ULKUS KORNEA
Diajukan kepada :
Disusun oleh :
2018 4010002
2019
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. NK
Usia : 52 tahun
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Magelang
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Mata kiri terasa pedih dan padangan kabur.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang
dengan keluhan pandangan mata kiri kabur sejak 1 minggu yang lalu,
keluhan disertai pedih dan keluar air terus menerus. Keluhan dirasakan
setelah sehari sebelumnya pasien sedang membersihkan rumput dan
rumput tersebut mengenai matanya, pada awalnya pasien merasakan
mata kirinya pedih dan keluar air terus menerus dan pada sore harinya
pasien berobat ke mantri dan diberikan obat oral tetapi tidak membaik.
1 hari setelah itu pasien mengeluh penglihatannya semakin kabur dan
di bawa ke dokter daerah Grabak dan di rujuk ke RSI muntilan 2 hari
setelahnya dengan keadaan tidak bisa melihat. Di rumah sakit muntilan
pasien di berikan obat tablet, salep dan tetes mata kemudian di rujuk ke
RSUD Tidar Magelang dengan keadaan sedikit membaik. Pasien
adalah seorang buruh dan seorang pekerja kasar,lingkungan kerja
pasien memang banyak sekali iritan dan pasien tidak bekerja
menggunakan alat pelindung mata. Pasien belum pernah mengalami ini
sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat HT : disangkal
Riwayat DM : disangkal
OD OS
V. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan OD OS Penilaian
1. Sekitar mata Kedudukan alis Kedudukan alis Simetris, scar
(supersilia) baik, scar (-) baik, scar (-) (-)
Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Ptosis (-)
spasme (-)
- Lebar rima 10 mm 10 mm Normal 9-13
mm
- Kulit N N Hiperemis (-)
tumor (-)
- Tepi kelopak N N entropion (-)
ekstropion(-)
2. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula N N Dakriodenitis
lakrimalis (-)
- Sekitar sacus N N Dakriosistitis
lakrimalis (-)
- Uji flurosensi - - -
- Uji regurgitasi - - -
- Tes Anel - - -
3. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Saraf dan
otot
penggerak
mata normal
- Ukuran N Sedikit exophtalmus
membesar (+)
mikroftalmus
(-)
4. TIO
Palpasi N N+2 Tekanan
lebih tinggi
5. Konjungtiva
- Palpebra superior N N Hiperemis (-)
hordeolum (-
)
- Forniks Cekung, dalam Cekung, dalam Cekung,
dalam
- Palpebra inferior N N Hiperemis (-)
hordeolum(-)
- Bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (+), Hiperemis
(+)
6. Sklera Ikterik (-), Ikterik (-), pelebaran
perdarahan (-) pelebaran pembuluh
pembuluh darah darah (+)
(+)
7. Kornea
- Ukuran Ø 12 mm Ø 12 mm
- Kecembungan N N Lebih
cembung
dari sklera
- Permukaan N Defect (+), ± Permukaan
4ml, tunggal tidak licin
- Uji Flurosensi - - -
- Placido - - -
- Arcus senilis - - -
Diagnosis kerja
OS : Ulkus kornea e.c bacterial
VIII. Terapi
Injeksi subconjungtiva antibiotic gentamycin 20-40 mg, Vancomycin 25
mg, dexametason 5 mg, oral NSAID, Acetazolamid.
IX. Prognosis
ad Visum : malam
ad Sanam : malam
ad Vitam : bonam
ad Comesticam : dubia et malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kornea
B. Non-infeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan
protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat
destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali
antara lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida
dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca
yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur
film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan
epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea
terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun
pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
C. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Systema Lupus Erimatosus
Rheumathoid arthritis
GEJALA KLINIS
- Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer kornea dan tidak
disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
- Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
II. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan klinis
dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada
penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya
riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek
yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama
keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti
diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea edema,
terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan
hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari dasar dan tepi
ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan
biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur
dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Bakteri akantamoeba
III. PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar tidak
terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan mengeringkannya
dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang dari normal,
maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang baik,
lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan
pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan
intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya antibodi dalam
badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun
harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan
baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
• Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu. Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil. Dengan lumpuhnya M. siliaris mata
tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M.
konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan
mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
• Skopolamin sebagai midriatika.
• Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-
sering.
• Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas diberikan sebagai
salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata
karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
• Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia
berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml,
Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik
• Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk mengurangi
gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat menghalangi pengaliran
sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman
penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi
rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan instrumen
ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan perbaikan dengan
maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi
dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan
konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap
konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas atropine, antibiotik
dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya
disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati seperti ulkus biasa
tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik
diberikan juga secara sistemik.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi
keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang
menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
IV. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Glaukoma sekunder
VII. PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya
komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan
yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat
keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka
prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga
dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode;
migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan
pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan
cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya
suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan
kemudian sikatrik.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke Poliklinik Kesehatan Mata RSUD Tidar Magelang dengan
keluhan pandangan mata kiri kabur sejak 1 minggu yang lalu, keluhan disertai pedih
dan keluar air terus menerus. Keluhan dirasakan setelah sehari sebelumnya pasien
sedang membersihkan rumput dan rumput tersebut mengenai matanya, pada awalnya
pasien merasakan mata kirinya pedih dan keluar air terus menerus dan pada sore
harinya pasien berobat ke mantri dan diberikan obat oral tetapi tidak membaik. 1 hari
setelah itu pasien mengeluh penglihatannya semakin kabur dan di bawa ke dokter
daerah Grabak dan di rujuk ke RSI muntilan 2 hari setelahnya dengan keadaan tidak
bisa melihat. Di rumah sakit muntilan pasien di berikan obat tablet, salep dan tetes
mata kemudian di rujuk ke RSUD Tidar Magelang dengan keadaan sedikit membaik.
Berdasarkan teori yang dibahas sebelumnya, gejala dan hasil pemeriksaan pada
pasien mengarah pada ulkus kornea. Gejala dan tanda yang sesuai berupa penurunan
visus dan terdapatnya defek dan gambaran hipopion pada kornea. Untuk terapi pada
pasien hanya diberikan Injeksi subconjungtiva antibiotic gentamycin 20-40 mg,
Vancomycin 25 mg, dexametason 5 mg, oral NSAID, Acetazolamid
BAB IV
KESIMPULAN