Anda di halaman 1dari 45

Makassar, 08 November 2019

LAPORAN TUTORIAL MODUL DEMAM


BLOK TROPIS
SKENARIO 3

Dokter Pembimbing :
dr. A. St. Fahirah Arsal, M.Kes

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 07
ANDI ANITA NUR FADHILAH RAHMAN 11020170027
USI TRIS SEPTIA NINGSIH 11020170029
ANDI AZIZAH NUR FADHILLAH SALIM 11020170030
RIZQIE HAYYUDIAH NUR 11020170031
A. NUR KHALIA MARZATILLAH 11020170032
RISKI AMALIAH H.R 11020170033
FADHILAH NORMAN 11020170034
FADHILLAH 11020170035
WIDYA ISLAMIYAH TAHIR 11020170036
YEYEN AUGRAH HARMIN 11020170037

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga laporan tutorial ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Aamiin.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam laporan tutorial ini, karena
itu kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan guna memacu
kami menciptakan karya-karya yang lebih bagus.

Akhir kata, kami ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.

Teman-teman yang telah mendukung dan turut memberikan motivasi dalam


menyelesaikan laporan tutorial ini.

Semoga Allah SWT dapat memberikan balasan setimpal atas segala kebaikan
dan pengorbanan dengan limpahan rahmatdari-Nya. Aamiin yaa Robbal A’lamiin.

Makassar, 08 November 2019

Kelompok 07
SKENARIO 3

Seorang anak perempuan berumur 7 tahun datang ke puskesmas dengan


keluhan demam sejak 2 hari yang lalu disertai nyeri menelan, sesak napas dan ada
pembesaran di leher kanan, pasien merasa lemas dan lesu.

KATA SULIT
-

KATA KUNCI
1. Anak perempuan 7 tahun
2. Demam 2 hari yang lalu
3. Nyeri menelan, sesak napas, pembesaran leher kanan
4. Lemas & lesu

PERTANYAAN
1. Jelaskan definisi dari demam dan klasifikasinya !
2. Jelaskan etiologi demam !
3. Jelaskan patomekanisme demam !
4. Jelaskan hubungan antara keluhan utama dengan gejala penyerta !
5. Sebutkan macam-macam penyakit tropis dengan keluhan demam!
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis sesuai skenario !
7. Apa diagnosis banding sesuai skenario ?
8. Bagaimana penatalaksanaan sesuai skenario ?
9. Jelaskan perspektif Islam sesuai skenario !
JAWABAN

1. Jelaskan definisi dari demam dan klasifikasinya !

Suatu keadaan peningkatan suhu inti, yang sering (tetapi tidak seharusnya)
merupakan bagian dari respons pertahanan organisme multiselular (host) terhadap
invasi mikroorganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh
host.
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu tubuh
normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam
adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral temperature ≥37,5°C atau axillary
temperature ≥37,2°C. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C sedangkan
hipotermia adalah keadaan dimana suhu tubuh <35°C dan hiperpireksia adalah suatu
keadaan dimana suhu tubuh ≥41,2°C.
POLA DEMAM
pola atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan
tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi
tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna (Tabel 2.).
Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah
mendapat antipiretik

Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik


Pola demam Penyakit
Kontinyu Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Remitten Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermiten Malaria, limfoma, endokarditis
Hektik atau septik Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian Malaria karena P.vivax
Double quotidian Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid
arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)
Relapsing atau periodik Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis
Demam rekuren Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi
derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan
respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:

1. Demam Kontinyu
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan
suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

2. Demam Remiten
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam
yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit
tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam
disebabkan oleh proses infeksi.
Gambar 2. Demam remiten

3. Demam Intermiten
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi
hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam
terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten


4. Demam Septik/ Hektik
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
5. Demam Quotidian
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme
demam yang terjadi setiap hari.

6. Demam Quotidian Ganda


Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam
(siklus 12 jam).

Gambar 4. Demam quotidian

7. Undulant Fever
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan
menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
8. Prolonged Fever
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama
demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya lebih dari 10 hari
untuk infeksi saluran nafas atas.
9. Demam Rekuren
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular
pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau
sistem organ multipel.
10. Demam Bifasik
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang
berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan
contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis,
demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite
fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam
Lassa).
11. Relapsing Fever dan Demam Periodik
 Demam Periodik
Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular
atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu
atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria
(istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila
demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

 Relapsing Fever
Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).
Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)
Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-
tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan
durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6 oC pada tick-
borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia,
sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode
demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam
(6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini
disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh
antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis.
Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan
brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi
anafilaktik full-blown.

Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan
Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum
awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887,
pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit
pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif
untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 –
10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis
demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan
dengan anemia hemolitik.
Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

KLASIFIKASI DEMAM
Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.2 Untuk
kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan
dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3. dan Tabel 4. memperlihatkan tiga
kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah
yang digunakan.1

Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik
Lama demam
Klasifikasi Penyebab tersering
pada umumnya

Demam dengan localizing


Infeksi saluran nafas atas <1 minggu
signs
Demam tanpa localizing Infeksi virus, infeksi saluran
<1minggu
signs kemih
Infeksi, juvenile idiopathic
Fever of unknown origin >1 minggu
arthritis
Tabel 4. Definisi istilah yang digunakan
Istilah Definisi

Demam Penyakit demam akut dengan fokus infeksi, yang


dengan localization dapat didiagnosis setelah anamnesis dan pemeriksaan
fisik

Demam tanpa localization Penyakit demam akut tanpa penyebab demam yang
jelas setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik

Letargi Kontak mata tidak ada atau buruk, tidak ada interaksi
dengan pemeriksa atau orang tua, tidak tertarik dengan
sekitarnya

Toxic appearance Gejala klinis yang ditandai dengan letargi, perfusi


buruk, cyanosis, hipo atau hiperventilasi

Infeksi bakteri serius Menandakan penyakit yang serius, yang dapat


mengancam jiwa. Contohnya adalah meningitis,
sepsis, infeksi tulang dan sendi, enteritis, infeksi
saluran kemih, pneumonia

Bakteremia dan Bakteremia menunjukkan adanya bakteri dalam darah,


septikemia dibuktikan dengan biakan darah yang positif,
septikemia menunjukkan adanya invasi bakteri ke
jaringan, menyebabkan hipoperfusi jaringan dan
disfungsi organ

Demam dengan Localizing Signs


Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada pada
kategori ini (Tabel 5.). Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda
secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik. Diagnosis
dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan
pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen dada.1

Tabel 5. Penyebab utama demam karena penyakit localized signs


Kelompok Penyakit

Infeksi saluran nafas ISPA virus, otitis media, tonsillitis, laryngitis, stomatitis
atas herpetika
Pulmonal Bronkiolitis, pneumonia
Gastrointestinal Gastroenteritis, hepatitis, appendisitis
Sistem saraf pusat Meningitis, encephalitis
Eksantem Campak, cacar air
Kolagen Rheumathoid arthritis, penyakit Kawasaki
Neoplasma Leukemia, lymphoma
Tropis Kala azar, cickle cell anemia

Demam Tanpa Localizing Signs


Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak
ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah infeksi
virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan. Infeksi seperti ini
harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran kemih dan
bakteremia. Tabel 6.menunjukan penyebab paling sering kelompok ini.1 Demam
tanpa localizing signs umumnya memiliki awitan akut, berlangsung kurang dari 1
minggu, dan merupakan sebuah dilema diagnostik yang sering dihadapi oleh dokter
anak dalam merawat anak berusia kurang dari 36 bulan.6
Tabel 6. Penyebab umum demam tanpa localizing signs
Penyebab Contoh Petunjuk diagnosis

Infeksi Bakteremia/sepsis Tampak sakit, CRP tinggi,


leukositosis
Sebagian besar virus
(HH-6) Tampak baik, CRP normal, leukosit
normal
Infeksi saluran kemih
Dipstik urine
Malaria
Di daerah malaria

PUO Juvenile idiopathic Pre-articular, ruam,


(persistent arthritis splenomegali, antinuclear
pyrexia of factor tinggi, CRP tinggi
unknown
origin) atau
FUO

Pasca vaksinasi Vaksinasi triple, campak Waktu demam terjadi berhubungan


dengan waktu vaksinasi

Drug fever Sebagian besar obat Riwayat minum obat, diagnosis


eksklusi
Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)
Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan selama 1
minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit gagal mendeteksi
penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau lebih dikenal sebagai fever of
unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai demam yang berlangsung selama
minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian diagnosis setelah investigasi 1 minggu di
rumah sakit.

