Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

ILMU KEDOKTERAN JIWA

Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Akhir Stase Jiwa di Puskesmas Kasihan I Bantul

Diajukan kepada :
dr. Duhita Pramesthi Hayuningtyas

Disusun oleh :
Trisna Rohmawati
20184010092

ILMU KEDOKTERAN JIWA


PUSKESMAS KASIHAN I BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Disusun Untuk Menyelesaikan Tugas Akhir Stase Jiwa di Puskesmas Kasihan I Bantul

Disusun oleh :

Trisna Rohmawati

20184010092

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal: 27 November 2018

Pembimbing

dr. Duhita Pramesthi Hayuningtyas


STATUS PSIKIATRI

1. IDENTITAS

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 65 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh

Status Pernikahan : Cerai meninggal

Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia

Alamat : Kasihan, Bantul

Tanggal : 22 Desember 2018

IDENTITAS KELUARGA PASIEN


a. Nama : Ny. S
b. Umur : 25 tahun
c. Alamat : Kasihan, Bantul
d. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
e. Agama : Islam
f. Hubungan : Anak

1.1 Keluhan Utama

Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan utama sesak nafas.


1.2 Riwayat Perjalanan Penyakit (Riwayat Penyakit Sekarang)

Autoanamnesis

Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan utama Sesak nafas disertai pegel-

pegel dibadan, pusing, sulit tidur, tidak selera makan sejak 1 minggu sebelum ke

puskesmas. Pasien mengatakan sebelum tahun 2010 aktivitas pasien seperti pada

orang normal pada umumnya, bahkan pasien hobi bermain bola dan berolah raga,

pasien dulu aktif di kegiatan desa, dan pasien mengaku pasien sejak dulu dikenal oleh

banyak orang di daerah bantul, pasien mengaku dulu sering meditasi dan punya

kekuatan indra ke enam, beliau mengatakan punya kekuatan seperti pada orang pintar,

beliau mengaku dulu suka membantu menyembuhkan orang-orang sakit, dan juga

kadang pasien dulu pernah merasakan dirinya pernah dirasuki oleh kekuatan dari luar,

pernah merasa dirinya keluar dari tubuhnya dan juga pernah dirinya di tambah

kekuatan dari luar, pasien dulu sering mendengar suara-suara, terkadang juga suka

melihat sesuatu yang tidak dapat di lihat oleh orang lain namun menurut pasien

keadaan ini tidak mengganggu pasien. Pasien mengatakan sejak tahun 2010 jarang

mendapatkan proyek Sehingga pada tahun 2012 pasien sudah tidak bekerja lagi.

Pasien merasa badannya sakit-sakitan sejak tahun 2012 dan pasien pernah mengalami

gejala stroke sehingga menyebabkan pasien tidak bisa berjalan selama seminggu,

sejak saat 2012 pasien merasa semua penyakit datang ke pasien, dan sejak tahun itu

pasien mengatakan menutup hati pasien sehingga pasien tidak memiliki kekuatan-

kekuatan seperti indra ke enam, bisa melihat sesuatu yang tidak bisa di lihat oleh

orang lain dsb. Karena pasien sering sakit-sakitan hingga tidak bisa bekerja, pasien

merasa sedih, karena sudah tidak kuat lagi untuk berolah raga maupun mengikuti

kegiatan RT wilayah rumah pasien, saat ini pasien sulit berkonsentrasi, merasa

bersalah karena sudah tidak bisa bekerja, merasa sudah tidak ada harapan lagi untuk
masa depan, bahkan pasien sering tersugesti kalau pasien sudah mendekati kematian,

kadang pasien kesal karena merasa sudah tidak di perhatikan oleh anak anak pasien.

ALLOANAMNESIS

Menurut anak pasien, pasien sejak muda sering mengikuti kegiatan ritual-ritual dan

bila malam sering berendam di sungai namun ketika saat di rumah pasien biasa saja

tampak seperti orang normal pada umumnya. Namun sejak tahun 2010 pasien pernah

jatuh hingga tidak bisa berjalan selama 3 bulanan, kemudian pasien sakit hipertensi,

kolesterol dan jantung. Menurut keluarga pasien dalam satu minggu terakhir ayah

pasien sering mengeluh pusing dan tidak enak badan sehingga sulit tidr dan tidak

nafsu makan.

Anamnesis Sistem (Keluhan Fisik dan Dampak terhadap Fungsi Sosial dan

Kemandirian)

Sistem Saraf : Demam (-), nyeri kepala hebat (-), kejang (-),

dan tremor (-).

Sistem Kardiovaskular : Nyeri dada (+), jantung berdebar (+), edema kaki (-).

Sistem Respirasi : Sesak napas (+), batuk (+), dan pilek (-).

Sistem Gastrointestinal : Muntah (-), nyeri perut (+), diare (-), dan BAB normal.

Sistem Urogenital : Nyeri saat BAK (-) dan BAB normal.

Sistem Integumentum : Warna biru pada kuku (-) dan gatal pada kulit (-).

