Anda di halaman 1dari 6

Nama : Marissa Novita Azzahra

NIM : J2A019022

1. Sistem hemostatis koagulasi darah

Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena


trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair.

Mekanisme hemostasis
Jika ada luka yang mengenai pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan, maka
pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi. Dengan adanya perlukaan pembuluh
darah, endotel terlepas maka jaringan subendotel terbuka sehingga trombosit melekat ke
kolagen di jaringan subendotel. Perlekatan trombosit ke jaringan subendotel disebut adhesi
trombosit. Pada adhesi trombosit factor von Willebrand berperan sebagai jembatan antara
trombosit dengan kolagen di jaringan subendotel. Trombosit yang melekat ke subendotel
akan mengeluarkan isi granula seperti adenosine diphosphate (ADP) dan serotonin yang
akan merangsang trombosit lain untuk saling melekat atau beragregasi membentuk
gumpalan yang akan menyumbat luka pada dinding vaskuler.

Sistem koagulasi
Sistem koagulasi terdiri atas protein plasma, ion kalsium dan tromboplastin jaringan
atau tissue factor (TF). Faktor koagulasi diberi angka romawi berdasarkan urutan
ditemukannya. Sebagian besar faktor koagulasi adalah proenzim yang akan berubah menjadi
enzim setelah diaktifkan. Beberapa faktor koagulasi membutuhkan vitamin K untuk proses
karboksilasi residu asam glutamate menjadi gamma karboksi glutamate yaitu protrombin,
F VII, F IX dan F X sehingga 4 faktor tersebut disebut vitamin K dependent factors.
Proses koagulasi adalah reaksi berantai perubahan proenzim menjadi enzim.
Proses koagulasi dapat dimulai dari jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik yang
kemudian bergabung menjadi jalur bersama. Yang berfungsi pada jalur intrinsik adalah F
XII, Prekalikrein, Kininogen berat molekul tinggi, F XI, ion kalsium, F IX, dan F VIII
sedang pada jalur ekstrinsik hanya F VII dan ion kalsium yang berfungsi, dan pada
jalur bersama yang berfungsi adalah F X, F V, protrombin (F II) dan fibrinogen (F I).
Trombosit juga ikut berperan dalam proses koagulasi karena menyediakan permukaan
fosfolipid yang bermuatan negative yang disebut platelet factor 3 (Pf3), tempat aktivasi
faktor koagulasi.
Hemostasis dapat dibedakan atas hemostasis primer dan hemostasis sekunder.
Yang berperan dalam hemostasis primer adalah trombosit dan vaskuler sedang
hemostasis sekunder diperankan oleh sistem koagulasi.

Sumber : Faranita, Tri, dkk. Gangguan Koagulasi pada Sepsis. Vol. 13, No. 3, Oktober 2014

