Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PAPER 2 IlMU WILAYAH

“Peran Teori Kutub Pertumbuhan Terhadap Pembangunan Wilayah”

Dosen Pengampu:

Dr.Rosalina Kumalawati, S.Si, M.Si

Dr.Nasruddin, S.Pd.,M.Sc

Disusum Oleh :

M.SYARIF (1810115210004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2019
1.LATAR BELAKANG

Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory) disebut juga sebagai Teori Pusat
Pertumbuhan (Growth Centres Theory). Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun
1955. Dalam teori ini dinyatakan bahwa pembangunan kota atau wilayah di mana pun bukan
merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi mucul di tempat-tempat tertentu
dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda. Tempat-tempat atau kawasan yang
menjadi pusat pembangunan tersebut dinamakan pusat-pusat atau kutub-kutub pertumbuhan.
Dari kutub-kutub tersebut selanjutnya proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-
wilayah lain di sekitarnya atau ke pusat-pusat yang lebih rendah.

Setelah Perang Dunia Kedua (PD II) banyak negara-negara yang terlibat perang
mengalami kemunduran ekonomi. Untuk membangun kembali negara dikembangkan konsep
pembangunan wilayah atau kota yang disebut spread & trickling down (penjalaran dan
penetesan) serta backwash and polarization. Konsep tersebut berasal dari pengembangan
industri untuk meningkatkan pendapatan nasional kasar (Gross National Product = GNP).
Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan investasi pada satu kota tertentu yang selanjutnya
diharapkan dapat meningkatkan aktivitas kota. Dengan demikian akan semakin lebih banyak
lagi penduduk yang terlibat dan pada akhirnya semakin banyak barang dan jasa yang
dibutuhkan. Namun demikian, konsep ini kurang menunjukkan keberhasilan yang berarti.
Karena cukup banyak kasus justru hanya menguntungkan kota. Kota yang tadinya diharapkan
memberikan pengaruh kuat pada pedesaan untuk ikut berkembang bersama, kenyataannya
sering merugikan pedesaan. Pada kenyataannya, yang terjadi adalah peningkatan arus
urbanisasi dari dari desa ke kota dan memindahkan kemiskinan dari desa ke kota.

Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955, atas dasar pengamatan terhadap proses
pembangunan. Perroux mengakui kenyataan bahwa pembangunan tidak terjadi dimana-mana
secara serentak, tetapi muncul ditempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda.
Tempat-tampat itulah yang dinamakan titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan. Dari titik-
titik dan kutub-kutub pertumbuhan itulah pembangunan akan menyebar melalui berbagai
saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan.
Mengingat pengamatan diatas teori ini menyarankan keperluan untuk memusatkan investasi
dalam sejumlah sektor kecil sebagia sektor kunci di beberapa tempat tertentu. Dalam
memusatkan usaha pada sejumlah sektor dan tempat yang kecil diharapkan pembangunan
akan menjalar pad sektor lain pada seluruh wilayah, dengan demikian sumber-sumber
material dan manusiawi yang digunakan dapat dimanfaatkan lebih baik dan lebih efisien. Jadi
pada dasarnya teori kutub pertumbuhan menerangkan akibat dari sekelompok kesatuan-
kesatuan yang memimpin atau karena polarisasi.
2. PEMBAHASAN
2.1 Kutub/Pusat Pertumbuhan
Menurut Tarigan,3 pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua cara,
yaitu secara fungsional dan geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan adalah suatu
lokasi konsentrasi kelompok usaha yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur
kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi, baik ke dalam maupun ke
luar. Apabila dilihat secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang memiliki
banyak fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) yang
menyebabkan berbagai usaha tertarik untuk berlokasi di situ dan masyarakat senang datang
memanfaatkan fasilitas yang ada di lokasi tersebut. Kriteria pusat pertumbuhan, yaitu sebagai
daerah cepat tumbuh, memiliki sektor unggulan, dan mempunyai interaksi ekonomi dengan
daerah belakangnya.(Farizal, Hidayanti and Kumcoro, 2011)
Teori Pertumbuhan Ekonomi Memiliki empat ciri (Tarigan, 2009), yaitu:
a. Adanya hubungan intern dari berbagai macam kegiatan. Keterkaitan antara satu sektor
dengan sektor lain akan saling mendorong pertumbuhan karena hubungan yang dimiliki.
b. Ada efek penggandaan (multiplier effect). Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait
dan saling mendukung akan dapat menciptakan efek penggandaan. Permintaan akan
menciptakan produksi baik sektor tersebut maupun sektor yang terkait akhirnya akan menjadi
akumulasi modal. Unsur efek penggandaan sangat berperan dalam membuat kota mampu
memacu pertumbuhan belakangnya.
c. Adanya konsentrasi geografis. Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas,
selain bisa menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling membutuhkan, juga
meningkatkan daya tarik dari kota tersebut.
d. Bersifat mendorong dari belakang. Terdapat hubungan yang harmonis antara Kota dan
wilayah yang ada berada di belakangnya. Kota membutuhkan bahan baku dari wilayah
belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah belakangnya untuk dapat
mengembangkan dirinya.(Raya et al., 2018)
Konsep pusat pertumbuhan dilandasi oleh konsep ruang ekonomi (economic space) yang
dikemukakan oleh Francoins Perroux. Perroux menyatakan bahwa, pertumbuhan tidak
muncul diberbagai daerah pada waktu yang bersamaan, pertumbuhan akan muncul pada
kutub-kutub pertumbuhan dengan intensitas yang berbeda dan dengan akibat yang berbeda
pula (Perroux dalam Tarigan, 2004). Teori Perroux yang dikenal dengan istilah pusat
pertumbuhan (growth of pole) merupakan teori yang menjadi dasar strategi kebijakan
pembangunan industri daerah yang banyak diterapkan diberbagai negara saat ini. Adanya
pengembangan wilayah pada pusatpusat pertumbuhan akan merangsang pertumbuhan
