Anda di halaman 1dari 33

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

LAPORAN LENGKAP

FIELDTRIP GEOLOGI DASAR


DAERAH SODOOHA, KECAMATAN KENDARI BARAT, KOTA
KENDARI
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

OLEH :

MUH. RIDWAN PENDI A.


R1C1 180 95

KENDARI
2019
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS HALUOLEO

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

HALAMAN TUJUAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Akademik Untuk Melulusi Mata Kuliah
GEOLOGI DASAR Tingkat Strata Satu (S – 1).
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Jurusan Teknik Geologi, Universitas
Halu Oleo

OLEH :

MUH. RIDWAN PENDI A.


R1C1 18 095

KENDARI

2019
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HALU OLEO
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

LAPORAN LENGKAP

STUDI GEOMORFOLOGI DAERAH PAMANDATI, KECAMATAN LAINEA,


KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROPINSI SULAWESI TENGGARA
Kendari, 26 Desember 2018
Menyetujui :

Asisten Praktikan

FEBIYANTI MUH. RIDWAN PENDI A.


R1C1 16 0 R1C1 18 035

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Geologi Dasar

Masri S.si,. MT
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat allah swt yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan
Field trip Geologi dasar ini.

Dengan selesainya laporan ini tidak lepas dari dorongan berbagai


pihak,oleh karena itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Masri
S.Si.,.MT. Selaku dosen pembimbing mata kuliah Geologi dasar,kemudian kedua
orang tua yang selalu memberikan dorongan dan semangat kepada saya serta para
asisten yang telah memberikan arahan dan koreksi sehingga saya dapat
menyelesaikan laporan ini tepat pada waktu yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih memiliki banyak


kesalahan maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan laporan berikutnya.semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
diri sendiri dan orang lain akhir kata saya ucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak.

Kendari, 08 Januari 2019

MUH. RIDWAN PENDI A.


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..........................................................................................

HALAMAN TUJUAN...........................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................

KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTAR ISI ..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................

1.1. Latar Belakang............................................................................................

1.2. Maksud dan Tujuan...................................................................................

1.3. Manfaat.....................................................................................................

14. Waktu, Lokasi Dan Kesampaian Daerah.................................................

1.5 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................

2.1 Geologi Regional.....................................................................................

2.2 Stratigrafi Regional.................................................................................

2.3 Struktur Geologi.....................................................................................

2.4 Pengertian Geomorfologi....................................................................

2.5 Proses Geomorfologi..........................................................................

2.6. Pelapukan...........................................................................................

2.7 Erosi...................................................................................................
2.8 Klasifikasi Bentangalam.....................................................................

2.9 Bentuk Lahan....................................................................................

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

3.1 Hasil.............................................................................................

3.2 Geologi Lokal Daerah Penelitian...............................................................

BAB IV DISKUSI UMUM...................................................................................

BAB V PENUTUP...............................................................................................

5.1 Kesimpulan................................................................................................

5.2 Saran.........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Tabel
Daftar Foto
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Geologi berasal dari kata geo dan logos. Geo yang berarti bumi dan logos
yang berarti ilmu pengetahuan.
Geologi adalah ilmu pengetahuan bumi mengenai asal, struktur, komposisi
dan sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan) serta proses – proses yang
telah menyebabkan keadaan bumi seperti sekarang ini.
Geologi adalah ilmu yang mempelajari planet bumi, terutama mengenai
materi penyusunya, proses yang terjadi padanya, sejarah planet itu dan bentuk –
bentuk kehidupan sejak bumi terbentuk
Pada mata kuliah Geologi dasar, mahasiswa di harapkan memiliki
pengetahuan akan dasar – dasar seperti, pengenalan mineral, pengenalan jenis –
jenis batuan dan cara mendeskripsinya, pengenalan jenis – jenis peta geologi, dan
pengenalan fosil. Untuk mengaplikasikan ilmu geologi dasar yang telah dipelajari
di lapangan. Untuk itu, pada kesempatan yang lalu, kami telah melakukan fieldtrip
dengan rute Universitas Halu Oleo – Kelurahan Sodooha, Kecamatan Kendari
Barat, karena daerah tersebut dapat di gunakan untuk mempelajar beberapa aspek
geologi.
Kelurahan Sodooha merupakan salah satu kelurahan di daerah Kecamatan
kendari Barat yang memiliki sungai di dalamnya, yang tercipta dari proses geologi
dalam waktu jutaan tahun silam, oleh karena itu diadakanya fieldtrip pada daerah
Kelurahan Sodooha.
1.2. Maksud Dan Tujuan

Maksud di adakannya Fieldtrip Geologi Dasar ini adalah untuk memahami


dan mengetahui aspek-aspek geologi yang terjadi pada daerah penelitian.

Tujuan di adakannya studi geomorfologi ini, yaitu :

1. Mempelajari ilmu berbagai aspek geologi daerah Sodooha, Kecamatan


Kendari Barat, Kota Kendari.
2. Menganalisa berbagai macam bentuk kondisi geologi daerah Sodooha,
Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, diantaranya kondisi litologi,
struktur geologi yang bekerja, kondisi deformasi singkapan, dan .
3. Membuat peta lintasan dan stasiun yang telah di lewati dalam perjalanan
fieldtrip mulai dari stasiun satu hingga stasiun empat.