Sistem Muskuloskeletal : Nyeri sendi (+), bengkak sendi (-), kelemahan otot,

kaku (+), dan edema (-).


1.3 Grafik Perjalanan Penyakit

Gejala Klinis

2010 2012 2018

Fungsi Peran

1.4.1 Hal-hal yang Mendahului Penyakit

 Faktor Organik

Riwayat penyakit nyeri dada, kaki geringgingan dan terasa berat.

 Faktor Presipitasi

Masalah kesehatan pasien yang tidak sembuh-sembuh adalah kolesterol.

1.4.2 Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sejak tahum 2012 menderita sakit hipertensi, kolesterol dan jantung.

 Riwayat Sakit Berat/ Opname

Pasien pernah mengalami sakit berat hingga opname pada tahun 70 an dan

tahun 80 an dikarenakan kecelakaan hingga tidak sadarkan diri.

1.4 Riwayat Keluarga

1.5.1 Pola Asuh Keluarga

Pola asuh keluarga adalah permisif. Orang tua memberikan kebebasan pada

individu tanpa mengambil keputusan tanpa adanya kontrol dan perhatian orang
tua, atau cenderung sangat pasif ketika menanggapi ketidakpatuhan. Orangtua

permisif tidak begitu menuntut, juga tidak menetapkan sasaran yang jelas bagi

anaknya, karena yakin bahwa anak-anak seharusnya berkembang sesuai dengan

kecenderungan alamiahnya.

1.5.2 Riwayat Penyakit Keluarga

Menurut pasien ada ponakan yang pernah dirawat inap di Grhasia karena

gangguan jiwa. Ayah dan 3 saudara pasien meninggal karena sakit DM.

Silsilah Keluarga

Keterangan :

: Laki-laki / : Pasien : Tinggal Serumah

: Perempuan : Meninggal : Bercerai

: DM : sakit gangguan jiwa


1.5 Riwayat Pribadi

1.6.1 Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien mengatakan bahwa dari sepengetahuan pasien, pasien lahir

normal dibantu oleh dukun bayi di rumah. Pasien mengatakan tidak ada masalah

pada ibunya saat hamil maupun persalinan dirinya. Pasien yakin bila pasien

lahir cukup bulan. Pasien tidak mengetahui apakah ibu mengonsumsi alkohol

atau obat-obatan saat kehamilan.

1.6.2 Usia 0-3 Tahun (Masa Kanak Awal)

- Kebiasaan makan : Pasien tidak ingat apakah dulu diberi ASI eksklusif selama

6 bulan. Pasien mengatakan bahwa tidak ada gangguan makan saat kecil.

- Perkembangan awal : Pasien tidak ingat atau tidak pernah diceritakan

mengenai perkembangan awal saat balita. Pasien diasuh oleh orangtuanya.

- Toilet training : Pasien tidak ingat kapan mulai diajarkan untuk buang air kecil

dan buang air besar.

- Gejala masa perilaku : Pasien tidak ingat apakah pernah menghisap jempol,

mimpi buruk, menggigit kuku, atau merasa takut.

- Kepribadian anak : Pasien mengatakan sebagai anak yang periang. Pasien

memiliki banyak teman dan sering bermain bersama.

1.6.3 Usia 3-11 Tahun (Masa Kanak Pertengahan)

Pasien mengatakan saat anak-anak tidak berpikir untuk merubah jenis

kelamin. Saat mulai sekolah, pasien mengaku bahwa prestasi biasa-biasa saja.

Pasien memiliki banyak teman saat anak-anak. Pasien sesekali pernah

bertengkar dengan teman sebayanya, pasien sejak masa SD pasien suka marah-

marah. Pasien tidak pernah menyakiti binatang.

1.6.4 Masa Kanak Akhir (Pubertas-Remaja)


Hubungan pasien dengan teman sebaya kurang baik. Prestasi saat sekolah biasa,

pasin berhenti sekolah saat kelas 2 SMP dikarenakan pasien ingin bekerja.

Pasien pernah mengonsumsi alkohol, merokok, namun tidak mengkonsumsi

obat obatan terlarang.

1.6.5 Dewasa

- Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja di proyek sejak kelas 2 SMP hinggan tahun 2010 dan setelah itu

pasien hanya dirumah saja.

- Riwayat Pernikahan

Pasien menikah satu kali dengan istri, sejak usia 36 tahun. Pasien

menikah selama 22 tahun. Pasien memiliki 2 orang anak. Pada tahun 2013 istri

pasien meninggal.

- Riwayat Militer

Pasien tidak pernah terlibat dalam kegiatan militer.

- Riwayat Pendidikan

Pasien bersekolah dari taman kanak-kanak hingga Sekolah Dasar (SD).

Selama bersekolah, nilai dan prestasi yang didapat biasa. Pasien pernah tinggal

kelas 1x.

- Aktivitas Keagamaan

Sejak lahir pasien beragama Islam. Pasien mengerjakan sholat lima

waktu sebisanya. Pasien tidak aktif mengikuti kegiatan keagamaan seperti

pengajian.

