Anda di halaman 1dari 36

REFLEKSI KASUS

GLAUKOMA SEKUNDER

Disusun Untuk Memenuhi Syarat

Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter

di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Kota Magelang

Diajukan kepada :

dr. Esti Mahanani, Sp.M

Disusun oleh :

Trisna Rohmawati

2018 4010092

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2019
BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : Tn. T

Usia : 75 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Pekerjaan : Pensiunan

Agama : Islam

Alamat : Magelang

II. Anamnesis
 Keluhan Utama
Nyeri mata kanan
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Tidar Magelang dengan keluhan nyeri
hebat pada mata kanan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan di sertai nyeri
kepala hebat seperti dipukul hingga pasien tidak dapat beraktifitas seperti
biasa, keluhan semakin berat ketika pasien tidur terlentang, dan berkurang
ketika pasien menunduk hingga membungkuk. mata kanan pasien merah,
keluar air mata terus menerus, dan berbau amis. Pasien juga mengeluh
demam, mual, muntah, nafsu makan menurun, dan tidak bisa tidur. Setelah 3
hari dari keluhan awal tersebut pasien mendatangkan mantri di sekitar rumah
pasien namun pasien merasa efek obat tersebut hanya sementara dan
kemudian nyeri kembali saat itu tensi pasien 210/100 mmhg dan mendapat
obat captopril, parasetamol, dan anti mual. Satu minggu dari hari pertama
keluhan pasien merasa keluhan tidak berkurang dan mendatangkan mantri
kembali, saat itu menurut pasien tensi pasien 200/90 mmhg, dan pasien
mendapat obat amoxillin dan parasetamol kembali, 5 hari kemudian pasien
masih mengeluh hal yang sama dan membawa ke IGD RSUD Tidar dengan
keluhan yang sama dan di periksa tensi 180/90 mmhg. Pasien mendapat
suntikan dan mendapat obat pulang pasien lupa nama obatnya, dan bila
keluhan tidak membaik pasien di minta datang kembali ke RSUD Tidar.
 Riwayat Penyakit Dahulu

Sekitar 10 tahun yang lalu pasien mengeluh mata kanan tiba-tiba gelap
dan tidak bisa melihat. Kemudian sudah dibawa ke RS S. Menurut
keterangan dokter yang berada di rumah sakit tersebut saraf mata kanan
pasien sudah putus dan tidak dapat di perbaiki lagi. Sekitar 7 tahun yang lalu
mata kiri pasien kabur dan seperti ada Kelambu putih namun tidak
mengganggu kesehariannya maka di abaikan oleh pasien.

Keluhan serupa : pasien mengeluh hanya pusing sejak 1 tahun


yang lalu, namun pasien menggangap ini
hanya pusing biasa

Riwayat HT : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat hiperlipidemia : disangkal

Riwayat asma : disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan sama : disangkal

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

III. Status Generalis


Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Baik
Tekanan darah : 180/90 mmhg
Nadi : 84 x/m
Respiratory rate : 22 x/m
Suhu : 36,2 0C
OD OS

IV. Pemeriksaan Subjektif

Pemeriksaan Oculli dextra (OD) Oculli sinistra (OS)


Visus Jauh 0 1/300
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Visus Dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Tidak Tidak dilakukan
dilakukanXXXXXXXXX

V. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan OD OS Penilaian
1. Sekitar mata Kedudukan alis Kedudukan alis Simetris, scar
(supersilia) baik, scar (-) baik, scar (-) (-)
Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Ptosis (-)
spasme (-)
- Lebar rima 13 mm 11 mm Normal 9-13
mm
- Kulit N N Hiperemis (-)
tumor (-)
- Tepi kelopak N N entropion (-)
ekstropion(-)
2. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula N N Dakriodenitis
lakrimalis (-)
- Sekitar sacus N N Dakriosistitis
lakrimalis (-)
- Uji flurosensi - - Tidak
dilakukan
- Uji regurgitasi - - Tidak
dilakukan
- Tes Anel - - Tidak
dilakukan
3. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Saraf dan
otot
penggerak
mata normal
- Ukuran N N exophtalmus
(-)
mikroftalmus
(-)
4. TIO
Palpasi N+3 N Tekanan
berbeda, OD
> OS
Tonometri - / >60 mmHg 20,5 mmHg TIO OD
diatas normal
(10-21
mmHg)
5. Konjungtiva
- Palpebra superior Hiperemis (+) Hiperemis (-) Hiperemis
(+)
- Forniks Cekung, dalam Cekung, dalam Cekung,
dalam
- Palpebra inferior Hiperemis (+) Hiperemis (-) Hiperemis
(+),
hordeolum (-
)
- Bulbi Injeksi konjungtiva Injeksi Injeksi
(+), konjungtiva (-) konjungtiva
Injeksi silier (+) (+), Injeksi
silier (+)
6. Sklera Ikterik (-), Ikterik (-), Ikterik (-),
perdarahan (-) pendarahan (-) pendarahan
(-)
7. Kornea
- Ukuran Ø 11 mm Ø 11 mm
- Kecembungan N N Lebih
cembung dari
sklera
- Permukaan N N Permukaan
licin
- Uji Flurosensi - - Tidak
dilakukan
- Placido - - Tidak
dilakukan
- Arcus senilis - + +

8. Camera oculi anterior


- Ukuran N N Dbn
- Isi Jernih, fler (-), Jernih, fler (-), Jernih, fler (-
hifema (-), hifema (-), ), hifema (-),
hipopion (-) hipopion (-) hipopion (-)
10.Iris
- Warna Coklat, Rugrae (-) Coklat,Rugrae Coklat
(+) Rugrae (-)
- Bentuk Bulat Bulat Bulat
11. Pupil
- Ukuran Ø 7-8 mm Ø 4 mm Ø berbeda
OD>OS
Normal 3-5
mm
- Bentuk Bulat Bulat Bulat
- Tempat Sentral Sentral Sentral
- Tepi Reguler Reguler Reguler
- Reflek direct - + Reflek Direct
OD (-)
- Reflek indirect - + Reflek
Indirect OD
(-)
12. Lensa
- Ada/tidak Ada Ada Dbn
- Kejernihan Keruh Keruh Keruh

- Letak Luksasi (+) ke Sentral, belakang OD Luksasi


anterior iris (+) ke
anterior

VI. Kesimpulan Pemeriksaan


OD OS

- Visus 0 - Visus 1/300


- TIO N+3, TIO -/>60 mmhg, - Lensa Keruh
konjungtiva palpebra superior
dan inferior hiperemis (+),
konjungtiva bulbi hiperemis (+),
injeksi silier (+), permukaan
kornea keruh difus, COA
dangkal, Iris Coklat Rugrae (-),
pupil mid dilatasi, RCL (-),
RCTL (-)
Lensa keruh, Letak Lensa
Luksasi (+) ke anterior
Hasil pemeriksaan hari ke 1 setelah terapi

OD OS

- Visus 0 - Visus >3/6


- TIO N+3, TIO dengan - Kornea jernih.
tonometri tidak di periksa, - Mata tenang
konjungtiva palpebra superior
dan inferior hiperemis (+),
konjungtiva bulbi hiperemis
(+), injeksi silier (+),
permukaan kornea jernih,
COA dalam, Iris Coklat
Rugrae (+) terdapat lubang
tambahan diiris, bubble COA
(+),
- RCL (-), RCTL (-) lensa (-)

VII. Diagnosis
Diagnosis banding
OS : Katarak matur
Katarak immatur
Subluksasi lensa
Dislokasi lensa

Diagnosis kerja
OD : Glaukoma Sekunder ec Luksasi Lensa ke COA
OS : Katarak Matur
VIII. Terapi
Inf. Asering 20 tpm
Inf. Manitol 150 cc
Inf. Manitol 75 cc Pre OP
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Cendo Xitrol 6 x OD
Timolol 2 x ODS
rencana operasi ekstraksi lensa OD dan ekstraksi katarak OS (28/10) dengan GA
konsul Penyakit dalam
Konsul Anestesi
Cek lab.
IX. Prognosis
ad Visum : dubia ad bonam
ad Sanam : dubia ad malam
ad Vitam : bonam
ad Comesticam : dubia ad bonam
MASALAH YANG DIKAJI
1. Bagaimana penegakan diagnosis glaukoma sekunder pada pasien ini?
2. Bagaimana tatalksana yang sesuai pada penegakan diagnosis sekunder?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Aquous Humor
Aquous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi bilik
anterior sebanyak 250 μL serta bilik posterior sebanyak 60 μL (Solomon, 2002).
Aquous humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino)
kepada jaringan-jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan
trabecular meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan
asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah
penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga
integritas struktur mata. Aquous humor juga menjadi media transmisi
cahaya ke jaras penglihatan (Cibis et al, 2007-2008).
Produksi aquous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif,
ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen
memegang peranan penting dalam produksi aquous humor dan melibatkan
Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut
air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan
dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi
adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui
perbedaan gradien elektron (Simmons et al, 2007-2008).
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama,
yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran
nonkonvensional/uveoscleral outflow. Trabecular outflow merupakan aliran
utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total. Aquous humor mengalir dari
bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke vena
episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini
memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular (Solomon, 2002).
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-
10% dari total. Aquous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan
rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem
aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan (Solomon, 2002).
Gambar 2.2 Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan).
Sumber : Goel et al, 2010.

B. Glaukoma
1. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau
kebiruan yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan pertama yang irreversibel. Glaukoma
adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan tekanan
intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus
optikus.

Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama


tekanan intraokuler yang tinggi dengan segala akibatnya yaitu, penggaungan dan
atrofi papil saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. Di dalam bola
mata (intraokular) terdapat cairan bola mata atau humor akuos yang setiap saat
mengalir dari tempat pembuatannya sampai berakhir disaluran keluar. Bila
dalam pengalirannya mengalami hambatan, maka akan terjadi peningkatan
tekanan bola mata sehingga menganggu saraf penglihatan dan terjadi kerusakan
lapang pandang mulai ringan sampai berat sesuai tinggi dan lamanya tekanan
tersebut mengenai saraf mata.

2. Etiologi & Faktor Resiko

Etiologi glaukoma belum diketahui secara pasti namun terdapat faktor risiko
yang berhubungan dengan glaukoma. Beberapa faktor lain yang
meningkatkan risiko terjadinya glaucoma :
1. Usia. Usia merupakan faktor risiko terbesar dalam perkembangan
munculnya glaukoma. Setiap orang dengan usia di atas 60 th sangat
beresiko untuk menderita glaukoma, dimana pada usia ini resiko akan
meningkat hingga 6 kali lipat.
2. Ras. Pada ras tertentu, seperti pada orang-orang berkulit hitam resiko
terjadinya glaukoma meningkat sangat segnifikan dibandingkan dengan
ras yang lain. Alasan perbedaan ini belum dapat dijelaskan. Pada orang-
orang asia cenderung untuk menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan
pada orang ras yang lain justru beresiko untuk terjadi glaukoma meskipun
tekanan intraokuler rendah.
3. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma. Jika seseorang memiliki riwayat
keluarga dengan glaukoma, akan berpotensi untuk menderita glaukoma,
riwayat keluarga meningkatkan resiko 4 hingga 9 kali lipat.
4. Kondisi medis. Diabetes meningkatkan resiko glaukoma, selain itu riwayat
darah tinggi atau penyakit jantung juga berperan dalam meningkatkan
resiko. Faktor risiko lainnya termasuk retinal detasemen, tumor mata dan
radang pada seperti uveitis kronis dan iritis. Beberapa jenis operasi mata
juga dapat memicu glaukoma sekunder.
5. Cedera fisik. Trauma yang parah, seperti menjadi pukulan pada mata,
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan mata. Selain itu cedera juga
dapat menyebabkan terlepasnya lensa, tertutupnya sudut drainase. Selain
itu dapat juga menyebabkan glaukoma sekunder sudut terbuka. Glaukoma
jenis ini dapat terjadi segera setelah terjadinya trauma atau satu tahun
kemudian. Cedera tumpul seperti mata memar atau cedera tumbus pada
mata dapat merusak sistem drainase mata, kerusakan pada sistem drainase
ini yang seringkali memicu terjadinya glaukoma. Cedera paling umum
yang menyebabkan trauma pada mata adalah aktivitas yang berhubungan
dengan olahraga seperti baseball atau tinju.
6. Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. Resiko terjadinya
glaukoma meningkat pada penggunaan kortikosteroid dalam periode
waktu yang lama.
7. Kelainan pada Mata, Kelainan struktural mata dapat menjadi penyebab
terjadinya glaukoma sekunder, sebagai contoh, pigmentary glaukoma.
Pigmentary glaukoma adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh
pigmen granule yang di lepaskan dari bagian belakang iris, granule-
granule ini dapat memblokir trabecular meshwork.

3. Klasifikasi & Patofisiologi


Klasifikasi glaukoma terdiri dari tiga kelompok besar yaitu
glaukoma kongenital, glaukoma primer dan glaukoma sekunder.
1. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital merupakan gangguan yang ditandai dengan
tekanan intraokular yang tinggi disebabkan oleh abnormalitas saat
perkembangan sudut mata depan, sumbatan pada drainase atau aliran
aquos humor. Angka kejadian terdapat pada 1 : 10.000 kelahiran, 65%
pada laki-laki, 10% kasus memiliki keterkaitan genetik dan sebanyak 75%
kasus mengenai kedua mata (bilateral) tapi bersifat asimetris. Pada
beberapa kasus, glaukoma sekunder dapat muncul setelah beberapa tahun
kehidupan.4 Terdiri dari glaukoma kongenital primer atau infantil (
buftalmos, hidroftalmos ) dan glaukoma yang berhubungan dengan
kelainan kongenital lainnya.3,6 Beberapa keadaan kongenital yang
berkaitan dengan adanya manifestasi glaukoma antara lain1 :
- Glaukoma berpigmen (pigmentary glaucoma )
- Aniridia
- Sindroma Axenfeld
- Sindrom Sturge – Weber
- Sindrom Marfan
- Sindroma Lowe
- Neurofibromatosis
- Mikrokornea dan megalokornea
Glaukoma kongenital merupakan glaukoma yang umumnya
dijumpai pada tahun pertama kehidupan bayi, pada beberapa kasus dapat
dijumpai pada usia dua tahun atau setelah beberapa tahun kehidupan. TIO
yang tinggi disebabkan oleh perkembangan abnormal sudut bilik mata
depan dan tidak berhubungan dengan gangguan mata lain. Berdasarkan
usia saat onset pertama pada glaukoma kongenital, maka dibagi atas : 4
1. True congenital glaucoma. Tekanan intra okuler meningkat saat masa
intrauterin dan bayi lahir dengan pembesaran bola mata. Persentase kasus
sekitar 40%.
2. Glaukoma infantil, saat gejala muncul pada usia maksimal 3 tahun.
Kejadian sekitar 50%. Pembesaran bola mata disebut juga buphtalmos
(bull-like eyes).

3. Juvenile glaukoma, pada 10% kasus dimana peningkatan tekanan


intraokular muncul pada kisaran usia 3-16 tahun.
Gambaran patologis timbul karena terhentinya pertumbuhan sudut
pada saat janin berusia tujuh bulan. Gejala paling awal yang dijumpai
berupa epifora, dapat juga dijumpai photofobia. Manifestasi klinis dapat
berupa photophobia, blepharospasm, lakrimasi dan eye rubbing yang
muncul bersamaan, disebabkan oleh adanya iritasi pada saraf kornea yang
Gl. Sudut tertutup Gl.sudut terbuka Gl.infantil
Serangan Dekade ke 5 Dekade ke 6 Bayi
Tipe Emosional Arteriosklerotik Laki-laki
penderita >perempuan
B.M.D Dangkal Normal Dalam sekali
Halo + serangan - -
Papil Ekstravasi papil bila + dini Dalam sekali
lanjut
Tekanan Naik bila diprovokasi Variasi diurnal tinggi Tinggi
Pengobatan Dini, iridektomi Obat bila gagal, filtr Goniotomi
Prognosis Dini, baik Sedang/buruk buruk
disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular. Gejala utama berupa
peningkatan tekanan intraokular. Gejala lain yang dapat dijumpai berupa
pertambahan garis tengah kornea (> 11,5 mm), sembab epitel, robek
membran descement, menempelnya iris kedepan pada trabekel dan bukan
pada badan siliar, sembab dan kekeruhan stroma kornea serta penambahan
kedalaman bilik mata depan. Pengobatan yang menjadi pilihan berupa
goniotomi.1 Berikut merupakan perbedaan menurut Martin Doyle antara
glaukoma infantil, glaukoma sudut tertutup dan glaukoma simpleks/sudut
terbuka.
2. Glaukoma primer
Terdiri dari glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks) dan
glaukoma sudut sempit/tertutup (acute congestive glaucoma). Etiologi
glaukoma primer tidak pasti dimana tidak dijumpai kelainan yang dapat
menjadi penyebab glaukoma. Glaukoma primer dapat dijumpai pada orang
yang telah mempunyai bakat bawaan glaukoma :
- Dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata atau susunan
anatomis bilik mata yang menyempit.
- Dapat disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik mata depan
(goniodisgenesis), berupa trabekulodisgenesis, iridodisgenesis dan
korneodisgenesis.
Pada glaukoma primer bersifat bilateral, tidak selalu simetris dengan sudut
bilik mata terbuka atau tertutup.

- Glaukoma sudut tertutup, hanya dapat terjadi pada mata yang sudut bilik
mata depan memang sudah sempit dari pembawaannya atau terdapat faktor
predisposisi berupa antara lain BMD dangkal akibat lensa dekat dengan
iris sehingga terjadi hambatan aliran aquos humor dari bilik mata belakang
ke BMD (hambatan pupil/pupillary block) sehingga dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan bilik mata belakang. Menyebabkan iris menutupi
jaringan trabekulum,aquos humor sukar atau tidak dapat disalurkan keluar.
Sebelum serangan dapat terjadi gejala prodromal walaupun jarang
dikeluhkan pasien berupa mata kabur sebentar pada salah satu mata,
adanya keluhan melihat warna pelangi (halo) disekitar lampu atau lilin,
nyeri kepala minimal disebelah mata yang terganggu dan adanya nyeri
pada bola mata. Keluhan prodromal sekitar 30 menit sampai dengan 2-3
jam lalu kemudian menghilang. Jika dilakukan pemeriksaan dapat
dijumpai hiperemi perikorneal ringan, kornea agak suran akibat edema,
BMD agak dangkal, pupil sedikit melebar dan tekanan bola mata
meninggi. Setelah gejala prodromal, keluhan bisa hilang atau terjadi
serangan akut. Gejala dapat berkurang setelah pasien tidur, hal ini
disebabkan karena jika tidur akan terjadi miosis sehingga bilik mata depan
terbuka kembali. Jika gejala prodromal hilang, suatu saat dapat muncul
kembali dengan durasi yang lebih lama sehingga pada akhirnya dapat
terjadi serangan glaukoma akut.6
- Glaukoma sudut terbuka, pada glaukoma sudut tertutup disebabkan oleh
jaringan trabekulum yang tertutup iris, sedangkan pada glaukoma sudut
terbuka hambatan yang muncul berasal dari jaringan trabekula. Aquos
humor dapat leluasa mencapai trabekulum ( tanpa hambatan akibat
penyempitan pada jalur) akan tetapi setelah masuk kedalam trabekula,
cairan tersebut akan terbentur celah trabekulum yang sempit sehingga
cairan tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas. Umumnya tidak
menimbulkan gejala atau tanda dari luar, perjalanan penyakit lama dan
progresif dengan merusak papil saraf optik (ekskavasi). Deteksi glaukoma
sudut terbuka dilakukan melaluipemeriksaan tonometry yang rutin.
Pengobatan dilakukan secara teratur dengan pemberian obat golongan
miotik ( pilokarpin 2-4%, Eserin ¼ - 1%)untuk membesarkan pengeluaran
cairan mata, simpatomimetik berupa epinefrin 0,5-2% untuk menghambat
produksi aquos humor, pemberian beta bloker (timolol maleate 0,25 –
0,50% )untuk menghambat produksi aquos humor, dan Carbonic anhidrase
inhibitor (Acetazolamide 250 mg) untuk menghambat produksi aquos
humor. Pemberian obata-obatan dilakukan satu persatu dan jika
dibutuhkan baru dilakukan kombinasi pengobatan. Terapi dengan
pembedahan dilakukan jika pemberian obat-obatan tidak efektif lagi (
tekanan rata – rata > 21 mmHg dan lapang pandang terus mengalami
penurunan).6

3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder dapat diklasifikasikan berdasarkan
peningkatanan tekanan intraokuler (TIO) dan berdasarkan penyebab
primer penyakit.
a. Berdasarkan peningkatan TIO terdiri dari4 :
1. glaukoma sekunder sudut terbuka dimana aliran aquos humor
terhambat oleh membran pretrabekula, sumbatan trabekula,
edema dan scar atau peningkatan tekanan vena episklera.
2. glaukoma sekunder sudut terbuka yang dapat atau tidak
berhubungan dengan sumbatan/block pupil
b. berdasarkan sudut dibagi atas glaukoma sekunder sudut terbuka dan
sudut tertutup.5 Pada glaukoma sudut terbuka dapat dibagi
berdasarkan sumbatan aquos humor yaitu pre trabekula ( sumbatan
oleh membran yang menutupi trabekulum), trabekula ( sumbatan
disebabkan oleh penyumbatan trabekulum) dan post trabekula (
trabekulum normal tapi aliran aquos humor mengalami gangguan
akibat peningkatan tekanan vena episklera )

(A) Pre-trabecular obstruction; (B) trabecular obstruction; (C) angle-


closure with pupillary block; (D) angle-closure without pupillary block
Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup disebabkan oleh
gangguan aliran aquos humor akibat aposisi antara iris perifer dan
trabekulum. Klasifikasi didasarkan oleh ada tidaknya pupillary
block.
c. berdasarkan penyebab penyakit intraokuler lain terdiri dari
:
Glaukoma sekunder dapat disebabkan oleh perubahan di
dalam lensa, kelainan uvea, akibat trauma, pasca tindakan bedah,
pemakaian kortikosteroid topikal dan neovascular glaucoma,
glaukoma akibat peradangan intraokular, pigmentari glaukoma,
glaukoma pada aphakia.1,4,6
- Glaukoma sekunder karena perubahan dalam lensa (
dislokasi lensa, intumesensi lensa dan glaukoma fakolitik). Beberapa
contoh adalah luksasi lensa kedepan atau kebelakang, lensa yang
membengkak karena katarak ataupun trauma, protein lensa yang
menyebabkan uveitis lalu kemudian menyebabkan peningkatan
tekanan bola mata.7 pada pembengkakan lensa, dapat menyebabkan
gejala glaukoma akut, penanganan dilakukan seperti pada
tatalaksana glaukoma akut dan jika gejala mereda maka lensa dapat
dikeluarkan.
Dislokasi lensa, lensa kristalina dapat mengalami dislokasi
akibat trauma atau secara spontan, misalnya pada sindrom Marfan.
Dislokasi dapat terjadi kedepan dengan mendorong iris ke kornea
bagian belakang dan menghambat aliran keluar cairan mata, atau
kebelakang. Dislokasi anterior dapat menimbulkan sumbatan pada
apertura pupil yang menyebabkan iris bombe dan penutupan sudut.
Dislokasi posterior ke dalam vitreus juga berkaitan dengan
glaukoma meskipun mekanismenya belum jelas. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kerusakan sudut pada waktu dislokasi traumatik
atau kerusakan trabekel yang terjadi pada saat cedera. Pada dislokasi
anterior, terapi definitifnya adalah ekstraksi lensa segera setelah
tekanan intraokular terkontrol secara medis. Pada dislokasi
posterior, lensa biasanya dibiarkan dan glaukoma diobati sebagai
glaukoma sudut terbuka primer.1
Intumensi lensa, sejumlah cairan dapat meresap ke dalam
lensa saat proses pembentukan katarak sehingga lensa membengkak
atau terjadi perubahan ukuran lensa secara bermakna. Dengan
membengkaknya lensa dapat menyebabkan penyempitan bilik mata
depan sehingga menimbulkan sumbatan pupil, pendesakan sudut
dengan akibat terjadinya glaukoma sudut tertutup. Tindakan yang
dapat dilakukan dengan ekstraksi lensa segera setelah tekanan
intraokular terkontrol secara medis.1
Glaukoma fakolitik, pada proses terjadinya katarak, korteks
lensa bisa mencair dan merembes keluar melalui kapsul lensa,
adanya produk protein dari lensa dapat menyebabkan reaksi radang
didalam mata. Akan terjadi uveitis dengan akibat debris protein dan
sel-sel radang tersangkut dalam sistem saluran keluar membendung
aliran cairan mata, dapat juga berkaitan dengan sembab trabekel.
Menyebabkan kemampuan pengaliran cairan mata keluar menajdi
berkurang. Tindakan yang dapat dilakukan dengan ekstraksi lensa.

- Glaukoma sekunder karena kelainan uvea. Dapat


disebabkan oleh terbentuknya perlekatan iris bagian perifer (sinekia)
dan eksudatnya yang menutupi celah-celah trabekulum sehingga
aliran keluar atau outflow aquos humor terhambat.7 Pada uveitis,
tekanan intraokuler sering dibawah normal, karena berkurangnya
fungsi badan siliar yang meradang sehingga tidak mensekresi unsur
yang memberikan perbedaan tekanan osmotik antara cairan mata
dan plasma. Terjadi sembab trabekel, sembab badan siliar dan iris
sehingga mengurangi kemampuan pengaliran cairan mata keluar.
Bila tidak ada perbedaan osmotik antara darah dan cairan mata maka
tekanan tidak akan naik. Akan tetapi bila badan siliar mulai
menrsekresi cairan mata maka tekanan akan naik mendadak kecuali
bila terjadi perbaikan serentak sehingga saluran-saluran pengalir
keluar menjadi terbuka. Pada iridosiklitis yang berlangsung lama
atau serangan yang terjadi berulang-ulang menyebabkan sinekia
anterior (perlekatan antara iris dan kornea) menetap. Jika reaksi
radang mereda, dapat dilkukan pemberian miotik atau bedah filtrasi
untuk mengatasi tekanan intraokular1 Dapat pula terjadi peningkatan
tekanan intraokular melalui beberapa mekanisme yang berlainan.
Anyaman trabekular dapat tersumbat oleh sel-sel radang dari bilik
mata depan, disertai edema sekunder, atau kadang-kadang dapat
terlibat dalam proses peradangan yang secara spesifik mengenai sel-
sel trabekular (trabekulitis). Salah satu penyebab meningkatnya
tekanan intraokular pada individu dengan uveitis adalah penggunaan
steroid topikal. Uveitis kronik atau rekuren menyebakan gangguan
fungsi trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer, dan
kadang-kadang neovaskularisasi sudut; semua kelainan tersebut
meningkatkan kemungkinan glaukoma sekunder. Seklusio pupilae
akibat sinekia posterior 360 derajat menimbulkan iris bombe dan
glaukoma sudut tertutup akut. Sindrom-sindrom uveitis yang
cenderung berkaitan dengan glaukoma sekunder adalah seklitis
heterokromik Fuchs, uveitis anterior akut terkait-HLA-B27, dan
uveitis akibat herpes zoster dan herpes simpleks. Terapi terutama
ditujukan untuk mengontrol uveitis disertai pemberian terapi
glaukoma sesuai keperluan; miotik dihindari karena dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya sinekia posterior.
Latanoprost mungkin juga harus dihentikan karena dilaporkan
menimbulkan eksaserbasi dan reaktivitasi uveitis. Terapi jangka
panjang, diantaranya tindakan bedah, sering diperlukan karena
kerusakan anyaman trabekular bersifat ireversibel. Penutupan sudut
akut akibat seklusi pupil dapat dipulihkan dengan midriasis intensif,
tetapi sering memerlukan iridotomi perifer dengan laser atau
iridektomi bedah. Setiap uveitis dengan kecenderungan
pembentukan sinekia posterior harus diterapi dengan midriatik
selama uveitisnya aktif untuk mengurangi resiko seklusi pupil.1
- Pembengkakan Corpus Ciliare, rotasi corpus ciliare
ke depan, menyebabkan pergeseran diafragma iris-lensa ke anterior
dan glaukoma sudut tertutup sekunder, rotasi ini juga dapat terjadi
akibat bedah vitreoretina atau krioterapi retina, pada uveitis
posterior, dan pada terapi topiramate.
- Glaukoma sekunder karena cedera, benturan atau
luka tembus pada bola mata dapat menyebabkan robekan iris atau
badan siliar yang menyebabkan perdarahan masif ke dalam bilik
mata depan. Tekanan intraokular meninggi dan pecahan darah
maupun gumpalan darah menyumbat mekanisme pengaliran cairan
mata keluar.
- Glaukoma sekunder pasca bedah
Pasca bedah katarak, pinggiran luka mungkin kurang baik
penyembuhannya sehingga epitelnya tumbuh kedalam bilik mata
depan yang akhirnya melapisi dinding-dinding bilik mata depan,
menghambat aliran keluar cairan mata. Jika hal ini terjadi, dapat
dilakukan pengelupasan epitel yang baru saja terbentuk pada
dinding-dinding sudut.
- Glaukoma sekunder karena pemakaian
kortikosteroid ( topikal, periokular ataupun intraocular).

4. Penegakan Diagnosis
Diagnosis glaukoma ditegakkan berdasarkan anamnesis, faktor risiko yang mendukung,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis

Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan glaukoma

umumnya berupa gangguan penglihatan, mata sakit, mata merah.5Kehilangan

penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari

penderita, samapai kelainan sudah lanjut yaitu hilangnya penglihatan sentral.

Kadang-kadang pada beberapa penderita mungkin sudah mengeluh adanya

skotoma-skotoma di daerah Bjerrum (parasentral pada lapang pandangnya).

Tetapi umumnya gangguan penglihatan baru dirasakan bila sudah ada

kekeruhan media atau kelainan makula.5


Gangguan penglihatan subjektif pada penderita glaukoma paling

sering disebabkan oleh edema kornea akibat peninggian TIO yang

cepat.Gangguan penglihatan yang lain adalah haloglaukomatosa yaitu

penderita melihat lingkaran-lingkaran pelangi disekitar bola lampu. Keadaan

ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus

lensa. Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada

waktu membaca dekat dan kehilangan penglihatan untuk beberapa saat

(transient blackout) dapat disebabkan keadaan glaukoma.5

Rasa sakit pada penderita glaucoma mempunyai derajat yang berbeda-

beda. Sakit ini terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata

dengan atau tanpa sakit kepala. Mata merah terutama akibat injeksi siliar

yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering disertai mual muntah.8

Riwayat-riwayat penyakit mata penderita hendaknya dicatat seperti

trauma, operasi-operasi mata, penyakit retina, pemakaian obat-obatan,

steroid, penyakit-penyakit sistemik seperti kelainan kardiovaskular, penyakit

endokrin seperti DM, kelainan tekanan darah.5

2) Pemeriksaan Fisik
a. Visus
Ketajaman penglihatan dapat normal atau menurun secara progresif
tetapi terjadi penurunan ketajaman penglihatan mendadak pada glaukoma
akut. Pemeriksaan visus dapat dilakukan menggunakan bagan Snellen. Pada
glaukoma sudut tertutup kondisi akut, edema kornea dapat terjadi sehingga
tajam penglihatan tidak membaik walaupun sudah menggunakan pinhole.

b. Pemeriksaan Tekanan Bola Mata


Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan alat yang
dinamakan tonometer. Pemeriksaan tekanan yang dilakukan dengan
tonometer pada bola mata dinamakan tonometri. Tindakan ini dapat
dilakukan oleh dokter umum dan dokter spesialis lainnya. Pengukuran
tekanan bola mata sebaiknya dilakukan pada setiap orang berusia di atas
20 tahun pada saat pemeriksaan fisik medic secara umum. Dikenal
beberapa alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz dan tonometer
aplanasi Goldman.

- Tonometri Palpasi Gambar 2.6


Tonometri Palpasi Pemeriksaan ini adalah untuk
menentukan tekanan bola mata dengan cepat yaitu dengan memakai
ujung jari pemeriksa tanpa memakai alat khusus. Dengan menekan
bola mata dengan jari pemeriksa diperkirakan besarnya tekanan di
dalam bola mata. Pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
 Penderita disuruh melihat ke bawah
 Kedua telunjuk pemeriksa diletakka pada kulit kelopak
tarsus atas penderita
 Jari-jari lain bersandar pada dahi penderita
 Satu telunjuk mengimbangi tekanan sedangkan telunjuk
lain menekan bola mata.

Penilaian dilakukan dengan pengalaman sebelumnya yang


dapat menyatakan tekanan mata N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-
3 yang menyatakan lebih tinggi atau lebih rendah dari pada normal.
Cara ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat
dipakai atau dinilai seperti pada sikatrik kornea, kornea irregular dan
infeksi kornea. Cara pemeriksaan ini memerlukan pengalaman
pemeriksaan karena terdapat faktor subyektif

- Tonometri Schiotz

Gambar 2.6 Tonometri Schiotz


Tonometri Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana.
Pengukuran bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan
teknik melihat daya tekan alat pada kornea karena itu dinamakan
juga tonometry indentasi Schiotz. Dengan tonometer Schiotz
dilakukan indentasi penekanan terhadap kornea.
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien ditidurkan dengan
posisi horizontal dan mata ditetesi dengan obat anestesi topical atau
pantokain 0,5%. Penderita diminta melihat lurus ke jari jempol yang
diacungkan ke atas. Pemeriksa berdiri di sebelan kanan penderita.

Kelopak mata dibuka lebar dengan bantuan jari pemeriksa


dan perlahan tonometer diletakkan di atas kornea. Tonometer
Schiotz kemudian diletakkan di atas permukaan kornea, sedangkan
mata yang lainnya berfiksasi pada satu titik. Jarum tonometer akan
menunjuk pada suatu angka di atas skala. Iap angka pada skalai
disediakan pada tiap tonometer. Apabila dengan beban 5,5gr
(standar) terbaca angka 3 atau kurang, perlu diambil beban 7,5 atau
10 gr. Untuk tiap beban memiliki kolom tabel tersendiri
- Tonometer aplanasi

Gambar 2.7 Tonometer aplanasi


Cara mengukur tekanan intraocular yang lebih canggih dan
lebih dapat dipercaya dan cermat bisa dikerjakan dengan Goldman
atau dengan tonometer tentengan Draeger. Pasien duduk di depan
slit lamp. Pemeriksa hanya memerlukan waktu beberapa detik
setelah diberi anastesi. Yang diukur adalah gaya yang diperlukan
untuk menampakkan daerah kornea yang sempit.

Setelah mata ditetesi anastesi dan flouresein, prisma


tonometer aplanasi di letakkan pada kornea. Mikrometer disetting
untuk menaikkan tekanan pada mata sehingga gambar sepasang
setengah lingkaran simeteris berpendar karena flouresein tersebut.
Ini menunjukkan bahwa di semua bagian kornea yang
bersinggungan dengan alat ini sudah teraplanasi. Dengan melihat
melalui mikroskop slit lamp dan dengan memutar tombol, ujung
dalam kedua setengah lingkaran berpendar tersebut diatur agar
bertemu yang menunjukkan besarnya tekanan intraocular. Hasil
pemeriksaan dapat dibaca langsung dari skala micrometer dalam
mmHg.

c. Gonioskopi
Gambar 2.8 Pemeriksaan Gonioskopi

Pemeriksaan gonioskoi adalah tindakan untuk melihat


pertemuan iris dengan kornea disudut bilik mata digunakan
goniolens dengan suatu sistem prisma dan penyinaran yang dapat
menunjukkan keadaan sudut bilik mata. Gonioskopi adalah suatu
cara untuk melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata,
juga untuk melihat hal- hal yang terdapat pada sudut bilik mata
seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi
glaukoma penderita apakah glaukoma terbuka atau glaukoma sudut
tertutup dan dapat menerangkan penyebab suatu glaukoma
sekunder.

Dapat dinilai besar atau terbukanya sudut :


i. Derajat 0, bila tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak,
kornea dengan iris, disebut sudut tertutup
ii. Derajat 1, bila tidakterlihat ½ bagian trabekulum sebelah belakang,
dan garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit. Sudut
sangat smpit sangat mungkin menjadi sudut tertutup.
iii. Derajat 2, bila sebagian kanal Schlemm terlihat disebut sudut sempit
sedang kelainan ini mempunyai kemampuan untuk tertutup.
iv. Derajat 3, bila bagian belakang kanal Schlemm masih terlihat
termasuk scleral spur, disebut sudut terbuka. Pada keadaan ini tidak
akan terjadi sudut tertutup
v. Derajat 4, bila badan siliar terlihat, disebut sudut terbuka

Gambar 2.9 Skala penilaian gonioskopi


d. Oftalmoskopi
Oftalmoskopi adalah pemeriksaan ke mata bagian dalam
dengan memakai alat yang disebut oftalmoskop. Dengan oftalmoskop
dapat dilihat saraf optic di dalam mata dan akan dapat ditentukan
apakah tekanan bola mata telah mengganggu saraf optic. Saraf optic
dapat dilihat secara langsung. Warna serta bentuk dari mangkok saraf
optic pun dapat menggambarkan ada atau tidak ada kerusakan akibat
glaukoma yang sedang diderita.
Kelainan pada pemeriksaan oftalmoskopi dapat dilihat :
i. Kelainan papil saraf optic
 Saraf optic pucat atau atrofi
 Saraf optic bergaung
ii. Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna
hijau
iii. Tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar

b. Slit Lamp

Pemeriksaan slit lamp dapat dilakukan untuk melihat kedalaman sudut dan
menentukan derajat glaukoma menggunakan penilaian Van Herick:

Derajat Rasio ketebalan kornea Risiko Glaukoma Sudut


dengan chamber anterior Tertutup (Estimasi Sudut
bagian periferal dalam Derajat)

4 1:1 atau lebih tinggi Very unlikely (35-40)

3 1:½ Unlikely atau (20-35)

2 1:¼ Possible atau 20

1 1 : kurang dari ¼ Likely atau 10

0 Tidak ada chamber anterior Tertutup atau 0


yang tampak pada slit lamp
Sumber: Openi, 2015.

Mata kanan menunjukan pemeriksaan slit-lamp yang normal. Mata kiri


menunjukan hasil glaukoma dengan chamber yang dangkal.

e. Kampimetri

Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan secara manual, namun juga dapat
menggunakan alat kampimetri Goldmann. Kampimetri dapat mendeteksi
kelainan lapang pandang secara lebih mendetail.

Sumber: Openi, 2012.

Gambar: Gambaran tipe penyempitan lapangan pandang yang dapat terjadi


pada glaukoma pada mata sebelah kiri.
f. Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi terkadang membutuhkan obat dilator pupil, namun


pada glaukoma merupakan kontraindikasi karena dapat berpotensi menutup
sudut sehingga dapat meninggikan tekanan intra okuler. Pada pemeriksaan
funduskopi perhatikan gambaran posterior mata, antara lain:

 Perhatikan serabut saraf di sekitar pusat saraf optikus


 Pusat saraf, disebut juga disk, adalah serabut saraf terbanyak di bagian
posterior mata. Di bagian tengah dari disk yang berwarna lebih gelap,
disebut juga cup. Rasio cup/disk harus menunjukkan gambaran normal
yaitu kurang dari 0.4. Rasio yang besar (lebih dari 0.4) menunjukan
adanya tekanan pada posterior mata sehingga disk tampak membesar
 Apakah ada tanda-tanda penyempitan rim (jarak antara disk dengan cup)
pada daerah superior, inferior, temporal atau nasal
 Tanda perdarahan seperti spinter-like treaks menjadi tanda-tanda
glaukoma aktif

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada Pemeriksaan penunjang umumnya tidak bermanfaat untuk pasien


glaukoma. Foto fundus dapat bermanfaat untuk memantau progresivitas
glaukoma pada pasien.

Anterior segment optical coherence tomography dan ultrasound


biomicroscopy juga dapat bermanfaat untuk visualisasi sudut glaukoma. Walau
demikian, kedua modalitas pemeriksaan ini tidak praktis dan dapat digantikan
dengan penilaian klinis dan penggunaan gonioskopi.

4. Penatalaksanaan
Tatalaksana yang utama pada glaukma adalah dengan menurunkan
tekanan intraokular dari pasien. TIO dapat diturunkan dengan medikamentosa
dan operatif.
a. Medikamentosa yang menurunkan produksi aqueous
1) Beta-adrenergic blocker topikal.
 Timolol maleat 0.25% dan 0.5% ; Betaxolol 0.25% dan 0.5% ;
Levobunolol 0.25% dan 0.5% ; Metipranolol 0.3% ; Carteolol 1%
; obat-obatan dalam bentuk tetes mata yang diberikan dengan
dosis 2 kali sehari
 Timolol maleat 0.1%, 0.25%, dan 0.5% ; dalam bentuk gel 1 kali
sehari pada pagi hari
Kontraindikasi dari penggunaan obat-obatan seperti ini adalah
obstruksi saluran napas seperti asma dan gangguan jantung. Betaxolol,
dengan selektivitas yang lebih besar, jarang memberikan efek samping
pernapasan, tetapi juga kurang efektif dalam mengurangi tekanan
intraokular. Depresi, kebingungan, dan kelelahan dapat terjadi dengan beta-
blocker topikal.
2) Apraclonidine
Apraclonidine merupakan agonis adrenergik yang dapat
menurunkan pembentukan aqueous humor tanpa efek pada aliran keluarnya.
Larutan 0,5% diberikan 3 kali sehari, sedangkan larutan 1% diberikan
sebelum dan sesudah trabekuloplasti dengan laser. Obat ini untuk mencegah
munculnya tekanan intraokular setelah laser trabeculoplasty dan dapat
digunakan gangguan refraksi pada kasus jangka pendek. Apraclonidine
tidak cocok untuk penggunaan jangka panjang karena dapat menimbulkan
tachyphylaxis (hilangnya efek terapi dari waktu ke waktu) dan tingginya
insiden reaksi alergi.1
3) Carbonic anhydrase inhibitors
Sistemik Carbonic anhydrase inhibitors (misalnya acetazolamide),
paling banyak digunakan, namun dichlorphenamide dan methazolamide
hanya digunakan sebagai alternatif pada glaukoma kronis bila terapi
topikal tidak mampu dan pada glaukoma akut ketika tekanan intraokular
sangat tinggi dan perlu dikendalikan secara cepat. Obat ini mampu
menekan produksi aqueous hingga 40-60%. Acetazolamide dapat
diberikan lewat oral dengan dosis 125-250 mg hingga empat kali sehari
atau dapat diberikan lewat intravena dengan dosis 500 mg. Obat ini
memiliki efek samping sistemik utama sehingga tidak dapat digunakan
untuk terapi jangka panjang.1

b. Medikamentosa yang bertujuan untuk meningkatkan aliran keluar dari


aqueous
1) Analog Prostaglandin
Analog prostaglandin dapat berupa
- Bimatoprost 0,003%, latanoprost 0,005%, dan travoprost 0,004%,
masing-masing sekali sehari saat malam hari
- Unoprostone 0,15% dua kali sehari untuk meningkatkan aliran dari
aqueous
Obat-obatan ini sangat efektif untuk bekerja sebagai lini
pertama ataupun sebagai tambahan dengan obat lain. Semua analog
prostaglandin dapat menyebakan efek samping seperti konjungtiva
hiperemis, hiperpigmentasi kulit daerah periorbital, pertumbuhan bulu
mata, dan menyebabkan warna pada iris menjadi semakin gelap
2) Zat parasimpatomimetik
Zat parasimpatomimetik dapat meningkatkan aliran dari
aqueous pada trabecular meshwork melalui kontraksi otot siliaris.
Karbakol 0,75-3% merupakan salah satu obat kolinergik pilihan
kolinergik alternatif. Zat parasimpatomimetik menghasilkan efek
miosis dengan penglihatan yang menjadi remang-remang, terutama
pada pasien dengan katarak. Dapat juga timbul efek samping berupa
ablasi retina adalah kejadian serius tapi jarang.1
3) Epinefrin
Epinefrin 0,25-2% diteteskan sebanyak sekali atau dua kali
sehari, dan dapat meningkatkan aliran dari aqueous yang disertai
dengan penurunan produksi aqueous dalam jumlah kecil. Terdapat
beberapa efek samping ekstraokuler yang dapat timbul, termasuk
timbulnya refleks konjungtiva, deposit dari adrenokrom, konjungtivitis
folikuler, dan timbulnya reaksi alergi.1

c. Menurunkan volume vitreous : Agen hiperosmotik


Agen hiperosmotik berfungsi untuk menarik cairan vitreous sehingga
volume intravitreous menjadi menurun. Penurunan ini mampu mentatalaksana
glaukoma sudut tertutup dan pada malignant glaucoma. Oral gliserin (gliserol),
dapat diberikan dengan dosis 1 ml/kgBB pada larutan 50% dan dicampur dengan
jus jeruk, merupakan agen hiperosmotik yang paling sering digunakan. Selain itu
dapat juga digunakan isosorbide oral ataupun mannitol.1

d. Miotik, midriatik, dan siklopegik


Konstriksi dari pupil merupakan tatalaksana dasar dari glaukoma sudut
tertutup primer, sedangkan dilatasi pupil penting sebagai tatalaksana dari glaukoma
sudut tertutup sekunder karena iris bombe yang disebabkan sinekia posterior.
Pada glaukoma sudut tertutup sekunder yang disebabkan oleh dislokasi dari
lensa bagian anterior, siklopegik (cyclopentolate dan atropin) digunakan untuk
relaksasi dari badan silier dan mempererat badan zonula sehingga lensa agar tidak
jatuh ke belakang.1
e. Terapi pembedahan dan laser
1. Peripheral iridotomy, Iridectomy, dan Iridoplasty
Blok pupil pada glaukoma sudut tertutup paling baik ditatalaksana
dengan membuat saluran langsung antara kamar anterior dan posterior yang
dapat menghilangkan perbedaan tekanan antara keduanya. Iridotomy perifer
dengan menggunakan laser, paling baik dilakukan dengan neodymium (laser
YAG). Pembedahan iridektomi perifer dilakukan jika iridotomi dengan
menggunakan laser YAG tidak efektif. Iridotomi dengan menggunakan laser
YAG merupakan pencegahan bila dilakukan pada pasien dengan glaukama
sudut tertutup yang masih ringan. 1
Dalam beberapa kasus glaukoma akut sudut tertutup dengan kondisi
yang tidak mungkin untuk mengontrol tekanan intraokular dengan obat-
obatan medikamentosa ataupun melalui iridotomi dengan laser YAG tidak
dapat dilakukan, iridoplasti perifer dengan menggunakan laser argon (ALPI)
dapat dilakukan.1
2. Laser trabekuloplasti
Penggunaan laser (biasanya argon) pada
trabekulopasti, berfungsi untuk meningkatkan
fungsi dari trabecular meshwork sehingga aliran
aqueous berjalan dengan lancar. Teknik ini
bermanfaat untuk berbagai bentuk glaukoma sudut
terbuka, dan hasilnya bervariasi tergantung pada
etiologi yang mendasari. Penurunan tekanan
biasanya memungkinkan penurunan dosis dari
obat-obatan yang digunakan dan penundaan terhadap operasi.
Trabekuloplasti dngan laser dapat digunakan sebagai tatalaksana awal
glaukoma sudut terbuka primer.1
3. Drainase dengan pembedahan
Meningkatnya efektivitas dari pengobatan dengan medikamentosa
dan laser telah mengurangi operasi untuk drainase pada glaukoma, namun
operasi ini sebenarnya mampu menghasilkan penurunan tekanan intraokular
yang signifikan.
Trabekulektomi adalah prosedur yang paling umum digunakan untuk
mem-by pass saluran drainase yang normal, yang memungkinkan akses
langsung dari kamar anterior, ke jaringan subkonjungtiva dan orbital.
Komplikasi utama dari prosedur ini adalah fibrosis pada jaringan episkleral,
menyebabkan penutupan jalur drainase yang baru.1
Goniotomi dan trabekulotomi merupakan teknik yang berguna dalam
mengobati glaukoma kongenital primer, di mana terdapat halangan pada
drainase aqueous di trabecular meshwork.1

5. Komplikasi
Glaukoma dapat menyebabkan hilang penglihatan sebagian atau seluruhnya
dimana terjadi Glaukoma Absolut. Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
(sempit atau terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata
memberikan gangguan fungsi lanjut. Kornea terlihat keruh, bilik mata depan dangkal, papil
atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit.Apabila disertai nyeri yang tidak tertahan, dapat dilakukan Cycloryco therapy untuk
mengurangi nyeri. Seringkali enukleasi merupakan tindakan yang paling efektif. Apabila
tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan.

6. Prognosis
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata,
tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah
kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka
akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang pasien datang ke UGD RSUD Tidar Magelang dengan keluhan nyeri
hebat pada mata kanan sejak 2 minggu yang lalu. Keluan di sertai nyeri kepala
hebat seperti dipukul hingga pasien tidak dapat beraktifitas seperti biasa, keluhan
semakin memperberat ketika pasien tidur terlentang, dan berkurang ketika
pasien menunduk hingga membungkuk serta semakin enak bila pasien
meminum obat dari pak mantri. Namun pasien merasa efek obat tersebut hanya
sementara dan kemudian nyeri kembali. mata kanan pasien merah, keluar air
mata terus menerus, dan bau amis. Pasien juga mengeluh demam, mual, muntah,
nafsu makan menurun, dan tidak bisa tidur. Berdasarkan teori yang dibahas
sebelumnya, gejala dan hasil pemeriksaan pada pasien mengarah pada diagnosis
glaukoma sekunder ec luksasi lensa ke anterior. Gejala dan tanda nyeri sekitar
mata kanan dan kepala, mata merah, mual muntah nafsu makan menurun dan
mata berair. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Visus 0, TIO N+3, TIO -/>60
mmhg, konjungtiva palpebra superior dan inferior hiperemis (+), konjungtiva
bulbi hiperemis (+), injeksi silier (+), permukaan kornea keruh difus, COA
dangkal, Iris Coklat Rugrae (-), pupil mid dilatasi, RCL (-), RCTL (-) Lensa
keruh, Letak Lensa Luksasi (+) ke anterior. Untuk terapi pada pasien MRS Inf.
Manitol 150 cc, Inf. Manitol 75 cc, Pre OP, Inj. Ketorolac 3x30 mg, Cendo Xitrol
6 x OD, Timolol 2 x ODS, rencana operasi ekstraksi lensa OD dan ekstraksi
katarak OS (28/10) dengan GA.
BAB IV
KESIMPULAN

Pasien Ny. T terdiagnosis OD Glaukoma sekunder ec luksasi lensa ke naterior OS


Katarak matur. sesuai dengan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan visus dan
telah dilakukan pemberian terapi kepada pasien.
Pasien mendapat pengobatan Inf. Manitol 150 cc, Inf. Manitol 75 cc, Pre OP, Inj.
Ketorolac 3x30 mg, Cendo Xitrol 6 x OD, Timolol 2 x ODS, rencana operasi ekstraksi
lensa OD dan ekstraksi katarak OS (28/10) dengan GA.
DAFTAR PUSTAKA
1. Millar C, Kaufman PL. Aqueous humor: secretion and dynamics. In:
Tasman W, Jaeger EA, editors. Duane's foundations of clinical
ophthalmology. Philadelphia: Lippincott-Raven; 1995.
2. Haddad A, Laicine EM, de Almeida JC. Origin and renewal of the
intrinsic glycoproteins of the aqueous humor. Graefes Arch Clin Exp
Ophthalmol. 1991; 229(4):371-9.
3. GRANT WM. Further studies on facility of flow through the trabecular
meshwork. AMA Arch Ophthalmol. 1958 Oct; 60(4 Part 1):523-33.
4. Bill A., Svedbergh B. 1972. Scanning electron microscopic studies of the
trabecular meshwork and the canal of Schlemm--an attempt to localize the
main resistance to outflow of aqueous humor in man. Acta
Ophthalmologica 50(3):295-320.
5. Johnson DH. 2005. Trabecular meshwork and uveoscleral outflow models.
Journal of Glaucoma 14(4):308-310.
6. Hollands H, Johnson D, Hollands S, Simel DL, Jinapriya D, Sharma S. Do
findings on routine examination identify patients at risk for primary open-
angle glaucoma? The rational clinical examination systematic review.
JAMA. 2013 May 15; 309(19):2035-42.
7. Nongpiur ME, Ku JY, Aung T. Angle closure glaucoma: a mechanistic
review. Curr Opin Ophthalmol. 2011 Mar; 22(2):96-101.
8. Lee AJ, Rochtchina E, Wang JJ, Healey PR, Mitchell P. Does smoking
affect intraocular pressure. Findings from the Blue Mountains Eye Study?
J Glaucoma. 2003;12:209–212.
9. Kim M, Jeoung JW, Park KH, Oh WH, Choi HJ, Kim DM. Metabolic
syndrome as a risk factor in normal-tension glaucoma. Acta Ophthalmol.
2014;92:e637–e643.
10. Stewart WC, Konstas AG, Nelson LA, Kruft B. Meta-analysis of 24-hour
intraocular pressure studies evaluating the efficacy of glaucoma
medicines. Ophthalmology. 2008 Jul; 115(7):1117-1122.e1
11. Weinreb RN, Kaufman PL. Glaucoma research community and FDA look
to the future, II: NEI/FDA Glaucoma Clinical Trial Design and Endpoints
Symposium: measures of structural change and visual function. Invest
12. Ophthalmol Vis Sci. 2011 Oct 4; 52(11):7842-51.

Anda mungkin juga menyukai