ekonomi yang juga akan diikuti oleh pembangunan wilayah disekitarnya, karena pusatpusat
pertumbuhan dapat menyebabkan terjadinya spread effect (efek sebar) dari daerah kegiatan
pusat pertumbuhan ke daerah sekitarnya, sehingga daerah sekitarnya juga akan dapat tumbuh
dan berkembang. Menurut Perroux dalam Tarigan (2004) pusat pertumbuhan (growth pole)
dapat diartikan dengan dua cara yaitu secara fungsional dan geografis. Secara fungsional,
pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha yang karena sifat
hubungannya memiliki unsurunsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan
ekonomi, baik ke dalam maupun ke luar.(Pusat et al., 2018)
A.Pusat Pertumbuhan di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat
(Yarman, no date) Berkaitan dengan tingkat pelayanan terhadap publik dari suatu pusat
pertumbuhan, maka sejalan dengan pendapat Perroux yang menyatakan bahwa pertumbuhan
tidak terjadi pada semua wilayah akan tetapi terbatas hanya pada beberapa tempat dengan
variabel yang berbeda-beda intensitasnya maka riset yang berlokasi di Kabupaten Bima
berusaha untuk mengakomodasi potensi dan permasalahan yang ada terutama masih
tingginya mobilitas penduduk yang berasal dari Kabupaten Bima menuju Kota Bima dalam
rangka memenuhi kebutuhan seharihari. Aktivitas ini secara tidak disadari akan
menyebabkan beban Kota Bima bertambah. Kabupaten Bima sebagian besar merupakan
daerah dataran tinggi dan berbukit dengan sedikit lembah. Kondisi topografi yang seperti ini
menyebabkan kegiatan yang ada di Kabupaten Bima cenderung bergerak ke arah Kota Bima
yang sebagian besar memiliki kontur datar. Beberapa penyebab terjadinya konsentrasi
kegiatan pada Kota Bima antara lain, pertama dari segi sejarah pusat kegiatan kerajaan berada
di Kota Bima. Dengan pola semacam ini kecenderungan pergerakan massa akan lebih besar.
Kedua, pemekaran wilayah antara Kabupaten Bima dan Kota Bima baru saja dilakukan
dengan mengacu pada UndangUndang No.13 tahun 2002 lalu. Kondisi yang baru ini masih
sangat melekat pada masyarakat bahwa kegiatan yang paling menguntungkan masih di pusat
kota. Diharapkan Kabupaten Bima yang sebagian besar daerahnya masih terdapat tanah
pertanian, maka titik berat pembangunan dan pengembangan wilayahnya ada baiknya
diarahkan untuk mendukung sepenuhnya bagi pertumbuhan pertanian.
Untuk menunjang pertumbuhan pertanian di wilayah Kabupaten Bima, Pemerintah
Daerah segera memikirkan model pertumbuhan yang sesuai dengan potensi yang ada.
Akumulasi akhir yang diharapkan dari adanya arahan mengenai pertumbuhan pertanian
adalah terciptanya suatu wilayah yang mandiri, semangat kerjasama yang tinggi antar
masyarakat yang pada akhirnya akan mampu mempengaruhi dan mampu merubah pola pikir
masyarakat di Kabupaten Bima bahwa daerahnya akan mampu melayani setiap kebutuhan
masyarakatnya sehingga kesejahteraan dapat tercipta. Pusat pertumbuhan yang terdapat di
Kabupaten Bima menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima pasal 26 terletak di
kawasan perkotaan Tente, Naru, Rato, dan Tawali. Pusat-pusat pertumbuhan ini diharapkan
akan mampu merangsang dan mendorong pertumbuhan bagi daerah sekitarnya1. Hubungan
yang sinergis, harmonis, saling percaya dan kerja sama yang terjalin dengan baik antara
Pemerintah Kabupaten Bima, Pemerintah Kota Bima, dan seluruh lapisan masyarakat akan
mendukung terciptanya Bima yang maju dan kompetitif di masa yang akan datang dalam
menghadapi tantangan global. Menurut Tarigan,3 pusat pertumbuhan (growth pole) dapat
diartikan dengan dua cara, yaitu secara fungsional dan geografis. Secara fungsional, pusat
pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha yang karena sifat hubungannya
memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupa

B.Perkembangan Wilayah Di Pusat Prtumbuhan Provinsi Aceh


.(Raya et al., 2018) Pusat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu cara untuk
menggerakkan dan memacu pembangunan guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Pusat
pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk
menggerakkan dan memacu pembangunan guna meningkatkan pendapatan masyarakat serta
memudahkan pemerintah daerah mempercepat peningkatan kesejahteraan daerahnya.
Pertumbuhan ekonomi jika diarahkan kepada daerah-daerah yang memiliki potensi dan
fasilitas sarana dan prasarana wilayah akan dapat mempercepat terjadinya pertumbuhan
ekonomi, karena secara tidak langsung kemajuan daerah akan membuat masyarakat mencari
kehidupan yang lebih layak. Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang berada di
Pulau Sumatera. Provinsi Aceh terdiri dari 18 Kabupaten dan 5 Kota. Adanya pertumbuhan
ekonomi adalah indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Salah satu kebijakan yang
dapat dilakukan pemerintah untuk mengembangkan wilayah adalah dengan menetapkan kota
atau wilayah tertentu menjadi pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan ekonomi merupakan
salah satu cara untuk menggerakkan dan memacu pembangunan guna meningkatkan
pendapatan masyarakat
C Perkembangan Wilayah Di Pusat Prtumbuhan Di Kota Palembang
(Ekonomi et al., 2013) Semakin menggeliatnya pertumbuhan ekonomi Kota Palembang
merupakan upaya pemerintah kota untuk terus menerus meningkatkan kemajuan daerahnya
menjadi kota metropolis dan internasional. Hal ini berkaitan dengan adanya kewenangan
yang diberikan kepada daerah semenjak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah.
Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan ukuran utama keberhasilan
pembangunan. Hasil pertumbuhan ekonomi diharapkan dapat dinikmati masyarakat sampai di
lapisan paling bawah, baik dengan sendirinya maupun dengan campur tangan pemerintah.
Pertumbuhan ekonomi harus berjalan secara beriringan dan terencana, mengupayakan
terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih
merata. Pusat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu alternatif untuk menggerakkan
pembangunan. Dengan adanya pusat pertumbuhan ekonomi maka pembangunan akan
diarahkan pada daerah-daerah yang memiliki potensi dan fasilitas wilayah sehingga akan
mempercepat terjadinya kemajuan ekonomi, karena secara tidak langsung kemajuan daerah
akan membuat masyarakat untuk mencari kehidupan yang lebih layak di daerahnya. Tidak
hanya pertumbuhan ekonomi, pembangunan juga harus diikuti dengan pembangunan
infrastruktur, transportasi, komunikasi dan kelembagaan sosial yang secara alami dapat
meningkatkan daya tarik investasi.
Dengan kata lain, adanya pusat pertumbuhan ekonomi berimplikasi terhadap kegiatan
ekonomi yang terjadi di masyarakat yaitu, bagaimana hasil produksi dari pusat-pusat
pertumbuhan tersebut, dapat dipakai untuk menunjang pelaksanaan kegiatan ekonomi yang
berada di daerah sekitar pusat pertumbuhan (hinterland), sedangkan sisi lainnya adalah
produksi hasil daerah hinterland tersebut juga dipakai untuk menunjang kegiatan ekonomi
yang ada di pusat pertumbuhan. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil di pusat
pertumbuhan tersebut menjadi generator untuk mendukung kegiatan ekonomi daerah sekitar.
Palembang sebagai ibukota Sumatera Selatan menjadi pusat pertumbuhan daerah merupakan
salah satu kota metropolis di Indonesia. Secara geografis, di sebelah utara, timur dan barat
Palembang berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin sedangkan di sebelah selatan berbatasan
dengan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Ogan Ilir.
Kota Palembang sebagai pusat pertumbuhan berdasarkan letaknya memiliki lokasi yang
strategis secara internasional. Jarak tempuh Palembang dengan Singapura sebagai salah satu
pusat bisnis dunia sama dengan jarak tempuh Palembang menuju Jakarta, ibukota Negara.
Sebagai salah satu pusat pertumbuhan diharapkan Palembang dapat memberikan spread
effect bagi daerah belakangnya (hinterland) di Sumatera Selatan terutama bagi daerah yang
berbatasan langsung dengan Palembang yang dikenal dengan istilah Patung Sang Jaya, yaitu
akronim dari Palembang, Betung, Sungsang, Jejawi, dan Indralaya. Dengan peranan
strategisnya sebagai salah satu penggerak roda perekonomian regional kawasan barat
Indonesia maka menarik untuk mengkaji dan menganalisis interaksi ekonomi Kota
Palembang sebagai pusat pertumbuhan dengan mengidentifikasi kecamatan-kecamatan yang
menjadi pusat pertumbuhan tersebut dan kecamatankecamatan hinterlandnya.
D.Perkembangan Wilayah Di Pusat Prtumbuhan Di Kabupaten Gunung Kidul
(Gunungkidul, 2014) Kabupaten Gunungkidul secara gografis mengalami kesenjangan
pembangunan antara perkotaan dan perdesaan. Dimana dijelaskan bahwa beberapa desa yang
jauh dari pusat kota atau yang berdekatan dengan wilayah Jawa Tengah (Wonogiri,
Sukaharjo dan Klaten) mencatat angka kemiskinan sangat tinggi. Sebaliknya, desa-desa di
pusat kota cenderung memiliki angka kemiskinan rendah. Misalnya Desa Kepek, desa di
dekat pusat Kecamatan Wonosari memiliki angka kemiskinan 16,90 persen, jauh dibawah
rata-rata kemiskinan di Gunungkidul yang sebesar 26 persen. Sementara Desa Sumbergiri
dan Desa Songbanyu yang sangat jauh dari Kecamatan Wonosari mempunyai angka
kemiskinan sekitar 50 persen [3]. Perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi di perkotaan dan
pedesaan menimbulkan kesenjangan [4]. Hal tersebut terlihat pula dalam PDRB tiap
kecamatannya, dimana Kecamatan Wonosari sebagai ibukota kabupaten sekaligus pusat
kegiatan wilayahnya memiliki nilai PDRB terbesar dari 18 kecamatan yang ada, yakni
sebesar 18,69%. Sementara itu, kontribusi kecamatan lainnya masih berada dibawah 10%.
Bahkan Kecamatan Purwosari yang berada jauh dari Kecamatan Wonosari hanya memiliki
nilai PDRB sebesar 2,84% [5]. Perbedaan angka PDRB yang cukup signifikan tersebut
membuktikan kesenjangan ekonomi Kabupaten Gunungkidul sangat tinggi dan belum
tercapainya pemerataan. Disisi lain, ketimpangan ekonomi wilayah juga dikarenakan
terkonsentrasinya kegiatan pada wilayah tertentu [6]. Saat ini pusat kegiatan di Kabupaten
Gunungkidul hanya terfokus pada Kecamatan Wonosari yang sekaligus menjadi ibukota
kabupaten. Maka, perkembangan wilayahnya menjadi kurang efektif dan pusat pertumbuhan
yang ada tidak dapat manjangkau keseluruhan wilayah. Salah satu strategi untuk mengurangi
ketimpangan pengembangan wilayah adalah dengan mengembangkan wilayah tertentu
menjadi pusat pertumbuhan (growth pole) secara menyebar [6]. Karena pusat pertumbuhan
tersebut menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi sekaligus. Pusat-pusat pertumbuhan
baru ini dapat dipacu dan berkembang dengan cepat dan signifikan [2]. Berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Gunungkidul 2010-2030 terdapat penentuan pusat
kegiatan lokal, salah satunya adalah Kecamatan Rongkop. Namun, jika ditilik pada publikasi
PDRB Kabupaten Gunungkidul Tahun 2011 ditunjukkan bahwa Kecamatan Rongkop
merupakan kecamatan tertinggal. Pusat pertumbuhan (growth pole) tidak terjadi di segala
tempat, tetapi hanya terbatas pada tempattempat tertentu, yang mempunyai berbagai variabel
dengan intensitas yang berbeda-beda [1]. Jika ditinjau secara geografis pusat pertumbuhan
adalah suatu wilayah yg memiliki banyak fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat
daya tarik (pole of attraction) [7]. Berangkat dari hal tersebut, maka kecamatan - kecamatan
yang ada pada Kabupaten Gunungkidul dinilai perlu diidentifikasi untuk dikembangkan
sebagai pusat-pusat pertumbuhan baru. Sehingga diharapkan dengan keberadaan pusat-pusat
pertumbuhan yang baru, hasil pembangunan serta ekonominya mempunyai efek menyebar
dan terjadi pemerataan di setiap kecamatan.