- Aktivitas Sosial
Pasien mengatakan hubungan dengan teman dan tetangganya tidak ada

masalah. Namun sejak tahun 202 pasien jarang berhubungan dengan

tetangganya.

- Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal berempat dengan anaknya. Pasien merasa

hidupnyasedang kekurangan.

- Riwayat Hukum

Pasien tidak pernah berurusan dengan hukum.

1.6.6 Riwayat Perkembangan Seksual

Pada masa kecil menurut pasien seperti anak laki-laki. Teman bermain laki-

laki dan perempuan. Tidak ada kelainan dalam perkembangan seksual

Riwayat Keluarga

Menurut pasien, ada keluarga yang mengalami gangguan jiwa namun tidak

mondok di rumah sakit grhasia ataupun rumah sakit jiwa magelang.

Fantasi, Impian, dan Nilai-nilai

Pasien mengatakan tidak ada mimpi buruk. Pasien ingin sembuh dari

penyakitnya dan bisa beraktivitas seperti dahulu lagi.

1.6.7 Tingkat Kepercayaan Autoanamnesis

Autoanamnesis dapat dipercaya karena saat menjawab pertanyaan yang

diberikan, pasien cenderung konsisten dan menjawab dengan runtut.

1.6 Kesimpulan Anamnesis

Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan utama Sesak nafas disertai pegel-

pegel dibadan, pusing, sulit tidur, tidak selera makan sejak 1 minggu sebelum ke

puskesmas. pasien merasa sedih, karena sudah tidak kuat lagi untuk berolah raga

maupun mengikuti kegiatan RT wilayah rumah pasien, saat ini pasien sulit
berkonsentrasi, merasa bersalah karena sudah tidak bisa bekerja, merasa sudah tidak

ada harapan lagi untuk masa depan, bahkan pasien sering tersugesti kalau pasien

sudah mendekati kematian.

PEMERIKSAAN FISIK

2.1 Status Pemeriksaan Fisik

2.1.1 Status Internus

Tanggal Pemeriksaan : 22 Desember 2018

 Keadaan Umum : Compos Mentis

 Bentuk Badan : Tidak ditemukan kelainan

 Berat Badan : 66 kg

 Tanda Vital

- Tekanan Darah : 130/80 mmHg

- Nadi : 88x/ menit

- Respirasi : 24x/ menit

- Suhu : Afebris

 Kepala

- Inspeksi Wajah : Tidak ditemukan adanya kelainan

- Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

 Leher

- Inspeksi : Leher tampak bersih, benjolan (-)

- JVP : Meningkat (-)

 Thorax

- Sistem Kardiovaskular : S1 S2 reguler

- Sistem Respirasi : Wheezing (-), ronkhi (-/-), vesikuler (+)


 Abdomen

- Tidak ada nyeri tekan abdomen

- Sistem Gastrointestinal : Bising usus (+), nyeri tekan epigastrik (-)

- Sistem Urogenital : Nyeri saat BAK (-)

 Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-)

 Sistem Integumentum : Tidak ditemukan kelainan

Kesan Status Internus :

Tidak terdapat gangguan

2.1.2 Status Neurologis

 Kepala dan Leher : Gerakan leher lemas (+), benjolan (-)

 Tanda Meningeal : Kernig’s sign (-), brudzinski (-)

 Sensibilitas : Dalam batas normal

 Kekuatan Motorik :

5 5

5 5

 Refleks Fisiologis :

+ +

+ +

 Refleks Patologis :

- -

- -

 Gerakan Abnormal (-)

 Gangguan Keseimbangan dan Koordinasi Gerakan (-)

2.1.3 Hasil Pemeriksaan Penunjang

 Elektrokardiografi : Tidak dilakukan pemeriksaan


 Elektroensefalografi : Tidak dilakukan pemeriksaan

 CT-Scan : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Foto Rontgen : Tidak dilakukan pemeriksaan

 Laboratorium darah : Tidak dilakukan pemeriksaan

2.2 Status Psikiatri

Tanggal Pemeriksaan : 22 Desember 2018

2.2.1 Kesan Umum

Seorang pria usia 65 tahun, sesuai umur, kooperatif, berpakaian sesuai jenis

kelaminnya dengan rawat diri baik.

STATUS PSIKIATRI HASIL KETERANGAN


Kesadaran  Kuantitatif : Pasien sadar penuh.
GCS E4V5M6
 Kualitatif :
Compos Mentis
Gambaran Umum
Penampilan/ Rawat Diri Baik Pakaian pasien rapi,
sesuai umur dan bersih.

