Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum

FARMASI FISIKA
“KOMPLEKSASI OBAT”

OLEH :

KELOMPOK : I (SATU)
KELAS : A – S1 FARMASI 2018
ASISTEN : NOVITANTI KAI

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019
Lembar Pengesahan

FARMASI FISIKA
“KOMPLEKSASI OBAT”

OLEH :
NAMA : DEVIE ARIANY DAUD
NIM : 821418002
KELAS : A – S1 FARMASI 2018
KELOMPOK : I (SATU)

Mengetahui Asisten Gorontalo, Oktober 2019

Kolom nilai

NOVIYANTI KAI
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur patut saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena,
dengan rahmat dan karunia-Nya dapat membuat laporan praktikum Farmasi Fisika
tentang “Kompleksasi Obat”.
Laporan ini ditulis dengan tujuan untuk menambah pengetahuan dan
pemahaman, dalam beberapa kajian tentang Farmasi Fisika tentang kelarutan obat.
Penyusunan materi dalam laporan ini kami tulis berdasarkan hasil kegiatan yang telah
kelompok saya lakukan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca laporan ini. Saya
menyadari bahwa laporan ini belum sempurna, oleh karena itu Saya menerima
masukan dari pembaca demi penyempurnaan laporan ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Oktober 2019