3.3. Manfaat

Manfaat dari dilakukannya studi geomorfologi ini, yaitu:

1. Manfaaat untuk Mahasiswa :

1. Mengetahu berbagai aspek geologi daerah Sodooha, kecamatan


kendari barat.
2. Mengetahui berbagai macam jenis litologi daerah Sodooha, kecamatan
kendari barat
3. Mengetahui cara membuat peta lintasan
2. Manfaat Untuk Masyarakat Sekitar :
1. Dengan adanya Fieldtrip ini masyarakat sekitar mengetahui akan adanya
potensi yang dimiliki daerah tersebut.

1.4. Waktu, Lokasi Dan Kesampaian Daerah

Studi Geologi dasar di adakan pada tanggal 6 Januari 2019 di desa


Sodooha, kecamatan Kendari barat, Propinsi Sulawesi Tenggara, dengan waktu
keberangkatan pada pukul o7.00 WITA. Dan sampai pada pukul 07.20 WITA.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional

Pulau Sulawesi, yang mempunyai luas sekitar 172.000 km2 (van Bemmelen,
1949), dikelilingi oleh laut yang cukup dalam.Sebagian besar daratannya dibentuk
oleh pegunungan yang ketinggiannya mecapai 3.440 m (gunung Latimojong).
Seperti telah diuraikan sebelumnya, Pulau Sulawesi berbentuk huruf “K” dengan
empat lengan: Lengan Timur memanjang timur laut – barat daya, Lengan Utara
memanjang barat – timur dengan ujung baratnya membelok kearah utara –
selatan, Lengan tenggrara memanjang barat laut – tenggara, dan Lengan Selatan
mebujur utara selatan. Keempat lengan tersebut bertemu pada bagian tengah
Sulawesi.
Sebagian besar Lengan Utara bersambung dengan Lengan Selatan melalui
bagian tengah Sulwesi yang merupakan pegunungan dan dibentuk oleh batuan
gunung api. Di ujung timur Lengan Utara terdapat beberapa gunung api aktif, di
antaranya Gunung Lokon, Gunung Soputan, dan Gunung Sempu. Rangakaian
gunung aktif ini menerus sampai ke Sangihe.Lengan Timur merupakan rangkaian
pegunungan yang dibentuk oleh batuan ofiolit.Pertemuan antara Lengan Timur
dan bagian Tengah Sulawesi disusun oleh batuan malihan, sementara Lengan
Tenggara dibentuk oleh batuan malihan dan batuan ofiolit.
Seperti yang telah di uraikan sebelumnya, pulau Sulawesi dan daerah
sekitarnya merupakan pertemuan tiga lempeng yang aktif bertabrakan.Akibat
tektonik aktif ini, pulau Sulawesi dan daerah sekitarnya dipotong oleh sesar
regional yang masih aktif sampai sekarang.Kenampakan morfologi dikawasan ini
merupakan cerminan system sesar regional yang memotong pulau ini serta batuan
penyusunya bagian tenga Sulawesi,lengan tenggara,dan lengan selatan dipotong
oleh sesar regional yang umumnya berarah timur laut – barat daya. sesar yang
masih aktif sampai sekarang ini umumnya merupakan sesar geser mengiri.
2.1.1 Satuan Morfologi

Berdasarkan relief, ketinggian, batuan penyusun dan stadia wilayah, daerah


Lainea kabupaten Konawe Selatan secara umum dapat dikelompokkan menjadi
tiga satuan, yaitu :

1. Satuan Perbukitan Rendah


Satuan morfologi perbukitan rendah melampar luas di Utara Kendari dan ujung
selatan Lengan Tenggara Sulawesi. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah
dengan morfologi yang bergelombang. Batuan penyusun satuan ini terutama
batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.
2. Satuan Perbukitan Tinggi
Satuan ini terdiuri atas bukit-bukit yang mencapai ketinggian 500 meter DPL
dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sedimen
klastika mesosoikum dan tersier.
3. Satuan Morfologi Pedataran
Satuan morfologi pedataran tersebar cukup luas dan malampar disekitar daerah
Tinanggea, pesisir pantai, Kolono, Roda, Landono, Palangga, Lainea, Konda dan
Ranomeeto. Satuan ini menempati sekitar 25 % dari keseluruhan luas wilayah
Kabupaten Konawe Selatan dengan ketinggian dibawah 75 m dari permukaan air
laut.
Satuan morfologi pedataran dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan
persawahan, pertambangan, perkebunanan dan pemukiman.
2.2 Stratigrafi Regional

Secara regional di daerah penelitian adalah Mandala Sulawesi Timur yang


dicirikan oleh gabungan batuan ultramafik, mafik, dan malihan. Batuan ultra-
mafik terdiri dari peridotit, serpentinit, diorit, wherlit, hazburgit, gabro, basal,
mafik malihan dan magnetit. Batuan malihan ini secara tak selaras ditindih batuan
sedimen klastika, yaitu Formasi Meluhu dan sedirnen karbonat Formasi Laonti.
Keduanya diperkirakan berumur Trias Akhir hingga Jura Awal. Formasi Laonti
terdiri atas batugamping hablur bersisipan filit di bagian bawahnya dan setempat
sisipan kalsilutit rijangan. Formasi Meluhu tersusun dari batusabak, filit dan
kuarsit, setempat sisipan batugamping hablur.
Secara detail daerah penelitian dapat dikelompokkan menjadi satuan satuan
yang terdiri dari batuan tua ke batuan lebih muda, yang antara lain :

2.2.1 Satuan Batupasir Malih


Satuan batuan ini tersebar dibeberapa lokasi di daerah Konawe Selatan yaitu
daerah Boroboro, Wolasi, Kolono dan sekitar Angata. Satuan batupasir malih ini
terdiri dari batupasir termalihkan dengan berbagai variasi, ukuran butir yaitu
serpih hitam, serpih merah, filit, batu sabak dan setempat kwarsit.
Satuan ini telah mengalami tektonik yang sangat kuat dan berulang-ulang.
Hal ini diperlihatkan dengan keadaan sekarang yaitu umumnya terlipat,
terkekarkan, tersesarkan, selain itu hampir seluruh singkapan yang dijumpai
mengalami perombakan yang kuat. Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai, satuan
ini dapat disebandingkan dengan Formasi meluhu berumur Trias - Trias Akhir,
satuan ini memiliki ketebalan tidak kurang dari 1000 m. Beberapa ahli
mengetahui satuan ini disebut sebagai batuan “tak perinci” (Sukamto, 1995)
Metharmorfic roch (Kartadipoetoa, 1993).

2.2.2 Satuan Batugamping Malih


Satuan batugamping malih, tersebar di bagian tenggara dan selatan
Kabupaten Konawe Selatan yaitu di sekitar daerah Moramo, dan Kolono. Satuan
ini didominasi oleh batugamping yang termalihkan, lemah, selain itu satuan ini
juga disusun oleh lempung yang tersilikatkan dan kalsilutit.
Satuan batugamping malih secara umum telah mengami deformasi kuat,
sehingga batuan dari satuan ini umumnya telah tersesarkan dan terkekarkan.
Berdasarkan ciri fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat disebandingkan
dengan Formasi Laonti yang berumur Trias Akhir. Satuan yang memiliki
ketebalan ± 500 m ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan Formasi
Meluhu sebanding dari satuan batupasir malih.

2.2.3 Satuan Ultrabasa


Satuan ultrabasa tersebar dibagian selatan daerah Konawe Selatan yaitu
disekitar daerah Torobulu, Moramo dan Daerah Trans Tinanggea bagian Selatan.
Satuan ini terdiri dari peridotit, dunit, gabro, basal dan serpentinit.
Secara umum satuan ultrabasa ini telah mengalami pelapukan yang kuat,
sehingga soil di sekitar daerah yang tersusun oleh batuan ini sangat tebal. Batuan
ultrabasa ini diperkirakan merupakan batuan tertua dan alas di mandala Sulawesi
Timur dan diduga berumur Kapur Awal.
Satuan ini bersentuhan secara tektonik dengan batuan Mesozoikum dan
Paleogen dan secara tak selaras tertindih oleh batuan sedimen tipe Molasa Neogen
dan Kuarter (T.O Simajuntak dkk, 1993).
2.2.4 Satuan Konglomerat
Satuan ini tersebar pada bagian selatan yaitu di sekitar Tinanggea bagian
selatan, satuan ini terdiri dari konglomerat, batupasir, lempung dan serpih.
Satuan Konglomerat menindih secara tidak selaras satuan batuan yang ada di
bawahnya. Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai, satuan ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Langkowala, plandua, berumur Miosan Akhir
hingga Pliosen, dengan memiliki ketebalan berkisar 450 m.
2.2.5 Satuan Kalkarenit
Satuan ini tersebar di bagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
daerah Lapuko dan Tinanggea. Satuan ini terdiri dari kalkarenit, batugamping,
koral, batupasir dan napal.
Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai, satuan ini dapat disebandingkan
dengan Formasi Emoiko berumur Pliosen. Satuan ini mempunyai ketebalan
berkisar 200 m dengan lingkungan pengendapan laut dangkal hingga transisi.

2.2.6 Satuan Batulempung


Satuan tersebar dibagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
sebelah Selatan Lapuko, yang terdiri dari lempung, napal pasiran dan batupasir.
Satuan ini memiliki hubungan yang saling menjemari dengan satuan kalkarenit.
Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Boipinang, berumur Pliosen. Satuan ini memiliki
ketebalan berkisar 150 m dengan lingkungan pengendapan transisi hingga laut
dangkal.

2.2.7 Satuan Batupasir


Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
daerah Palangga, Tinanggea dan Motaha. Satuan ini terdiri dari batupasir,
konglomerat dan lempung.
Berdasarkan kesamaan fisik yang dijumpai di lapangan, satuan ini dapat
disebandingkan dengan Formasi Alangga, yang berumur Pliosen. Satuan ini
memiliki ketebalan berkisar 250 m dengan lingkungan pengendapan darat hingga
transisi dan menindih secara tak selaras semua batu-batuan yang berada
dibawahnya.

2.2.8 Satuan Batugamping Koral


Satuan ini tersebar dibagian Selatan daerah Konawe Selatan yaitu disekitar
daerah Torobulu. Satuan ini terdiri dari batugamping koral, dan batugamping
pasiran memiliki ketebalan berkisar 100 m. Berdasarkan kesamaan fisik yang
dijumpai di lapangan maka satuan ini dapat disebandingkan dengan Formasi
Buara. Berumur Pliosen hingga Holosen dengan lingkungan pengendapan laut
dangkal. Satuan ini memiliki hubungan yang menjemari dengan satuan batupasir
dan menindih secara tidak selaras satuan batuan yang berada dibawahnya.

2.2.9 Satuan Aluvial


Satuan ini tersebar disekitar aliran sungai besar, pantai dan rawa di daerah
Konawe Selatan. Endapan Aluvial yang ada merupakan endapan sungai, pantai
dan rawa, berupa kerikil, kerakal, pasir, lempung dan Lumpur. Endapan alluvial
merupakan satuan batuan penyusun yang paling muda dan menindih secara tidak
selaras seluruh batuan yang berada dibawahnya berumur Resen dengan ketebalan
tidak lebih dari 20 meter.
2.3 Struktur Geologi
Daerah ini tidak dapat dipisahkan dengan proses tektonik yang telah dan
mungkin masih berlangsung di daerah ini, dimana diperlihatkan oleh kondisi
batuan terutama oleh batuan yang berumur Pra tersier yang umumnya telah
mengalami perlipatan dan perombakan yang cukup kuat dan berulang-ulang.
Struktur Geologi yang dijumpai di daerah Konawe Selatan, meliputi lipatan,
kekar dan sesar. Lipatan dapat dijumpai dibeberapa tempat dimana batupasir
malih tersingkap, namun sangat sulit untuk menentukan arah sumbu lipatannya
karena telah terombakkan.
Kekar dijumpai hampir seluruh satuan batuan penyusun daerah ini, kecuali
alluvium dan batuan kelompok batuan Molasa yang tidak terkonsolidasi dengan
baik. Sesar utama yang terjadi di daerah ini dapat dijumpai di daerah Kolono,
yang mana sesar Kolono ini hampir memotong seluruh batuan kecuali Aluvial.
Struktur geologi yang terbentuk di daerah ini berarah relatif baratlaut-tenggara
yang merupakan pengaruh dari aktivitas sesar Palu Koro dan pertumbuhan jalur
tektonik Palu Mekongga.
2.4 Pengertian Geomorfologi
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan
bumi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi
biasanya diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam. Mula-mula orang memakai
kata fisiografi untuk ilmu yang mempelajari tetang ilmu bumi ini, hal ini
dibuktikan pada orang-orang di Eropa menyebut fisiografi sebagai ilmu yang
mempelajari rangkuman tentang iklim, meteorologi, oceanografi, dan geografi.
Akan tetapi orang, terutama di Amerika, tidak begitu sependapat untuk memakai
kata ini dalam bidang ilmu yang hanya mempelajari ilmu bumi saja dan lebih erat
hubungannya dengan geologi. Mereka lebih cenderung untuk memakai kata
geomorfologi.

2.5 Proses Geomorfologi


Proses geomorfologi adalah perubahan-perubahan baik secara fisik
maupun kimiawi yang dialami permukaan bumi. Penyebab proses tersebut yaitu
benda-benda alam yang kita kenal dengan nama geomorphic agent, berupa air dan
angin. Keduanya merupakan ad penyebab yang dibantu dengan adanya gaya berat,
dan keseluruhannya bekerja bersama-sama dalam melakukan perubahan terhadap
permukaan muka bumi. Tenaga-tenaga perusak ini dapat kita golongkan dalam
tenaga asal luar (eksogen), yaitu yang datang dari luar atau dari permukaan bumi,
sebagai lawan dari tenaga asal dalam (endogen) yang berasal dari dalam bumi.
Tenaga asal luar pada umumnya bekerja sebagai perusak, sedangkan tenaga asal
dalam sebagai pembentuk.

2.6. Pelapukan
Penyusun kulit bumi yang berupa batuan. pelapukan sangat dipengaruhi
oleh kondisi iklim, temperatur dan komposisi kimia dari mineral-mineral
penyusun batuan. pelapukan dapat melibatkan proses mekanis (pelapukan
mekanis), aktivitas kimiawi (pelapukan kimia), danaktivitas organisme (termasuk
manusia) yang dikenal dengan pelapukan organis. Dalam geomorfologi, denudasi
adalah istilah yang dipakai untuk mengindikasikan lepasnya materialmaterial
melalui proses erosi dan pelapukan yang berakibat pada berkurangnya ketinggian
(elevasi) dan relief dari bentuk lahan dan bentuk bentangalam. proses eksogenik
(kerja air, es, dan angin) merupakan faktor yang mendominasi proses denudasi.
denudasi dapat mengakibatkan lepasnya partikel-partikel yang berbentuk padat
maupun material yang berupa larutan. secara geomorfologi, pelapukan mekanis
maupun kimiawi terjadi dalam hubungannya dengan pembentukan bentangalam.
terdapat 3 (tiga) jenis pelapukan yang kita kenal, yaitu pelapukan mekanis,
pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologis.

1. Pelapukan mekanis

Pelapukan mekanis adalah semua mekanisme yang dapat mengakibatkan


terjadinya proses pelapukan sehingga suatu batuan dapat hancur menjadi beberapa
bagian yang lebih kecil atau partikel-partikel yang lebih halus. mekanisme dari
proses pelapukan mekanis antara lain adalah abrasi, kristalisasi es (pembekuan
air) dalam batuan, perubahan panas secara cepat (thermal fracture), proses hidrasi,
dan eksfoliasi/pengelupasan yang disebabkan pelepasan tekanan pada batuan
karena perubahan tekanan.
2. Pelapukan kimiawi

Pelapukan kimiawi (dikenal juga sebagai proses dekomposisi atau proses


peluruhan) adalah terurai/pecahnya batuan melalui mekanisme kimiawi, seperti
karbonisasi, hidrasi, hidrolisis, oksidasi dan pertukaran ion-ion dalam larutan.
pelapukan kimiawi merubah komposisi mineral mineral dalam batuan menjadi
mineral permukaan seperti mineral lempung. mineral-mineral yang tidak stabil
yang terdapat dalam batuan akan dengan mudah mengalami pelapukan apabila
berada dipermukaan bumi, seperti basalt dan peridotit. Air merupakan agen yang
sangat penting dalam terhadinya proses pelapukan kimia, seperti pengelupasan
cangkang (speriodal weathering) pada batun.

3. Pelapukan organis

Pelapukan organis dikenal juga sebagai pelapukan biologis dan merupakan


istilah yang umum dipakai untuk menjelaskan proses pelapukan biologis yang
terjadi pada penghancuran batuan, termasuk proses penetrasi akar tumbuhan
kedalam batuan dan aktivitas organisme dalam membuat lubang-lubang pada
batuan (bioturbation), termasuk didalamnya aksi dari berbagai jenis asam yang
ada dalam mineral melalui proses leaching. pada hakekatnya pelapukan organis
merupakan perpaduan antara proses pelapukan mekanis dan pelapukan kimiawi.
2.7 Erosi

1. Erosi Berlembar (Sheet Erosion)


Erosi berlembar adalah proses pengikisan air yang terjadi pada permukaan
tanah yang searah dengan bidang permukaan tanah, biasanya terjadi pada lereng-
lereng bukit yang vegetasinya jarang atau gundul.
2. Erosi drainase (ravine erosion)
Erosi drainase adalah proses pengikisan yang disebabkan oleh kerja air
pada permukaan tanah (terrain) yang membentuk saluran-saluran dengan lembah-
lembah salurannya berukuran antara beberapa centimeter hinggga satu meter.
3. Erosi saluran (gully erosion)
Erosi saluran adalah erosi yang disebabkan oleh hasil kerja air pada
permukaan tanah membentuk saluran-saluran dengan ukuran lebar lembahnya
lebih besar 1 (satu) meter hingga beberapa meter
4. Erosi Lembah
Erosi lembah adalah proses dari kerja air pada permukaan tanah (terrain)
yang berbentuk saluran-saluran dengan ukuran lebarnya diatas sepuluh meter.
5. Mass Wasting
Mass wasting pada dasarnya adalah gerakan batuan, regolith, dan tanah
kearah kaki lereng sebagai akibat dari pengaruh gaya berat (gravity) melalui
proses rayapan (creep), luncuran (slides), aliran (flows), rebah (topples), dan
jatuhan (falls). Mass wasting umumnya terjadi di daratan maupun di lautan
terutama di lereng benua. Longsoran merupakan satu contoh yang spektakuler
dari mass wasting. Hasil pelapukan batuan yang berada di puncak puncak bukit
akan tertransport sebagai debris ke arah kaki bukit, sedangkan air sungai bertindak
sebagai ban berjalan yang membawa material hasil pelapukan menjauh dari
sumbernya. Walaupun sepanjang perjalanannya, material hasil pelapukan batuan
yang dibawa oleh air sungai kadang-kadang berhenti untuk sementara waktu,
namun pada akhirnya material tersebut akan diendapkan di tempat terakhir, yaitu
di laut.
6. Sidementasi
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang ditranport
oleh media air, angin, es/gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dari proses pengendapan material-material yang
diangkut oleh air sungai, sedangkan Sand Dunes yang terdapat di gurun-gurun dan
di tepi pantai adalah hasil dari pengendapan materialmaterial yang diangkut oleh
angin.

2.8 Klasifikasi Bentangalam

Sehubungan dengan stadia geomorfologi yang dikenal juga sebagai Siklus


Geomorfik (Geomorphic cycle) yang pada mulanya diajukan Davis dengan istilah
Geomorphic cycle. Siklus dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang
mempunyai gejala yang berlangsung secara terus menerus (kontinyu), dimana
gejala yang pertama sama dengan gejala yang terakhir. Siklus geomorfologi dapat
diartikan sebagai rangkaian gejala geomorfologi yang sifatnya menerus. Misalnya,
suatu bentangalam dikatakan telah mengalami satu siklus geomorfologi apabila
telah melalui tahapan perkembangan mulai tahap muda, dewasa dan tua.
Stadium tua dapat kembali menjadi muda apabila terjadi peremajaan
(rejuvenation) atas suatu bentangalam. Dengan kembali ke stadia muda, maka
berarti bahwa siklus geomorfologi yang kedua mulai berlangsung. Untuk ini
dipakai formula n + 1 cycle, dimana n adalah jumlah siklus yang mendahului dari
satu siklus yang terakhir. Istilah lain yang sering dipakai untuk hal yang sama
dengan siklus geomorfologi adalah siklus erosi (cycle of erosion). Dengan adanya
kemungkinan terjadi beberapa siklus geomorfologi, maka dikenal pula istilah : the
first cycle of erosion, the second cycle of erosion, the third cycle of erosion, etc.
Misalnya suatu plateau yang mencapai tingkat dewasa pada siklus yang kedua,
maka disebut sebagai maturely dissected plateau in the second cycle of erosion.

2.9 Bentuk Lahan


1. Bentuklahan asal struktural
Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses endogen atau
proses tektonik, yang berupa pengangkatan, perlipatan, dan pensesaran. Gaya
(tektonik) ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada awalnya hampir semua
bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh kontrol struktural. Bentuklahan asal
struktural adalah sebagai berikut (Suhendra, 2009).