Perilaku dan Aktivitas Normoaktif Perilaku dan aktivitas


normal, tangan tidak
tampak tremor.
Sikap terhadap Kooperatif Pasien dapat diajak
Pemeriksa berbicara ketika
diwawancarai dan
memandang ke arah
pemeriksa.
Pembicaraan  Kuantitas : Normal Pembicaraan dapat
dipahami, kata dan
 Kualitas : Koheren kalimat yang keluar
dan Relevan sesuai tata bahasa, dan
jawaban yang dikatakan
sesuai dengan
pertanyaan.
Perhatian Tidak mudah teralih Pasien tampak fokus
dengan pemeriksa.
Mood dan Afek
Mood Eutimik Pasien menjelaskan
suasana hatinya yang
sedang biasa saja.
Afek Appropiate Ekspresi wajah pasien
sesuai dengan mood.
Sensorium dan Kognitif
Orientasi  Orang : Baik  Pasien dapat mengenali
petugas puskesmas.
 Waktu : Baik  Pasien dapat
mengetahui pagi atau
siang saat diperiksa.
 Tempat : Baik  Pasien dapat
menunjukkan sedang
berada di rumahnya
sendiri saat diperiksa.
 Situasi : Baik  Pasien dapat
mengatakan kondisi di
rumahnya sepi.
Daya Ingat  Memori Segera  Pasien dapat mengingat
(Immediate) nama tetangga yang
baru saja lewat depan
rumahnya.
 Memori Jangka  Pasien dapat
Pendek (Recent) menceritakan makanan
yang di makan saat
 Memori Jangka pagi.
Menengah (Recent  Pasien ingat lebaran
Past) berada dimana
.
 Memori Jangka
Panjang (Remote)  Pasien ingat ketika
kecelakaan dimana.
Konsentrasi dan  Konsentrasi : Baik  Pasien bisa melakukan
Perhatian pengurangan 7 secara
berurutan.
 Perhatian : Baik  Pasien bisa untuk
mengeja huruf dari
belakang dari kata
“ MARI MEMBACA”.
Kapasitas Membaca dan  Membaca : Baik  Pasien dapat membaca
Menulis sebuah kalimat dengan
baik.
 Menulis : Baik  Pasien dapat menulis
kalimat dengan baik.
Pikiran Abstrak Baik Pasien mampu
menyebutkan perbedaan
bola dan apel.
Pengetahuan Umum Baik Pasien mengetahui
presiden pertama
Indonesia
Persepsi  Halusinasi Auditorik  Pasien tidak mendengar
(-) bisikan, tidak pernah
 Halusinasi Taktil (-) melihat bayangan,
 Halusinasi Visual (-) tidak merasa disentuh/
 Ilusi (-) diraba, tidak melihat
sesuatu yang tidak bisa
dilihat.
Pikiran  Bentuk Pikir : Apa yang disampaikan
Realistik pasien sesuai dengan
 Isi Pikir : Ide kenyataan yang ada.
berdosa (-), gagasan Tidak ditemukan waham
bunuh diri (-),
waham nihilistik (-),
waham kendali pikir
(-)
Insight Derajat 4 Pasien menyadari gejala
yang dialami dan
penyakitnya, mengetahui
bahwa hal tersebut
muncul akibat pola
pikirnya sendiri, namun
tidak menggunakan
pengetahuan tersebut
untuk melakukan suatu
perubahan dimasa depan.

2.2.2 Gangguan Intelegensi Sesuai Umur/ Pendidikan

Tidak ada.

2.3 Hasil Pemeriksaan Psikologis

2.3.1 Kepribadian

Tidak dilakukan.

2.3.2 IQ

Tidak dilakukan tes IQ.

2.3.3 Lain-lain

Tidak ada.

2. RANGKUMAN DATA YANG DIDAPATKAN PADA PENDERITA

3.1 Gejala (Symptom)


a. Sensorium dan Kognitif

Kesadaran compos mentis, orientasi dan memori, konsentrasi dan perhatian,

kemampuan membaca dan menulis, pikiran abstrak, serta pengetahuan umum

dalam batas normal.

b. Mood dan Afek

Mood eutimik dan afek appropriate.

c. Pembicaraan

Kuantitas bicara cukup, koheren, dan relevan.

d. Perhatian Pasien Tidak Mudah Ditarik

e. Persepsi

Tidak terdapat halusinasi

f. Pikiran

Tidak terdapat waham

3.2 Kumpulan Gejala (Sindrom)

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan status mental yang dilakukan, pada pasien ini

Didapatkan gejala depresi:

Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah
yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala Lainnya :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
3. DIAGNOSIS BANDING

F 20.4 Depresi pasca Skizofrenia

4. DIAGNOSIS

 AKSIS I (Gangguan Jiwa, Kondisi yang Menjadi Fokus Perhatian)

F 32.2 episode depresi Berat tanpa gejala psikotik

 AKSIS II (Gangguan Kepribadian, Retardasi Mental)

Z 03.2 Tidak Ada Diagnosis Aksis II

 AKSIS III (Kondisi Medik Umum)

I00-I99 Penyakit sirkulasi

 AKSIS IV (Stresor Psikososial)

Masalah psikososial dan lingkungan lain

 AKSIS V (Fungsi Sosial)

GAF 60-51 Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

5. TERAPI FARMAKOLOGI

Fluoxetin tab. 2x 10 mg (po)

6. TERAPI NON FARMAKOLOGI

Terapi individual

Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya serta hal-hal

yang dapat mencetuskan atau memperberat dan meringankan penyakit pasien sehingga

dapat memperpanjang remisi dan mencegah kekambuhan.

Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya minum obat

secara teratur, adanya efek samping yang bisa timbul dari pengobatan ini.

Terapi kelompok

Apabila kondisi pasien sudah lebih baik diberikan terapi aktivitas kelompok, yang

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam pengendalian impuls saat


memberikan respon terhadap stimulus dari luar, belajar mengungkapkan komunikasi

verbal dan mengekspresikan emosi secara sehat, membantu pasien untuk meningkatkan

orientasinya realitas dan memotivasi pasien agar dapat bersosialisasi dengan sehat.

Terhadap keluarga

Memberi penjelasan yang bersifat komunikatif, informatif dan edukatif tentang keadaan

penyakit pasien sehingga bisa menerima dan memahami keadaan pasien, serta

mendukung proses penyembuhannya dan mencegah kekambuhan

Memberi informasi dan edukasi kepada keluarga mengenai terapi yang diberikan kepada

pasien dan pentingnya pasien untuk kontrol dan minum obat secara teratur

Memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya dukungan dari

pihak keluarga dalam keadaan pasien yang seperti ini.

I. PROGNOSIS
Premorbid
• Riwayat gangguan jiwa pada keluarga : Ada (Buruk)
• Status pernikahan : Cerai meninggal (Buruk)
• Dukungan keluarga : Ada (Baik)
• Dukungan sosial : kurang (Buruk)
• Status ekonomi : Buruk (Buruk)
• Stressor : Ada (Buruk)
Morbid
• Jenis penyakit : Hipertensi, Kolestrol, Jantung (Buruk)
• Onset : 1 minggu (Baik)
• Perjalanan penyakit : Akut (Baik)
• Penyakit organik : ada (buruk)
• Kepatuhan minum obat : baik (Baik)
• Insight : Derajat 4 (Buruk)

Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Fungtionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DEPRESI
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang ditandai dengan perasaan

sedih dan cemas. Gangguan ini biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi dapat

juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari.Menurut WHO, depresi

merupakan gangguan mental yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan mood,

kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan,

kehilangan energi atau penurunan konsentrasi. Sedangkan berdasarkan Maramis, depresif

adalah suatu gangguan perasaan dengan ciri-ciri semangat berkurang, rasa harga diri rendah,

menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur dan makan.

B. EPIDEMIOLOGI

Insiden dan prevalensi. Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan

prevalensi seumur hidup sekitar 15% dan pada perempuan dapat mencapai 25% yang sekitar

10% persen mendapatkan perawatan primer sedangkan sisanya 15% dirawat rumah sakit.

Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%, sedangkan pada usia remaja didapatkan

prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan depresif berat.

Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar disbanding laki-laki. Diduga adanya

perbedaan hormone, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-laki dan

perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.

Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% awitan diantara usia 20-50

tahun.Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini

menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Hal ini kemungkinan

berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat.

Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan

interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai. Wanita yang tidak menikah memiliki

kecenderungan yang lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang
menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.

Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan korelasi natara status sosioekonomi dan

gangguan depresi berat.

C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

1. Faktor organobiologi

Hipotesis gangguan mood berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik

seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA) dan asam homovanilic (HVA) yang ada di

dalam darah, urin dan cairan serebrospinal. Norepinefrin dan serotonin adalah dua

neurotransmitter yang paling telibat dalam patofisiologi gangguan mood.

Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon klinik anti depresan mungkin

merupakan peran langsung sistem noradrenergik dalam depresi. Aktivitas dopamine mungkin

berkurang pada depresi ditandai dengan penemuan subtipe baru reseptor dopamin dan

meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamine

memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood. Sedangkan pada serotonin

pada orang dengan depresi biasanya akan berkurang. Serotonin berfungsi dalam meregulasi

afek, agresi, tidur dan nafsu makan.

2. Faktor genetik

Faktor genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood dengan jalur

penurunan yang kompleks. Penelitian sebelumnya yang dilakukan dalam keluarga

menunjukkan bahwa generasi pertama lebih sering 2 sampai 10 kali mengalami depresi berat.

3. Faktor sosial

Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului episode pertama dibandingkan

episode berikutnya. Teori yang ada terkait dengan hal tersebut adalah adanya perubahan

biologi otak yang bertahan lama. Sehingga perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai
neurotransmitter dan system sinyal intraneuron, termasuk hilangnya beberapa neuron dan

penurunan kontak sinap dan berdampak pada sinap dan hal tersebut dapat berdampak pada

seorang individu berisiko tinggi mengalami episode berulang, gangguan mood, sekalipun

tanpa stressor.

Semua orang dengan dengan pola kepribadiannya dapat mengalami depresi sesuai dengan

situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesi-kompulsi, histrionik dan ambang

berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingnya dengan gangguan kepribadian

paranoid dan antisocial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisikko menjadi

gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupaka predictor terkuat untuk kejadian

episode depresi.

Faktor psikodinamik pada depresi dikenal sebagai pandang klasik dari depresi dan

dituangkan kedalam teori yang ditemukan oleh Sigmund Freud dan dilanjutkan oleh Karl

Abraham. (1) gangguan hubungan ibu dan anak selama fase oral (10-18 bulan) merupakan

faktor predisposisi terhadap episode depresi berulang; (2) depresi dapat dihubungkan dengan

kenyataan atau bayangan kehilangan objek; (3) introjeksi merupakan bangkitan mekanisme

pertahanan untuk mengatasi penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek.; (4) akibat

kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan cinta,

perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri Menurut Melanie Klein depresi termasuk

agresi kearah mencintai. Sedangkan Edward Bibring menyatakan bahwa depresi adalah suatu

fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari terdapat perbedaan antara ideal yang

tinggi dengan ketidakmampuan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

4. Formulasi lain dari depresi

Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang menghasilkan kecenderungan

seseorang menjadi depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi

mencakup (1) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap dirinya (2)
tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap dunia bermusuhan terhadapnya (3)

tentang masa depan yakni bayangan penderitaan dan kegagalan.

D. PERJALANAN PENYAKIT

Sebelum episode pertama teridentifikasi, sekitar 50% gangguan depresi berat memperlihatkan

gejala depresi yang bermakna. Gejala depresi yang teridentifikasi dini dan dapat teratasi lebih

awal dapat mencegah berkembangnya gejala tersebut menjadi episode depresi penuh. Pada

pasien dengan gangguan depresi berat, meskipun gejala mungkin telah ada, umumnya belum

menunjukkan suatu premorbid gangguan kepribadian. Sekitar 50% pasien dengan episode

depresi pertama terjadi sebelum usia 40 tahun biasanya dihubungkan dengan tidak adanya

riwayat gangguan mood dalam keluarga, gangguan kepribadian antisocial dan

penyalahgunaan alkohol.

Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6 – 13 bulan. Kebanyakan

penanganan episode depresi sekitar 3 bulan. Namun karena merujuk kepada prosedur baku

penatalaksaan gangguan depresi maka penatalksaan setidanya dilakukan selama 6 bulan agar

tidak mudah kambuh

E. TANDA GEJALA

Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah gejala

utama dari depresi. Pasien juga mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai

harapan, dicampakkan atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda

dengan emosi duka cita atau kesedihan. Selain itu biasanya terdapat pikiran untuk melakukan

bunuh diri pada sekitar dua per tiga pasien depresi dan 10 sampai 15% diantaranya

melakukan bunuh diri. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami

depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari
keluarga, teman dan aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya.

Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana mereka

mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di sekolah dan

pekerjaanm dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien

mengeluh masalah tidur khususnya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering bangun

dimalam hari karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien juga

mengalami penurunan nafsu makan demikian pula dengan bertambah dan menurun berat

badannya serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya.

Kecemasan adalah gejala tersering dari sepresi dan menyerang 90% pasien depresi.

Perubahan asupan makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya penyakit lain secara

bersamaan seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik dan penyakit

jantung. Gejala lain termasuk haid tidak normal dan menurunnya minat serta aktivitas

seksual.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada orangtua dapat dihubungkan dengan

status ekonomi yang rendah, kehilangan pasanganm berbarengan dengan penyakit fisik dan

isolasi sosial.

Gangguan depresi ditandai oelh rasa lelah yang berkepanjangan dan sulit untuk konsentrasi,

gangguan tidur (terutama bangun pagi cepat dan bangun beberapa kali saat tidur), nafsu

makan berkurang, kehilangan berat badan, dan keluhan somatik.

F. KRITERIA DIAGNOSIS

Kriteria diagnostik gangguan depresi berat menurut DSM-IV-TR :

A. Pasien mengalami gangguan mood terdepresi (contoh: sedih atau perasaan kosong)

atau kehilangan minat atau kesenangan sepanjang waktu selama 2 minggu atau lebih

ditambah 4 atau lebih gejala-gejala berikut ini:


- Tidur: insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

- Minat: menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan hampir

sepanjang waktu

- Rasa bersalah: perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak

berharga hampir sepanjang waktu

- Energi: kehilangan energi atau letih hampir sepanjang waktu

- Konsentrasi: menurunnya kemampuan untuk berpikir/ konsentrasi; sulit membuat

keputusan hampir sepanjang waktu

- Selera makan: menurun atau meningkat

- Psikomotor: agitasi atau retardasi

- Bunuh diri: pikiran berulang tentang mati/ ingin bunuh diri.

B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode

depresi berat dan episode manik).

C. Gejalanya menimbulkan penderitaan bermakna secara klinik atau

hendaya sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.