E. Perkembangan Wilayah Di Pusat Prtumbuhan Di Provinsi Kalimantan


(Christina, Pratiwi and Kuncoro, 2017) pusat pertumbuhan dapat mendorong spread effect
(pengaruh positif) danbackwasheffect (pengaruhnegatif) terhadapdaerah di sekitarnya.
Kabupaten Kutai Timur merupakan pusat pertumbuhan baru di Provinsi Kalimantan Timur.
Kabupaten tersebut mampu memberi pengaruh positif atau spread effect terhadap daerah di
sekitarnya, seperti Kabupaten Berau yang berbatasan langsung dengan
KabupatenKutaiTimur.Hal ini terlihat dari PDRB per kapita Kabupaten Berau merupakan
tertinggi kedua se-Kalimantan setelah KabupatenKutaiTimurselamaperiodetahun2000– 2012.
Kontribusi tertinggi terhadap PDRB berasal dari sektor pertambangan dan penggalian, yaitu
sebesar 60,68% pada tahun 2012. Hal ini didukung pula dengan keberadaan PT. Berau Coal,
salah satu perusahaan penambangan batu bara terbesar di Indonesia. Tiga kabupaten lain
yang juga berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur dan memiliki nilai LISA tinggi adalah
Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kota Bontang. PDRB per kapita
ketiga kabupaten ini masih di bawah PDRB per kapita Kabupaten Berau. Perekonomian
Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Malinau bertumpu pada sektor pertambangan
dan penggalian, sedangkan sektor industri pengolahan merupakan sektor unggulan di Kota
Bontang. Kabupaten/kota yang memiliki nilai LISArendah adalahdaerah-
daerahyangterletakdibagiantimur Provinsi Kalimantan Barat, meliputi Kabupaten
Sekadau,KabupatenSintang,danKabupatenMelawi. Kabupaten Sekadau merupakan
kabupaten pemekaran dari Kabupaten Sanggau, sedangkan Kabupaten Melawi merupakan
kabupaten pemekaran dari Kabupaten Sintang. Tiga kabupaten tersebut memiliki PDRB per
kapita terendah se-Kalimantan. Rendahnya PDRB per kapita daerah-daerah tersebut
dipengaruhi oleh letak geografis wilayah yang mana kondisi topografi ketiga wilayah tersebut
sebagian besar berupa perbukitan.
F. Perkembangan Wilayah Di Pusat Prtumbuhan Di Provinsi Jawa Timur
(Surya et al., 2016) Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang mempunyai nilai
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) tertinggi kedua di Indonesia. PDRB Jawa Timur
tahun 2010 mencapai 342.280,76 miliar rupiah dan tahun 2013 mencapai 419.428,45 miliar
rupiah. Besarnya PDRB Provinsi Jawa Timur belum di dukung dengan pemerataan
pembangunan, karena masih terdapat daerah yang masuk dalam kategori tertinggal. Data
Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal menunjukkan bahwa 183 kabupaten yang
masuk dalam kategori daerah tertinggal. Provinsi Jawa Timur memiliki empat kabupaten
yang masuk dalam kategori daerah tertinggal meliputi Kabupaten Situbondo, Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Pamekasan, dan Kabupaten Bangkalan (RPJMN, 2015). Berdasarkan
Peraturan Daerah No.05 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Timur tahun 2011-2031, perwilayahan Jawa Timur dibagi ke dalam 9 Satuan Wilayah
Pengembangan (SWP SWP IV mempunyai fungsi wilayah sebagai pengembangan kegiatan
pertanian tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan,
pertambangan, pendidikan, kesehatan dan pariwisata sehingga daerah-daerah di wilayah SWP
IV Provinsi Jawa Timur memiliki pertumbuhan yang dinamis dan memiliki nilai yang
strategis. Adanya pengembangan wilayah pada pusat-pusat pertumbuhan akan merangsang
kegiatan-kegiatan ekonomi, yang pada akhirnya turut berdampak terhadap pengembangan
kegiatan pembangunan wilayah. Implikasinya terhadap kegiatan ekonomi yang terjadi di
masyarakat adalah, bagaimana hasil produksi dari pusatpusat pertumbuhan tersebut, dapat
dipakai untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang berada di daerah sekitar pusat
pertumbuhan (hinterland), sedangkan sisi lainnya adalah produksi hasil daerah hinterland
dapat dipakai untuk kegiatan ekonomi yang ada di pusat pertumbuhan. Oleh karena itu,
dengan kebijakan yang diambil di pusat pertumbuhan tersebut dapat dijadikan sebagai motor
untuk mendukung kegiatan ekonomi daerah sekitar. Pusat pertumbuhan tersebut juga dapat
diaplikasikan untuk menjembatani perbedaan peluang-peluang kegiatanekonomi yang ada
sehingga identifikasi motor-motor pertumbuhan kawasan dan strategi pengembangannya
urgent untuk dilakukan.

G. Perkembangan Wilayah Di Pusat Prtumbuhan Di Kabupaten Klaten


(Ilmiah, 2018) Luas wilayah Kabupaten Klaten tercatat 655,56 Km2 yang meliputi 26
Kecamatan. Kabupaten Klaten diapit oleh daerah-daerah maju dan berkembang yakni
Kabupaten Boyolali, Kabupaten Surakarta, dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kabupaten Klaten yang berada di Jawa Tengah bagian selatan merupakan jalur penghubung
antara Surakarta dengan Yogyakarta. Mobilitas tinggi pada jalur utama penghubung
Surakarta-Yogyakarta memberikan dampak terhadap pertumbuhan Kabupaten Klaten baik
dari sisi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, maupun aspek lainnya, utamanya pada
kecamatan yang dilalui jalur utama seperti Kecamatan Prambanan, Jogonalan, Kecamatan
Ceper, Kecamatan Delangu, Kecamatan Klaten Selatan, Kecamatan Klaten Tengah, dan
Kecamatan Klaten Utara. Perlu adanya arahan pembangunan yang memperhatikan berbagai
aspek. Pembangunan wilayah berhubungan dengan aksesibilitas. Kecamatan dengan kondisi
aksesibilitas baik akan lebih cepat berkembang, sedangkan kecamatan yang aksesibilitasnya
rendah akan terhambat perkembangannya. Jalan menjadi faktor penting dalam mempengaruhi
aksesibilitas antar wilayah di Kabupaten Klaten maupun kabupaten lainnya. Salah satu
indikator yaitu keberadaan jalur arteri yang melintasi Kabupaten Klaten. Kecamatan yang
berada jauh dari jangkauan jalur arteri memiliki perbedaan kondisi ekonomi dengan
kecamatan yang berada di jalur arteri sebagai pusat pertumbuhan. Faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan
barang dan jasa dari luar daerah. Berkaitan dengan strategi pengembangan wilayah harus
memperhatikan sektor-sektor yang menjadi basis dan non-basis ekonomi disetiap kecamatan.
Besar kecilnya sektor basis sebagai penggerak utama perekonomian disetiap kecamatan akan
berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja dan tingkat kesejahteraan. Kecamatan Bayat
berada pada tingkat kesejahteraan kategori rendah yaitu sebanyak 9.575 keluarga. Kecamatan
Klaten Selatan yang berada di Pusat Kota memiliki jumlah keluarga pra sejahtera paling
rendah yaitu 393 keluarga. Kecamatan Klaten Utara memiliki jumlah Keluarga Sejahtera III
Plus paling tinggi sebesar 1.785 keluarga dibandingkan dengan Kecamatan Kemalang yang
hanya memiliki 12 keluarga sejahtera III+. (Kabupaten Klaten Dalam Angka, 2015:115).
Pertumbuhan wilayah berlangsung akibat keterkaitan antar daerah yang kuat. Keterkaitan
wilayah antar kecamatan berpengaruh terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Klaten.
Interaksi antar kecamatan di Kabupaten Klaten cenderung lemah hanya terbatas pada
kegiatankegiatan ekonomi saja. Kecamatan yang memiliki nilai strategis wilayah yang tinggi
memiliki daya tarik untuk menjadi pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan yang belum
mampu memberikan dampak perkembangan ekonomi pada daerah hinterland merupakan
persoalan yang muncul akibat adanya disparitas spasial antar wilayah. Kesenjangan
pembangunan wilayah dapat diidentifikasi dari ketersediaan fasilitas pelayanan publik.
Pengembangan wilayah seharusnya mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (1997) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Presiden Republik Indonesia, menjelaskan bahwa salah satu tujuan nasional Pemanfaatan tata
ruang, yaitu meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah serta
keserasian antar sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan
seimbang serta berkelanjutan. Kecamatan Klaten Tengah memiliki fasilitas transportasi yang
menonjol, terdapat Stasiun Hanacaraka di jalur Surakarta-Yogyakarta dan Terminal IR
Soekarno di jalur arteri Kabupaten Klaten. Perbedaan kepemilikan fasilitas pelayanan publik
antar kecamatan menimbulkan pengaruh yang besar terhadap daya tarik wilayah untuk
menjadi pusat pertumbuhan. Berdasarkan RTRW Kabupaten Klaten 2011-2031 terdapat
kesenjangan pertumbuhan wilayah yang signifikan antar kecamatan di Kabupatan Klaten
terkait dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusianya.
KESIMPULAN
Teori Kutub/Pusat Pertumbuhan
Teori ini dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955, atas dasar pengamatan terhadap
proses pembangunan. Perroux mengakui kenyataan bahwa pembangunan tidak terjadi
dimana-mana secara serentak, tetapi muncul ditempat-tempat tertentu dengan intensitas yang
berbeda. Tempat-tampat itulah yang dinamakan titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan. Dari
titik-titik dan kutub-kutub pertumbuhan itulah pembangunan akan menyebar melalui berbagai
saluran dan mempunyai akibat akhir yang berlainan pada perekonomian secara keseluruhan.
Mengingat pengamatan diatas teori ini menyarankan keperluan untuk memusatkan investasi
dalam sejumlah sektor kecil sebagia sektor kunci di beberapa tempat tertentu. Dalam
memusatkan usaha pada sejumlah sektor dan tempat yang kecil diharapkan pembangunan
akan menjalar pad sektor lain pada seluruh wilayah, dengan demikian sumber-sumber
material dan manusiawi yang digunakan dapat dimanfaatkan lebih baik dan lebih efisien. Jadi
pada dasarnya teori kutub pertumbuhan menerangkan akibat dari sekelompok kesatuan-
kesatuan yang memimpin atau karena polarisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Christina, M., Pratiwi, Y. and Kuncoro, M. (2017) ‘Analisis Pusat Pertumbuhan dan
Autokorelasi Spasial di Kalimantan : Studi Empiris di 55 Kabupaten / Kota , 2000 – 2012
Analysis of Growth Poles and Spatial Autocorrelation in Kalimantan : An Empirical Study of
55 Districts , 2000 – 2012 Pendahuluan’, 16(2), pp. 81–104.
Ekonomi, F. et al. (2013) ‘Ekonomi pembangunan’, 11(1), pp. 54–66.
Farizal, F., Hidayanti, A. N. and Kumcoro, T. (2011) ‘PENENTUAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI TERBENTUKNYA PUSAT PERTUMBUHAN ( STUDI
KASUS : KABUPATEN BIMA , NUSA TENGGARA BARAT )’, 3, pp. 39–46.
Gunungkidul, D. I. K. (2014) ‘Penentuan pusat-pusat pertumbuhan dalam pengembangan
wilayah di kabupaten gunungkidul’, 3(2).
Ilmiah, M. (2018) ‘Geomedia’, 16(1), pp. 13–24.
Pusat, I. et al. (2018) ‘PROVINSI LAMPUNG’, 19(April). doi: 10.18196/jesp.19.1.4100.
Raya, N. et al. (2018) ‘Analisis Identifikasi Pusat - Pusat Pertumbuhan dan Wilayah
Pendukungnya dalam Pengembangan Wilayah Aceh’, 9(1), pp. 60–69.
Surya, D. et al. (2016) ‘Pusat Pertumbuhan Ekonomi Dan Strategi Pengembangannya ( Studi
Kasus Di Satuan Wilayah Pengembangan IV Jawa Timur ) Growth Poles And Its
Development Strategy’.
Yarman, G. (no date) ‘IDENTIFICATION OF GROWTH AND HINTERLAND AREA IN’,
pp. 37–48.

Anda mungkin juga menyukai