2. Proses denudasional
Proses denudasional (penelanjangan) merupakan kesatuan dari proses
pelapukan gerakan tanah erosi dan kemudian diakhiri proses pengendapan. Semua
proses pada batuan baik secara fisik maupun kimia dan biologi sehingga batuan
menjadi desintegrasi dan dekomposisi. Batuan yang lapuk menjadi soil yang
berupa fragmen, kemudian oleh aktifitas erosi soil dan abrasi, tersangkut ke
daerah yang lebih landai menuju lereng yang kemudian terendapkan. Pada bentuk
lahan asal denudasional, maka parameter utamanya adalah erosi atau tingkat.
Derajat erosi ditentukan oleh : jenis batuannya, vegetasi, dan relief. Bentuklahan
asal denudasional adalah sebagai berikut (Suhendra, 2009).

3. Bentuklahan asal gunungapi (vulkanik)


Volkanisme adalah berbagai fenomena yang berkaitan dengan gerakan
magma yang bergerak naik ke permukaan bumi. Akibat dari proses ini terjadi
berbagai bentuk lahan yang secara umum disebut bentuk lahan gunungapi atau
vulkanik. Bentuklahan asal gunungapi adalah sebagai berikut (Suhendra, 2009).

4. Bentuklahan asal fluvial


Bentuklahan asal proses fluvial terbentuk akibat aktivitas aliran sungai
yang berupa pengikisan, pengangkutan dan pengendapan (sedimentasi)
membentuk bentukan-bentukan deposisional yang berupa bentangan dataran
aluvial (Fda) dan bentukan lain dengan struktur horisontal, tersusun oleh material
sedimen berbutir halus. Bentuklahan asal fluvial adalah sebagai berikut
(Suhendra, 2009).

5. Bentuklahan asal marin


Aktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-surut, dan
pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine
berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine
dapat mencapai puluhan kilometer ke arah darat, tetapi terkadang hanya beberapa
ratus meter saja. Sejauh mana efektifitas proses abrasi, sedimentasi, dan
pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses
lain yang sering mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa
lalu, berupa gunung api, perubahan muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi
penyusun. Bentuklahan asal marin adalah sebagai berikut (Suhendra, 2009).

6. Bentuklahan asal pelarutan


Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada batuan yang
mudah larut. Karst adalah suatu kawasan yang mempunyai karekteristik relief dan
drainase yang khas, yang disebabkan keterlarutan batuannya yang tinggi. Dengan
demikian Karst tidak selalu pada batu gamping, meskipun hampir semua topografi
karst tersusun oleh batu gamping. Bentuklahan asal pelarutan adalah sebagai
berikut (Suhendra, 2009).

7. Bentuk lahan asal Eolin (angin)


Gerakan udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan berbeda
dari bentukan proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan,
pengangkatan, dan pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin secara
umum dibedakan menjadi gumuk pasir dan endapan debu. Bentuklahan asal eolin
adalah sebagai berikut (Suhendra, 2009).

8. Bentuk Lahan asal glasial


Bentukan ini tidak berkembang di Indonesia yang beriklim tropis ini,
kecuali sedikit di puncak Gunung Jaya Wijaya, Papua. Bentuk lahan asal glasial
dihasilkan oleh aktifitas es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam. Semua
satuan bentuklahan tersebut memiliki karakter yang khas dan mencerminkan ciri
tertentu. Dengan demikian maka, dengan mengenal nama satuan bentuklahan akan
dapat dibayangkan sifat alaminya. Satuan bentuklahan ini sangat penting terutama
dalam konteks kajian lingkungan, baik lingkungan fisik, biotis, maupun kultural
(Suhendra, 2009)..
9. Bentuk Lahan Asal Organik
Yakni suatu bentukan yang terjadi di dalam lingkungan laut oleh aktivitas
organisme endapan batugamping cangkang dengan struktur tegar yang tahan
terhadap pengaruh gelombang laut pada ekosistem bahar
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

A. Peta lintasan

B. Deskripsi stasiun

Stasiun 1

Data Singkapan

Di jumpai singkapan batuan sedimen dengan dimensi panjang 3 meter dan


tinggi 4 meter yang bersifat insitu. Dengan kedudukan N 267° E / 64°, dan
kemiringan N 29° E

Gambar 3.1.A.2

Gambar 3.1.A.1

Data Litologi

Jenis batuan dari singkapan adalah batuan sedimen, dengan warna lapuk
coklat hitam, warna segar abu-abu,memilki tekstur dengan ukuran butir batu pasir
1
kasar ( 1- 2 mm), bentuk butir ronded – subronded , sortasi medium sorted, kemas
tertutup, porositas baik, memiliki komposisi material, fragmen batupasir kasar
1 1 1 1
( 1- 2 mm), matriks batupasir halus – batupasir sangat halus (1- mm ) – ( -
2 2 4

mm ) semen silica,memiliki struktur berlapis ,dengan nama batuan batupasir


kasar.

Data Morfologi

Data morfologi stasiun satu yaitu memiliki relief berbukit bukit sedang ,
dengan tipe morfologi denudasional , memiliki tingkat pelapukan yang sedang ,
tata guna lahan perumahan penduduk, stadia sungai dewasa.

Stasiun 2

Data Singkapan

Dijumpai singkapan batuan sedimen dengan dimensi panjang 3 meter dan


tinggi 4 meter yang bersifat insitu, dengan kedudukan N 235° E / 79°, dan
kemiringan N 50° E.

Gambar 3.1.A.4

Gambar 3.1.A.3

Data Litologi

Jenis batuan dari singkapan adalah batuan sedimen, memiliki warna lapuk
coklat terang, warna segar abu – abu , memiliki tekstur dengan ukuran butir
1 1
batupasir halus ( - mm) , bentuk butir ronded – subronded, sortasi medium
4 8

sorted, kemas tertutup, porositas baik, memiliki komposisi material , dengan


1 1 1 1
fragmen pasir halus ( - mm), matriks batu pasir sangat halus ( - mm),
4 8 8 16

semen lempung ( silica ), memiliki struktur berlapis ,dengan nama batuan


batupasir halus .

Data Geomorfologi

Data morfologi stasiun satu yaitu memiliki relief berbukit bukit sedang ,
dengan tipe morfologi denudasional , memiliki tingkat pelapukan yang sedang ,
tata guna lahan hutan, stadia sungai dewasa.

Data srtuktur

Struktur yang terdapat dalam singkapan adalah struktur perlapisan, dan


kekar.

Stasiun 3

Data Singkapan

Dijumpai berupa singkapan batuan sedimen, dengan dimensi panjang 9,7


m lebar 6,2 m, dengan kedudukan N 90° E / 41°,

Gambar 3.1.A.6 Gambar3.1.A.7

Gambar 3.1.A.5
Data Litologi

Jenis batuan dari singkapan adalah batuan sedimen, memiliki warna lapuk
coklat kemerahan ., warna segar abu – abu , memiliki tekstur dengan ukuran butir
1 1
batupasir sangat halus ( 8 - mm), bentuk butir ronded – subronded, sortasi well
16

sorted, kemas tertutup, porositas baik, memiliki komposisi material , dengan


1 1 1 1
fragmen pasir sangat halus ( - mm), matriks lanau ( - mm), semen
8 16 16 256

lempung ( silica ), memiliki struktur berlapis ,dengan nama batuan batupasir


sangat halus .

Data Geomorfologi

Data morfologi stasiun satu yaitu memiliki relief berbukit bukit sedang ,
dengan tipe morfologi denudasional , memiliki tingkat pelapukan yang sedang ,
tata guna lahan hutan, stadia sungai dewasa.

Data srtuktur

Struktur yang terdapat dalam singkapan adalah struktur perlapisan.

Stasiun 4

Data Singkapan

Dijumpai berupa singkapan batuan sedimen, dengan dimensi panjang 2 m


lebar 3 m, dengan kedudukan N ° E / °,
Gambar 3.1.A.8 Gambar 3.1.A.9

Gambar 3.1.A.7

Data Litologi

Jenis batuan dari singkapan adalah batuan sedimen, memiliki warna lapuk
coklat kemerahan ., warna segar hitam keabu – abuan , memiliki tekstur dengan
1
ukuran lempung ( mm), bentuk butir verry well ronded , sortasi verry well
256

sorted, kemas tertutup, porositas buruk, memiliki komposisi material , dengan


1 1
fragmen lempung ( mm), matriks lempung ( mm), semen lempung ( silica
256 256

), memiliki struktur berlapis ,dengan nama batuan batulempung

. Jenis batuan dari singkapan adalah batuan sedimen, memiliki warna


lapuk coklat kemerahan ., warna segar abu – abu kebiruan , memiliki tekstur
1 1
dengan ukuran butir pasir halus ( - mm), bentuk butir ronded – subronded,
4 8

sortasi well sorted, kemas tertutup, porositas baik, memiliki komposisi material ,
1 1 1 1
dengan fragmen pasir halus ( - mm), matriks pasir sangat halus ( - mm),
4 8 8 16
1 1
semen lanau( - mm) , memiliki struktur berlapis ,dengan nama batuan
16 256

batupasir halus .

Data Geomorfologi
Data morfologi stasiun satu yaitu memiliki relief berbukit bukit sedang ,
dengan tipe morfologi denudasional , memiliki tingkat pelapukan yang sedang ,
tata guna lahan hutan, stadia sungai dewasa.

Data srtuktur

Struktur yang terdapat dalam singkapan adalah struktur perlapisan.


3.2 PEMBAHASAN

Pada Stasiun pertama dijumpai singkapan pada koordinat 3º21’21.3”S


121º21’21.3”E berupa batuan sedimen dengan kedudukan N164ºE/29º, dengan
dimensi singkapan yaitu panjang= 8 M, tinggi= 3 M, serta slope 41º, memiliki
warna segar abu-abu dan warna lapuk coklat, ukuran butir ¼ mm (Skala
Wentworth), bentuk butir yaitu rounded, sortasinya yaitu well sorted, kemas yang
di milikinya tertutup, sehingga porositas dan permeabilitasnya buruk, komposisi
fragmennya yaitu Fragmen pasir sedang, matriks pasir halus, dan semen lempung,
tekstur yang dimiliki pada singkapan ini berupa laminasi, nama batuan batupasir
sedang. Relief sungai ini berupa terjal, tipe morfologi hutan, tingkat pelapukan
antar biologi rendah, dengan soil berupa gambut, tata guna lahan berupa
perumahan, dengan stadia muda. Pada stasiun ini terdapat struktur yaitu struktur
sinklin yang diisi beberapa mineral membentuk vein, diantara vein tersebut
terdapat mineral kuarsa.