D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat

(contoh: penyalahgunaan obat atau medikasi) atau kondisi medik

umum (hipotiroidisme).

E. Gejalanya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya

setelah kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari

dua bulan atau ditandai hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa

ketidakbahagian yang abnormal, ide bunuh diri, gejala psikotik atau

retardasi mental.

F. . Skala penilain objektif untuk depresi

Skala penilain objektif yang dapat digunakan dalam praktik dokter atau dokumentasi
keadaan klinik pasien depresi adalah The Zung Self Rating depression scale yang

terdiri dari 20 item skala pelaporan. Skor normal kurang dari 34, skor depresi adalah

lebih dari 50. Skala tersebut meliputi indeks global intensitas gejala depresi pasien,

termasuk kecendrungan ekspresi dari depresi.

The raskin depression scale adalah suatu skala nilai klinik yang mengukur beratnya

depresi pasien yang dilaporkan oleh pasien dan dokter pengamat, pada 5 point skala

dari 3 dimensi meliputi pelaporan verbal, penampilan prilaku, dan gejala sekunder.

Skala berkisar antara 3-13. Skor normal adalah 3, dan skor depresi adalah 7 atau

lebih.

H. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

1. Deskripsi umum:

Kemunduran psikomotor secara umum merupakan gejala yang paling sering,

meskipun agitasi psikomotor juga terlihat terutama pada pasien usia lanjut. Meremas

tangan dan menarik rambut merupakan gejala dari agitasi. Secara sederhana, pasien

depresi memiliki postur tubuh yang dibungkukkan tidak ada gerakan spontan, sedih

dan memalingkan wajah. Pada pemeriksaan klinis, pasien depresi memperlihatkan

keseluruhan gejala dari kemunduran psikomotor yang tampak serupa dengan pasien

skizofrenia katatonik.

2. Mood, afek dan perasaan:

Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50% pasien menyangkal perasaan

depresi dan tidak tampak depresi.

3. Suara:

Pengurangan jumlah dan volume bicara; mereka merespon pertanyaan dengan satu-

satu kata dan memperlihatkan perlambatan menjawab pertanyaan. Pemeriksa dapat


menunggu 2 atau 3 menit untuk pasien menjawab pertanyaan.

4. Gangguan persepsi:

Gangguan depresi berat dengan cirri psikotik mempunyai waham atau halusinasi.

Bahkan tanpa waham dan halusinasi, beberapa dokter menyebut psychotic depression

untuk kemunduran secara keseluruhan seperti membisu, tidak mandi dan kotor.

Mood congruent adalah suatu kondisi yang pada saat bersamaan pada pasien depresi

ditemukan adanya waham dan halusinasi yang menetap, selain itu juga ditemukan

perasaan bersalah, tidak berharga, kegagalan, penderitaan dan keadaan terminal

penyakit somatik (kanker atau kerusakan otak).

Gambarannya adalah ketidakesesuaian isi waham dan halusinasi dengan mood

depresi. Ketidaksesuaian antara isi waham dengan mood pada pasien meliputi tema

grandiose tentang kemampuan yang berlebihan, pengetahuan, dan sesuatu yang

berharga sebagai contoh, pasien percaya bahwa seseorang tersiksa karena dia adalah

Messiah.

5. Pikiran:

Pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi piker mereka sering

meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah, pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar

10% dari semua pasien depresi menunjukkan gejala gangguan pikiran, biasanya

dalam isi pikirnya adalah hambatan dan kemiskinan.

5. Sensorium dan kognitif:

Kebanyakan pasien depresi tidak terganggu orientasinya baik orang, tempat dan

waktu meskipun beberapa dari mereka tidak mempunyai minat untuk menjawab

pertanyaaan tentang subjek tersebut selama wawancara. Sedangkan sekitar 50 – 75%

dari pasien depresi mempunyai hendaya kognitif, kadang-kadang ditunjukkan sebagai

pseudodementia depresi. Umumnya pasien mengeluhkan tidak mampu konsentrasi


dan gampang lupa.

6. Kontrol impuls:

Sekitar 10 sampai 15% melakukan bunuh diri dan dua pertiganya mempunyai ide

untuk bunuh diri. Pasien dengan cirri psikotik biasanya mempertimbangkan untuk

membunuh orang sebagai manifestasi waham, walaupun banyak pasien depresi

kurang tenaga atau motivasi untuk mengikuti suara hati untuk melakukan kejahatan.

Pasien dengan depresi berisiko tinggi untuk bunuh diri ketika energi mereka mulai

meningkat.

7. Pertimbangan dan tilikan:

Penilaian sikap dan perilaku pasien terkini, selama wawancara. Tilikan pasien depresi

terhadap gangguannya sering berlebihan: mereka selalu menekankan gejalanya,

gangguannya, dan masalah hidup mereka. Ini menyulitkan untuk meyakinkan pasien

bahwa perbaikan dapat terjadi.

8. Hal dapat dipercaya:

Pada wawancara dan perbincangan, pasien depresi terlalu melebihkan hal buruk dan

meminimalkan hal baik.