Referensi :

Barry Army Bakry, Alan Roland Tumbelaka. 2008. Etiologi Dan Karakteristik Demam
Berkepanjangan . Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Vol. 10, No. 2)

2. Jelaskan etiologi demam !

Demam terjadi saat respons imun tubuh dipicu oleh pirogen (zat penghasil
demam). Pirogen biasanya berasal dari sumber di luar tubuh dan, pada gilirannya,
merangsang produksi pirogen tambahan di dalam tubuh. Pirogen memberitahu
hipotalamus untuk meningkatkan titik suhu tubuh. Sebagai respons, tubuh mulai
menggigil, pembuluh darah kita menyempit. Kita berada di bawah selimut dalam
upaya untuk mencapai suhu baru yang lebih tinggi dari pada suhu dasar kita. Namun,
pirogen lain bisa diproduksi oleh tubuh, biasanya sebagai respons terhadap
peradangan; ini disebut sebagai sitokin (juga disebut pirogen endogen).

1. Virus
Virus merupakan penyebab demam yang paling sering pada orang dewasa.
Gejala penyertanya bisa meliputi hidung berair, sakit tenggorokan, batuk, suara
serak, dan nyeri otot. Virus juga dapat menyebabkan diare, muntah, atau nyeri perut.
Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh virus dapat sembuh dengan
sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Antibiotik tidak dapat membunuh
virus. Obat yang dikonsumsi hanya bertujuan untuk meredakan gejala, misalnya
obat penurun panas dan obat batuk. Jika mengalami diare atau muntah, penderita
harus minum air dalam jumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi. Penyakit
karena virus biasanya berlangsung selama satu sampai dua minggu.

2. Bakteri
Bakteri dapat menyerang organ manapun di dalam tubuh. Bakteri dapat
dihilangkan dengan antibiotik. Infeksi bakteri pada sistem saraf pusat (otak dan
medula spinalis) dapat menyebabkan demam, nyeri kepala, dan penurunan
kesadaran. Infeksi pada saluran napas dapat menimbulkan gejala seperti hidung
berair, nyeri tenggorokan, batuk, sesak napas, dan kadang-kadang nyeri dada.
Infeksi pada saluran kemih dapat menyebabkan rasa nyeri saat berkemih, air seni
bercampur darah, lebih sering buang air kecil, dan nyeri pinggang. Infeksi bakteri
pada sistem pencernaan ditandai dengan adanya diare, muntah, nyeri perut, dan
kadang-kadang disertai tinja bercampur darah. Infeksi pada kulit akan memberikan
gambaran kulit merah, bengkak atau muncul benjolan, teraba hangat, keluar nanah,
atau terasa nyeri. Infeksi bakteri yang berat akan terjadi jika bakteri masuk ke
pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh menyebabkan suatu kondisi yang
disebut dengan sepsis.

3. Jamur
Jamur juga dapat menyerang organ manapun di dalam tubuh. Untuk
mengatasinya, diperlukan obat anti jamur
4. Obat-obatan
Demam yang terjadi sesaat setelah memulai suatu pengobatan mungkin
disebabkan oleh obat itu sendiri, jika tidak ditemukan penyebab lainnya. Demam
karena obat-obatan seharusnya akan menghilang apabila penggunaan obat-obatan
yang menyebabkan tersebut dihentikan. Obat-obatan yang dapat memicu demam
antara lain: antibiotik beta laktam, procainamide, isoniazid, alfa metildopa,
quinidine, dan difenilhidantoin.

5. Sumbatan
Pada pembuluh darah yang tersumbat, dapat terjadi reaksi peradangan sehingga
akan menyebabkan demam.

6. Tumor
Tumor ganas dapat menyebabkan demam melalui berbagai cara. Beberapa jenis
tumor mampu menghasilkan pirogen sendiri sehingga menimbulkan demam.
Beberapa tumor dapat mengalami infeksi sehingga terjadi demam. Tumor-tumor di
otak, terutama di hipotalamus dan area sekitarnya, dapat mengganggu fungsi
pengaturan suhu tubuh. Obat-obat antikanker juga ada yang bisa menyebabkan
demam. Selain itu, pada penderita kanker, sistem kekebalan tubuhnya cenderung
menurun sehingga mudah mengalami infeksi

7. Lingkungan
Suhu tubuh dapat meningkat sangat tinggi jika tubuh kepanasan. Keadaan ini
disebut hipertermia. Keadaan ini dapat terjadi karena olahraga yang berlebihan atau
ketika tubuh terpapar cuaca panas atau kering. Orang dengan hipertermia memiliki
suhu tubuh yang sangat tinggi dan tidak bisa berkeringat. Hipertermia merupakan
suatu keadaan darurat. Orang yang mengalami hipertermia harus segera
didinginkan. Banyak orang yang memiliki penyakit yang menyebabkan sistem
kekebalan tubuh mereka tidak berfungsi secara normal. Ada yang memiliki daya
tahan tubuh yang sangat rendah sehingga mudah mengalami infeksi. Ada juga yang
menderita penyakit autoimun (yaitu sistem kekebalan tubuh menyerang tubuh
sendiri), misalnya lupus eritematosus sistemik, yang dapat juga menimbulkan
demam.

Referensi :
Baitil, Atiq. 2009. Gambaran Pengetahuan Demam. Demam Caphter II. FK UI.

3. Jelaskan patomekanisme demam !

Patofisiologi Demam
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat
pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan
toksin. Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam
tubuh meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosing
factor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit,
limfosit dan neutrofil. Seluruh substansi di atas menyebabkan selsel fagosit
mononuclear (monosit, makrofag jaringan atau sel kupfer) membuat sitokin yang
bekerja sebagai pirogen endogen, suatu protein kecil yang mirip interleukin, yang
merupakan suatu mediator proses imun antar sel yang penting. Sitokin-sitokin
tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun local dan berhasil memasuki sirkulasi.
Interleukin-1, interleukin-6, tumor nekrosis factor α dan interferon α, interferon β
serta interferon γ merupakan sitokin yang berperan terhadap proses terjadinya
demam. Sitokin-sitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat
(SSP) dan kemudian bekerja pada daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin
akan memicu pelepasan asam arakidonat dari membrane fosfolipid dengan bantuan
enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin
karena peran dari enzim siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan
menyebabkan demam pada tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus.
Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu
siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform
berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang
berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis pembentukan
prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lender traktus
gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan COX-2
tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang,
mitogenesis atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid
yang merupakan mediator nyeri dan radang.
Penemuan ini mengarah kepada, bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan
prostaglandin yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi regulasi
fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang
menyebabkan radang (Dachlan et al., 2001; Davey, 2005). Prostaglandin E2
(PGE2) adalah salah satu jenis prostaglandin yang menyebabkan demam.
Hipotalamus anterior mengandung banyak neuron termosensitif. Area ini juga kaya
dengan serotonin dan norepineprin yang berperan sebagai perantara terjadinya
demam, pirogen endogen meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya
kedua monoamina ini akan meningkatkan adenosine monofosfat siklik (cAMP) dan
prostaglandin di susunan saraf pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan
tubuh menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu thermostat .
Gambar 1. Patofisiologi Demam dan Efek Antipiretik

Mekanisme demam juga dapat terjadi melalui jalur non prostaglandin


melalui sinyal aferen nervus vagus yang dimediasi oleh produk lokal makrofag
inflamantory protein-1 (MIP-1), suatu kemokin yang bekerja secara langusng
terhadap hipotalamus anterior. Berbeda dengan demam yang dari jalur
prostaglandin, demam yang melalui jalur MIP-1 tidak dapat dihambat dengan
antipiretik.

Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu
tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan
aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan
merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu
yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan fase
penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan
berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan
berwarna kemerahan.

Referensi :
Barry Army Bakry, Alan Roland Tumbelaka. 2008. Etiologi Dan Karakteristik
Demam Berkepanjangan . Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Vol. 10, No. 2

4. Jelaskan hubungan antara keluhan utama dengan gejala penyerta !

Demam yang terjadi bisa disebabkan oleh kuman ataupun bakteri.


Kolonisasi bakteri ini dapat menyebabkan beberapa gejala, salah satunya yaitu
menyebabkan infeksi pada saluran napas dan ditandai dengan terbentuknya
pseudomembran. Pertumbuhan membran hingga menutupi jalan napas akan
menyebabkan obstruksi jalan napas dan penderita akan mengalami sesak napas.
Pseudomembran merupakan jaringan fibrin yang terinfeksi oleh bakteri melapisi lesi
nekrotik dan epitel di daerah lesi.

Toksigenitas bakteri menyebabkan produksi toksin yang meningkat dan


akan memperluas serta memperdalam area infeksi, sehingga terbentuk eksudat
fibrin. Pseudomembran yang terbentuk akan berwarna keabuan sampai hitam
tergantung dari jumlah darah di dalamnya. Pseudomembran mengandung sel
inflamasi, darah merah dan membran epitel superfisial, sehingga akan terjadi
perdarahan jika dilepas. Pseudomembran ini akan berkurang secara spontan selama
masa penyembuhan.

Gejala lain yang juga dapat ditimbulkan adalah malaise dan nyeri menelan.
Dalam 1-2 hari kemudian timbul membran dan dapat meluas di bagian saluran napas
hingga ke uvula dan palatum molle atau ke bawah ke laring dan trakea. Dapat terjadi
limfadenitis servikalis dan submandibular, bila limfadenitis terjadi bersamaan
dengan edema jaringan lunak leher yang luas timbul bullneck. Selanjutnya, gejala
tergantung dari derajat penetrasi toksin dan luas membran.

Referensi :

1. Hartoyo, Adi. 2018. Difteri pada anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Lambungmangkurat. Sari Pediatri Vol.9
2. Marsinta, Syahrial,dkk. 2018. Tonsilitis difteri dengan sumbatan jalan napas
atas. Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala
Leher Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

5. Sebutkan macam-macam penyakit tropis dengan keluhan demam!

1. Demam berdarah dengue


Demam berdarah dengue disebabkan karena oleh virus dengue yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga flaviviridae. Demam bedarah
dengue dapat asimptomatik dapat pula berupa demam. Pada umumnya pasien
mengalami fase demam yang akut , tinggi dan terus menerus selama 2-7 hari.
Bisa disertai penurunan nafsu makan sampai mengalami dehidrasi yang diikuti
oleh fase kritis selama 2-3 hari yaitu hari ke 4 dan 5 yang ditandai dengan
demam yang menurun. Pada fase ini mengalami fasa berbahaya ketika
kebocoran plasma menjadi nyata dan mencapai puncak pada hari ke 5. Pada
fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah dan nilai hematocrit
tertinggi. Pada fase ini organ-organ lain mulai terlibat. Dan fase penyembuhan.
2. Demam tifoid
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemic di Indonesia .
penyakit ini masih mudah menular dan dapat menyerang banyak orang
sehingga dapat menimbulkan wabah. Penyakit ini disebabkan karena masuknya
kuman Salmonell typhi dan salmonellah paratyphi kedalam tubuh manusia
terjadi melalui makanan yang terkontaminasi. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik, maka kuman akan menembus sel-sel epitel( terutama sel M) dan
selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam makrofag dan selanjut
dibawa ke plak pyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui ductur toraciklus kuman yang ada di
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah akan mengakibatkan bakterimia
pertama yang asimtomatik dan menyebar keseluru organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Di organ ini kuaman meniinggalkan sel sel
fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang
kedua kalinya dengan disertai tanda dan gejala penyakit infeksi sistematik.
Gejala pada penyakit ini ditemukan keluhan demam, nyeri kepala,
pusing , nyeri otok, anoreksia, mual , muntah, ostipasi ataua diare, perasaan
tidak enak diperut, batuk, dan epikstaksis.
3. Demam kuning ( yellow fever)
Adalah suatu penyakit infeksi akut yang dibabkan oleh virus yellow
fever. Hospes utamanya adalah monyet dan simpanse yang hidup di hutan-
hutan dan di afrika vector utamanya adalah nyamuk aedes. yellow fever klasik
merupakan penyakit bifasik, ada tiga stadium yaitu: infeksi, remisi, dan
intoksikasi. Setelah masa inkubasi selama 3-6 hari timbul demam secara
mendadak dan menggigil diikuti dengan sakit kepala, sakit punggung,
myalgia, nausea dan muntah. Bsa juga dijumpai muka dan konjungtiva merah
dan faget dan baradikardi negative.
4. Amebiasis
Adalah penyakit infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasite usus
Entamoeba histolytika. Penyakit ini ditularkan secara vecal oral baik secara
langsung melalui tangan maupun tidak langsung ( melalui air minum atau
makanan yang tercemar).
Klasifikasi:
a. Carrier
b. Amebiasis intestinal ringan
c. Amebiasis intestinal sedang
d. Disentri ameba berat
e. Disentri ameba kronik
Pada penyakit ini demam muncul mulai pada amebiasis intestinal
ringan hingga kronik dan paling tinggi hingga mencapai 40 derajat celcius- 45
derajat celcius pada pada ameba berat.
5. Disentri basiller
Adalah diare dengan lender dan darah disertai dengan demam ,
tenesmus abdominal cramp. Gejala shigellosis secara tipikal dimulai 24-72 jam
setelah kuman ini tertelan dengan demam dan malaise, diukuti dengan diare
yang pada awalnya adalah watery diare secara cepat berkembang menjadi diare
dengan mucus dan darah yang merupakan karakteristik ari infeksi shigella,
disentri ditandai dengan diare sedikit-sedikit dengan darah dan lender disertai
dengan tenesmus, keram perutt dan nyeri saat akan defekasi, sebagai aakibat
dari inflamasi dan ulcerasi mucosa colon dan proktitis.
6. Gastroenteritis viral
Adalah infeksi intestinal yang disebabkannoleh beberapa virus yang
berbeda dan sangat menular. Penyakit ini ditandai oleh muntah dan atau diare
yang terjadi akut. Dapat disertai demam , mual, nyeri perut, penurunan nafsu
makan dan lemah badan atau rasa tidak enak.
7. Malaria
Infeksi malaria disebabkan karena parasite plasmodium di dalam darah
atau jaringan dibuktikan dengan pemeiksaan mikroskopik yang positif, adanya
antigen malaria dengan cepat, ditemukan DNA/RNA parasite pada
pemeriksaan PCR.
Gejala klasik yaitu
a. Peride deingin: menggigil penderita sering membungkus diri dengan
selimut dan sarung dan saat menggigil sering seruruh badan bergetar dan
gigi geligi saling terantuk.
b. Periode panas: penderita muka merah, nadi cepat. Dan suhu badan tetap
tinggi beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode berkeringat: penderita berkeringat dan temperature turun dan
penderita merasa sehat.
8. Difteri
Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular,
disebabkan oleh karena toxin dari bakteri dengan ditandai pembentukan
pseudomembran pada kulit dan atau mukosa dan penyebarannya melalui udara.
Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium Diphteriae, dimana manusia
merupakan salah satu reservoir dari bakteri ini. Pasien dengan difteri pada
umumnya datang dengan keluhan demam kadang menggigil, malaise, sakit
tenggorokan, sakit kepala, limfadenofati saluran pernafasan dan pembentukan
pseudomembran, suara serak disfagia, dispnea, stridor pernapasan, mengik dan
batuk.
9. Mups/ parotitis
Merupakan infeksi virus akut sistemik yang terutama mengenai anak
usia sekolah dan dewasa muda dengan menginfestasi klinis utama pembesaran
kelenjar parotis. Infeksi ini umunya bersifat ringan dan dapat sembuh sendiri,
sepertiga orang terinfeksi tidak menunjukkan gejala klinis. Pada orang dewasa
dan usia tua manifestasi klinis biasanya lebih berat.
Gejala prodromal mencakup demam ringan, anoreksia, malaise, sakit
kepala. Dalam waktu 1 hari timbul sakit telinga dan nyeri pada kelenjar parotis
unilateral. Dalam waktu 2-3 hari kelenjar parotis membesar dan mencapai
ukuran maksimal disertai nyeri hebat. Umumnya kelnjar parotis yang lain
membesar 1-2 hari kemudian. Pembesaran parotis bias menyebabkan trismus
dan kesulitan menelan. Setelah parotis membesar maksimal, demam dan nyeri
berkurang dan kelenjar perotis kembali ke ukuran normal dalam waktu 1
minggu
10. Faringitis
Virus merupakan etiologi terbanyak dari faringitis akut terutama pada
anak berusia ≤ 3 tahun. Virus penyebab penyakit respiratori seperti adenovirus,
rhinovirus, dan virus parainfluenza dapat menjadi penyebabnya. Streptococcus
beta hemolitikus grup A adalah bakteri terbanyak penyebab penyakit faringitis
atau tonsilofaringitis akut.
Gejala faringitis yang khas akibat bakteri streptococcus berupa nyeri
tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala
yang biasanya dikeluhkan oleh anak berusia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala,
nyeri perut, dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam tinggi dan nyeri
tenggorok. Gejala seperti rhinorrea, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare
biasanya disebabkan oleh virus.