Pada Stasiun kedua dijumpai singkapan pada koordinat 3º21’21.3”S


121º21’21.3”E berupa batuan sedimen dengan kedudukan N164ºE/29º, dengan
dimensi singkapan yaitu panjang= 8 M, tinggi= 3 M, serta slope 41º, memiliki
warna segar abu-abu dan warna lapuk coklat, ukuran butir ¼ mm (Skala
Wentworth), bentuk butir yaitu rounded, sortasinya yaitu well sorted, kemas yang
di milikinya tertutup, sehingga porositas dan permeabilitasnya buruk, komposisi
fragmennya yaitu Fragmen pasir sedang, matriks pasir halus, dan semen lempung,
tekstur yang dimiliki pada singkapan ini berupa laminasi, nama batuan batupasir
sedang. Relief sungai ini berupa terjal, tipe morfologi hutan, tingkat pelapukan
antar biologi rendah, dengan soil berupa gambut, tata guna lahan berupa
perumahan, dengan stadia muda. Pada stasiun ini terdapat struktur yaitu struktur
sinklin yang diisi beberapa mineral membentuk vein, diantara vein tersebut
terdapat mineral kuarsa.
Pada Stasiun ketiga dijumpai singkapan pada koordinat 3º21’21.3”S
121º21’21.3”E berupa batuan sedimen dengan kedudukan N164ºE/29º, dengan
dimensi singkapan yaitu panjang= 8 M, tinggi= 3 M, serta slope 41º, memiliki
warna segar abu-abu dan warna lapuk coklat, ukuran butir ¼ mm (Skala
Wentworth), bentuk butir yaitu rounded, sortasinya yaitu well sorted, kemas yang
di milikinya tertutup, sehingga porositas dan permeabilitasnya buruk, komposisi
fragmennya yaitu Fragmen pasir sedang, matriks pasir halus, dan semen lempung,
tekstur yang dimiliki pada singkapan ini berupa laminasi, nama batuan batupasir
sedang. Relief sungai ini berupa terjal, tipe morfologi hutan, tingkat pelapukan
antar biologi rendah, dengan soil berupa gambut, tata guna lahan berupa
perumahan, dengan stadia muda. Pada stasiun ini terdapat struktur yaitu struktur
sinklin yang diisi beberapa mineral membentuk vein, diantara vein tersebut
terdapat mineral kuarsa.

Pada Stasiun keempat dijumpai singkapan pada koordinat 3º21’21.3”S


121º21’21.3”E berupa batuan sedimen dengan kedudukan N164ºE/29º, dengan
dimensi singkapan yaitu panjang= 8 M, tinggi= 3 M, serta slope 41º, memiliki
warna segar abu-abu dan warna lapuk coklat, ukuran butir ¼ mm (Skala
Wentworth), bentuk butir yaitu rounded, sortasinya yaitu well sorted, kemas yang
di milikinya tertutup, sehingga porositas dan permeabilitasnya buruk, komposisi
fragmennya yaitu Fragmen pasir sedang, matriks pasir halus, dan semen lempung,
tekstur yang dimiliki pada singkapan ini berupa laminasi, nama batuan batupasir
sedang. Relief sungai ini berupa terjal, tipe morfologi hutan, tingkat pelapukan
antar biologi rendah, dengan soil berupa gambut, tata guna lahan berupa
perumahan, dengan stadia muda. Pada stasiun ini terdapat struktur yaitu struktur
sinklin yang diisi beberapa mineral membentuk vein, diantara vein tersebut
terdapat mineral kuarsa.
BAB IV

DISKUSI

4.1 Hadirnya Mineralisasi Pirit Di Daerah Fluvial

Dalam lingkup daerah penelitian yang kami kunjungi terdapat singkapan


mineralisasi pirit pada area fluvial,diduga hal ini terjadi karena adanya sesar aktif
yang dicirikan dengan adanya mata air panas,lipatan dan terdapat endapan
trapertin.

Mineralisasi pirit berasal dari endapan mineral logam yang bereaksi


larutan hidrothermal yang mana larutan ini juga sebagai penciri adanya sesar aktif
di wilayah ini.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

Kepada masyarakat derah pamandati terimakasih atas sambutannya yang


sangat hangat kepada kami dan untuk singkapan daerah penelitian yang sering di
kunjungi guna memperdalam studi ilmu kebumian mohon untuk di jaga dan
jangan di rusak.
DAFTAR PUSTAKA

• Agus, W. dkk., 2007. Pengertian Daerah Aliran Sungai.


http//www.pdfsearch.com. Diakses pada tanggal 13 Desember 2016
• Asdak, K.A, 1995. Pengertian dan Konsep Daerah Aliran Sungai.
http//www.pdfsearch.com. Diakses pada tanggal 13 Desember 2016
• Hutabarat, Silver, 2008. Kebijakan Pengelolaan DAS Terpadu.
http//www.blogspot.com. Diakses pada tanggal 13 Desember 2016
• Noordwijk dan Farida, 2004. Teknik Sumber Daya Air. Erlangga : Jakarta.
• Rusmana, E., Sukido, Sukarna, D., Haryono, E., Simandjuntak, T.O.
1993. Keterangan Peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari,
Sulawesi Tenggara, skala 1:250.000. Puslitbang Geologi, Bandung.
• Sukamto, R. 1975. Structural of Sulawesi In The Light of Plate
Tectonic. Dept.of Mineral & Energi, Jakarta 21.
• Surono,2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Badan Geologi,
Kementrian Energi dan Sumber daya Mineral, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai