pada pasien dengan suspek urolitiasis akut, NCCT dapat secara
signifikan lebih akurat dari IVP.

NCCT dapat mendeteksi batu asam urat dan batu xanthine, dimana
gambarannya radiolusen pada foto polos. NCCT dapat menentukan densitas
batu, struktur dalam dari batu dan jarak kulit-batu untuk menggambarkan
outcome extracorporeal shock wave (SWL).

Pada pasien dengan BMI < 30, dosis rendah CT dapat memberikan
sensitivitas 86% untuk batu ureter < 3 mm dan 100% untuk batu >
3mm. secara umum sensitivitas NCCT 96,6% dan spesifisitas 94,9%.

f. Tatalaksana3,11
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Batu dapat dikeluarkan
dengan cara medikamentosa dan non medikamentosa:
 Medikamentosa:
o Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm diharapkan
dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri saat proses
pengeluaran batu dengan cara miksi. Pemberian diuretik dapat digunakan untuk
memperlancar aliran urin. Edukasi pasien untuk minum banyak juga dapat
dilakukan untuk memperlancar aliran urin.
o Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat dapat
mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat ini adalah pasien
dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.

 Non Medikamentosa
o ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini dapat memecah
batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui tindakan invasive dan
tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave batu dapat dipecahkan. Pasien
dapat merasa nyeri kolik pada proses pemecahan batu. Kontraindikasi
pemecahan batu menggunakan ESWL adalah pasien hamil, infeksi saluran
kemih dan batu sistein.
Gambar 2.7 Mekanisme Kerja ESWL

o PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): menggunakan alat endoskopi


ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dipecah
menjadi ukuran yang lebih kecil. Metode ini digunakan untuk batu > 2
cm. Keberhasilan PNL sendiri mencapai 56%.
Kontraindikasi meliputi penggunaan antikoagulan, infeksi saluran

kemih yang belum diatasi, tumor traktus urinarius, kehamilan.6


o Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra, batu
dapat dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat dikeluarkan
dengan evakuator Ellik.
o Ureteroskopi (URS): dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram
guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Endoskop mini
ini dapat digunakan untuk mengeliminasi trauma potensial, iritasi mukosa
dan manipulasi batu saluran kemih. Ureteroskopi juga dapat digunakan
untuk tatalaksana pada pasien yang terkontraindikasi ESWL seperti wanita

hamil dan pasien anak.6


Gambar 2.8 Ureteroskopi
o Bedah laparoskopi: cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
o Bedah terbuka : terbagi atas :
 Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di dalam ginjal
 Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu
yang berada di ureter
 Vesikolitomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di vesica urinaria
 Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu
yang berada di uretra.
Gambar 2.9 Nephrolithotomy

Gambar 2.10 Nephrolithotomy & Pyelolithotomy


Menurut American Urological Association (AUA) 2016 indikasi tindakan bedah
11
pada batu saluran kemih :

 Batu ureter > 10 mm


 Batu ureter distal tanpa komplikasi ≤ 10 mm dan tidak keluar
spontan 4-6 minggu setelah observasi
 Batu ginjal simtomatik tanpa penyebab lain dari nyeri
 Pasien anak dengna batu ureter yang sulit keluar
 Pasien hamil dengan batu ureter atau ginjal yang gagal observasi.

o P e m a s a n g a n J - S t e n t merupakan pemasangan alat di ureter,


satu ekornya di sistem pelvikokaliks ginjal dan satu lagi di kandung
kemih.
Fungsinya untuk mempermudah aliran kencing dari ginjal ke
kandung kencing, juga memudahkan terbawanya serpihan batu saluran
kencing. Ketika ujung J-stent berada di sistema pelvikokaliks maka
peristaltik ureter terhenti sehingga seluruh ureter dilatasi. Lama usia DJ
stent bervariasi, umumnya 2 bulan dan terdapat yang dapat berusia 1
tahun. Jika tidak diberikan keterangan, biasanya DJ stent berusia 2 bulan.
Disarankan DJ stent dicabut atau diganti setelah 2 bulan.
Gambar 2. 11 Radiologi J-stent
Algoritme penatalaksanaan non medika mentosa pada urolithiasis11

Gambar 2.15 Algoritma Tatalaksana Batu Ginjal6

g. Komplikasi

 Formasi abses
 Infeksi Saluran Kemih
 Fistula
 Scarring dan stenosis
 Kestravasasi
 Urosepsis
 Hidronefrosis
 Gagal ginjal

h. Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya
infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya.
Sebagian besar batu saluran kemih < 5 mm dapat keluar secara spontan (80%). Batu
dengan ukuran 5-10 mm dapat keluar spontan sebesar 50%. Letak batu yang dapat
menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi.
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari
batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu
dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan
bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator17.

i. Pencegahan
Pencegahan urolithiasis dapat dilakukan dan dibedakan bergantung pada
komposisi batu:
 Batu asam urat: pengaturan diet rendah purin dan pemberian allopurinol sebagai
pengontrol kadar asam urat dalam darah
 Batu kalsium fosfat: melakukan pemeriksaan ekskresi kalsium dalam urin dan nilai
kalsium darah. Nilai yang melebihi normal dapat menandakan etiologi primer seperti
hiperparatiroidisme
 Batu kalsium oksalat: sumbernya dapat berasal dari eksogen maupun endogen.
Makanan yang banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh, kopi dan coklat.
Selain itu, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria dapat disebabkan penyakit lain, seperti
hiperparatiroidisme dan kelebihan vitamin D.
Pada umumnya pembentukan batu juga dapat dihindarkan dengan cara asupan
cairan yang mencukupi, aktivitas yang cukup dan mengontrol beberapa kadar zat
dalam urin. Pada keadaan infeksi, pencegahan pembentukkan batu dapat dilakukan
dengan cara mengobati infeksi yang ada dengan antibiotic dan asupan cairan yang
banyak17.
BAB III
KESIMPULAN

1. Batu Saluran Kemih adalah penyakit dimana didapatkan masa keras seperti
batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih.
2. Batu ini disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air
kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi.
3. Penatalaksanaan urolithiasis antara lain adalah dengan medika mentosa
ataupun intervensi bedah.
4. Tindakan bedah yang dilakukan dapat bersifat invasive dan non invasiv.
Tindakan invasiv seperti litotripsi, PNL, bedah laparoskopi. Tindakan non-
invasiv antara lain ESWL.
5. Komplikasi batu pada saluran kemih adalah obstruksi dan infeksi sekunder,
serta komplikasi dari terapi, baik invasif maupun noninvasif.
6. Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,
dan adanya infeksi serta obstruksi.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Menon M, R., Martin I. Urinary Lithiasis, Etiologi and Endourologi, in:

Chambell's Urology, 8 th. W.B. Saunder Company, Philadelphia, 2002. Vol


14: p. 3230-3292
2. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Depkes RI
3. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Setu,

2014. Hal : 87- 101.


4. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:

FA Davis Company; 2007.


5. Martini FH, Ober WC. Visual Anatomy & Physiology. 2nd ed. US: Pearson; 2015.
6. Paulsen, Waschke. Sobotta: Atlas of Human Anatomy Latin Nomenclature

Internal Organs. 15th Ed. Munich: Elsevier; 2011.


7. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2001.
8. VanPutte LC, Regan JL, Russo AF. Seeley’s Anatomy & Physiology. 10th

ed. US: McGraw-Hill; 2014.


9. Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th ed.

US: Cengage Learning.


10. Fisang, Christian et al. Urolithiasis—an Interdisciplinary Diagnostic,

Therapeutic and Secondary Preventive Challenge. Jerman: Dtsch Arztebl


Int 2015; 112: 83–91.
11. C. Turk, T. Knoll, A. Petrik, K. Sarica, A. SKolarikos, M. Straub.

Guideline on Urolithiasis. European Association of Urology. 2015.


12. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai Penerbit FKUI
: Jakarta

13. Turk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Seitz C, Straub M. Guidelines on

Urolithiasis. European Association of Urology; 2011. P.289-293.


14. Sorensen, C. M., & Chandhoke, P. S. (2002). Hyperuricosuric calcium

nephrolithiasis. Endocrinology and metabolism clinics of North America,


31(4), 915- 925
15. Takahashi, Naoki, Akira Kawashima, Randy D. Ernst, Illya C. Boridy,

Stanford M. Goldman, George S. Benson, and Carl M. Sandler.

33
"Ureterolithiasis: can clinical outcome be predicted with unenhanced
helical CT?." Radiology 208, no. 1 (1998): 97-102.
16. Ayu D., 2007. Profil Analisis Batu Saluran Kemih di Instalasi
Laboraturium Klinik RSUP. Sanglah Denpasar. Bagian Patologi Klinik FK
Universitas Negeri Udayana.
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/3_edited.pdf. Di akses pada 3 Juni 2017

34
17. Knoll T. Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology
ofUrolithiasis. European Urology Supplements 9 (2010).
Department of Urology, Sindelfingen-Boeblingen Medical
Center, Germany. P.802-806.

35

Anda mungkin juga menyukai