Devie Ariany Daud


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang seni membuat, meracik, dan
memformulasi obat. Ilmu farmasi berhubungan juga dengan ilmu fisika yang
mempelajari tentang sifat-sifat fisik suatu molekul, maka ilmu farmasi fisika yaitu
ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat fisik obat dengan menggunakan metode-
metode yang sudah ditentukan.
Farmasi fisika adalah ilmu di bidang farmasi yang menerapkan ilmu fisika
dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika dipelajari sifat fisika dan berbagai zat
yang digunakan untuk membuat sediaan obat. Sehingga akan menghasilkan sediaan
yang sesuai, aman dan stabil yang nantinya akan didistribusikan kepada pasien yang
membutuhkan.
Pengetahuan mengenai sifat fisika obat menjadi suatu dasar dalam menyusun
formula sediaan obat, karena sifat fisika dari obat akan mempengaruhi formulasi zat
ketika akan menjadi suatu sediaan farmasi seperti kompleksasi dari suatu senyawa
obat.
Kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan
kelarutan suatu senyawa obat dengan penambahan zat pengompleks. Sedangkan
senyawa pengompleks yaitu senyawa yang terbentuk karena penggabungan dua atau
lebih senyawa sederhana yang masing-masing dapat berdiri sendiri (Svhela, 1990).
Pengetahuan mengenai metode kompleksasi obat ini sangat penting bagi
seorang farmasi, karena hal ini dapat membantu seorang farmasi untuk menambah
dan menetapkan kelarutan suatu senyawa obat dan juga karena hal ini berkaitan
dengan prinsip kompleksasi obat yaitu untuk meningkatkan kelarutan suatu senyawa
yang tidak larut dengan baik atau hanya larut dengan pelarut tertentu.
Banyak senyawa obat yang tidak larut dapat di buat menjadi larut dalam
bentuk senyawa kompleks atau suatu senyawa menjadi aktif dan berkhasiat obat
setelah membentuk kompleks dengan senyawa lain. Logam-logam berat dari dalam
tubuh dapat di hilangkan dengan bantuan senyawa yang dapat membentuk
kompleks logam. Beberapa senyawa obat harus membentuk kompleks agar dapat
diabsorpsi atau di distribusikan ke seluruh tubuh (Iiyas,2012).
Oleh karena itu maka dilakukanlah percobaan kompleksasi obat ini dengan
Paracetamol sebagai sampel dengan kelarutan larut dalam 70 bagian air dan Na
EDTA sebagai zat pengompleks yang memiliki kelarutan sukar larut dalam air.
1.2 Maksud danTujuan
1.2.1 Maksud Praktikum
Mengetahui dan memahami cara penentuan kelarutan suatu zat dengan
penambahan zat pengompleks.
1.2.2 Tujuan Praktikum
Menetapkan kelarutan Paracetamol dalam air dengan penambahan Na Edta
sebagai zat pengompleks menggunakan metode spektrofotometer uv-vis
1.3 Manfaat Percobaan
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara penetapan kelarutan
Paracetamol dalam air dengan penambahan Na Edta sebagai zat pengompleks
menggunakan metode spektrofotometer uv-vis
1.4 Prinsip Percobaan
Penetapan kelarutan dari parasetamol dalam larutan dengan penambahan Na
Edta dengan dengan konsentrasi yang berbeda-beda didasarkan pada kompleks yang
terjadi antara parasetamol dengan Na Edta yang di ukur dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kompleksasi
II.1.1 Pengertian Kompleksasi
Kompleks atau senyawa koordinasi, diakibatkan oleh mekanisme donor-
akseptor atau reaksi asam-basa Lewis antara dua atau lebih konstituen kimia yang
berbeda. Setiap atom atau ion nonlogam apakah bebas atau berada dalam molekul
netral atau dalam senyawa ionik, yang dapat menyumbangkan satu pasang elektron,
dapat bertindak sebagai donor. Akseptor, atau konstituen yang ambil bagian dalam
pasangan elektron, seringkali berupa ion logam, walaupun dapat juga berupa atom
netral (Martin, 1990).
Kompleks terbentuk dari suatu reaksi ion logam yaitu kation dengan suatu
anion atau molekul netral. Ion logam di dalam kompleks disebut atom pusat dan
kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan yang terbentuk
oleh atom logam, pusat disebut bilangan koordinasi dari logam, salah satu contoh
reaksi kompleks adalah reaksi dari ion perak dengan ion sianida untuk membentuk
ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil (Martin, 1990).
Gaya antar molekul yang terlibat dalam pembentukan kompleks adalah gaya
van der Waals dari dispersi, dipolar, dan tipe dipolar induksi. Ikatan hidrogen
memberikan gaya yang bermakna dalam beberapa kompleks molekuler, dan kovalen
koordinat penting dalam kompleks logam (Martin, 1990).
Pada tahun 1921, Emery dan Wright meneliti kerja pengompleks dari kafeina
dengan sejumlah senyawa termasuk natrium benzoat dan natrium salisilat. Pada tahun
1930 Labes menentukan tetapan kesetimbangan antara kafeina dan ion salisilat, dan
dalam tahun 1937, Chambon meneliti kompleks kafeina natrium benzoat dengan
metode distribusi (Martin, 1990).
II.1.2 Atom Pusat
Atom pusat merupakan atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di
pusat (bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di sebut
sebagai asam Lewis, Umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi). Atom
pusat merupakan atom unsur transisi yang dapat menerima pasangan elektron bebas
dari ligan karena ion-ion dari unsur logam transisi memiliki orbital-orbital kosong
yang dapat menerima pasangan elektron pada pembentukan ikatan dengan molekul
atau anion tertentu membentuk ion kompleks. Pasangan elektron bebas dari ligan
menempati orbital-orbital kosong dalam subkulit 3d, 4s, 4p dan 4d atom pusat.
Satu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan
sejumlah ligan yang terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Atom pusat ditandai oleh
bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan
(monodentat) yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat.
Susunan logam-logam sekitar atom pusat adalah simetris (Svehla, 1990).