Referensi :
Setiani Setiani.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI internal
publishing. Jakarta
6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis sesuai skenario !

Anamnesis
1. Tanyakanlah data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan
2. Tanyakanlah apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan
utama). Untuk heteroanamnesis tanyakan hubungan pasien dengan pengantar.
3. Galilah riwayat penyakit yang diderita sekarang. Tanyakan tentang hal-hal
berikut : Onset dan durasi demam : timbul mendadak, kapan dan sudah berapa
lama demam
Sifat demam : subfebris, tinggi, terus menerus, intermitten, lebih tinggi pada
sore dan malam hari, bersifat serangan dengan interval tertentu.
4. Tanyakanlah tentang gejala lain yang menyertai: anoreksia, disfagia, malaise,
sakit kepala, artralgia, mialgia, sukar membuka mulut. manifestasi
perdarahan: peteki, ekimosis, epistaksis,hematemesis, melena, menggigil,
kejan, gangguan sistem respirasi : ( batuk, sesak ) gangguan gastrointestinal
(mual, muntah, nyari abdomen, diare dengan/tanpa lendir/darah, konstipasi) ,
gangguan sistem urogenitalia: warna urin, oliguria, dysuria, ruam kulit: kapan
timbulnya, lokasi, penyebaran.
5. Tanyakanlah adanya riwayat peyakit yang sama dalam keluarga atau
lingkungan sekitar tempat tinggal.
6. Tanyakanlah tentang riwayat imunisasi (terutama pasien anak)
7. Tanyakanlah riwayat bepergian atau pernah tinggal di daerah endemik
penyakit tertentu seperti malaria, filaria, dan lain lain.
8. Tanyakanlah jenis pekerjaan pasien yang mungkin mengarah kepada infeksi
tertentu misalnya antrakosis, flu burung.
9. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan gejala
demam.
10. Tanyakanlah adanya riwayat kontak dengan hewan, terutama golongan avian.
11. Tanyakanlah riwayat pengobatan yang pernah diterima.
Pemeriksaan fisis

1. Perhatikan dan nilailah ada tidaknya rhisus sardonikus ( kejang otot wajah )
2. Periksalah untuk menilai adanya anemia, ikterus, edema
3. Perhatikanlah adanya status tifosa: kesadaran menurun, rambut kering, bibir
kering/terbelah-belah/terkupas, lidah kotor, pucat.
4. Periksalah adanya manifestasi perdarahan baik spontan (peteki, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena).
5. Lakukan uji turniket
6. Perhatikan ada tidaknya effloresensi kulit. Bila ada, nilailah tipe dan lokasi
effloresensi kulit: makula, papula, vesikel, krusta, polimorf.
7. Periksalah mulut dan rongga mulut : perhatikan adanya koplik spot,
membrane putih kelabu pada tonsil, kemerahan pada farings, atau larings,
perdarahan gusi, trismus.
8. Periksalah adanya gangguan refleks: bukalah mulut pasien dengan
menggunakan spatel, bila terjadi kejang, maka gangguan refleks dinyatakan
positif.
9. Lakukanlah pemeriksaan fisik toraks: inspeksi, palpasi dan auskultasi
10. Lakukanlah pemeriksaan abdomen: nilailah adanya hepatomegali,
splenomegali, asites, hipertoni otot abdomen.
11. Nilailah adanya opistotonus: pasien dalam posisi supine, masukkanlah lengan
anda di bawah punggung pasien, bila lengan dapat masuk, opistotonus (+).
12. Lakukanlah pemeriksaan pembesaran kelenjar: parotis. Inspeksi: lihatlah
adanya bullneck. Lakukanlah palpasi dengan tekanan ringan mulai dari untuk
menilai adanya pembesaran parotis.
13. Periksalah sistem muskuloskeletal untuk menilai adanya spasme anggota
gerak, hiperrefleksia dan nyeri tekan otot.
Pemeriksaan penunjang
1. Darah rutin
2. Uji Serologi
3. Bakteriologik
4. Radiologi
Referensi:

Vitayani, dkk. 2015. Buku Panduan Kerja Clinical Skill Lab kedokteran tropis.
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

7. Apa diagnosis banding sesuai skenario ?

DIFTERI

Difteri adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Corynebacterium


diphtheria, suatu bakteri Gram positif fakultatif anaerob. Penyakit ini ditandai
dengan sakit tenggorokan, demam, malaise dan pada pemeriksaan ditemukan
pseudomembran pada tonsil, faring, dan/atau rongga hidung. Difteri adalah penyakit
yang ditularkan melalui kontak langsung atau droplet dari penderita. Pemeriksaan
khas menunjukkan pseudomembran tampak kotor dan berwarna putih keabuan yang
dapat menyebabkan penyumbatan karena peradangan tonsil dan meluas ke struktur
yang berdekatan sehingga dapat menyebabkan bull neck. Membran mudah berdarah
apabila dilakukan pengangkatan.

Diagnosis cepat harus segera dilakukan berdasarkan gejala klinis,


laboratorium (swab tenggorok, kultur, atau PCR) untuk penanganan lebih awal. Tata
laksana terdiri dari penggunaan antitoksin spesifik dan eliminasi organisme
penyebab.
Komplikasi dari difteri dapat menyebabkan obstruksi jalan napas,
miokarditis, paralisis otot palatum, otitis media dan juga dapat menyebar ke paru-
paru menyebabkan pneumonia. Pencegahan dengan melakukan imunisasi,
pengobatan karier, dan penggunaan APD.

Epidemiologi

Penularan disebarkan melalui droplet, kontak langsung dengan sekresi


saluran napas penderita atau dari penderita karier. Pada daerah endemis, 3%-5%
orang sehat bisa sebagai pembawa kuman difteri toksigenik. Kuman C. diptheriae
dapat bertahan hidup dalam debu atau udara luar sampai dengan 6 bulan.

Pada tahun 2014, jumlah kasus difteri 296 kasus dengan jumlah kasus
meninggal 16 orang dengan CFR difteri 4%. Dari 22 provinsi yang melaporkan
adanya kasus difteri, provinsi tertinggi terjadi di Provinsi Jawa Timur, yaitu 295
kasus yang berkonstribusi sebesar 74%. Dari total kasus tersebut, 37% tidak
mendapakan vaksin campak. Sementara pada tahun 2015 terdapat 252 kasus difteri
dengan 5 kasus meninggal sehingga CFR 1,98% dan gambaran menurut umur
terbanyak pada usia 5-9 tahun dan 1-4 tahun.
Manifestasi klinis

Tergantung pada berbagai faktor, manifestasi penyakit ini bisa bervariasi


dari tanpa gejala sampai keadaan berat dan fatal. Sebagai faktor primer adalah
imunitas pejamu, virulensi serta toksigenitas C. diphteriae (kemampuan kuman
membentuk toksin) dan lokasi penyakit secara anatomis. Difteria mempunyai masa
tunas 2-6 hari. Berikut ini adalah beberapa jenis difteri menurut lokasinya.

• Difteri saluran napas

Fokus infeksi primer yang sering, yaitu pada tonsil atau pharynx kemudian
hidung dan larynx. Infeksi dari nares anterior lebih sering terjadi pada bayi,
menyebabkan sekret serosanguinis, purulen, dan rhinitis erosiva dengan
pembentukan membran. Ulkus dangkal dari nares eksternal dan bibir atas
merupakan tanda khas. Pada difteria tonsilar dan pharyngeal, sakit tenggorokan
merupakan gejala yang pertama kali muncul. Separuh pasien memiliki gejala
demam dan sebagian lagi mengeluhkan disfagia, suara serak, malaise atau sakit
kepala. Injeksi pharyngeal ringan diikuti dengan pembentukan membran tonsilar
baik uni maupun bilateral yang bisa meluas ke uvula (bisa mengakibatkan paralisis
yang dimediasi oleh toksin), palatum molle, oropharynx posterior, hypopharynx,
atau area glotis.

• Difteri hidung

Difteria hidung pada awalnya menyerupai common cold dengan gejala


pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan. Sekret hidung berangsur
menjadi serosanguinus dan kemudian mukopurulen, menyebabkan lecet pada nares
dan bibir atas. Pada pemeriksaan tampak membran putih pada daerah septum nasi.
Absorpsi toksin sangat lambat dan gejala sistemik yang timbul tidak nyata sehingga
diagnosis lambat dibuat.
• Difteri tonsil dan faring

Gejala difteria tonsil-faring adalah anoreksia, malaise, demam ringan, dan


nyeri menelan. Dalam 1-2 hari kemudian timbul membran yang mudah perdarah,
melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas
ke uvula dan palatum molle atau ke bawah ke laring dan trakea. Dapat terjadi
limfadenitis servikalis dan submandibular, bila limfadenitis terjadi bersamaan
dengan edema jaringan lunak leher yang luas timbul bullneck. Selanjutnya, gejala
tergantung dari derajat penetrasi toksin dan luas membran. Pada kasus berat, dapat
terjadi kegagalan pernafasan dan sirkulasi, paralisi palatum molle baik uni maupun
bilateral, disertai kesukaran menelan dan regurgitasi. Stupor, koma, kematian bisa
terjadi dalam 1 minggu sampai 10 hari.

Pada kasus sedang, penyembuhan terjadi secara berangsur dan bisa


disertai penyulit miokarditis atau neuritis. Pada kasus ringan, membran akan
terlepas dalam 7-10 hari dan biasanya terjadi penyembuhan sempurna.

• Difteri laring

Difteria laring biasanya merupakan perluasan difteria faring. Pada difteria


laring gejala toksik kurang jika dibandingkan difteri faring karena mukosa laring
mempunyai daya serap toksin yang rendah dibandingkan mukosa faring sehingga
gejala obstruksi saluran nafas atas lebih mencolok. Gejala klinis difteria laring
sukar dibedakan dengan gejala sindrom croup, seperti nafas berbunyi, stridor yang
progresif, suara parau dan batuk kering. Pada obstruksi laring yang berat terdapat
retraksi suprasternal, interkostal, dan supraklavikular. Bila terjadi pelepasan
membran yang menutup jalan nafas bisa terjadi kematian mendadak. Pada kasus
berat, membran dapat meluas ke percabangan trakeobronkial. Apabila difteria
laring terjadi sebagai perluasan dari difteria faring maka gejala yang tampak
merupakan campuran gejala obstruksi dan toksemia.
• Difteri kulit

Difteria kulit merupakan infeksi nonprogresif yang ditandai dengan ulkus


super sial, ektima, indolent dengan membran coklat kelabu di atasnya, sulit
dibedakan dengan impetigo akibat Stapyllococcus/ Streptococcus dan biasanya
bersamaan dengan infeksi kulit ini. Pada banyak kasus infeksi, difteri merupakan
infeksi sekunder pada dermatosis, laserasi, luka bakar, tersengat atau impetigo.
Ekstremitas lebih sering terkena daripada leher atau kepala. Infeksi simtomatik atau
kolonisasi kuman di traktus respiratorius dengan komplikasi toksin terjadi pada
sebagian kecil penderita difteria kulit.

• Difteri pada tempat lain

C. diphteriae dapat menyebabkan infeksi muko- kutaneus pada tempat lain,


seperti di telinga (otitis eksterna), mata (purulen dan ulseratif konjungtivitis) dan
traktus genitalis (purulen dan ulseratif vulvovaginitis). Tanda klinis terdapat
ulserasi, pembentukan membran dan perdarahan submukosa membantu dalam
membedakan difteria dari penye- bab bakteri lain dan virus. Difteria pada mata
dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada
konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan
berbau.

Diagnosis

Diagnosis difteria ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan


laboratorium. Ditemukan kuman difteria dengan pewarnaan Gram secara langsung
kurang dapat dipercaya. Cara yang lebih akurat adalah dengan identi kasi secara
ourescent antibody technique, tetapi untuk ini diperlukan seorang ahli. Diagnosis
pasti dengan isolasi C. diphteriae dengan pembiakan pada media Loe er atau
dengan media baru Amies dan Stewart dilanjutkan dengan tes toksinogenitas secara
in vivo (marmut) dan in vitro (tes Elek). Beberapa de nisi yang dipakai untuk
memudahkan dilapangan:

Kasus suspek difteri adalah orang dengan gejala laryngitis, nasofaringitis


atau tonsillitis ditambah pseudomembran putih keabuan yang tak mudah lepas dan
mudah berdarah di faring, laring, tonsil. Kasus probable difteri adalah suspek difteri
ditambah salah satu dari: a) pernah kontak dengan kasus (< 2minggu), b) berasal
dari daerah endemis difteri, c) Stridor, bullneck, perdarahan submukosa atau ptekie
pada kulit, d) gagal jantung, gagal ginjal akut, miokarditis dan kelumpuhan motorik
1 s/d 6 minggu setelah awitan, e) kematian. Kasus kon rmasi difteri adalah kasus
probable yang hasil isolasi ternyata positif C.difteriae toksigenik (dari usap hidung,
tenggorok, ulkus kulit, jaringan, konjungtiva, telinga, vagina) atau serum antitoksin
meningkat 4 kali lipat atau lebih (hanya bila kedua sampel serum diperoleh sebelum
pemberian toksoid difteri atau antitoksin). Sementara kasus karier adalah orang
yang tidak menunjukan gejala klinis, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukan positif C. diphtariae.

Diagnosis banding

 Difteria hidung, penyakit yang menyerupai difteria hidung ialah rhinorrhea


(common cold, sinusitis, adenoiditis), benda asing dalam hidung, snu es (lues
kongenital).
 Difteria faring, harus dibedakan dengan tonsilitis mebranosa akut yang
disebabkan oleh Streptococcus (tonsilitas akut, septic sore throat),
mononukleosis infeksiosa, tonsilitis membranosa non-bakterial, tonsilitis
herpetika primer, moniliasis, blood dyscrasia, pasca tonsilektomi.
 Difteria laring, gejala difteria laring menyerupai laringitis, dapat menyerupai
croup sindroma yang lain, yaitu spasmodic croup, angioneurotik edema pada
laring, dan benda asing dalam laring.
 Difteria kulit, perlu dibedakan dengan impetigo dan infeksi kulit yang
disebabkan oleh Streptococcus atau Stapyllococcus.

Tatalaksana
Tujuan pengobatan penderita difteria adalah meng- inaktivasi toksin yang
belum terikat secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi
minimal, mengeliminasi C. diptheriae untuk mencegah penularan serta mengobati
infeksi penyerta dan penyulit difteria.
Umum
Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok
negatif 2 kali berturut-turut. Pada umumnya, pasien tetap diisolasi selama 2-3
minggu. Istirahat tirah baring selama kurang lebih 2-3 minggu, pemberian cairan
serta diet yang adekuat. Khusus pada difteria laring dijaga agar nafas tetap bebas
serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan humidi er.
Khusus
Antitoksin: Anti difteri serum (ADS). Antitoksin harus diberikan segera
setelah dibuat diagnosis difteria, dengan pemberian antitoksin pada hari pertama,
angka kematian pada penderita kurang dari 1%. Namun, dengan penundaan lebih
dari hari ke-6 menyebabkan angka kematian ini bisa meningkat sampai 30%.
Sebelum pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih dahulu.
Pemberian ADS dapat terjadi reaksi ana laktik sehingga harus disediakan larutan
adrenalin 1:1000 dalam semprit. Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 mL
ADS dakam larutan garam siologis 1:1000 secara intrakutan. Hasil positif bila
dalam 20 menit trejadi indurasi > 10 mm. Uji mata dilakukan dengan meneteskan
1 tetes larutan serum 1:10 dalam garam siologis. Pada mata yang lain diteteskan
garam siologis. Hasil positif bila dalam 20 menit tampak gejala hiperemis pada
konjungtiva bulbi dan lakrimasi. Bila uji kulit atau mata positif, ADS diberikan
dengan cara desensitisasi (Besredka). Bila uji hipersensitivitas tersebut di atas
negatif, ADS harus diberikan sekaligus secara intravena. Dosis ADS ditentukan
secara empiris berdasarkan berat penyakit dan lama sakit, tidak tergantung pada
berat badan pasien. Pemberian ADS intravena dalam larutan garam fisiologis atau
100 ml glukosa 5% dalam 1-2 jam. Pengamatan terhadap kemungkinan efek
samping obat/reaksi sakal dilakukan selama pemberian antitoksin dan selama 2 jam
berikutnya. Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi hipersensitivitas
lambat (serum sickness).

Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk membunuh bakteri dan menghentikan produksi
toksin. Pengobatan untuk difteria digunakan eritromisin (40-50 mg/kgBB/hari,
dosis terbagi setiap 6 jam PO atau IV, maksimum 2 gram per hari), Penisilin V Oral
125-250 mg, 4 kali sehari, kristal aqueous pensilin G (100.000 – 150.000 U/kg/hari,
dosis terbagi setiap 6 jam IV atau IM), atau Penisilin prokain (25.000-50.000
IU/kgBB/hari, dosis terbagi setiap 12 jam IM). Terapi diberikan untuk 14 hari.
Beberapa pasien dengan difteria kutaneus sembuh dengan terapi 7-10 hari.
Eliminasi bakteri harus dibuktikan dengan setidaknya hasil 2 kultur yang negatif
dari hidung dan tenggorokan (atau kulit) yang diambil 24 jam setelah terapi selesai.
Terapi dengan eritromisin diulang apabila hasil kultur didapatkan C. diphteriae.

Kortikosteroid
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteria.
Dianjurkan.
pemberian kortikosteroid pada kasus difteria yang disertai gejala.
 Obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck)
 Bila terdapat penyulit miokarditis. Prednison 2 mg/kgBB/hari selama 2
minggu kemudian diturunkan dosisnya bertahap.
Prognosis
Prognosis difteria setelah ditemukannya ADS dan antibiotik lebih baik
daripada sebelumnya. Di Indonesia, pada daerah kantong yang belum di imunisasi,
masih dijumpai kasus difteria berat dengan prognosis buruk. Menurut Krugman,
kematian mendadak pada kasus difteria dapat disebabkan oleh karena (1) obstruksi
jalan nafas mendadak diakibatkan oleh terlepasnya membran difteria, (2) Adanya
miokarditis dan gagal jantung, dan (3) paralisis diafragma sebagai akibat neuritis
nervus frenikus. Anak yang pernah menderita miokarditis atau neuritis sebagai
penyulit difteria, pada umumnya akan sembuh sempurna tanpa gejala sisa,
walaupun demikian pernah dilaporkan kelainan jantung yang menetap.

Pencegahan
Pencegahan secara umum dengan menjaga kebersihan dan memberikan
pengetahuan tentang bahaya difteria bagi anak. Pada umumnya, setelah seorang
anak menderita difteria, kekebalan terhadap penyakit ini sangat rendah sehingga
perlu imunisasi. Pencegahan secara khusus terdiri dari imunisasi DPT dan
pengobatan karier.
Imunitas pasif diperoleh secara transplasental dari ibu yang kebal terhadap difteria
sampai 6 bulan dan suntikan antitoksin yang dapat bertahan selama 2-3 minggu.
Imunitas aktif diperoleh setelah menderita aktif yang nyata atau inapparent
infection serta imunisasi toksoid difteria. Imunisasi DPT sangat penting untuk
mempertahankan kadar antibodi tetap tinggi diatas ambang pencegahan dan
imunisasi ulangan sangat diperlukan agar lima kali imunisasi sebelum usia 6 tahun.
Imunitas terhadap difteria dapat diukur dengan uji Schick dan uji Moloney.

Apabila belum pernah mendapat DPT, diberikan imunisasi primer DPT tiga
kali dengan interval masing-masing 4-6 minggu. Apabila imunisasi belum lengkap
segera dilengkapi (lanjutkan dengan imunisasi yang belum diberikan, tidak perlu
diulang), dan yang telah lengkap imunisasi primer (<1 tahun) perlu dilakukan
imunisasi DPT ulangan umur 18 bulan dan 5 tahun.

 DPT-HB-Hib untuk anak usia <5 tahun


 DT untuk anak usia 5 tahun sampai <7 tahun • Td untuk usia 7 tahun keatas

Test kekebalan:
 Schick test : Menentukan kerentanan (suseptibilitas)
terhadap difteri. Tes dilakukan dengan menyunti- kan toksin difteri
(dilemahkan) secara intrakutan. Bila tidak terdapat kekebalan antitoksik
akan terjadi nekrosis jaringan sehingga test positif.
 Moloney test : Menentukan sensitivitas terhadap produk kuman difteri. Tes
dilakukan dengan memberikan 0,1 ml larutan uid diphtheri toxoid secara
suntikan intradermal. Reaksi positif bila dalam 24 jam timbul eritema >10
mm. Ini berarti bahwa (1) pernah terpapar pada basil difteri sebelumnya
sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas, (2) pemberian toksoid difteri bisa
mengakibatkan timbulnya reaksi yang berbahaya.
Referensi:
Hartoyo, Edi. 2018. Difteri Pada Anak. Banjarmasin: Sari Pediatri, Vol. 19, No.
5. Hal. 300-306

MUMPS (PAROTITIS)

Definisi
Parotitis merupakan penyakit sistemik pada anak yang sampai saat ini masih
sering dijumpai. Mumps merupakan salah satu virus penyebab parotitis yang
tersering. Saat ini sudah tersedia vaksin yang dapat mencegah parotitis yang
disebabkan oleh mumps.1
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang
disebabkan virus. Virus menyerang kelenjar air liur di mulut, terutama kelenjar
parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di depan telinga.7
Mumps atau parotitis epidemika merupakan self limiting disease yang
disebabkan oleh infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan
remaja. Gambaran klasik mumps adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa nyeri
kelenjar ludah. Infeksi ini biasanya bersifat jinak, dan banyak kasus yang subklinis.5

Etiologi
Penyebab adalah virus mumps.7 Virus ini adalah anggota kelompok
paramiksovirus, yang juga mencakup parainfluenza, campak, dan virus penyakit
Newcastle. Hanya deiketahui ada satu serotype. Biakan manusia atau sel ginjal kera
terutama digunakan untuk isolasi virus. Pengaruh sitopatik kadang-kadang
ditemukan, tetapi hemadsorpsi merupakan indikator infeksi yang paling sensitif.
Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan
terinfeksi lain.3
Virus penyebab mumps dapat menyebar melalui kontak langsung dengan
percikan ludah, bahan muntah dan urine. Virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung
atau mulut. Virus memperbanyak diri di saluran napas atas dan menyebar ke kelenjar
getah bening lokal. Masa ini dikenal dengan masa inkubasi dan berlangsung selama
12-25 hari. Kemudian virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan lokasi yang
dituju adalah kelenjar parotis, ovarium (indung telur) pada wanita atau testis (buah
zakar) pada laki-laki, pankreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak.8

Epidemiologi
Insidens penyakit parotitis telah jauh menurun dibandingkan dengan periode
sebelum tahun 1967. Di Amerika Serikat data yang dilaporkan oleh CDC (Centre of
Disease Control) yang terakhir, hanya menyebutkan 1692 kasus pada tahun 1993. Di
RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta penderita parotitis yang berobat di unit rawat
jalan sejak tahun 1994 - 1998 adalah sebanyak 61 kasus, sedangkan data Survai
Rumah Tangga 1966 tidak menyertakan parotitis sebagai penyakit yang diteliti. Salah
satu virus penyebab parotitis adalah mumps, golongan paramyxovirus yang terdiri
dan satu rangkaian tunggal RNA yang memiliki kapsul Iipoprotein. Golongan umur
5-9 tahun adalah golongan yang paling banyak diserang oleh penyakit ini.
Komplikasi yang berat meliputi orkitis, pankreatitis, meningoensefalitis, dan
berbagai keterlibatan organ keIenjar lainnya.2

Patogenesis
Sesudah masuk dan mulai membelah dalam sel saluran pernapasan, virus
dibawa darah ke banyak jaringan, diantaranya ke kelenjar ludah dan kelenjar lain
yang paling rentan.3

Setelah virus masuk ke dalam sistem pernapasan, virus akan bereplikasi


secara lokal. Diseminasi viremic kemudian terjadi pada jaringan target seperti
kelenjar parotis. Sel nekrosis dan peradangan dengan infiltrasi sel mononuklear
adalah respon jaringan, Kelenjar ludah edema dan terjadi deskuamasi sel epitel yang
melapisi sel nekrotik.10

Manifestasi Klinik
Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak dan orang muda berusia
lima sampai 15 tahun. Gejalanya, nyeri sewaktu mengunyah dan menelan. Lebih
terasa lagi bila menelan cairan asam seperti cuka dan air jeruk. Pembengkakan yang
nyeri terjadi pada sisi muka dan di bawah telinga. Kelenjarkelenjar di bawah dagu
juga akan lebih besar dan membengkak. Penderita juga merasa demam. Suhu tubuh
dapat meningkat hingga 39,5oC. Komplikasi mungkin terjadi pada anak laki-laki
pada umur belasan tahun, nyeri pada perut dan alat kelamin. Pada penderita remaja
perempuan, nyeri akan terasa juga di bagian payudara. Komplikasi serius terjadi jika
virus mumps menyerang otak dan susunan syarat. Ini menyebabkan radang selaput
otak dan jaringan selaput otak. Penularan penyakit ini melalui kontak langsung
dengan penderita, seperti persentuhan dengan cairan muntah dan air seni penderita
atau melalui udara ketika penderita bersin atau batuk.7

Gambar 1. Pembesaran kelenjar parotis dan submandibular.6

Diagnosis
Masa inkubasi virus mumps adalah 16 sampai 18 hari. Gejala prodromal
meliputi demam ringan, anoreksia, sakit kepala, dan malaise. Dalam waktu 24 jam
dari gejala prodromal, pasien mungkin akan mengeluh sakit telinga dan nyeri pada
kelenjar parotis ipsilateral. Setelah pembengkakan parotis mencapai puncaknya, rasa
nyeri dan demam hilang dengan cepat, dengan kelenjar biasanya kembali ke ukuran
normal dalam waktu 7 sampai 10 hari.5

Diagnosis penyakit parotitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tidak


memerlukan pemeriksaan laboratorium, kecuali gejala klinis yang muncul tidak
klasik untuk parotitis. Parotitis merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri.
Pengobatan yang diberikan hanya untuk mengurangi gejalanya saja yaitu
parasetamol untuk mengurangi rasa nyeri dan menurunkan demam. Pengobatan
dengan anti virus sampai saat ini masih belum terbukti dapat bermanfaat, begitu pula
dengan obat imunomodulator yang bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat dapat membantu mempercepat
penyembuhan.8

Diagnosis mumps didasarkan pada riwayat pajanan, dan pembengkakan


parotis dengan rasa nyeri. Penegasan laboratorium mumps yang khas menjadi
penting dalam suatu wabah dan dalam kasus-kasus dengan gejala subklinis. Tes
khusus meliputi isolasi virus dari cucian tenggorokan atau hidung, titer IgG
(hemaglutinasi inhibisi assay [HAI], fiksasi komplemen assay, enzyme
immunoassay), tes IgM, dan RT-PCR testing.5

Infeksi dikonfirmasi oleh isolasi virus atau asam nukleat dari spesimen klinis.
Pemeriksaan serologi menunjukkan peningkatan titer IgG yang signifikan di antara
spesimen akut dan konvalesen atau IgM antibodi mumps positif.5

Virus Parainfluenza 3 juga dapat menyebabkan parotitis dan dapat


menghasilkan respon antibodi heterolog yang dapat mempengaruhi tes mumps HAI.
Hal ini penting untuk menyingkirkan infeksi ini ketika menggunakan tes HAI untuk
mendiagnosa penyakit mumps.5

Pengobatan
Pengobatan parotitis seluruhnya simtomatik. Tirah baring harus diatur
menurut kebutuhan penderita, tetapi tidak ada bukti statistic yang menunjukkan
bahwa tirah baring ini mencegah komplikasi. Diet harus disesuaikan dengan
kemampuan penderita untuk mengunyah. Orkitis harus diobati dengan dukungan
local dan tirah baring. Arthritis parotitis dapat berespon terhadap pemberian 2
minggu agen antiradang kortikosteroid atau nonsteroid. Salisilat tampak tidak
efektif.3
Profilaksis
1. Pasif
Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam mencegah parotitis
atau mengurangi komplikasi.3

2. Aktif
Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak yang
divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis lain yang dapat
dideteksi, tidak mengekskresi virus, dan tidak menular terhadap kontak yang rentan.
Jarang parotitis dapat berkembang 7-10 hari sesudah vaksinasi. Vaksin memicu
antibodi pada sekitar 96% resipien seronegatif dan mempunyai kemanjran protekstif
sekitar 97% terhadap infeksi parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada
satu wabah parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan vaksin parotitis
sebelumnya mengalami sakit yang ditandai dengan demam, malaise, mal, dan ruam
popular merah yang melibatkan badan dan tungkai tetapi menyelamatkan telapak
tangan dan kaki. Ruam berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari
anak ini, tetapi kenaikan titer antibody parotitis ditnjukkan.3

Komplikasi
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik (sel-
sel inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi tanpa
gejala pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku kuduk)
terjadi sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari. Orang
dewasa memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan anak-anak,
dan laki-laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio 3:1). Parotitis
mungkin tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak adalah jarang
(kurang dari 2 per 100,000 kasus mumps).4
Prognosis
Prognosis keseluruhan mumps dengan tanpa komplikasi adalah sangat baik.
Prognosis pasien dengan ensefalitis umumnya baik, namun, kerusakan neurologis
dan kematian dapat terjadi. Dilaporkan angka kejadian ensefalitis mumps sebesar 5
kasus per 1000 kasus mumps yang dilaporkan. Sequelae permanen jarang terjadi,
sedangkan laporan kasus ensefalitis angka kematian rata-rata 1,4%. Myelitis
sementara atau polyneuritis jarang. Sekitar 10% dari semua pasien yang terinfeksi
berkembang dalam bentuk meningitis ringan, yang sulit dibedakan dengan
meningitis bakteri.10

Referensi :
1. Marissa Tania Stephanie Pudjiadi, Sri Rezeki S. Orkitis pada Infeksi Parotitis
Epidemika: laporan kasus. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 1, Juni 2009. p 47-51
2. Satari, Hindra Irawan, et.al. Studi Sero epidemiologi pada Antibodi Mumps Anak
Sekolah Dasar di Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 6, No. 3, Desember 2004. p. 134-
137
3. Maldonado, Yvonne. Parotitis Epidemika. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak;
2000. p.1075-1077
4. Mumps, Pinkbook 2012, Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable
Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 2012
5. Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the United States.
The Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118, Issue; 2006.
p.938-941. Diakses dari http://www.jacionline.org /article/S0091-
6749(06)01582-X/fulltext pada bulan April 2013
6. Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di
Puskesmas; 2007. Jakarta: 2008. p.158
7. Anggraeni, Melisa, Dwi Lingga Utama, I Md Gd. Gondongan (Mumps atau
Parotitis). Bag/SMF IKA FK UNUD-RSUP Sanglah Denpasar. Diakses dari
http://ppdsikafkunud.com/gondongan-mumps-atau-parotitis pada bulan April
2013
8. California Department of Public Health – December 2012. Mumps: Case and
Outbreak Investigation: 2012
9. Germaine L Defendi. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor: Medscape
Reference: 2012. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada bulan April
2013.

8. Bagaimana penatalaksanaan sesuai skenario ?

Penatalaksanaan awal dilakukan berdasarkan keluhan pasien


1. Untuk demam dan pembesaran di leher kanan segera lakukan pemeriksaan
penunjang untuk pemberian antibiotic & analgetik yang tepat.
2. Pasien diisolasi sampai masa akut terlampaui dan biakan hapusan tenggorok
negative 2 kali berturut-turut. (Pada umumnya, pasien tetap diisolasi selama
2-3 minggu)
3. Untuk keadaan lemas dan lesu, pasien ditirah baringkan selama kurang
lebih 2-3 minggu.
4. Apabila pasien nyeri menelan, pemberian nutrisi dengan cairan serta diet
yang adekuat. Khusus pada pasien dengan keluhan sesak napas dijaga agar
nafas tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan
humidifier.

Referensi :
Edi Hartoyo.2018.Difteri Pada Anak.Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Lambungmangkurat.Banjarmasin.
9. Jelaskan perspektif Islam sesuai skenario !

Q.S. Al-Mulk ayat 3-4

(3). ‫س ْب ََع َخ َلقََ الَّذِي‬


َ َ‫اوات‬ َ ‫ق ِفي ت َ َرىَ َماۖ ِط َباقًا‬
َ ‫س َم‬ َِ ‫ن َخ ْل‬
َِ ‫الرحْ َم‬
َّ ‫ن‬ ُ َ‫تَف‬
َْ ‫اوتَ ِم‬
ْ َ‫ص ََر ف‬
ۖ‫ار ِج َِع‬ َ ‫ن ت َ َرىَ َه َْل ا ْل َب‬ ُ ُ‫ف‬
َْ ‫طورَ ِم‬

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”

(4). َ‫ار ِج َِع ث ُ َّم‬ َ َ‫ْن ا ْلب‬


ْ ‫ص ََر‬ َْ ‫ص َُر ِإلَيْكََ يَ ْن َق ِل‬
َِ ‫ب ك ََّرتَي‬ َ َ‫سئ ًا ا ْلب‬
ِ ‫سيرَ َو ُه ََو َخا‬
ِ ‫َح‬

“Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu


dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan
payah”

Menjelaskan tentang keseimbangan ekosistem. Dimana adanya bakteri


adalah salah satu bukti penciptaan Allah SWT, walaupun bakteri tak terlihat oleh
kasat mata namun keberadaannya sangat berpengaruh terutama terhadap tubuh
manusia. Jika kita tidak menjaga keseimbangan itu (menjaga kebersihan, menjaga
kesehatan, mengatur pola makan) agar daya tahan tubuh tetap terjaga maka bakteri
itu akan menyebabkan penyakit yang tentunya sangat merugikan.

Anda mungkin juga menyukai