Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Kandung Kemih Hiperaktif (Overactive Bladder / OAB) didefinisikan


sebagai suatu keadaan urgensi dengan atau tanpa inkontinensia tipe urgensi,
biasanya disertai dengan frekwensi dan nokturia. OAB adalah suatu keadaan
kronik, kondisi debilitating, yang dapat mengenai semua umur, meskipun lebih
banyak terdapat pada usia lanjut.1

Dalam suatu survei pada hampir 17.000 orang yang berusia 40 tahun atau lebih di 6
negara di Eropa sebanyak 16,5% dilaporkan mengalami satu atau lebih dari
urgensi, inkontinensia frekwensi atau inkontinensia urgensi. Di USA dilaporkan
16,9% pada wanita dan 16% pada pria diatas usia 18 tahun mengalami hal tersebut
di atas.2 Studi terakhir di Eropa pada wanita berusia 18 tahun atau lebih 35%
dilaporkan ada pengeluaran urin secara tidak sadar dalam 30 hari terakhir, dimana
20% dilaporkan adanya gejala - gejala inkontinensia urgensi, 37% stress urinary
incontinence (SUI) dan 33% inkontinensia campuran. Gejala – gejala inkontinensia
urgensi dan campuran meningkat seiring dengan peningkatan usia.2
Studi epidemiologi terbaru telah menghasilkan data tentang kejadian OAB
dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup.3 Suatu kelompok studi kasus kontrol pada
919 pasien – pasien diidentifikasikan dari studi prevalensi di Amerika menunjukan
akibat dari inkontinensia pada suatu kondisi spesifik kesehatan berkaitan dengan
kwalitas hidup (HRQL = health related quality of life ) skala untuk OAB (OAB-q).
Gejala yang mengganggu dan skor tidur secara bermakna lebih buruk pada urgensi
dari pada Stress Urinary Incontinentia (SUI) (kedua p < 0,001).4

Di United Kingdom biaya tahunan National Health Service (NHS) untuk


pengobatan gejala – gejala penyimpanan urinari diperkirakan 536 juta
poundsterling, dengan pasien sendiri membayar biaya tambahan 207 juta
poundsterling untuk pampers dan pelayanan lain. Di Amerika biaya tahunan yang
berkaitan dengan OAB di masyarakat berkisar lebih dari 9 miliyar dolar , meliputi
2,9 milyar dolar untuk diagnosis dan terapi, 1,5 milyar dolar untuk perawatan rutin,

1
3,9 milyar dolar untuk akibat kesehatan yang terkait dan 841 milyar dolar untuk
hilangnya produktifitas.5
Pada pedoman terbaru Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN)
memperkirakan kurang dari separuh orang dengan inkontinensia sedang dan berat
mencari pertolongan dari penyedia layanan kesehatan. Alasan – alasan untuk tidak
mencari pertolongan seperti malu, anggapan bahwa hanya sedikit yang bisa
dilakukan untuk membantu dan sebuah penerimaan yang salah bahwa masalah
kandung kencing adalah bagian normal dari proses menjadi tua.
Ketaatan penderita ketika menjalani terapi sangat mengecewakan yaitu
kurang dari seperempat pasien – pasien tersebut bersedia untuk melanjutkan
berbagai jenis pengobatan untuk 6 bulan atau lebih. Sebagai usaha untuk
meningkatkan pengenalan dan penatalaksanaan dari OAB, sudah dikembangkan
pedoman – pedoman klinis, khususnya oleh International Consultation on
Incontinence (ICI) dan European Assotiotion of Urology (EAU). Usaha - usaha
yang keras telah dilakukan untuk memperbaiki pedoman dengan harapan bahwa
rekomendasi – rekomendasi mereka akan meningkatkan standar perawatan dan
membantu menghilangkan sikap yang nihilistik terhadap OAB yang biasa terjadi
diantara dokter ataupun pasien.2

TINJAUAN PUSTAKA

Fisiologi Berkemih

2
Kandung kemih adalah suatu kesatuan organ yang dapat mengembang
selama pengisian dan berkontraksi selama berkemih melalui lapisan otot polos yang
dikenal sebagai otot detrusor. Otot detrusor ini dipersarafi dengan saraf
parasimpatis yang menyebabkan kontraksi. Leher kandung kemih yang berlokasi di
bagian atas urethra, berfungsi sebagai sfingter urethra internal selama pengisian dan
sebagai sebuah funnel selama pengosongan. Sfingter internal dikontrol secara
involunter. Sebaliknya sfingter urethra eksterna, otot sirkuler yang melingkupi
urethra proksimal yang berada dibawah kontrol volunter untuk melancarkan proses
berkemih. Urethra adalah organ yang berbentuk tabung yang berfungsi dalam
pengeluaran urin. Otot-otot pelvis menyokong kandung kemih dan urethra di
daerah pelvis.5

Gambar 1. Kandung kemih, urethra dan otot-otot sfingter.5

Aktifitas otot polos dan lurik pada kandung kemih, urethra dan area sfingter
periuretra dipengaruhi oleh berbagai neurotransmitter termasuk asetilkolin,
noradrenalin, ATP, NO dan neuropeptidase. Reseptor muskarinik memediasi
kontraksi kandung kemih normal dan kadang involunter, tetapi belum bisa
dipastikan adanya peran mekanisme yang lain terhadap kontrol kandung kemih.5

3
Fungsi Kandung Kemih Normal

Kandung kemih berkembang seperti balon, jika terisi urin setengah dari
kapasitasnya, akan mengirim signal ke otak dan akan terasa ’penuh’. Pada saat
terisi tiga per empat kapasitas kandung kemih, maka akan merasa ingin berkemih.
Pada saat berkemih, sinyal saraf mengkoordinasi relaksasi otot-otot dasar panggul
dan otot-otot sekitar leher kandung kemih dan uretra bagian atas (urinary sphincter
muscles). Otot-otot kandung kemih berkontraksi menekan urin untuk keluar.6

Siklus Berkemih Normal

Ada beberapa tahap dalam siklus berkemih yang normal, yaitu :

1. Otot Detrusor (kandung kemih) relaksasi pada saat terisi urin. Otot-otot
dasar pelvis dan sfincter urethral tetap berkontraksi untuk mencegah
keluarnya urin.
2. Kandung kemih terisi sesuai kapasitasnya dan saraf mengirim pesan ke
otak, menyebabkan sensasi untuk perlunya berkemih.Kapasitas fungsional
kandung kemih sebanyak 360-480 cc urin.
3. Berkemih bersifat volunter, maka individu akan memutuskan untuk ke toilet
atau menunda berkemih. Jika ke toilet, maka akan terjadi peningkatan
tekanan otot detrusor, menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi
otot sfincter urethral dan pelvis.
4. Terjadi proses berkemih.6

4
Untuk menjaga supaya tetap “continence”,tekanan kandung kemih harus lebih
rendah dari pada tekanan urethra.

Gambar 2. Proses berkemih Normal.

Persarafan Traktus Urinarius Bagian Bawah.

Sistem Saraf dibagi menjadi sentral dan perifer. Sistem saraf sentral terdiri dari otak
dan sumsum tulang belakang. Sistem saraf perifer terdiri dari saraf somatik dan
otonom.

Somatik ( volunter/sadar) mensarafi :

5
 Sfingter eksternal, kontraksi untuk mencegah kebocoran urin dan
relaksasi untuk pelepasan urin

 Dasar pelvis

Sistem saraf Otonom (sistem saraf involunter) terdiri dari saraf Simpatis dan
parasimpatis. Sistem saraf Otonom mensarafi :

 Sfingter internal

 Dasar Pelvis

o Otot polos kandung kemih dan urethra

Sistem saraf simpatis mengatur pengumpulan urin dengan cara :

1. relaksasi otot kandung kemih

2. kontraksi sfingter urethral internal untuk mencegah masuk ke dalam


urethra.

Sistem saraf parasimpatis memperantarai proses berkemih dengan cara :


1. memacu otot kandung kemih untuk berkontraksi, menyebabkan rasa ingin
ingin berkemih.
2. relaksasi sfincter urethral internal, yang menyebabkan urin masuk ke
urethra.5

Tabel 1. Akibat Aktifasi Reseptor pada Fungsi Kandung Kemih

6
Traktus Urinarius Persarafan Akibat
Bawah

Kandung kemih Stimulasi Parasympathetic Kontraksi kandung kemih


(cholinergic)

Kandung kemih Stimulasi reseptor Beta- Relaksasi kandung kemih


adrenergik (filling)

Leher kandung kemih dan Stimulasi reseptor Alpha- Kontraksi leher kandung
urethra (sphincter interna) adrenergik kemih dan uretra

Kontrol Proses Berkemih

7
 Used with permission from Pharmacia, maker of Detrol® for
overactive bladder.

Kontrol proses berkemih melibatkan otak dan sumsum tulang belakang ( S2-4
dan T10-L2) serta nervus pudendus dalam proses sensasi untuk berkemih dan
pengosongan kandung kemih. Refleks berkemih normal pada orang dewasa
diperantarai oleh jalur spinobulbospinal. Selama pengisian kandung kemih, jika
ambang batas tegangan tercapai, impuls akan dikirim, terutama oleh nervus
pelvicus menuju pusat di SSP.7

Neuron afferent mengirim informasi ke daerah abu-abu periaqueductal,


yang akan mengkomunikasikan dengan pontine tegmentum, dimana ada dua daerah
yang berbeda yang terlibat dalam kontrol berkemih. Salah satunya adalah daerah M
yang terletak di dorsomedial, berhubungan dengan nucleus Barrington atau pontine
micturition center (PMC). Lebih ke lateral terdapat region L yang berperan sebagai
pusat penyimpanan urin di pontine, yang diperkirakan menekan kontraksi kandung
kemih dan mengatur aktivitas muskulus striatum kandung kemih selama
penyimpanan urin. Daerah M dan L mungkin menggambarkan sistem fungsional
yang terpisah yang beraksi independent.8,9

8
Gambar 2. Konsep terkini dari Kontribusi persarafan Efferen Otonom terhadap
kontraksi kandung kemih dan Pengumpulan Urin.

Pada kandung kemih normal, acetylcholine merupakan neurotransmitter


utama yang menyebabkan kontraksi kandung kemih. Acetylcholine berinteraksi
dengan reseptor muskarinik M3 dan mengaktivasi phospholipase C dengan cara
berikatan dengan protein G, yang akan menghasilkan inositol triphosphate, yang
nantinya menyebabkan pelepasan calcium dari reticulum sarkoplasma dan
kontraksi otot polos kandung kemih. Reseptor M2 mungkin juga berperan terhadap
kontraksi kandung kemih dengan cara menghambat aktivitas adenilat siklase dan
menurunkan kadar c-AMP intraseluler, yang memediasi relaksasi kandung kemih.

9
Resistensi terhadap atropine tampaknya merupakan hasil dari interaksi ATP dengan
reseptor purinergic termasuk reseptor P2X1. ATP dan nonkolinergik lain
memperantarai proses yang mungkin lebih penting dalam hal yang menyebabkan
overactive bladder. Stimulasi reseptor 3-adrenergic juga dapat menyebabkan
relaksasi otot polos kandung kemih.9

Sistem Transmitter

Refleks-refleks berkemih menggunakan beberapa transmitter dan sistem


transmitter yang dapat menjadi target obat untuk mengontrol proses berkemih.

1. Asam Glutamat

Sudah diketahui bahwa glutamat adalah transmitter excitatory utama pada


SSP mamalia, termasuk jalur yang mengontrol traktus urinarius bawah.7

2. Glisin.

Glisin dapat ditemukan di dalam neuron di komisura abu-abu daerah dorsal


sakral yang menerima input afferent PMC. Sebagian besar glisin berada bersama
dengan GABA. Keadaan ini diketahui dari adanya penemuan bahwa glisin
dilepaskan dari interneurons dalam sumsum tulang, kadang-kadang dilepaskan
bersamaan dengan GABA pada sinaps parasympathetic neuron preganglion.
Relaksasi sfingter selama proses berkemih dihambat dengan kuat oleh strychnine,
yang merupakan antagonis spesifik reseptor glisin.8

Miyazato et al. (2003 ) mempelajari keterlibatan neuron lumbosacral


glycinergic pada refleks berkemih spinobulbospinal dan spinal pada grup yang
berbeda tikus betina, hewan yang utuh, tikus dengan acute injury medulla spinalis

10
thoracal bawah dan tikus dengan cedera medulla spinalis kronik. Hasilnya
mengarah pada kecenderungan bahwa neuron glycinergic mugkin punya efek
penghambatan yang penting pada refleks berkemih spinobulbospinal dan spinal
pada tingkat korda lumbosacral.8

3. Enkephalins.

Beberapa bukti memperlihatkan bahwa mekanisme enkephalinergic di otak


dan medula spinalis punya peran penting dalam regulasi fase berkemih baik fase
penyimpanan maupun fase pengosongan.

Ujung saraf yang banyak mengandung enkephalin pada daerah PMC dan
parasimpatis sakralis dan nucleus Onuf di dalam medulla spinalis. Ujung saraf ini
memperlihatkan adanya kontrol penghambatan pada refleks berkemih. Peptida
opioid dapat menekan jalur afferent pada refleks berkemih pada tingkat medulla
spinalis. 9

4. Serotonin.

Sumber utama dari ujung saraf yang berisi 5-HT pada medulla spinalis
adalah nucleus raphe. Stimulasi elektrik pada neuron yang berisi 5-HT pada raphe
kaudal dan aktivasi reseptor 5-HT postsinaptik di medula spinalis kucing
menyebabkan penghambatan yang nyata dari kontraksi kandung kemih.

5. Noradrenalin.

Peran dari jalur noradrenergik saraf pusat pada proses berkemih masih
belum jelas. Kontrol kandung kemih melalui jalur bulbospinal mungkin melibatkan
adrenoseptors (ARs) α dan β.

11
 α 1-ARs tampaknya aktif pada kontrol saraf simpatis dan somatik
dari traktus urinarius bawah.

 β -Adrenoceptors. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa


2

reseptor ini memodulasi fungsi traktus urinarius bawah.

6. Asetilkolin

Terdapat bukti bahwa jalur kolinergik kortek serebral berperan penting pada
refleks berkemih, dan studi pada hewan mengindikasikan bahwa reseptor
muskarinik mempunyai efek eksitasi dan inhibisi. Berdasar hasil penelitian pada
tikus reseptor M1 terlibat dalam mekanisme penghambatan refleks berkemih dan
reseptor muskarinik di pontine tegmentum dorsal berperan pada kontrol eksitasi.8

Asetilkolin beraksi sebagai neurotransmitter primer yang bertanggung


jawab terhadap kontraksi kandung kemih dengan cara keterlibatannya pada
reseptor muskarinik pada otot detrusor. Otot detrusor dan antagonisme spesifik dari
reseptor muskarinik adalah target terapi farmakologi pada OAB. Reseptor
muskarinik dibagi menjadi lima subtype yang tersebar luas di dalam tubuh.
Reseptor tadi ditemukan di otot polos, seperti kandung kemih, kelenjar eksokrin,
sistem saraf pusat dan jantung.8

Reseptor M2 pada otot polos kandung kemih bertanggung jawab terhadap relaksasi
otot detrusor. Reseptor M3 bertanggung jawab terhadap kontraksi otot polos
detrusor. Modalitas Penatalaksanaan OAB terbaru berbeda dari yang lama dalam
pemakaian obat. Perbedaan ini mengacu pada potensi selektifitas obat tersebut
untuk reseptor M3 dan pengurangan efek samping antikolinergik yang biasanya
terjadi pada obat-obat lama.

Reseptor Muskarinik dan Nikotinik mungkin terlibat dalam kontrol fungsi


pengosongan. Pada tikus, stimulasi reseptor nikotinik pada otak akan memperbesar
kapasitas kandung kemih, sehingga hal ini mengarah pada anggapan bahwa

12
nicotinic agonists dapat mengaktivasi mekanisme yang menghambat refleks
pengosongan/berkemih. 9

7. Dopamin

Jalur dopaminergik sentral dapat berefek fasilitasi dan inhibisi pada proses
berkemih melalui aksi reseptor dopaminergik D1-like (D1 atau D5) dan D2-like (D2,
D3, atau D4). Pasien dengan penyakit Parkinson sering mengalami disfungsi
pengosongan kandung kemih dan overaktivitas detrusor neurogenik, mungkin
akibat dari deplesi dopamin nigrostriatal dan kegagalan untuk mengaktivasi
penghambatan reseptor D1-like. Melalui jalur dopaminergik lain, proses berkemih
dapat diaktivasi melalui reseptor D2-like. Fasilitasi refleks berkemih melalui
reseptor D2-like melibatkan aksi batang otak dan sumsum tulang belakang. 9

8. GABA.

GABA (γ-amino butyric acid) telah diketahui sebagai transmitter


penghambat pada sinap spinal dan supraspinal pada SSP mamalia. Fungsi GABA
tampaknya dipicu oleh pengikatan GABA pada reseptor ionotropicnya yaitu
GABAA dan GABAC, dan reseptor metabotropic GABAB. Di dalam sumsum tulang,
reseptor GABAA lebih banyak daripada GABAB kecuali pada cornu dorsal dimana
reseptor GABAB merupakan reseptor yang predominan.8

9. Tachykinin.

Tachykinin endogen yang utama yaitu substansi P (SP), neurokinin A


(NKA) dan neurokinin B (NKB), dan reseptor-reseptornya NK1, NK2, dan NK3,
terdapat di berbagai daerah SSP dan mempengaruhi kontrol berkemih. Pada tingkat
spinal ada keterlibatan tachykinin melalui reseptor NK1 pada reflex berkemih yang
diinduksi oleh pengisian kandung kemih. Karena aksi spesifik alpha-adrenergic

13
receptors pada leher kandung kemih dan urethra untuk mengontrol proses
berkemih, maka alpha-adrenergic agonists telah digunakan untuk pengobatan
inkontinensia urin tipe stress (SUI).9

Patofisiologi OAB

Sebab pasti dari keadaan ini belum sepenuhnya diketahui. Tampaknya otot-
otot kandung kemih menjadi lebih aktif dan berkontraksi diluar kehendak kita.
Normalnya, otot kandung kemih (detrusor) relaksasi selama pengisian dan secara
gradual akan teregang, kemudian kita akan merasa ingin berkemih ketika kandung
kemih terisi setengah dari kapasitasnya. Kita dapat menahan sampai saat yang
diinginkan atau saat sampai di toilet.8

Pada orang dengan overactive bladder, kandung kemih tampaknya memberi


impuls yang keliru terhadap otak. Kandung kemih merasa lebih penuh daripada
kenyataannya Kandung kemih berkontraksi terlalu dini pada saat kandung kemih
belum terlalu penuh dan pada saat yang tidak diinginkan. Keadaan ini
menyebabkan keadaan tiba-tiba ingin berkemih dan menyebabkan sulit mengontrol
kontraksi kandung kemih.8

Gejala OAB biasanya berhubungan dengan kontraksi involunter dari otot


detrusor kandung kemih yang biasanya dikenal sebagai hiperaktivitas detrusor.
Penyebab dari keadaan ini belum diketahui.
Ada dua teori penyebab keadaan hiperaktivitas detrusor yang diusulkan yaitu :
1. Teori miogenik (The myogenic theory) :
Peningkatan eksitabilitas sel-sel otot detrusor menghasilkan peningkatan
tekanan involunter.
2. Teori neurogenik (The neurogenic theory) :

14
Diperkirakan ada kerusakan jalur inhibitor sentral atau sensitisasi afferent
terminal perifer di dalam kandung kemih yang dapat unmask reflek-reflek
berkemih primitif yang akan memicu overaktivitas detrusor. 8

Trauma, penyakit sistem saraf, pemberian obat atau kelainan organ perifer
dapat mengakibatkan kelainan berkemih, yang dapat diklasifikasikan sebagai
kelainan penyimpanan atau kelainan pengosongan. Kegagalan penyimpanan urin
dapat berakibat terjadinya berbagai inkontinensia urin (terutama inkontinensia
urgensi dan stress). Kegagalan pengosongan urin mengakibatkan retensi urin, yang
akan mengakibatkan terjadinya inkontinensia overflow.

Gangguan fungsi kandung kemih akan mengakibatkan gejala-gejala urgensi,


frekuensi dan inkontinensia yang biasanya disebut sebagai overactive bladder
(OAB) syndrome, didefinisikan sebagai gejala urgensi dengan atau tanpa
inkontinensia urgensi, biasanya disertai frekuensi dan nokturia.

Dalam OAB, dipercaya adanya hiperaktivitas otot detrusor yang berakibat


tidak terjadi penghambatan kontraksi dan keinginan untuk segera berkemih. Otot
detrusor yang lemah akan mengakibatkan pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna dan akan meningkatkan frekuensi berkemih akibat ketidakmampuan
pengosongan kandung kemih yang sempurna.8

Kontraksi Kandung Kemih Involunter

15
Otot-otot berkontraksi secara involunter pada saat kandung kemih berisi
hanya setengah kapasitas, hal ini akan mengakibatkan rasa ingin berkemih. Otot-
otot sphincter urinary mungkin masih berkontraksi sehingga tidak terjadi
inkontinensia.8

Faktor-Faktor yang Berpengaruh

Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab atau berperan terhadap


terhadap terjadinya gejala overactive bladder .

1. Sistemik :

o Diabetes Melitus

o Diabetes Insipidus

o Obat/zat yang menyebabkan produksi urin bertambah,


misalnya diuretika, kafein, alkohol.

o Kelainan neurologis yang menyebabkan kerusakan saraf


yang mengatur kontrol berkemih

2. Traktus Urinarius Bawah

 Infeksi Traktus Urinarius

 Inflamasi Jaringan sekitar Traktus Urinarius

 Abnormalitas kandung kemih, misalnya tumor.

16
 Hal-hal yang menyebabkan obstruksi aliran kemih , misalnya
pembesaran prostat, konstipasi, batu saluran kemih.

 Akibat partus per vaginam.8

HAL- HAL YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA KANDUNG KEMIH


HIPERAKTIF (OVERACTIVE BLADDER)

Sistemik :

- Diabetes Melitus, Diabetes Insipidus


- Obat / zat diuretika,kafein, alkohol.
- Kelainan neurologis : stroke, infeksi /
cedera otak atau sumsum tulang belakang,
multiple sclerosis, keracunan logam berat.

KONTRAKSI KANDUNG KEMIH

1. Teori miogenik
2. Teori neurogenik

Traktus Urinarius Bawah

- Infeksi / inflamasi Traktus Urinarius &


Jaringan sekitarnya
- Abnormalitas kandung kemih (tumor).
- Obstruksi aliran kemih: pembesaran
prostat, konstipasi, batu saluran kemih.
- Akibat partus per vaginam.
OAB

17
Tanda dan Gejala

Kajian Klinis secara Umum meliputi :

 Riwayat medis (anamnesa).

 Pemeriksaan fisik lengkap terutama pada daerah abdomen dan


genitals

 Pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya infeksi, adanya darah


atau kelainan lain.

 Pemeriksaan neurology untuk identifikasi masalah sensorik.

Gejala Overactive bladder meliputi :

 Merasa selalu ingin berkemih.

 Pernah mengalami inkontinensia urgensi, tak dapat menahan


kencing bila sudah ada rasa ingin berkemih.

 Sering berkemih, biasanya lebih dari 8 kali dalam 24 jam.

 Nocturia

Overactive bladder tanpa inkontinensia urgensi sering disebut overactive


bladder, dry yang mengenai sekitar dua per tiga pasien dengan kelainan tersebut.

18
Sedangkan jika dengan inkontinensia urgensi, hal tersebut sering disebut sebagai
overactive bladder, wet.8

Pemeriksaan Fisik
Penilaian dasar panggul: wanita akan diminta untuk mengejan atau batuk selama
pemeriksaan uretra untuk mengidentifikasi inkontinensia stress.
Palpasi suprapubik untuk pembesaran kandung kencing dan massa.
Pemeriksaan genital.
Pemeriksaan neurologis.
Pemeriksaan rektal digital: pada pria untuk menilai ukuran dan konsistensi prostat.
Pemeriksaan Penunjang :
Sampel urin untuk memeriksa infeksi dan kadar glukosa.
Sampel darah untuk memeriksa kadar gula darah dan infeksi (lekositosis)

Tes Khusus meliputi :

- tes Urodinamik : untuk melihat fungsi kandung kemih dan


kemampuan pengosongannya secara tuntas.

- Pengukuran residu urin. Bila pengosongan kandung kemih tidak


komplit, residu urin yang ada akan dapat menimbulkan gejala
overactive bladder.

- Uroflowmetry. Untuk menentukan kecepatan dan volume urin yang


keluar.

- Cystometry. Untuk mengukur tekanan kandung kemih selama


pengisian. Prosedur ini dapat mengidentifikasi adanya kontraksi otot
involunter yang dapat mengindikasikan tingkat tekanan dimana

19
seseorang merasa ingin berkemih dan dapat mengukur tekanan yang
diperlukan untuk pengosongan kandung kemih.

- Electromyography. Prosedur ini dapat mengkaji koordinasi dari


impuls saraf di dalam otot kandung kemih dan sfingter uriner..

- Video urodinamik. Prosedur ini menggunakan X-ray atau


gelombang ultrasonografi untuk mendapatkan gambar kandung kemih
pada saat pengisian dan pengosongan. Tes ini biasanya dikombinasikan
dengan cystometry.

- Cystoscopy. Digunakan untuk melihat abnormalitas pada traktus


urinarius bawah misalnya batu saluran kemih atau tumor.8,9

Catatan harian kandung kencing selama 3 hari untuk menilai gejala baik sebelum
maupun sesudah percobaan pengobatan.8,9
Komplikasi

Penderita dengan overactive bladder mudah menjadi :

 Depresi

 Rasa percaya diri yang rendah

 Cemas

 Fatigue

 Sulit berkonsentrasi

20
Penatalaksanaan

Non-Medika Mentosa :

 Perubahan gaya hidup.

 Bladder training.

 Pelvic floor exercises.

Perubahan gaya hidup yang dapat membantu :

 Ke toilet. Untuk pergi ke toilet dibuat semudah mungkin.

 Kafein. Kafein mempunyai efek diuretik. Terdapat didalam teh, kopi


dan coklat kadang terdapat dalam obat pereda nyeri. Kafein merangsang
kandung kemih, menimbulkan gejala overactive bladder.

 Alkohol. Pada beberapa orang alkohol dapat memperburuk gejala


overactive bladder, apalagi bila dikombinasikan dengan kafein.

 Minum dalam jumlah yang cukup. Sehari kurang lebih 2 liter.

 Pergi ke toilet hanya jika perlu.

 Bladder training (kadang disebut 'bladder drill')8,9

 Tujuan dari latihan ini adalah untuk memperlambat peregangan


kandung kemih sehingga dapat memperbesar volume kandung kemih. Pada
saat yang sama akan mengurangi hiperaktivitas otot kandung kemih.

21
Bladder training ('bladder drill')
Pada saat berusaha menahan, usahakan untuk menahan diri, misalnya :

 Duduk pada kursi yang keras.

 Berusaha menghitung mundur dari 100.

 Berusaha mengerjakan beberapa pelvic floor exercises.

Hal ini akan memakan waktu beberapa minggu, tujuannya untuk mengeluarkan
urin hanya 5 – 6 kali dalam 24 jam. Selama mengerjakan Bladder training ini
sebaiknya dicatat dalam buku harian sehingga dapat diketahui kemajuan yang
dicapai. Setelah beberapa bulan akan didapatkan rasa ingin berkemih/ ke toilet yang
normal.

Bladder training mungkin merupakan hal yang sulit, tetapi akan lebih
mudah dengan seiring berjalannya waktu dan dengan adanya dukungan dari dokter,
perawat atau pelatih. Pastikan bahwa jumlah masukan cairan cukup selama
melakukan Bladder training ini.9

Pelvic floor exercises

Banyak orang menderita campuran inkontinensia urgensi dan inkontinensia


stress. Pelvic floor exercises adalah terapi utama dari inkontinensia stress. Terapi
ini meliputi latihan untuk memperkuat otot-otot yang melingkupi bagian bawah
kandung kemih, uterus dan rektum. Terapi ini meliputi menekan dasar pelvis ketika
duduk dari berbaring ke berdiri. Masih belum jelas apakah pelvic floor exercises
dapat membantu inkontinensia urgensi tanpa inkontinensia stress. Bagaimanapun
juga pelvic floor exercises dapat membantu jika dilakukan bersama dengan bladder
training.8,9

22
Absorbent pads.

Penderita menggunakan popok (absorbent pads) untuk melindungi pakaian


dan bila tidak dapat menahan kencing.

Akupuntur

Emmon & Otto melakukan studi yang mendapatkan hasil (level of evidence
1) bahwa akupuntur mempunyai efek singkat yang bermakna terhadap perbaikan
OAB setara dengan terapi farmakologi dan terapi fisik atau perubahan tingkah laku.
Studi dilakukan terhadap 74 wanita dengan OAB dimana kelompok perlakuan
mendapatkan terapi akupuntur selama 4 minggu. Pada kelompok ini didapatkan
perbaikan pada kapasitas kandung kemih, urgensi, frekuensi dan kualitas hidup
dibandingkan dengan kelompok plasebo.9

Stimulasi Elektrik

Pulsa elektrik ringan dapat digunakan untuk merangsang saraf yang


mengontrol kandung kemih dan otot-otot sfingter. Pulsa dapat diberikan melalui
vagina atau anus atau menggunakan patches di kulit, tergantung saraf mana yang
akan dirangsang.

Metoda lain adalah dengan bedah minor yaitu dengan menempelkan kawat
elektrik di dekat tulang ekor. Pada prosedur ini ada 2 tahap, yaitu :

1. Kawat ditempatkan dan dihubungkan dengan stimulator temporer


yang dapat dibawa untuk beberapa hari. Jika kondisinya membaik maka
akan dilanjutkan dengan langkah kedua.

23
2. Kawat elektrik ditempastkan dekat dengan tulang ekor dan
dihubungkan dengan stimulator permanent yang ditempatkan di bawah
kulit.

Gambar 5 Stimulator elektrik. Diambil dari : Neurogenic Bladder, LifeMed Media,


Inc. November 30, 200610

Medika Mentosa

Antimuskarinik
Obat-obat yang biasa digunakan adalah antimuskarinik yang biasa juga
disebut antikolinergik. Yang termasuk golongan ini adalah : oxybutynin,
tolterodine, trospium chloride, propiverine dan solifenacin. Obat-obat ini bekerja
dengan cara memblok impuls saraf ke kandung kemih yang akan berakibat
relaksasi otot kandung kemih dan akan meningkatkan kapasitas kandung kemih.

Obat-obatan ini dapat memperbaiki gejala pada beberapa kasus. Perbaikan


ini bervariasi pada setiap individu. Sebaiknya dicoba diberikan obat untuk satu
bulan atau lebih, jika membantu maka obat dilanjutkan selama enam bulan atau

24
lebih kemudian obat dihentikan dan dilihat bagaimana gejala yang ada tanpa
minum obat.11

Efek samping obat ini sering terjadi tetapi hanya ringan dan dapat ditoleransi. Efek
samping yang sering adalah mulut kering, mata kering, konstipasi dan penglihatan
kabur.
Oxybutynin:
Oxybutynin adalah golongan antimuskarinik non selektif yang mempunyai
aktifitas relaksasi otot kandung kemih dan anestesi local. Sediaan obat ini dapat ini
dapat yang lepas segera (5 mg TID), lepas lambat (5 atau 10 mg OD) dan
transdermal patches (39 cm2 patch in a dose of 36 mg per patch) yang akan
melepas 3.9 mg oxybutynin per hari selama 3-4 hari.

Pada studi Multicenter Assessment of Transdermal Therapy in Overactive


Bladder With Oxybutynin (MATRIX), telah dievaluasi efek dari oxybutynin
transdermal system (OXY-TDS; 3.9mg/h) terhadap kualitas hidup dan keamanan
obat tersebut. Pada penelitian selama 6 bulan terhadap 2878 dewasa termasuk 699
pasien usia 75 tahun atau lebih. Studi ini memperlihatkan bahwa OXY-TDS
meningkatkan kualitas hidup dan dapat ditoleransi dengan baik dan aman. OXY-
TDS tampaknya merupakan terapi OAB yang ideal pada orang tua. Pemberian dua
kali per minggu dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan pada beberapa pasien
lanjut usia lebih suka memakai ‘patch’ daripada pil.11

Tolterodine:
Tolterodine adalah suatu antagonis muskarinik yang tersedia dalam bentuk
short- acting dan long-acting. Berbagai uji klinik memperlihatkan bahwa 2 mg atau
4 mg per hari akan sama efektifnya dengan pemberian oxybutynin 5 mg atau 10 mg
per hari.12

25
Propiverine dan trospium:
Obat ini efektif untuk OAB dan efek samping obat yang minimal
dibandingkan dengan oxybutynin short-acting.

Estrogen (untuk wanita)


Sediaan vagina lokal lebih efektif daripada estrogen oral, tetapi data yang
ada tentang efektifitasnya terbatas.

Antagonis Alpha-adrenergic (untuk pria)


Agen ini sangat berguna pada pria dengan pembesaran prostat yang jinak.
Efek samping yang serius adalah hipotensi postural. Dosis yang digunakan
dinaikkan bertahap untuk mengatasi efek toleransi.

Obat-obat lain :

1. Imipramine: suatu antidepresan trisiklik dengan efek antikolinergik dan alfa-


adrenergik. Mungkin mempunyai efek sentral terhadap refleks pengosongan
kandung kemih sehingga direkomendasikan untuk inkontinensia campuran urgensi
– stres. Penggunaannya harus hati-hati karena efek samping hipotensi postural dan
gangguan konduksi jantung.13

2. Darifanacin dan solifenacin : suatu antimuskarinik masa depan dengan aksi


antagonis reseptor M3 selektif dan efek antikolinergik sistemik yang sedikit.

3. Capsaicin dan resiniferatoxin : suatu agen intravesikal yang menjanjikan untuk


mengatasi hiperrefleksia detrusor pada kandung kemih neurogenik.

26
Riset tentang penggunaan calcium channel antagonists dan potassium-channel
masih terbuka dan serotonin selektif dan nor-epinephrine re-uptake inhibitor.
4. Botulinum Toxin (Botox) : ada beberapa subtype antigen toksin botulinum yang
sudah dikenal yaitu : A, B, C1, D, E, F, dan G. Jenis A dan B digunakan di bidang
urologi. Toksin botulinum beraksi dengan cara menghambat pelepasan
acetylcholine dari ujung saraf kolinergik yang berinteraksi dengan kompleks
protein yang digunakan untuk mengisi vesikel acetylcholine. Efek dari toksin
botulinum adalah menurunkan kontraksi otot dan atrofi otot pada tempat
penyuntikan. Denervasi kimiawi ini bersifat reversible dan regenerasi axon akan
terjadi dalam waktu kurang lebih 3-6 bulan. Pemberian toksin botulinum dalam
jumlah cukup akan menghambat pelepasan acetylcholine dan neurotransmitter yang
lain. Molekul tidak dapat melewati sawar otak sehingga tidak mempunyai efek di
SSP. Penggunaan toksin botulinum meningkat dengan cepat, digunakan untuk
mengobati overaktivitas detrusor neurogenik dan idiopatik dengan cara
penyuntikan.14,15

IV.3. Terapi Bedah

Pembedahan dilakukan hanya jika dengan terapi medikamentosa dan non-


medika mentosa tidak berespon. Tujuan dari terapi bedah adalah meningkatkan
kemampuan pengisian kandung kemih dan mengurangi tekanan pada kandung
kemih.

Tindakan bedah meliputi :

 Stimulasi nervus Sacralis

Pada prosedur ini dipasang semacam pacemaker di bawah kulit perut dan
dihubungkan dengan kabel kecil yang diletakkan di dekat nervus sacralis di
daerah tulang ekor. Modulasi dari impuls saraf ini dapat memperbaiki gejala
OAB.

27
 Augmentation cystoplasty.

Prosedur rekonstruksi ini digunakan untuk meningkatkan kapasitas kandung


kemih, dengan menggunakan sebagian usus untuk mengganti sebagian kandung
kemih. Pada prosedur ini diperlukan kateter untuk mengosongkan kandung
kemih16,17

KESIMPULAN

Overactive Bladder (OAB) adalah keadaan urgensi dengan atau tanpa


inkontinensia tipe urgensi, biasanya disertai dengan frekuensi dan nokturia, adalah
beban berat bagi pasien dan penyedia layanan kesehatan di seluruh dunia. Studi
epidemiologi terbaru telah menghasilkan data tentang kejadian OAB dan
pengaruhnya terhadap kualitas hidup.

28
Overactive Bladder (OAB) bisa terjadi akibat kelainan miogenik ataupun
neurogenik. Keadaan yang berpengaruh terhadap kelainan tersebut bisa sistemik
atau keadaan yang terjadi pada traktus urinarius bagian bawah.
Pengobatan OAB pada stadium awal akan meningkatkan kondisi pasien dan
mengurangi penggunaan sumber daya kesehatan. Tetapi keterlambatan diagnosa
akan meningkatkan kegagalan terapi.Sebagian besar pasien lanjut usia dengan OAB
akan efektif dikelola dengan kombinasi terapi nonfarmakologi dan farmakologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. MacDiarmid SA. Maximizing the Treatment of Overactive Bladder


in the Elderly. Rev Urol. 2008;10(1):6-13

29
2. Kirby M, Artibani W, Cardozo L, Chapple C, Diaz D.C, Espuňa-
Pons M, et al. Overactive Bladder: the Importance of New Guidance . Int J
Clin Pract. 2006; 60(10):1263-1271.

3. Dalyana. Overactive Bladder. Journal Indian Academy of Clinical


Medicine. 2006;7 (2).

4. Mullins CD, Subak LL. New Perspectives on Overactive Bladder:


Quality of Life Impact, Medication Persistency, and Treatment Costs. The
American Journal Of Managed Care. 2005;11(4 Supp).

5. Mayo Clinic Staff. Overactive Bladder in the Elderly. Oct 12, 2006.

6. Kris Pranarka. Incontinence in Elderly : From Basic to Clinical


Practice. Dalam Simposium Inkontinensia, 2006 (Unpublished).

7. Andersson K-E, Wein AJ. Pharmacology of the Lower Urinary


Tract: Basis for Current and Future Treatments of Urinary Incontinence.
Pharmacol Rev. 2004;56:581-631.

8. Sandhu JS, Gupta A, Mohan V, Markan A, Sandhu P. Approach to


Overactive Bladder. JIACM 2006; 7(2): 109-12

9. Ouslander J.G. Management of Overactive Bladder. N Engl J Med.


2004; ;350(8):786-99.

10. Neurogenic Bladder, LifeMed Media, Inc. November 30, 2006

30
11. Emmons , Otto. Acupuncture for Overactive Bladder. Obstet
Gynecol 2005;106:138–43
12. Oki T, Toma-Okura A, Yamada S. NEUROPHARMACOLOGY :
Advantages for Transdermal over Oral Oxybutynin to Treat Overactive
Bladder: Muscarinic Receptor Binding, Plasma Drug Concentration, and
Salivary Secretion. JPET. 2006;316:1137-1145.
13. Gormley EA. Overactive Bladder: Management And Treatment
Options. Presented at the Masters in Urology Meeting - July 31, 2008 -
August 2, 2008, Bermuda

14. Staskin DR. Overactive Bladder In The Elderly: A Guide to


Pharmacological Management. Drugs Aging. 2005;22(12):1013-28.
Review.

15. Wagg A, Cohen M. Medical Therapy For The Overactive Bladder In


The Elderly. Age Ageing. 2002 Jul;31(4):241-6. Review.

16. Erdem N, Chu FM. Management Of Overactive Bladder And Urge


Urinary Incontinence In The Elderly Patient. Am J Med. 2006;119(3 Suppl
1):29-36

17. Sahai A, Khan MS, Gregson N, Smith K, Dasgupta P. Botulinum


toxin for detrusor overactivity and symptoms of overactive bladder: where
we are now and where we are going. Nature Clinical Practice Urology
(2007) 4, 379-386

31

Anda mungkin juga menyukai