2. Golongan Darah

Perbedaan golongan darah dikelompokkan dalam tipe A, B, AB, atau O. Status rhesus
(Rh) darah pun dibagi menjadi negatif dan positif.
Ada dua teknik yang dipakai untuk mengelompokkan darah, yaitu menggunakan sistem
ABO dan rhesus (Rh).
Melalui sistem ABO, golongan darah dibagi menjadi 4 tipe, yaitu A, B, AB dan O.
 Jika Anda memiliki golongan darah A, maka Anda memiliki antigen A pada sel darah
merah dan memproduksi antibodi untuk melawan sel darah merah dengan antigen
 Jika Anda memiliki golongan darah B, maka Anda memiliki antigen B pada sel darah
merah dan memproduksi antibodi A untuk melawan sel darah merah dengan antigen A.
 Jika Anda memiliki golongan darah AB, maka Anda memiliki antigen A dan B pada
sel darah merah. Ini juga berarti Anda tidak memiliki antibodi A dan B pada plasma
darah.
 Jika Anda memiliki golongan darah O, maka Anda tidak memiliki antigen A atau B
pada sel darah merah. Orang bergolongan darah O memproduksi antibodi A dan B di
plasma darah.
Faktor resus (Rh) adalah jenis antigen yang ada pada sel darah merah. Jika darah
memiliki faktor Rh maka dikatakan resus positif, dan jika tidak memiliki faktor Rh maka
dikatakan resus negatif.
Orang yang memiliki Rh negatif bisa mendonorkan darahnya kepada orang yang
memiliki status Rh negatif dan Rh positif. Pendonor dengan Rh positif hanya bisa memberikan
darahnya kepada orang dengan status Rh positif.
Setiap orang memiliki dua faktor rhesus dalam genetika mereka, yaitu satu dari masing-
masing orangtua. Satu-satunya cara bagi seseorang untuk memiliki golongan darah negatif
adalah bagi kedua orangtua untuk memiliki setidaknya satu faktor negatif. Misalnya, jika faktor
rhesus seseorang positif, maka anak tidak mungkin memiliki golongan darah negatif.
Pentingnya mengetahui golongan darah untuk mencegah risiko kamu menerima
golongan darah yang tidak kompatibel pada saat dibutuhkan, seperti selama transfusi darah
atau selama operasi. Jika dua jenis darah berbeda dicampur, maka dapat menyebabkan
penggumpalan sel darah yang bisa berakibat fatal.
Mengetahui golongan darah rhesus sangat penting bagi ibu hamil. Jika seorang
perempuan dengan rhesus negatif dan hamil dengan bayi yang rhesus positif, itu dapat
menyebabkan kondisi yang dikenal sebagai ketidakcocokan rhesus.
Sumber :
 D.A. Swastini, dkk. Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus Pelajar Kelas 5 dan 6
Sekolah Dasar di Desa Taro Kecamatan Tegalalang Gianyar. Jurnal Udayana
Mengabdi, vol. 15 no. 1, Januari 2016.
 Oktari, Anita, dkk. Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO Metode Slide dengan
Reagen Serum Golongan Darah A, B, O. Vol.5, No.2, September 2016, pp. 49 ~ 54

3. Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses penyaluran darah ke tubuh Anda. Langkah medis ini
dilakukan untuk menyelamatkan nyawa Anda ketika tubuh kekurangan darah.
Kondisi yang bisa tertolong dengan transfusi darah :
 Kekurangan darah akibat melahirkan
 Menjalani operasi
 Infeksi dan luka bakar
 Menderita kanker
 Pengidap thalasemia

Sebelum Transfusi Darah


Pasien akan diambil sampel darahnya untuk dilakukan cek golongan darah,
berdasarkan golongan darah ABO (A, B, AB, atau O) dan berdasarkan rhesus (Rh) yang dibagi
rhesus positif dan negatif. Setelah golongan darah sudah sesuai, akan dilakukan pemeriksaan
kembali dengan mencocokkan golongan darah yang diambil dari pendonor dengan golongan
darah penerima (resipien), dinamakan dengan crossmatch. Pada saat crossmatch, tidak hanya
mencocokan kembali golongan darah pendonor dengan resipien, namun juga dilihat
munculnya antibodi yang kemungkinan dapat menyerang sel darah pendonor dan
membahayakan tubuh si penerima.
Prosedur Transfusi Darah
Transfusi darah umumnya dapat berlangsung hingga 4 jam atau lebih cepat tergantung
jenis darah dan banyaknya darah yang diberikan. Pasien bisa diminta bersandar di kursi atau
berbaring di tempat tidur. Setelah itu, dokter akan menusukkan jarum ke pembuluh darah di
sekitar lengan. Jarum yang masuk ke pembuluh darah lalu dihubungkan dengan kateter atau
selang tipis yang tersambung pada kantong darah. Pada tahap ini, darah akan dialirkan dengan
menggunakan selang tipis, dari kantong darah menuju ke pembuluh darah.
Pada 15 menit awal transfusi darah, kondisi pasien akan terus dipantau untuk
memastikan pasien tidak mengalami reaksi alergi. Bila gejala-gejala reaksi alergi terjadi,
prosedur dapat segera dihentikan. Setelah satu jam tes berjalan dan reaksi alergi tidak
ditemukan, dokter atau perawat bisa mempercepat proses transfusi darah.

Setelah Transfusi Darah


Dokter atau perawat akan melepaskan selang yang sebelumnya dimasukkan ke
pembuluh darah. Kondisi vital pasien akan dipantau, mulai dari denyut jantung, tekanan darah,
hingga suhu badan.
Sumber : Marsya, Intan Hannah, and Aria Weny Anggraita. Studi Pengaruh Warna pada
Interior Terhadap Psikologis Penggunanya, Studi Kasus pada Unit Transfusi Darah Kota X.
Jurnal Desain Interior 1.1 (2016): 41-50.

4. Kelainan darah
Berikut ini adalah beberapa kelainan darah yang memengaruhi sel darah merah:
 Anemia
Anemia terjadi jika kadar sel darah merah sangat rendah, baik akibat perdarahan
berlebihan, kekurangan zat besi, atau kekurangan vitamin B12. Pada anemia yang
cukup parah, penderita akan terlihat pucat, mudah lelah, dan sering sesak napas.
 Anemia Aplastik
Kondisi ini terjadi ketika sumsum tulang tidak menghasilkan cukup banyak sel
darah, salah satunya sel darah merah. Anemia aplastik belum diketahui penyebabnya,
tetapi diduga dipicu oleh infeksi virus, penyakit autoimun, efek samping penggunaan
obat, kemoterapi, hingga kehamilan.
 Anemia Autoimun Hemolitik
Pada anemia autoimun hemolitik, sistem kekebalan tubuh menjadi terlalu aktif
dan secara keliru akan menghancurkan sel darah merah, sehingga menyebabkan
anemia. Kondisi ini disebabkan oleh gangguan autoimun, yaitu kondisi ketika sistem
kekebalan tubuh menyerang diri sendiri.
 Anemia Sel Sabit
Kondisi ini membuat sel darah merah menjadi lengket dan kaku, hingga
menghambat aliran darah. Anemia sel sabit merupakan penyakit genetik. Penderita
kondisi ini bisa mengalami kerusakan organ tubuh dan rasa sakit yang tidak
tertahankan.
 Leukemia
Leukemia adalah salah satu bentuk dari kanker darah, di mana sel darah putih
menjadi ganas dan diproduksi secara berlebihan dalam sumsum tulang. Sayangnya,
belum diketahui penyebab pasti dari kondisi ini.
 Multiple Myeloma
Multiple myeloma merupakan kanker darah yang terjadi ketika sel darah putih
menjadi ganas. Sel darah putih akan diproduksi secara berlipat ganda dan melepaskan
protein abnormal yang dapat merusak organ.
 Sindrom Mielodisplasia
Sindrom mielodisplasia adalah salah satu kelainan darah yang berdampak pada
sumsum tulang. Kondisi ini terjadi akibat sumsum tulang tidak dapat memproduksi sel
darah yang sehat.
Bukan hanya memengaruhi sel darah merah dan sel darah putih. Kelainan darah
juga dapat terjadi pada trombosit. Di bawah ini adalah jenis-jenis kelainan darah pada
trombosit dan proses pembekuan darah:
tersebut.
 Hemofilia
Hemofilia merupakan gangguan proses pembekuan darah yang disebabkan oleh
kelainan genetik yang diturunkan. Kondisi ini mengakibatkan rendahnya jumlah protein
yang disebut sebagai faktor pembekuan darah. Perdarahan tersebut dapat terjadi secara
tiba-tiba di dalam atau luar tubuh.

Sumber : Firani, Novi Khila. Mengenali Sel-Sel Darah dan Kelainan Darah. Universitas
Brawijaya Press, 2018.
5. Mekanisme ketahanan tubuh terhadap infeksi
Mikroorganisme dan zat-zat asing yang menyerang tubuh disebut sebagai antigen alias
bibit penyakit. Saat antigen terdeteksi, serangkaian respon imun akan terjadi untuk melindungi
tubuh dari terinfeksi.
Pada proses tersebut, beberapa macam sel bekerja sama untuk mengenali antigen dan
memberikan respon. Sel-sel ini kemudian merangsang limfosit B untuk menghasilkan antibodi.
Antibodi adalah protein yang didesain khusus untuk menempel pada antigen tertentu. Setelah
itu, sel T mencari antigen yang telah ditumpangi dan menghancurkannya. Sel T juga membantu
memberi sinyal pada sel-sel lain (seperti fagosit) untuk melakukan tugasnya.
Begitu dihasilkan, antibodi akan berada dalam tubuh seseorang selama beberapa waktu,
sehingga apabila antigen atau bibit penyakit kembali, antibodi sudah tersedia untuk melakukan
misinya.
Antibodi juga dapat menetralkan racun yang dihasilkan oleh organisme dan
mengaktifkan sekelompok protein yang disebut komplemen. Komplemen adalah bagian dari
sistem imun yang membantu membunuh bakteri, virus atau sel-sel yang terinfeksi.
Bersama, semua sel-sel khusus dan bagian sistem imun menghasilkan perlindungan
bagi tubuh terhadap penyakit. Proteksi inilah yang disebut imunitas.

Sumber : Munasir, Zakiudin. "Respons imun terhadap infeksi bakteri." Sari Pediatri 2.4
(2016): 193-7.

6. Cara Jantung bisa meregulasi suhu tubuh


Dengan cara melalui sirkulasi darah
Sumber : Handayani, GO, dkk. Pengaruh Aktivias Berlari Terhadap Tekanan Darah dan Suhu
pada Pria Dewasa Normal. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
7. Cairan Interstitial

Cairan interstitial atau cairan jaringan Ini adalah cairan yang membasahi dan
menyelimuti jaringan seluler dan ditemukan di sela-sela, ruang di antara sel, juga dikenal
sebagai ruang di antara jaringan.
Sumber : Sirait, Nio Bonita. "Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Prioritas Masalah
Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektrolit: Gastroenteritis di RS. dr. Pirngadi Medan." (2017).
8. Pengertian gerakan ameoboid
Gerak amoeboid : Gerakan protoplasma dalam sel (terutama terjadi pada amoeba,
protozoa, leukosit) yang disebabkan oleh perubahan fungsi sehingga protoplasma memanjang
keadaanya. Gerakan ini tergantung secara langsung dari siklosis. Dalam gerakan amoeboid
sel berubah bentuknya secara aktif dan membentu pseudopodia (kaki palsu)
Sumber : Zalinna, Shima. PENGARUH LAMA PENYIMPANAN SAMPEL TERHADAP
HITUNG JENIS LEUKOSIT. Diss. Universitas Muhammadiyah Semarang, 2017.
9. Zat dalam trombosit yang berperan dalam pembekuan darah
Vitamin K

Vitamin K berperan penting untuk membantu proses pembekuan darah. Tanpa asupan
vitamin K yang cukup, tubuh tidak bisa menghasilkan protombin. Protombin sendiri
merupakan protein khusus yang berfungsi untuk pembekuan darah sekaligus metabolisme
tulang. Maka dari itu, jika kekurangan asupan vitamin K, Anda akan lebih mudah mengalami
memar meski hanya cedera ringan.

Sumber : Prihadi, Harsono. Pengaruh Waktu Aktifitas Fisik Ringan Terhadap Beda Rerata
Waktu Pembekuan Dalam Sistem Koagulasi. Diss. Faculty of Medicine, 2014.

10. Sel leukosit apa yang mampu menembus atau menerobos ke dalam jaringan

Semua jenis leuokosit dapat menembus ke dalam jaringan karena memiliki kemampuan
diapdesi atau kemampuan untuk menembus keluar pori - pori membrane kapiler dan menuju
ke jaringan.

Sumber : Harahap, Novita Sari, and Urat Purnama Pahutar. "Pengaruh Aktifitas Fisik Aerobik
dan Anaerobik Terhadap Jumlah Leukosit Pada Mahasiswa Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Medan." Sains Olahraga: Jurnal Ilmiah Ilmu Keolahragaan 1.2 (2018): 96-104.

Anda mungkin juga menyukai