II.1.3 Ligan
Ligan adalah molekul netral atau anion yang mempunyai pasangan electron
bebas (dapat dilihat dari struktur Lewisnya). Contoh : NH3, CN-. Ligan atau gugus
pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian
luar sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis
yang memiliki pasangan electron bebas. Di dalam ligan terdapat atom donor yaitu
atom yang memiliki pasangan elektron bebas atau atom yang terikat melalui ikatan π.
Melalui atom donor tersebut suatu ligan melakukan ikatan kovalen koordinasi dengan
atom pusat yang ada.
G.N Lewis menerangkan bahwa pembentukan kompleks terjadi karena
penumbangan atau pasangan elektron seluruhnya oleh satu ligan kepada atom pusat,
inilah yang disebut dengan ikatan-datif. Teori Medan Ligan menjelaskan bahwa
pembentukan kompleks atas dasar medan elektrostatik yang diciptakan oleh ligan-
ligan dalam dari atom pusat. Medan ligan menyebabkan penguraian tingkatan energi
orbital-orbital-d atom pusat, yang lalu menghasilkan energi untuk menstabilkan
kompleks itu (Energi Stabilitas Medan Ligan) (Svehla, 1990).
Ligan dapat dengan baik diklasifikasikan atas dasar banyaknya titik-lekat
kepada ion logam, yaitu :
1. Monodentat adalah ligan yang menyumbangkan 1 PEB ke atom pusat. Seperti
ion-ion halida atau molekul-molekul H2O atau NH3.
2. Bidentat adalah bila molekul atau ion ligan mempunyai dua atom, yang masing-
masing mempunyai satu pasangan elektron menyendiri, maka molekul itu
mempunyai dua atompenyumbang, dan adalah mungkin untuk membentuk dua
ikatan-koordinasi dengan ion logam yang sama. Contoh : C2O42-.
3. Multidentat adalah ligan yang menyumbangkan lebih dari dua PEB ke atom
pusat. Misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat yang mempunyai dua empat
atom oksigen-penyumbang dan empat atom oksigen-penyumbang dalam
molekul, dapat merupakan heksadentat.
II.1.4 Kompleksasi Obat
kompleksasi obat dalam tubuh. Kompleksasi obat adalah suatu metode yang
digunakan untuk menetapkan kelarutan suatu senyawa dengan penambahan zat
pengompleks. Menurut Martin (1993), senyawa pengompleks yaitu senyawa yang
terbentuk karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-
masingnya dapat berdiri sendiri.
Banyak bahan obat yang mempunyai senyawa dengan kelarutan dalam air yang
rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut salam cairan
organik. Dalam bidang farmasi, prinsip kompleksasi ini digunakan untuk menambah
kelarutan suatu senyawa obat. Karena ada sebagian dari senyawa obat tak dapat larut
dengan baik pada pelarut tertentu sehingga diperlukan penambahan senyawa
pengompleks.
Pada sebagian besar logam cenderung untuk membentuk kompleks. Sifat ini
dapat digunakan untuk pemisahan, penentuan kadar, dan untuk membuat kation tidak
dapat bereaksi. Untuk analisis kuantitatif yang penting adalah tetapan stabilitas
(kestabilan) dan tetapan disosiasi. Pada pembentukan dan penguraian senyawa
kompleks dibedakan antara disosiasi pertama dan kedua. Disosiasi pertama
merupakan disosiasi menjadi kation dan anion kompleks atau menjadi anion dan
kation kompleks, yang biasanya terjadi secara sempurna (Roth, 1994).
Pembentukan kompleks dalam analisa kualitatif sering terlihat dan dipakai
untuk pemisahan atau identifikasi. Salah satu fenomena yang paling umum yang
muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna larutan dan kenaikan
larutan (Svehla, 1990).
Makin besar tetapan disosiasi, makin banyak ion dalam larutan, dan makin
tidak stabil kompleks yang terjadi. Selain itu diketahui juga bahwa banyak senyawa
kompleks yang terdisosiasi secara bertahap. Ion kompleks tunggal hanya terdapat
pada larutan senyawa kompleks yang sangat kuat (Day, 1995).
II.1.5 Pengertian Spektrofotometri
Spektrofotometri sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum
dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas
cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk
mengukur energi relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dengan
fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih dideteksi dan cara
ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating, atau celah optis. Pada
fotometer filter dari berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek
pada panjang gelombang tertentu (Gandjar, 2007).
II.1.6 Prinsip Kerja Spektrofotometri
Spektrum elektromagnetik dibagi dalam beberapa daerah cahaya. Suatu daerah
akan diabsorbsi oleh atom atau molekul dan panjang gelombang cahaya yang
diabsorbsi dapat menunjukan struktur senyawa yang diteliti. Spektrum
elektromagnetik meliputi suatu daerah panjang gelombang yang luas dari sinar
gamma gelombang pendek berenergi tinggi sampai pada panjang gelombang mikro
(Marzuki, 2012).
Spektrum absorbsi dalam daerah-daerah ultra ungu dan sinar tampak umumnya
terdiri dari satu atau beberapa pita absorbsi yang lebar, semua molekul dapat
menyerap radiasi dalam daerah UV-tampak. Oleh karena itu mereka mengandung
elektron, baik yang dipakai bersama atau tidak, yang dapat dieksitasi ke tingkat yang
lebih tinggi. Panjang gelombang pada waktu absorbsi terjadi tergantung pada
bagaimana erat elektron terikat di dalam molekul. Elektron dalam satu ikatan kovalen
tunggal erat ikatannya dan radiasi dengan energi tinggi, atau panjang gelombang
pendek, diperlukan eksitasinya (Wunas, 2011).
Keuntungan utama metode spektrofotometri adalah bahwa metode ini
memberikan cara sederhana untuk menetapkan kuantitas zat yang sangat kecil. Selain
itu, hasil yang diperoleh cukup akurat, dimana angka yang terbaca langsung dicatat
oleh detektor dan tercetak dalam bentuk angka digital ataupun grafik yang sudah
diregresikan (Yahya S, 2013).
Secara sederhana instrument spektrofotometeri yang disebut spektrofotometer
terdiri dari:

Fungsi masing-masing bagian (Yahya S, 2013):


a. Sumber sinar polikromatis berfungsi sebagai sumber sinar polikromatis dengan
berbagai macam rentang panjang gelombang.
b. Monokromator berfungsi sebagai penyeleksi panjang gelombang yaitu
mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya
monokromatis. Pada gambar di atas disebut sebagai pendispersi atau penyebar
cahaya. dengan adanya pendispersi hanya satu jenis cahaya atau cahaya dengan
panjang gelombang tunggal yang mengenai sel sampel. Pada gambar di atas
hanya cahaya hijau yang melewati pintu keluar.
c. Sel sampel berfungsi sebagai tempat meletakan sampel UV-VIS dan UV-VIS
menggunakan kuvet sebagai tempat sampel. Kuvet biasanya terbuat dari kuarsa
atau gelas, namun kuvet dari kuarsa yang terbuat dari silika memiliki kualitas
yang lebih baik. Hal ini disebabkan yang terbuat dari kaca dan plastik dapat
menyerap UV sehingga penggunaannya hanya pada spektrofotometer sinar
tampak (VIS). Kuvet biasanya berbentuk persegi panjang dengan lebar 1 cm.
Untuk sampel cair dan padat (dalam bentuk pasta) biasanya dioleskan pada dua
lempeng natrium klorida. Untuk sampel dalam bentuk larutan dimasukan ke
dalam sel natrium klorida. Sel ini akan dipecahkan untuk mengambil kembali
larutan yang dianalisis, jika sampel yang dimiliki sangat sedikit dan harganya
mahal.
d. Detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan
mengubahnya menjadi arus listrik. Macam-macam detektor yaitu Detektor foto
(Photo detector), Photocell, misalnya CdS, Phototube, Hantaran foto, Dioda
foto, dan Detektor panas.
e. Read out merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya isyarat listrik
yang berasal dari detektor. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam
spektrofotometri adalah:
1) Pada saat pengenceran alat-alat pengenceran harus betul-betul bersih tanpa
adanya zat pengotor.
2) Dalam penggunaan alat-alat harus betul-betul steril.
3) Jumlah zat yang dipakai harus sesuai dengan yang telah ditentukan.
4) Dalam penggunaan spektrofotometri uv, sampel harus jernih dan tidak
keruh.
5) Dalam penggunaan spektrofotometri uv-vis, sampel harus berwarna.
II.1.7 Hukum Lambert-Beer
Cahaya yang diserap diukur sebagai absorbansi (A), sedangkan cahaya yang
hamburkan diukur sebagai transmitansi (T), dinyatakan dengan hukum lambert-beer
atau Hukum Beer, berbunyi (Sri Suyono, 2013) :
“Jumlah radiasi cahaya tampak (ultraviolet, inframerah, dan sebagainya) yang
diserap atau ditransmisikan oleh suatu larutan merupakan suatu fungsi eksponen
dari konsentrasi zat dan tebal larutan”.
Berdasarkan hukum Lambert-Beer, rumus yang digunakan untuk menghitung
banyaknya cahaya yang dihamburkan (Sri Suyono, 2013) :
T = It Io atau %T = It Io x 100 %
dan absorbansi dinyatakan dengan rumus:
A= - log T = -log It Io
dimana I0 merupakan intensitas cahaya datang dan It atau I1 adalah intensitas
cahaya setelah melewati sampel.
Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai (Sri Suyono,
2013) :
A= a . b . c atau A = ε . b . c
Dimana :
A : Absorbansi
b / l : Tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1
cm)
c : Konsentrasi larutan yang diukur
ε : Tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang
diukur dalam molar)
a : Tetapan absorbtivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur
dalam ppm).
Faktor-faktor yang sering menyebabkan kesalahan dalam menggunakan
spektrofotometer dalam mengukur konsentrasi suatu analit (Sri Suyono, 2013) :
1. Adanya serapan oleh pelarut. Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko,
yaitu larutan yang berisi selain komponen yang akan dianalisis termasuk zat
pembentuk warna.
2. Serapan oleh kuvet. Kuvet yang ada biasanya dari bahan gelas atau kuarsa,
namun kuvet dari kuarsa memiliki kualitas yang lebih baik.
3. Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan (melalui
pengenceran atau pemekatan).
II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1995; Rowe et al, 2009)
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Alkohol
Rumus molekul : C2H6O
Rumus Struktur :

Berat molekul : 46,07 g/mol


Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah terbakar, berbau khas panas, mudah terbakar
dan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P.
Kegunaan : Membersihkan alat-alat
Khasiat : Sebagai antiseptik (menghambat pertumbuhan
bakteri).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api.
II.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1995; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest, air suling
Rumus Molekul : H2O
Rumus Struktur :
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan.
Khasiat : Sebagai sumber energi
Kegunaan : Zat pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap.
II.2.3 Na Edta (Annisa, 2011; Rowe et al, 2009)
Nama Resmi : DINATRIUM ADESAT
Nama Lain : Diantium Etilen Diaminterta Asetat
Rumus Molekul : C10H16N2O8
Rumus Struktur :

Berat Molekul : 372,24


Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam air
Kegunaan : Sebagai zat pengompleks
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
II.2.4 Paracetamol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Paracetamol
Berat molekul : 151,16 g/mol
Rumus molekul : C8H9NO2
Rumus struktur :

Pemerian : Berupa hablur atau serbuk hablur putih, rasa pahit,


berbau, serbuk Kristal dengan sedikit rasa pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian
gliserol P, dan dalam 9 bagian propilengikol P, larut
dalam larutan alkali hidroksida.
Kegunaan : Sebagai sampel
Khasiat : Analgetik (menghilangkan atau mengurangi nyeri)
dan sebagai anti piretik (menurunkan demam).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
pada suhu ruangan 25-30 derajat celcius.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Farmasetika Dasar dilaksanakan pada hari Jum’at, 27 September
2019, pukul 07.00 WITA, di Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi,
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, di Universitas Negeri Gorontalo.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Batang pengaduk, Gelas beaker 100 ml, Gelas ukur 10 ml, Kuvet kuarsa UV-
VIS, Lap kasar, Lumpang dan Alu, Neraca analitik, Pipet Mikro, Pipet tetes,
Spektrofotometer UV-VIS, Sudip dan Vial 10 buah.
III.2.2 Bahan
Alkohol 70%, Aquadest, Kertas perkamen, Label, Na Edta, paracetamol dan
Tisu.
III.3 Cara Kerja
III.3.1 Larutan Standar
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dilakukan perhitungan pengenceran paracetamol dengan konsntrasi 1000 ppm
dalam 10 ml aquades
4. Ditimbang paracetamol 0,01 g dan dimasukkan kedalam gelas beker
5. Ditambahkan aquades 10 ml dan diaduk, dimasukkan kedalam vial
6. Diambil 1 ml larutan paracetamol dan dibuat dalam konsentrasi 10 ppm, 20
ppm, dan 30 ppm
7. Dimasukkan tiap larutan kedalam kuvet berbeda
8. Diukur dalam spektrofotometer
9. Dilihat dan dicatat nilai absorbansi tiap larutan
III.3.2 Larutan Sampel
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Diambil 1 ml larutan standar dan ditambahkan aquades hingga 10 ml
4. Dilakukan sebanyak tiga kali dan dimasukkan kedalam tiga vial berbeda
5. Ditambahkan Na Edta 0,2 g, 0,4 g, 0,6 g, kedalam tiga vial berbeda dan diberi
label
6. Dimasukkan tiap larutan kedalam kuvet berbeda
7. Diukur dalam spektrofotometer
8. Dilihat dan dicatat nilai absorbansi tiap larutan
III.3.3 Larutan Blanko
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dibersihkan alat menggunakan alkohol 70%
3. Dimasukkan aquades kedalam kuvet
4. Diukur menggunakan spektrofotometer
5. Dilihat nilai absorbansinya dan dinolkan nilai absorbansinya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil
IV.1.1 Larutan Standar

No Sampel Absorbansi

1. Larutan blanko - 0,001

2. Larutan pct 10 ppm 0,211

3. Larutan pct 20 ppm 0,365

4. Larutan pct 30 ppm 0,431

IV.1.2 Kurva Larutan Standar

IV.1.3 Larutan Sampel


No Sampel Absorbansi

1. PCT + Na Edta 0,2 g 0,322

2. PCT + Na Edta 0,4 g 0,436

3. PCT + Na Edta 0,6 g 0,610


IV.2 Perhitungan
IV.2.1 Pengenceran Paracetamol
Dik : N1 = 1.000.000 Ppm
N2 = 1.000 Ppm
V2 = 10 Ml
Dit : V1 …. g ?
Peny : V1 × N1 = V2 × N2
V1 × 1.000.000 = 10 × 1.000
10.000
V1= 1.000.000

= 0,01 g
IV.2.2 Konsentrasi Sampel
1. PCT 0,01 g + Na Edta 0,2 g
Dik : y = 0,011x + 0,1157
a = 0,1157
b = 0,011
y = 0,322
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
0,322 = 0,011x + 0,1157
0,011x = 0,322 – 0,1157
0,2063
x = 0,011

x = 18,75
x
Konsentrasi = x 100%
ml
18,75
= x 100%
10 ml

= 187,5
2. PCT 0,01 g + Na Edta 0,4 g
Dik : y = 0.011x + 0,1157
a = 0,1157
b = 0,011
y = 0,436
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
0,436 = 0,011 x + 0,1157
0,011 x = 0,436 – 0,1157
0,3203
x = 0,011

x = 29,118
x
Konsentrasi = x 100%
mL
29,118
= x 100%
10 mL

= 291,18
3. PCT 0,01 g + Na Edta 0,6 g
Dik : y = 0.011x + 0,1157
a = 0,1157
b = 0,011
y = 0,610
Dit : x dan konsentrasi
Peny : y = bx+ a
0,610= 0,011x + 0,1157
0,011x = 0,610 – 0,1157
0,4943
x = 0,011

x = 44,936
x
Konsentrasi = x 100%
mL
44,936
= 10 mL

= 449,36
4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan mengenai kompleksasi
obat. Menurut Martin (1990) Kompleksasi obat adalah suatu metode yang digunakan
untuk mengatur kelarutan suatu komposisi dengan penambahan zat pengompleks.
Sementara senyawa pengompleks merupakan senyawa yang terbentuk karena adanya
penggabungan dua atau lebih unsur kimia, yang masing-masingnya dapat berdiri
sendiri sehingga dapat membentuk senyawa yang kompleks. Tujuan pada praktikum
kali ini adalah agar praktikan dapat mengetahui tentang cara penentuan senyawa-
senyawa kompleks serta membandingkan nilai dari larutan standar dan larutan sampel
yang akan diuji. Untuk menentukan suatu kelarutan zat dengan menggunakan metode
kompleksasi obat kita harus membuat tiga larutan terlebih dahulu, yaitu larutan
standar, larutan sampel dan larutan blanko.
Percobaan kompleksasi obat menggunakan paracetamol sebagai sampel dan
Na Edta sebagai bahan pengompleks. Hal pertama dilakukan yaitu menyiapakan alat
dan bahan yang akan digunakan. Dimana paracetamol memiliki sifat larut dalam 70
bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dan dalam
bagian propilenglikol P. Sedangkan zat pengompleks yang digunakan adalah Na
EDTA yang memiliki keunggulan mudah larut dalam air dan dapat diperoleh dalam
keadaan murni (Dirjen POM, 1995).
Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan alat dan bahan yang akan
di gunakan, kemudia bersihkan semua alat yang akan digunakanmenggunakan
alkohol 70%. Alkohol adalah cairan yang terdiri atas 70 % alkohol dan 30 % air yang
memiliki khasiat sebagai desinfektan dan antiseptik yang dapat membunuh bakteri
dan mikroorganisme sejenisnya (Cottone, 1995).
Langkah selanjutnya dilakukan percobaan kompleksasi obat diawali dengan
pembuatan larutan standar, menurut Day underwood (1999), larutan standar adalah
larutan yang konsentrasinya sudah diketahui secara pasti. Ditimbang paracetamol
sebanyak 0,01 gr dilarutkan dengan aquadest sebanyak 10 ml dan diaduk hingga
homogen, dimana antara zat terlarut dan pelarut tidak dapat dibedakan lagi. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Baroroh (2004), bahwa larutan adalah campuran homogen
antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai molekul. Kemudian dilakukan
pengenceran bertingkat dari larutan paracetamol dengan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm,
30 ppm. Menurut gandjar (2010), dilakukan pengenceran bertingkat agar sampel
dapat terbaca pada spektrofotometer. Kemudian diukur serapan larutan tersebut pada
spektrofotometer dengan panjang gelombang yang sesuai dan dilihat nilai absorbansi
tiap larutan.
Selanjutnya yaitu pembuatan larutan sampel. Larutan sampel adalah larutan
reagen yang baik untuk digunakan pada titrasi baik itu sifat zat, konsentrasi, dan
lainnya (Beran 1996). Larutan sampel dibuat dengan cara diambil 1 ml larutan
standar 100 ppm kemudian ditambahkan aquadest hingga 10 ml. Dilakukan sebanyak
3 kali dan dimasukkan ke dalam 3 vial yang berbeda dengan diberi label 10 ppm pada
masing-masing vial. Ditambahkan Na EDTA 0,2g, 0,4g dan 0,6g pada masing masing
vial yang telah diberi label, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet dan diukur dalam
spektrofotometer UV-VIS, dan dilihat nilai absorbansi dari masing-masing larutan.
Setelah pembuatan larutan standard dan larutan sampel, langkah terakhir yaitu
pembuatan larutan Blanko. Menurut Basset (1994) larutan blanko adalah larutan yang
tidak mengandung analat atau sampel yang akan dianalisis. Untuk larutan blanko
aquades dimasukkan kedalam kuvet dan diukur dalam spektrofotometer UV VIS dan
dilihat nilai absorbansinya.

Yang terakhir yaitumembuat larutan blanko, larutan blanko merupakan larutan


yang mempunyai perlakuan yang sama dengan analat tetapi tidak mengandung
komponen analat. Tujuan pembuatan larutan blanko adalah untuk mengetahui
besarnya serapan oleh zat yang bukan analat, dimana larutan analat adalah larutan
yang dianalasis. Caranya diambil aquadest kemudian dimasukan ke dalam kuvet yang
telah dibersihkan dan diukur dalam spektrofotometer uv-vis, Kemudian dilihat nilai
absorbansinya (Laksi, 2000).
Larutan blanko yang didapatkan yaitu -0.001 dan larutan standar paracetamol
10 ppm setelah dimasukan di dalam spektrofotometer di dapatkan nilai absorbansi
0,211, paracetamol 20 ppm nilai absorbansi 0,365 , dan 30 ppm nilai absorbansi
0,431. Menurut Perry (2008) absorbansi akan berbanding lurus dengan
konsentrasinya, artinya konsentrasi dari zat terlarut semakin tinggi makanilai
absorbansi semakin baik karena zat kimia atau partikel didalamnya menyerap cahaya.
begitu pula sebaliknya konsentrasi zat terlarut semakin rendah maka nilai absorbansi
yang dihasilkan akan semkin rendah juga.
Pada percobaan ini, hasil yang didapat ketika larutan sampel paracetamol 10
ppm ditambahkan 0,2 gr NaEDTA setelah dimasukan dalam spektrofotometer
didapatkan nilai absorbansinya 0,322 sampel 10 ppm + 0,4g Na EDTA didapatkan
nilai absorbansi 0,436, sampel 10 Ppm + 0,6g Na EDTA didapatkan nilai absorbansi
0,610
Jadi dengan penambahan Na EDTA (zat pengompleks) pada paracetamol
dapat meningkatkan kelarutan dari obat, serta dapat disimpulkan bahnwa nilai
absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasinya.
Menurut Gandjar (2007) berdasarkan hukum beer absorbansi akan berbanding
lurus dengan konsentrasi artinya konsentrasi zat terlarut makin tinggi maka
absorbansi yang dihasilkan makin tinggi, begitu pula sebaliknya konsentrasi zat
terlarut semakin rendah absorbansi yang dihasilkan makin rendah.

Kemungkinan kesalahan yang terjadi pada percobaan kompleksasi ini terletak


pada kurangnya ketelitian pada saat menimbang sampel paracetamol, pada saat
mengambil larutan baku menggunakan pipet mikro serta kurangnya ketelitian pada
spektrofotometer dalam membaca nilai absorbansi sampel.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya tambahan zat
pengompleks (Na Edta) pada paracetamol akan meningkatkan kelarutan dari obat.
Setelah diamati nilai absorbansinya diadapatkan nilai absobsansi dari sampel
paracetamol yaitu 1,698 A (10 ppm), 2,572 A (20 ppm), 3,355 A (30 ppm),
paracetamol + 0,2 Na Edta yaitu 2,402 A, paracetamol + 0,4 Na Edta yaitu 2,468 A
dan paracetamol + 0,6 Na Edta yaitu 2,503 A. Dari hasil pengamatan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa nilai absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasinya.
V.2 Saran
V.1.1 Saran Asisten
Asisten lebih memperhatikan praktikan pada saat melakukan praktikum,
terutama saat melakukan setiap perlakuan pada suatu percobaan saat praktikum
berlangsung.
V.1.2 Saran Laboratorium
Lebih melengkapi sarana dan pra sarana dalam laboratorium untuk
memperlancar jalannya praktikum.
V.1.3 Saran Jurusan
Sarana dan prasarananya sebaiknya ditingkatkan kembali agar kualitas kerja
lebih baik lagi.
V.1.4 Saran Praktikan
Diharapkan agar praktikan lebih meningktkan kinerjanya sehingga dapat
memahami serta melakukan dengan baik praktikum yang akan dilaksanakan
DAFTAR PUSTAKA
Atwood, D. and Flourence, A.T . 2008. Physical Pharmacy. Pharmaceutical Press

Beran, J.A. 1996. Chemistry in The Laboratory. John Willey & Sons.

Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC. Jakarta.

Day, R.A. & Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6. Erlangga.
Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta

Gandjar, I. G. & Rohman, A., 2012, Analisis Obat secara Spektroskopi dan
Kromatografi, 315-317. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Martin, A., Swarbick, J., dan Cammarata, A., 1990, Farmasi Fisik Dasar dan
Kimia Fisik diterjemahkan oleh Yoshita, Edisi Ketiga, Hal 141-142,
Universitas Indonesia Press, Jakarta

Martin,A. 2002. Farmasi Fisik Edisi 5. Universitas Indonesia Press : Jakarta

Marzuki, Asnah. 2012. Kimia Analisis Farmasi. Makassar : Dua Satu Press

Rowe, R.C. et Al. (2009). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed, The
Pharmaceutical Press, London

Svehla, G. 1990. Vogel: Buku teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: Kalman Media Pustaka.

Wunas, Yeanny dan Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi
kedua). Makassar : Laboratorium Kimia Farmasi Fakultas Farmasi UNHAS

Anda mungkin juga menyukai

  • Alkaloid Kelompok 2
    Alkaloid Kelompok 2
    Dokumen10 halaman
    Alkaloid Kelompok 2
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Poster Kemdikbud
    Poster Kemdikbud
    Dokumen4 halaman
    Poster Kemdikbud
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Tugas Fito Flavonoid Kel 1
    Tugas Fito Flavonoid Kel 1
    Dokumen13 halaman
    Tugas Fito Flavonoid Kel 1
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Steroid
    Steroid
    Dokumen12 halaman
    Steroid
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • REVIEW JURNA1 Perbaikan
    REVIEW JURNA1 Perbaikan
    Dokumen2 halaman
    REVIEW JURNA1 Perbaikan
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5 Tanin
    Kelompok 5 Tanin
    Dokumen15 halaman
    Kelompok 5 Tanin
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 5 Tanin
    Kelompok 5 Tanin
    Dokumen15 halaman
    Kelompok 5 Tanin
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Aryanto Dedy
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Argento
    Lampiran Argento
    Dokumen6 halaman
    Lampiran Argento
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kognosi ARONA MAKALAH
    Tugas Kognosi ARONA MAKALAH
    Dokumen9 halaman
    Tugas Kognosi ARONA MAKALAH
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Tugas Kognosi ARONA MAKALAH
    Tugas Kognosi ARONA MAKALAH
    Dokumen9 halaman
    Tugas Kognosi ARONA MAKALAH
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Cover Fito
    Cover Fito
    Dokumen1 halaman
    Cover Fito
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Koefisine Made
    Koefisine Made
    Dokumen25 halaman
    Koefisine Made
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Modul 5 Mikro Oln
    Modul 5 Mikro Oln
    Dokumen16 halaman
    Modul 5 Mikro Oln
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen6 halaman
    Tutorial
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Makalah Imuno Fix
    Makalah Imuno Fix
    Dokumen9 halaman
    Makalah Imuno Fix
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Etiket Tambahan
    Etiket Tambahan
    Dokumen1 halaman
    Etiket Tambahan
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Koefisine Made
    Koefisine Made
    Dokumen26 halaman
    Koefisine Made
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Bobot Jenis Part 4 Nindy
    Bobot Jenis Part 4 Nindy
    Dokumen8 halaman
    Bobot Jenis Part 4 Nindy
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • BAB 1 Suspensi
    BAB 1 Suspensi
    Dokumen2 halaman
    BAB 1 Suspensi
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Kapsul Fix
    Kapsul Fix
    Dokumen18 halaman
    Kapsul Fix
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • BAB I Sirup
    BAB I Sirup
    Dokumen2 halaman
    BAB I Sirup
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Bromatometri Fix
    Bromatometri Fix
    Dokumen17 halaman
    Bromatometri Fix
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Etiket Putih
    Etiket Putih
    Dokumen1 halaman
    Etiket Putih
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Etiket Putih
    Etiket Putih
    Dokumen1 halaman
    Etiket Putih
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • BAB I Benda Ergastik
    BAB I Benda Ergastik
    Dokumen3 halaman
    BAB I Benda Ergastik
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat
  • Rumah Sehat
    Rumah Sehat
    Dokumen7 halaman
    Rumah Sehat
    gokil jaman now
    Belum ada peringkat