I. TERAPI

Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan pada beberapa tujuan.

Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik lengkap pada

pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak hanya pada gejala

saat itu tetapi kesejahteraan pasien dimasa mendatang juga harus dimulai. Walaupun

terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan psikoterapi ditujukan pada

pasien secara individual, peristiwa hidup yang penuh tekanan juga dikaitakn dengan

meningkatnya angka kekambuhan pada pasien dengan gangguan mood. Dengan

demikian, terapi harus menurunkan jumlah dan keparahan stressor didalam


kehidupan pasien.

1. Rawat inap

Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan prosedur diagnosis, risiko

bunuh diri atau membunuh dan kemampuan pasien yang menurun drastic untuk

mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat gejala yang berkembang cepat

serta rusaknya sistem dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi rawat

inap.

2. Terapi psikososial

Sebagian besar studi menunjukkan kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah

terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka

pendek yaitu:

a. Terapi kognitif

Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi kognitif efektif dalam penatalaksanaan

gangguan depresi berat dan sebagian besar studi menunjukkan bahwa terapi ini setara

efektivitasnya dengan farmakoterapi. Terapi kognitif dikembangkan dengan Aaron

Beck dan memfokuskan pada distorsi kognitif yang diperkirakan ada pada gangguan

depresi berat. Distorsi tersebut mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif

keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai konsekuensi.

Contohnya apati dan kurang tenaga adalah pengharapan pasien mengenai kegagalan

disemua area. Tujuan terapi ini adalah untuk meringankan episode depresif dan

mencegah kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi dan menguji

kognisi begatif; mengembangkan cara berpikir alternative, fleksibel dan positif serta

melatih respons perilaku dan kognitif baru.

b. Terapi interpersonal

Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman yang memfokuskan pada satu atau
dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua asumsi.

Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung memiliki akar pada hubungan

yang mengalami disfungsi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini

cenderung terlibat didalam mencetuskan atau melanjutkan gejala depresif saat ini.

Program terapi ini biasanya terdiri dari atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan

pendekatan terapeutik yang aktif. Fenomena intrapsikik seperti mekanisme defense

dan konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku khas seperti tidak asertif,

keterampilan sosial terganggu dan pikiran terdistorsi dapat diselesaikan tetapi hanya

dalam konteks pengertiannya terhadap hubungan interpersonal

c. Terapi perilaku

Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif

mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin

sekaligus penolakan dari masyarakat. Pemusatan perhatian pada perilaku maladaptif

didalam terapi diharapkan pasien dapat belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian

rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.

3. Farmakoterapi

Antidepresan merupakan terapi gangguan depresif berat yang efektif dan

spesifik. Penggunaan farmakoterapi spesifik diperkirakan dapat melipat-gandakan

kemungkinan bahwa pasien dengan gangguan depresi berat akan pulih. Meskipun

demikian masalah tetap ada dalam terapi gangguan depresi berat seperti: sejumlah

pasien tidak memberikan respon terhadap terapi pertama; semua antidepresan yang

saat ini tersedia membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberikan pengaruh

terapeutik yang bermakna, walaupun obat tersebut dapat mulai menunjukkan

pengaruhnya lebih dini dan relative sampai saat ini semua antidepresan yang tersedia

bersifat toksik bila overdosis serta memiliki efek samping.


SSRI seperti fluoxetine, paroksetin (Paxil), dan sertralin (Zoloft), juga bupropion,

venlafaksin (Efexxor), nefazodon, dan mirtazapin (Remeron). Efek samping dari

antidepresan adalah dapat mengakibatkan kematian jika dikonsumsu overdosis.

Trisiklik dan tetrasiklik adalah antidepresan yang paling mematikan. Efek samping

lainnya adalah dapat menyebabkan hipotensi.

Kesalahan klinis yang sering terjadi adalah penggunaan dosis yang terlalu rendah

dalam jangka waktu singkat. Kecuali terjadi efek samping, dosis antidepresan harus

dinaikkan sampai kadar maksimum yang direkomendasi atau dipertahankan kadar

tersebut setidaknya selama 4 atau 5 minggu sebelum percobaan obat dapat dinggap

tidak berhasil. Terapi antidepresan harus dipertahankan setidaknya 6 bulan atau

selama episode sebelumnya, bergantung mana yang lebih lama. Terapi profilaksis

perlu dipertimbangkan jika melibatkan gagasan bunuh diri yang bermakna atau

gangguan fungsi psikosial.

Alternatif terapi obat lainnya adalah elektokonvulsif dan fototerapi. Terapi

elektokonvulsif biasa digunakan ketika pasien tidak memberikan respons terhadap

farmakoterapi atau tidak dapat mentoleransi farmakoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Maslim R. (editor). 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya
Maslim R. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi
Ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya
Elvira, S. 2013. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Badan Penerbit FK UI
BJ, Kaplan HI, Grebb JA. 2010. Buku ajar psikiatri klinis. Edisi 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai