GLAUKOMA SEKUNDER
Diajukan kepada :
Disusun oleh :
Trisna Rohmawati
2018 4010092
2019
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Usia : 75 tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Alamat : Magelang
II. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri mata kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Tidar Magelang dengan keluhan nyeri
hebat pada mata kanan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan di sertai nyeri
kepala hebat seperti dipukul hingga pasien tidak dapat beraktifitas seperti
biasa, keluhan semakin berat ketika pasien tidur terlentang, dan berkurang
ketika pasien menunduk hingga membungkuk. mata kanan pasien merah,
keluar air mata terus menerus, dan berbau amis. Pasien juga mengeluh
demam, mual, muntah, nafsu makan menurun, dan tidak bisa tidur. Setelah 3
hari dari keluhan awal tersebut pasien mendatangkan mantri di sekitar rumah
pasien namun pasien merasa efek obat tersebut hanya sementara dan
kemudian nyeri kembali saat itu tensi pasien 210/100 mmhg dan mendapat
obat captopril, parasetamol, dan anti mual. Satu minggu dari hari pertama
keluhan pasien merasa keluhan tidak berkurang dan mendatangkan mantri
kembali, saat itu menurut pasien tensi pasien 200/90 mmhg, dan pasien
mendapat obat amoxillin dan parasetamol kembali, 5 hari kemudian pasien
masih mengeluh hal yang sama dan membawa ke IGD RSUD Tidar dengan
keluhan yang sama dan di periksa tensi 180/90 mmhg. Pasien mendapat
suntikan dan mendapat obat pulang pasien lupa nama obatnya, dan bila
keluhan tidak membaik pasien di minta datang kembali ke RSUD Tidar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sekitar 10 tahun yang lalu pasien mengeluh mata kanan tiba-tiba gelap
dan tidak bisa melihat. Kemudian sudah dibawa ke RS S. Menurut
keterangan dokter yang berada di rumah sakit tersebut saraf mata kanan
pasien sudah putus dan tidak dapat di perbaiki lagi. Sekitar 7 tahun yang lalu
mata kiri pasien kabur dan seperti ada Kelambu putih namun tidak
mengganggu kesehariannya maka di abaikan oleh pasien.
Riwayat HT : disangkal
Riwayat DM : disangkal
V. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan OD OS Penilaian
1. Sekitar mata Kedudukan alis Kedudukan alis Simetris, scar
(supersilia) baik, scar (-) baik, scar (-) (-)
Kelopak mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Ptosis (-)
spasme (-)
- Lebar rima 13 mm 11 mm Normal 9-13
mm
- Kulit N N Hiperemis (-)
tumor (-)
- Tepi kelopak N N entropion (-)
ekstropion(-)
2. Apparatus Lakrimalis
- Sekitar glandula N N Dakriodenitis
lakrimalis (-)
- Sekitar sacus N N Dakriosistitis
lakrimalis (-)
- Uji flurosensi - - Tidak
dilakukan
- Uji regurgitasi - - Tidak
dilakukan
- Tes Anel - - Tidak
dilakukan
3. Bola Mata
- Pasangan N N Simetris
- Gerakan N N Saraf dan
otot
penggerak
mata normal
- Ukuran N N exophtalmus
(-)
mikroftalmus
(-)
4. TIO
Palpasi N+3 N Tekanan
berbeda, OD
> OS
Tonometri - / >60 mmHg 20,5 mmHg TIO OD
diatas normal
(10-21
mmHg)
5. Konjungtiva
- Palpebra superior Hiperemis (+) Hiperemis (-) Hiperemis
(+)
- Forniks Cekung, dalam Cekung, dalam Cekung,
dalam
- Palpebra inferior Hiperemis (+) Hiperemis (-) Hiperemis
(+),
hordeolum (-
)
- Bulbi Injeksi konjungtiva Injeksi Injeksi
(+), konjungtiva (-) konjungtiva
Injeksi silier (+) (+), Injeksi
silier (+)
6. Sklera Ikterik (-), Ikterik (-), Ikterik (-),
perdarahan (-) pendarahan (-) pendarahan
(-)
7. Kornea
- Ukuran Ø 11 mm Ø 11 mm
- Kecembungan N N Lebih
cembung dari
sklera
- Permukaan N N Permukaan
licin
- Uji Flurosensi - - Tidak
dilakukan
- Placido - - Tidak
dilakukan
- Arcus senilis - + +
OD OS
VII. Diagnosis
Diagnosis banding
OS : Katarak matur
Katarak immatur
Subluksasi lensa
Dislokasi lensa
Diagnosis kerja
OD : Glaukoma Sekunder ec Luksasi Lensa ke COA
OS : Katarak Matur
VIII. Terapi
Inf. Asering 20 tpm
Inf. Manitol 150 cc
Inf. Manitol 75 cc Pre OP
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Cendo Xitrol 6 x OD
Timolol 2 x ODS
rencana operasi ekstraksi lensa OD dan ekstraksi katarak OS (28/10) dengan GA
konsul Penyakit dalam
Konsul Anestesi
Cek lab.
IX. Prognosis
ad Visum : dubia ad bonam
ad Sanam : dubia ad malam
ad Vitam : bonam
ad Comesticam : dubia ad bonam
MASALAH YANG DIKAJI
1. Bagaimana penegakan diagnosis glaukoma sekunder pada pasien ini?
2. Bagaimana tatalksana yang sesuai pada penegakan diagnosis sekunder?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Aquous Humor
Aquous humor diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi bilik
anterior sebanyak 250 μL serta bilik posterior sebanyak 60 μL (Solomon, 2002).
Aquous humor berfungsi memberikan nutrisi (berupa glukosa dan asam amino)
kepada jaringan-jaringan mata di segmen anterior, seperti lensa, kornea dan
trabecular meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat dan
asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak kalah
penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk menjaga
integritas struktur mata. Aquous humor juga menjadi media transmisi
cahaya ke jaras penglihatan (Cibis et al, 2007-2008).
Produksi aquous humor melibatkan beberapa proses, yaitu transport aktif,
ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak berpigmen
memegang peranan penting dalam produksi aquous humor dan melibatkan
Na+/K+-ATPase. Proses ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat larut
air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik. Proses ini berkaitan
dengan pembentukan gradien tekanan di prosesus siliaris. Sedangkan proses difusi
adalah proses yang menyebabkan pertukaran ion melewati membran melalui
perbedaan gradien elektron (Simmons et al, 2007-2008).
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran utama,
yaitu aliran konvensional/ trabecular outflow dan aliran
nonkonvensional/uveoscleral outflow. Trabecular outflow merupakan aliran
utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total. Aquous humor mengalir dari
bilik anterior ke kanalis Schlemm di trabecular meshwork dan menuju ke vena
episklera, yang selanjutnya bermuara pada sinus kavernosus. Sistem pengaliran ini
memerlukan perbedaan tekanan, terutama di jaringan trabekular (Solomon, 2002).
Uveoscleral outflow, merupakan sistem pengaliran utama yang kedua, sekitar 5-
10% dari total. Aquous humor mengalir dari bilik anterior ke muskulus siliaris dan
rongga suprakoroidal lalu ke vena-vena di korpus siliaris, koroid dan sklera. Sistem
aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan tekanan (Solomon, 2002).
Gambar 2.2 Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan).
Sumber : Goel et al, 2010.
B. Glaukoma
1. Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani ”Glaukos” yang berarti hijau
kebiruan yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan pertama yang irreversibel. Glaukoma
adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan tekanan
intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus
optikus.
Etiologi glaukoma belum diketahui secara pasti namun terdapat faktor risiko
yang berhubungan dengan glaukoma. Beberapa faktor lain yang
meningkatkan risiko terjadinya glaucoma :
1. Usia. Usia merupakan faktor risiko terbesar dalam perkembangan
munculnya glaukoma. Setiap orang dengan usia di atas 60 th sangat
beresiko untuk menderita glaukoma, dimana pada usia ini resiko akan
meningkat hingga 6 kali lipat.
2. Ras. Pada ras tertentu, seperti pada orang-orang berkulit hitam resiko
terjadinya glaukoma meningkat sangat segnifikan dibandingkan dengan
ras yang lain. Alasan perbedaan ini belum dapat dijelaskan. Pada orang-
orang asia cenderung untuk menderita glaukoma sudut tertutup, sedangkan
pada orang ras yang lain justru beresiko untuk terjadi glaukoma meskipun
tekanan intraokuler rendah.
3. Riwayat Keluarga dengan Glaukoma. Jika seseorang memiliki riwayat
keluarga dengan glaukoma, akan berpotensi untuk menderita glaukoma,
riwayat keluarga meningkatkan resiko 4 hingga 9 kali lipat.
4. Kondisi medis. Diabetes meningkatkan resiko glaukoma, selain itu riwayat
darah tinggi atau penyakit jantung juga berperan dalam meningkatkan
resiko. Faktor risiko lainnya termasuk retinal detasemen, tumor mata dan
radang pada seperti uveitis kronis dan iritis. Beberapa jenis operasi mata
juga dapat memicu glaukoma sekunder.
5. Cedera fisik. Trauma yang parah, seperti menjadi pukulan pada mata,
dapat mengakibatkan peningkatan tekanan mata. Selain itu cedera juga
dapat menyebabkan terlepasnya lensa, tertutupnya sudut drainase. Selain
itu dapat juga menyebabkan glaukoma sekunder sudut terbuka. Glaukoma
jenis ini dapat terjadi segera setelah terjadinya trauma atau satu tahun
kemudian. Cedera tumpul seperti mata memar atau cedera tumbus pada
mata dapat merusak sistem drainase mata, kerusakan pada sistem drainase
ini yang seringkali memicu terjadinya glaukoma. Cedera paling umum
yang menyebabkan trauma pada mata adalah aktivitas yang berhubungan
dengan olahraga seperti baseball atau tinju.
6. Penggunaan Kortikosteroid Jangka Panjang. Resiko terjadinya
glaukoma meningkat pada penggunaan kortikosteroid dalam periode
waktu yang lama.
7. Kelainan pada Mata, Kelainan struktural mata dapat menjadi penyebab
terjadinya glaukoma sekunder, sebagai contoh, pigmentary glaukoma.
Pigmentary glaukoma adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh
pigmen granule yang di lepaskan dari bagian belakang iris, granule-
granule ini dapat memblokir trabecular meshwork.
- Glaukoma sudut tertutup, hanya dapat terjadi pada mata yang sudut bilik
mata depan memang sudah sempit dari pembawaannya atau terdapat faktor
predisposisi berupa antara lain BMD dangkal akibat lensa dekat dengan
iris sehingga terjadi hambatan aliran aquos humor dari bilik mata belakang
ke BMD (hambatan pupil/pupillary block) sehingga dapat menyebabkan
meningkatnya tekanan bilik mata belakang. Menyebabkan iris menutupi
jaringan trabekulum,aquos humor sukar atau tidak dapat disalurkan keluar.
Sebelum serangan dapat terjadi gejala prodromal walaupun jarang
dikeluhkan pasien berupa mata kabur sebentar pada salah satu mata,
adanya keluhan melihat warna pelangi (halo) disekitar lampu atau lilin,
nyeri kepala minimal disebelah mata yang terganggu dan adanya nyeri
pada bola mata. Keluhan prodromal sekitar 30 menit sampai dengan 2-3
jam lalu kemudian menghilang. Jika dilakukan pemeriksaan dapat
dijumpai hiperemi perikorneal ringan, kornea agak suran akibat edema,
BMD agak dangkal, pupil sedikit melebar dan tekanan bola mata
meninggi. Setelah gejala prodromal, keluhan bisa hilang atau terjadi
serangan akut. Gejala dapat berkurang setelah pasien tidur, hal ini
disebabkan karena jika tidur akan terjadi miosis sehingga bilik mata depan
terbuka kembali. Jika gejala prodromal hilang, suatu saat dapat muncul
kembali dengan durasi yang lebih lama sehingga pada akhirnya dapat
terjadi serangan glaukoma akut.6
- Glaukoma sudut terbuka, pada glaukoma sudut tertutup disebabkan oleh
jaringan trabekulum yang tertutup iris, sedangkan pada glaukoma sudut
terbuka hambatan yang muncul berasal dari jaringan trabekula. Aquos
humor dapat leluasa mencapai trabekulum ( tanpa hambatan akibat
penyempitan pada jalur) akan tetapi setelah masuk kedalam trabekula,
cairan tersebut akan terbentur celah trabekulum yang sempit sehingga
cairan tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas. Umumnya tidak
menimbulkan gejala atau tanda dari luar, perjalanan penyakit lama dan
progresif dengan merusak papil saraf optik (ekskavasi). Deteksi glaukoma
sudut terbuka dilakukan melaluipemeriksaan tonometry yang rutin.
Pengobatan dilakukan secara teratur dengan pemberian obat golongan
miotik ( pilokarpin 2-4%, Eserin ¼ - 1%)untuk membesarkan pengeluaran
cairan mata, simpatomimetik berupa epinefrin 0,5-2% untuk menghambat
produksi aquos humor, pemberian beta bloker (timolol maleate 0,25 –
0,50% )untuk menghambat produksi aquos humor, dan Carbonic anhidrase
inhibitor (Acetazolamide 250 mg) untuk menghambat produksi aquos
humor. Pemberian obata-obatan dilakukan satu persatu dan jika
dibutuhkan baru dilakukan kombinasi pengobatan. Terapi dengan
pembedahan dilakukan jika pemberian obat-obatan tidak efektif lagi (
tekanan rata – rata > 21 mmHg dan lapang pandang terus mengalami
penurunan).6
3. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder dapat diklasifikasikan berdasarkan
peningkatanan tekanan intraokuler (TIO) dan berdasarkan penyebab
primer penyakit.
a. Berdasarkan peningkatan TIO terdiri dari4 :
1. glaukoma sekunder sudut terbuka dimana aliran aquos humor
terhambat oleh membran pretrabekula, sumbatan trabekula,
edema dan scar atau peningkatan tekanan vena episklera.
2. glaukoma sekunder sudut terbuka yang dapat atau tidak
berhubungan dengan sumbatan/block pupil
b. berdasarkan sudut dibagi atas glaukoma sekunder sudut terbuka dan
sudut tertutup.5 Pada glaukoma sudut terbuka dapat dibagi
berdasarkan sumbatan aquos humor yaitu pre trabekula ( sumbatan
oleh membran yang menutupi trabekulum), trabekula ( sumbatan
disebabkan oleh penyumbatan trabekulum) dan post trabekula (
trabekulum normal tapi aliran aquos humor mengalami gangguan
akibat peningkatan tekanan vena episklera )
4. Penegakan Diagnosis
Diagnosis glaukoma ditegakkan berdasarkan anamnesis, faktor risiko yang mendukung,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
penglihatan yng disebabkan oleh atropi serabut saraf optik tidak disadari
ini umumnya disebabkan oleh edema kornea atau sudah ada sklerosis nukleus
lensa. Selain itu astenopia seperti mata cepat lelah, kesulitan akomodasi pada
beda. Sakit ini terdapat disekitar mata, pada alis mata atau didalam bola mata
dengan atau tanpa sakit kepala. Mata merah terutama akibat injeksi siliar
yang terjadi pada peninggian TIO yang cepat, sering disertai mual muntah.8
2) Pemeriksaan Fisik
a. Visus
Ketajaman penglihatan dapat normal atau menurun secara progresif
tetapi terjadi penurunan ketajaman penglihatan mendadak pada glaukoma
akut. Pemeriksaan visus dapat dilakukan menggunakan bagan Snellen. Pada
glaukoma sudut tertutup kondisi akut, edema kornea dapat terjadi sehingga
tajam penglihatan tidak membaik walaupun sudah menggunakan pinhole.
- Tonometri Schiotz
c. Gonioskopi
Gambar 2.8 Pemeriksaan Gonioskopi
b. Slit Lamp
Pemeriksaan slit lamp dapat dilakukan untuk melihat kedalaman sudut dan
menentukan derajat glaukoma menggunakan penilaian Van Herick:
e. Kampimetri
Pemeriksaan lapang pandang dapat dilakukan secara manual, namun juga dapat
menggunakan alat kampimetri Goldmann. Kampimetri dapat mendeteksi
kelainan lapang pandang secara lebih mendetail.
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Penatalaksanaan
Tatalaksana yang utama pada glaukma adalah dengan menurunkan
tekanan intraokular dari pasien. TIO dapat diturunkan dengan medikamentosa
dan operatif.
a. Medikamentosa yang menurunkan produksi aqueous
1) Beta-adrenergic blocker topikal.
Timolol maleat 0.25% dan 0.5% ; Betaxolol 0.25% dan 0.5% ;
Levobunolol 0.25% dan 0.5% ; Metipranolol 0.3% ; Carteolol 1%
; obat-obatan dalam bentuk tetes mata yang diberikan dengan
dosis 2 kali sehari
Timolol maleat 0.1%, 0.25%, dan 0.5% ; dalam bentuk gel 1 kali
sehari pada pagi hari
Kontraindikasi dari penggunaan obat-obatan seperti ini adalah
obstruksi saluran napas seperti asma dan gangguan jantung. Betaxolol,
dengan selektivitas yang lebih besar, jarang memberikan efek samping
pernapasan, tetapi juga kurang efektif dalam mengurangi tekanan
intraokular. Depresi, kebingungan, dan kelelahan dapat terjadi dengan beta-
blocker topikal.
2) Apraclonidine
Apraclonidine merupakan agonis adrenergik yang dapat
menurunkan pembentukan aqueous humor tanpa efek pada aliran keluarnya.
Larutan 0,5% diberikan 3 kali sehari, sedangkan larutan 1% diberikan
sebelum dan sesudah trabekuloplasti dengan laser. Obat ini untuk mencegah
munculnya tekanan intraokular setelah laser trabeculoplasty dan dapat
digunakan gangguan refraksi pada kasus jangka pendek. Apraclonidine
tidak cocok untuk penggunaan jangka panjang karena dapat menimbulkan
tachyphylaxis (hilangnya efek terapi dari waktu ke waktu) dan tingginya
insiden reaksi alergi.1
3) Carbonic anhydrase inhibitors
Sistemik Carbonic anhydrase inhibitors (misalnya acetazolamide),
paling banyak digunakan, namun dichlorphenamide dan methazolamide
hanya digunakan sebagai alternatif pada glaukoma kronis bila terapi
topikal tidak mampu dan pada glaukoma akut ketika tekanan intraokular
sangat tinggi dan perlu dikendalikan secara cepat. Obat ini mampu
menekan produksi aqueous hingga 40-60%. Acetazolamide dapat
diberikan lewat oral dengan dosis 125-250 mg hingga empat kali sehari
atau dapat diberikan lewat intravena dengan dosis 500 mg. Obat ini
memiliki efek samping sistemik utama sehingga tidak dapat digunakan
untuk terapi jangka panjang.1
5. Komplikasi
Glaukoma dapat menyebabkan hilang penglihatan sebagian atau seluruhnya
dimana terjadi Glaukoma Absolut. Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma
(sempit atau terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata
memberikan gangguan fungsi lanjut. Kornea terlihat keruh, bilik mata depan dangkal, papil
atrofi dengan ekskavasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa
sakit.Apabila disertai nyeri yang tidak tertahan, dapat dilakukan Cycloryco therapy untuk
mengurangi nyeri. Seringkali enukleasi merupakan tindakan yang paling efektif. Apabila
tidak disertai nyeri, bola mata dibiarkan.
6. Prognosis
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata,
tablet, operasi laser atau operasi mata. Menurunkan tekanan pada mata dapat mencegah
kerusakan penglihatan lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka
akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan mata.
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien datang ke UGD RSUD Tidar Magelang dengan keluhan nyeri
hebat pada mata kanan sejak 2 minggu yang lalu. Keluan di sertai nyeri kepala
hebat seperti dipukul hingga pasien tidak dapat beraktifitas seperti biasa, keluhan
semakin memperberat ketika pasien tidur terlentang, dan berkurang ketika
pasien menunduk hingga membungkuk serta semakin enak bila pasien
meminum obat dari pak mantri. Namun pasien merasa efek obat tersebut hanya
sementara dan kemudian nyeri kembali. mata kanan pasien merah, keluar air
mata terus menerus, dan bau amis. Pasien juga mengeluh demam, mual, muntah,
nafsu makan menurun, dan tidak bisa tidur. Berdasarkan teori yang dibahas
sebelumnya, gejala dan hasil pemeriksaan pada pasien mengarah pada diagnosis
glaukoma sekunder ec luksasi lensa ke anterior. Gejala dan tanda nyeri sekitar
mata kanan dan kepala, mata merah, mual muntah nafsu makan menurun dan
mata berair. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Visus 0, TIO N+3, TIO -/>60
mmhg, konjungtiva palpebra superior dan inferior hiperemis (+), konjungtiva
bulbi hiperemis (+), injeksi silier (+), permukaan kornea keruh difus, COA
dangkal, Iris Coklat Rugrae (-), pupil mid dilatasi, RCL (-), RCTL (-) Lensa
keruh, Letak Lensa Luksasi (+) ke anterior. Untuk terapi pada pasien MRS Inf.
Manitol 150 cc, Inf. Manitol 75 cc, Pre OP, Inj. Ketorolac 3x30 mg, Cendo Xitrol
6 x OD, Timolol 2 x ODS, rencana operasi ekstraksi lensa OD dan ekstraksi
katarak OS (28/10) dengan GA.
BAB IV
KESIMPULAN