Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Kelopak mata atau palpebra berfungsi memberikan perlindungan atau


proteksi mekanik pada bola mata luar dan mencegah mata dari kekeringan dengan
cara proses berkedip (aktivitas otot okuli sebagai pompa air mata), mensekresi
lapisan minyak pada air mata yang diproduksi oleh kelenjar meibom, lalu
menyebarkan air mata ke seluruh permukaan konjungtiva dan kornea, serta
melakukan proses drainase air mata melalui pungtum lakrimalis ke system
drainase lakrimal dengan system berkedip. Palpebra merupakan bagian depan
organ mata dan memiliki lapisan kulit yang tipis, sedangkan di bagian belakang
terdapat selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Pada kelopak
terdapat bagian-bagian berupa kelenjar-kelenjar dan otot. Kelenjar yang terdapat
pada kelopak mata di antaranya adalah kelenjar Moll atau kelenjar keringat,
kelenjar Zeiss pada pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus yang
bermuara pada margo palpebra.1,2

Gambar 1. Anatomi Palpebra


Salah satu kelainan atau penyakit yang menyerang kelopak mata adalah
Hordeolum. Hordeolum merupakan infeksi kelenjar kelopak mata yang sering
ditemui. Berdasarkan lokasinya, hordeulum dibedakan menjadi hordeolum
internum dan eksternum. Hordeolum internum merupakan infeksi yang terjadi
pada kelenjar Meibom dan penonjolan biasanya terjadi pada konjungtiva tarsal.
Hordeolum eksterna merupakan infeksi yang terjadi pada kelenjar Moll atau Zeis
dan penonjolan biasanya terjadi ke daerah kulit kelopak mata. Infeksi ini paling
sering diakibatkan oleh bakteri, yaitu bakteri staphylococcus aureus1,3. Data
epidemiologi menyebutkan bahwa hordeolum adalah kelainan pada kelopak mata
yang sering ditemukan dikalangan masyarakat. Insidensi tidak bergantung pada ras
dan jenis kelamin. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia,
angka kejadian paling banyak ditemukan pada anak usia sekolah. 3,4

Penderita hordeolum biasanya menunjukkan gejala radang pada kelopak


mata seperti bengkak, terasa mengganjal, kemerahan, dan nyeri tekan pada area
infeksi. Pada beberapa kasus, hordeolum dapat sembuh dengan sendirinya.
Namun, dapat juga menyebar ke kelenjar lainnya seperti kelenjar preaurikuler.
Rekurensi penyakit ini juga sering ditemukan. Oleh karena itu, hordeolum tidak
dapat dianggap remeh.5,6

Pengobatan pada hordeolum ditujukan untuk menurunkan ekstravasasi sel-


sel radang dan menghilangkan penyebab infeksi. Pada beberapa kasus, diperlukan
insisi pada hordeolum7.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Nn. T.M.
Usia : 33 tahun
Alamat : Indonesiana, Tidore
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 7 Maret 2023
No. RM : 02 71 61

B. Anamnesis
 Keluhan Utama
Benjolan pada kelopak mata bagian atas
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh ibunya ke Poli Mata RSD Tidore dengan
keluhan terdapat benjolan pada kelopak mata kiri bagian atas.
Benjolan muncul secara tiba-tiba tanpa adanya suatu kejadian
trauma sebelumnya. Awalnya berupa benjolan kecil kemerahan
kemudian semakin lama semakin besar sehingga kelopak mata atas
pada mata kiri menjadi merah dan bengkak dan terasa nyeri apabila
disentuh. Karena merasa tidak nyaman pasien akhirnya
diperiksakan ke Poli Mata RSD Tidore dan disarankan untuk
dilakukan tindakan pembedahan. Keluhan seperti mata merah (-),
gatal (-), mata nyeri (-), pandangan kabur (-), demam (-), keluar
cairan dan kotoran pada matanya disangkal.
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat mata merah, berair, gatal dan keluar kotoran
disangkal.
- Riwayat trauma (-)

3
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang
sama dengan pasien. Tidak ada riwayat penyakit mata
ataupun penyakit kronik pada keluarga.
 Riwayat Alergi
- Pasien menyangkal mempunyai riwayat alergi obat maupun
makanan.
 Riwayat Pengobatan
- Sebelumnya pasien sudah dikompres dengan air hangat di
lokasi benjolan, namun tidak membaik.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

Pemeriksaan Tanda Vital


 Tekanan darah : 90/60 mmHg
 Frekuensi napas : 22x/menit
 Nadi : 80x/menit
 Suhu : 36,4oC

Status lokalis
 Visus :
OD VISUS OS
6/6 Visus jauh tanpa koreksi 6/6
- Koreksi -
- Visus jauh dengan koreksi -
terbaik
- Visus dekat -
- Koreksi -
- Visus dekat dengan koreksi -
- Distensi pupil (mm) -

4
 Pemeriksaan Segmen Anterior
OD PEMERIKSAAN OS

Edema (-) Edema (+)


Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (+)
Blefarospasme (-) Palpebra Superior Blefarospasme (-)
Lagoftalmus (-) Lagoftalmus (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Tumbuh teratur Tumbuh teratur
Trichiasis (-) Silia Trichiasis (-)
Madarosis (-) Madarosis (-)
Dalam batas normal Dalam batas normal
Apparatus lakrimalis
Dalam batas normal Konjungtiva Dalam batas normal
Kornea ( tes
Tidak dilakukan sensitivitas dan Tidak dilakukan
fluoresens jika ada )
Kedalaman : dalam Kedalaman : dalam
BMD
Hipopion (-), Hifema (-) Hipopion (-), Hifema (-)
Coklat, Kripte (+) Iris Coklat, Kripte (+)
Bulat, di central, regular. D ± Bulat, central, regular. D ± 3mm
Pupil
3mm
Reflek cahaya
+ langsung/tidak +
langsung
Dalam batas normal Relative afferent Dalam batas normal
pupillary defect
(RAPD)
Lensa
Keruh (-), iris shadow (-) Keruh (-), iris shadow (-)

 Tes Kesejajaran Bola Mata


Corneal reflex : Tidak dilakukan
Cover test : Tidak dilakukan
 Tes Lapangan Pandang : Tidak ada defek lapangan pandang

5
OD OS
Kesegala arah Kesegala arah

 Pergerakan Bola Mata : Dalam batas normal


 Tekanan Inrtaokuler
OD METODE OS
PEMERIKSAAN
TEKANAN
INTRAOKULER
Dalam batas normal Palpasi Dalam batas normal
- Indentasi Schiotz -

 Palpasi
FOLMULIR PEMERIKSAAN BUTA WARNA
OD PALPASI OS
NAMA - Nyeri tekan -
Umur - Massa tumor -
Fakultas
No.test - Glandula -
Alamat

 Slit Lamp
1. SLOD : Konjungtiva inferior hiperemis (+), kornea jernih, BMD, iris
dalam batas normal, pupil bulat, reflex cahaya (+/+), lensa IOL sentral.
2. SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD dalam batas
normal, iris coklat, kripte (+), pupil bulai, central, reflex cahaya (+/+),
lensa keruh tidak menyeluruh (+) , NO5NC5.

6
 Gambaran mata pasien (ODS)

Gambar 2. Mata OD/OS Pasien

Gambar 3. Mata OD Pasien Gambar 4. Mata OS Pasien

7
BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS
A. Identifikasi Masalah
Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa
permasalahan. Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah:
 SUBJECTIVE
Pasien datang ke Poli Mata RSD Tidore dengan keluhan terdapat
benjolan pada kelopak mata kiri bagian atas. Benjolan muncul secara tiba-
tiba tanpa adanya suatu kejadian trauma sebelumnya. Awalnya berupa
benjolan kecil kemerahan kemudian semakin lama semakin besar sehingga
kelopak mata atas pada mata kiri menjadi merah dan bengkak dan terasa
nyeri apabila disentuh.
 OBJECTIVE
Pada palpebra superior, didapatkan adanya massa berbentuk bulat,
berbatas tegas dengan ukuran diameter kurang lebih 1 cm, konsistensi
lunak kenyal, mobile, dan nyeri tekan (+).

B. Analisa Kasus
 Benjolan pada palpebra superior

Hordeolum merupakan infeksi kelenjar pada palpebra. Bila


kelenjar Meibom yang terkena, timbul pembengkakan besar yang disebut
hordeolum interna. Sedangkan hordeolum eksterna yang lebih kecil dan
lebih superfisial adalah infeksi kelenjar Zeiss dan Moll.1,3
Penyebab yang sering yaitu bakteri dari kulit (biasanya disebabkan
oleh bakteri Stafilokokus). Hordeolum bisa timbul secara berulang.
Hordeolum eksternum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss
atau Moll. Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom
yang terletak di dalam tarsus. Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini
memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Kedua tipe
hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis. Gejalanya dapat berupa

8
kemerahan, nyeri bila ditekan dan nyeri pada tepi kelopak mata. Mata
mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan penderita merasa ada
sesuatu di matanya.4
Diagnosis banding pada pasien ini yaitu merupakan suatu radang
granulomatosa kelenjar meiboma kronik yang idiopatik. Secara klinik,
nodul tunggal (jarang multipel) yang agak keras. Kalazion akan
memberikan gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak hiperemi, tidak
ada nyeri tekan. hal ini yang menjadi pembeda dengan hordeolum.
C. Assessment
Diagnosis Kerja:
Hordeolum internum OS
Diagnosis Banding:
Khalazion
D. Planning
1. Usulan Pemeriksaan Lanjutan
- Pemeriksaan slit lamp untuk menilai hordeolum lebih jelas.
2. Tatalaksana
- Nonmedikamentosa
Kompres hangat 3 kali sehari selama 10-15 menit
- Medikamentosa
Cravit Eye Drop (Levofloxacin 1,5%) 3 kali sehari
- Operatif
Insisi dan kuretase (Ekskokleasi) pada hodeolum tersebut

E. KIE
1. Pasien dan orangtua diberikan informasi terkait penyakit yang
dialaminya
2. Pasien dan orangtua diinformasikan bahwa akan dilakukan tindakan
pembedahan pada kelopak mata pasien
3. Menginformasikan untuk senantiasa menjaga kebersihan

9
F. Prognosis
 Prognosis pengelihatan (ad visum)
Prognosis pengelihatan pasien bonam.
 Prognosis nyawa (ad vitam)
Prognosis nyawa pasien bonam

10
BAB IV

KESIMPULAN

Pasien datang ke Poli Mata RSD Tidore dengan keluhan terdapat benjolan
pada kelopak mata kiri bagian atas. Benjolan muncul secara tiba-tiba tanpa adanya
suatu kejadian trauma sebelumnya. Awalnya berupa benjolan kecil kemerahan
kemudian semakin lama semakin besar sehingga kelopak mata atas pada mata kiri
menjadi merah dan bengkak dan terasa nyeri apabila disentuh.
Pemeriksaan status lokalis pada mata kiri pasien pada palpebra superior,
didapatkan adanya massa berbentuk bulat, berbatas tegas dengan ukuran diameter
kurang lebih 1 cm, konsistensi lunak kenyal, mobile, nyeri tekan (+), dan sedikit
hiperemis (+).
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, tanda dan gejala yang terdapat
pada pasien mengarahkan pada hordeolum internum OS. Terapi yang dapat
diberikan kompres hangat, analgetik, antibiotik, insisi vertikal dan kuretase
hordeolum dari konjungtiva tarsal inferior. Prognosis penyakit mata dan visus
pasien bonam. Prognosis fungsional bonam.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Sidarta H.Hordeolum. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi


keempat. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2004
2. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General
Opthalmology. 17th Edition. New York: McGraw Hill; 2007.
3. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology. 8th Edition. New York:
Elsevier Inc.; 2016.
4. Lindsley K, Nichols J, and Dickersin K. Non-surgical interventions
for acute internal hordeolum Department of Epidemiology, Johns
Hopkins Bloomberg School of Public Health, Baltimore, Maryland,
USA . 2018. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5370090/ (Accessed
8 April)
5. Ehrenhaus MP,. Hordeolum. Department of Cornea, External Disease
& Refractive Surgery, Assistant Professor, Department of
Ophthalmology, State University of New York Downstate Medical
Center. 2017. Available at :
https://emedicine.medscape.com/article/1213080-overview (Accessed
8 April 2019)
6. Bragg, K. J. and Le, J.K. 2018. Hordeolum. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441985/?report=printable
(Accessed 8 April 2019)
7. Budiono, S.B., Saleh, T.T., Moestidjab, at al. 2013. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Airlangga University Press (AUP): Surabaya.

12

Anda mungkin juga menyukai