Anda di halaman 1dari 27

Blok Stomatognatik 1

Kompleks Pulpa Dentin


Konservasi
Dosen Pembimbing, drg. Paulus Maulana Sp.Ort

Kelas E
Kelompok 3
Disusun Oleh:

Nandya Asia Kanani (201811101)


Nasika Sarah Salsabila (201811102)
Nita Setyawati (201811108)
Nova Fadila (201811109)
Rafi Adzka Ibrahim (201811117)
Rai Amara (201811118)
Rayinda Putri M. Sanaiskara (201811121)
Riska Farida Nurazizah (201811123)
Safina Salsabila Wardhana (201811124)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO


(BERAGAMA)
Jalan Bintaro Permai Raya III, Bintaro, Pesanggrahan, RT.6/RW.1, Bintaro, Pesanggrahan, Kota
Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12330
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, yang telah memberikan
izin kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kompleks
Pulpa Dentin” tepat pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen kami
yang telah membimbing serta memberikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya baik dalam isi maupun
sistematikanya. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman dan
berguna untuk menambah pengetahuan para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
membantu dalam penyusunan karya tulis ini.

Jakarta, 10 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………..………..….………………...……i
DAFTAR ISI………………………………………………….……………...………………......ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………..……………..…………..……...…….1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………....……..………...2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………....…………..…….2
1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………………….…………….....2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Jaringan Pulpa…………………………………………………..………....……..……3
2.2 Jaringan Dentin…………………………………………....……………………..……7
2.3 Jaringan Periradikuler…………………………………………....……..……………12

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan………………………………………………………………….………..23
3.2 Saran……………………………………………………………….………...……….23

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dentin merupakan pembentuk utama struktur gigi dan meluas hampir keseluruh panjang
gigi. Di bagian mahkota, dentin dilapisi enamel, di bagian akar dilapisi oleh sementum. Dentin
merupakan jaringan keras tetapi juga elastis yang tersusun dari tubulus-tubulus kecil tersusun
sejajar dalam matriks kolagen. Berdasarkan beratnya dentin terdiri dari 70% kristal hidroksiapatit
(anorganik), 20% merupakan zat organik yang tersusun dari kolagen dan substansi dasar
mukopolisakarida, 10% air dan berdasarkan volumenya terdiri dari 50% anorganik, 28% organik
dan 20% air.

Dentin dibentuk oleh odontoblas, dimulai dari pusat perkembangan di sepanjang Dentino
Enamel Junction (DEJ) dan akan menyebar ke dalam dan keluar sehingga membentuk ruang
pulpa. Lapisan bagian dalam dentin akan membentuk dinding pulpa. Odontoblas akan membatasi
dinding pulpa, dari sini akan berlanjut membentuk dan memperbaiki dentin.

Odontoblas merupakan sel yang responsibel terhadap pembentukan dentin. Odontoblas


berasal dari sel ektomesenkim, berbentuk kolumnar tinggi. Setelah proses dentinogenesis,
odontoblas tersusun memanjang mengelilingi pulpa gigi yang akan memulai pertahanan gigi
dengan membentuk lapisan dentin yang baru sepanjang hidup. Odontoblast-like cell bisa juga
membentuk lapisan dentin reparatif setelah injuri merusak beberapa jaringan. Fungsi utama
odontoblas yang berada dalam jaringan pulpa gigi adalah membentuk dentin gigi. Original
odontoblast terdapat di dalam pulpa sejak masa pembentukan gigi dan merupakan sel khusus
yang berdiferensiasi sehingga akan kehilangan kemampuan untuk membelah diri.

Dentin pulpa kompleks diyakini merupakan sistem yang memiliki kemampuan


beradaptasi terhadap stimulus sebagai respon untuk mempertahankan vitalitasnya dimana
pertahanannya berfokus pada pembentukan dentin. Ketika pembentukan gigi sudah sempurna,
pulpa mendukung dentin dengan cara mempertahankan homeostasis dan mekanisme
perlindungan dentin. Pulpa juga mampu mengaktifkan kembali proses dentinogenesis untuk
mempertahankan diri dari injuri eksternal dan internal.

1
Dentin pada mamalia dapat diklasifikasikan menjadi dentin primer, sekunder, dan dentin
tersier. Dentin primer disebut juga dentin regular atau tubular dentin, dan dibentuk sebelum gigi
erupsi. Dentin sekunder disebut juga dentin regular yang terbentuk seumur hidup. Dentin tersier
disebut juga dentin irregular, dan dibentuk disekitar injuri seperti karies atau preparasi kavitas,
dan dapat juga dibedakan menjadi dentin reaksioner dan dentin reparatif.

Respon terhadap stimuli luar datang dari pulpa gigi tetapi manisfestasinya terhadap
struktur dentin adalah pembentukan dentin baru. Pembentukan dentin tersier akan mencegah
meluasnya proses karies atau toksin. Meskipun pembentukan dentin sekunder berlangsung
seumur hidup, akan tetapi ini bukan merupakan respon terhadap stimuli eksternal, tetapi
berkontribusi sebagai fungsi barrier dentin.1

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, penulis dapat menulis rumusan masalah:

1. Apa yang dimaksud dengan jaringan pulpa?


2. Apa yang dimaksud dengan jaringan dentin?
3. Apa yang dimaksud dengan jaringan periradikuler?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dari makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui tentang jaringan pulpa.


2. Untuk mengetahui tentang jaringan dentin.
3. Untuk mengetahui tentang jaringan periradikuler.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan dari makalah ini adalah:

1. Untuk memperoleh ilmu tentang jaringan pulpa.


2. Untuk memperoleh ilmu tentang jaringan dentin.
3. Untuk memperoleh ilmu tentang jaringan periradikuler.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jaringan Pulpa


Jaringan pulpa gigi merupakan suatu jaringan ikat yang berasal dari jaringan mesenkim,
berada di dalam ruang pulpa dan saluran akar gigi, mirip dengan jaringan ikat lainnya di dalam
tubuh tetapi memiliki karakteristik khusus. Hal ini dikarenakan jaringan pulpa gigi merupakan
jaringan yang dikelilingi oleh jaringan keras atau berada dalam suatu lingkungan yang low
compliance. Oleh sebab dibatasi oleh dinding dentin yang rigid dan kurangnya sirkulasi kolateral
maka perubahan volume di dalam ruang pulpa (seperti saat terjadi inflamasi) sangat terbatas
sehingga mengurangi kemampuan pulpa dalam pertahanan dan perbaikan jaringan. 1

Jaringan pulpa gigi berasal dari neural crest. Proliferasi dan kondensasi sel ini
menyebabkan pembentukan papila dental yang akan menghasilkan pulpa yang matur. Pulpa yang
matur memiliki kesamaan dengan jaringan ikat embrionik, mempunyai kekhususan dengan
adanya sel-sel odontoblas di seluruh daerah perifer. Secara fisik, pulpa memiliki banyak saraf
sensoris dan kaya akan komponen mikrosirkulasi yang membuat pulpa menjadi jaringan yang
unik. Pengetahuan akan fungsi pulpa normal, komponennya, dan interaksinya penting dalam
memberikan kerangka pengertian terhadap perubahan yang terjadi pada kelainan pulpa.

Jaringan pulpa selalu dipertimbangkan bersama-sama dentin sebagai suatu kompleks


dentin-pulpa karena anatomi, perkembangan dan fungsinya mempunyai hubungan yang sangat
erat. Elemen-elemen pulpa seperti prosesus odontoblas dan terminal saraf memiliki kaitan erat.
Fungsi yang erat antara pulpa dan dentin dapat dipandang dari berbagai aspek, yaitu: (Pashley
dan Tay, 2012; Abbott, 2007)

1. Pulpa mempunyai peranan besar dengan adanya sel-sel odontoblas dalam membentuk
dentin baru baik secara fisiologis maupun sebagai respons terhadap stimuli dari luar.
2. Pada pulpa dijumpai persarafan yang memberikan sensitivitas dentin.
3. Pulpa sebagai jaringan ikat mampu memberi respons terhadap semua jejas yang terjadi
pada dentin, walau tidak secara langsung, dengan menstimulasi sel odontoblas.

3
4. Terkungkungnya pulpa dalam dentin memberikan lingkungan yang rendah adaptasi (low
compliance) yang mempengaruhi kemampuan pertahanan pulpa.

2.1.1 Sel - Sel Pulpa

Dalam ruang pulpa terdapat berbagai elemen jaringan seperti saraf, jaringan
vaskular, serabut jaringan ikat, substansi dasar, cairan interstisial, sel-sel seperti
odontoblas, fibroblas, makrofag, sel-sel imunokompeten seperti sel dendritik, sel mast,
limfosit, dan komponen seluler sel ektomesenkim yang tidak berdiferensiasi.

1. Sel Odontoblas

Odontoblas merupakan sel pulpa yang paling khas, berasal dari


jaringan mesenkim, membentuk lapisan di perifer ruang pulpa dan
mensintesis matriks yang termineralisasi menjadi dentin. Odontoblas yang
terdapat pada ruang pulpa bagian korona berbentuk kubus dan relatif
besar. Jumlahnya 45.000 dan 65.000/mm2 di servikal dan pertengahan
akar, jumlahnya lebih sedikit dan bentuknya skuamosa.

Sel odontoblas merupakan sel akhir yang tidak mengalami


pembelahan sel, mengalami masa fase fungsional, transisional dan
istirahat. Odontoblas terdiri dari badan sel yang terletak pada pulpa dan
prosesus odontoblas yang memanjang ke luar ke arah tubulus dentin dan
predentin. Odontoblas bekerja paling aktif selama dentinogenesis primer
dan selama pembentukan dentin reparatif. Oleh karena odontoblas
merupakan pembentuk dentin maka disebut juga sebagai dentinoblas.

Selain berfungsi membentuk dentin, odontoblas juga terlibat dalam


transduksi sensoris. Odontoblas menghasilkan komponen- komponen
organ seperti predentin dan dentin, kolagen (tipe I dan tipe III) dan
proteoglikan. Odontoblast juga mensintesis beberapa protein non kolagen

4
misalnya bone-sialoprotein, dentin sialoprotein, fosfoforin, osteokalsin,
osteonektin, dan osteopontin.

Dentin sialoprotein dan fosfoforin merupakan protein yang khas


disintesis dentin. Molekul-molekul ini disekresikan di ujung apikal dari
badan sel odontoblas.

2. Sel Fibroblas

Sel-sel fibroblas merupakan sel jaringan ikat yang paling banyak


dengan kapasitas untuk mengadakan sintesis dan mempertahankan matriks
jaringan ikat. Sel-sel ini menempati hampir seluruh jaringan ikat pulpa dan
dijumpai dengan kepadatan yang tinggi pada zona kaya akan sel dari
pulpa. Sintesis kolagen tipe I dan tipe III merupakan fungsi utama dari
fibroblas pulpa. Sel-sel ini juga berperan dalam sintesis dan sekresi
komponen-komponen matriks ekstra seluler nonkolagen seperti
proteoglikan dan fibronektin.

Morfologi fibroblas pulpa bervariasi menurut fungsinya. Sel-sel


yang sedang mengadakan sintesis berbentuk ireguler dengan satu nukleus.
Fibroblas ini kaya akan endoplasma retikulum kasar dan kompleks
golginya berkembang dengan baik. Selain aktivitas sintetik, sel fibroblas
juga terlibat dalam degradasi komponen-komponen matriks ekstraseluler
yang dibutuhkan dalam remodeling jaringan ikat. Fibroblas mampu
memfagositosis fibril kolagen dan mencernanya secara intraseluler dengan
enzim lisozim. Fibroblas merupakan sumber dari sekelompok enzim-
enzim Zn yang disebut metalloproteinase matriks (kolagenase, gelatinase,
stromelisin, dan sebagainya) yang mendegradasikan makromolekul
matriks seperti kolagen-kolagen dan proteoglikan.

Penelitian-penelitian in vitro telah menunjukkan bahwa produksi


metalloproteinase matriks dari sel-sel pulpa yang dikultur menunjukkan

5
peningkatan setelah stimulasi dengan sitokin dan komponen-komponen
bakteri. Penemuan ini mendukung bahwa sel-sel fibroblas distimulasi oleh
sitokin-sitokin inflamatori dan produk-produk bakterial yang berperan
pada degradasi jaringan ikat selama inflamasi pulpa.

3. Sel-sel Mesenkim yang Tidak Berdiferensiasi

Sel-sel mesenkim ini terdistribusikan di daerah zona kaya akan sel


dan zona sentral pulpa dan sering menempati daerah perivaskuler. Sel-sel
ini terlihat berbentuk stelata dengan rasio nucleus/sitoplasma yang tinggi,
serta sulit dibedakan dengan sel-sel fibroblas di bawah mikroskop cahaya.
Setelah mendapat stimulus, sel-sel ini mengadakan differensiasi menjadi
fibroblas atau odontoblas. Pada jaringan pulpa dewasa jumlah sel-sel ini
menurun seiring dengan menurunnya kemampuan regenerasi jaringan
pulpa.

4. Sel-sel Immunokompeten

Pulpa dilengkapi dengan komponen seluler yang penting untuk


pengenalan awal dan pemrosesan antigen, oleh sebab itu pulpa memiliki
kemampuan untuk memicu reaksi pertahanan tubuh. Sel imun yang utama
pada pulpa normal adalah sel T, makrofag dan sel dendritic. Pada pulpa
normal tidak ditemukan adanya sel B.

Sel-sel makrofag pulpa secara klasik merupakan sel-sel yang


berlokasi di sekitar pembuluh-pembuluh darah (perivaskuler) dan di
daerah perifer pulpa (di lapisan odontoblas). Secara morfologis sel-sel ini
dijumpai dalam berbagai bentuk, antara lain berbentuk panjang, langsing,
dan mempunyai cabang-cabang (prosesus). Permukaan selnya ireguler dan
terdapat struktur lisosom di dalam sitoplasma. Menurut Abbott dan Yu

6
(2007), pada gigi insisivus tikus ditemukan makrofag yang mengaktifkan
antigen klas II empat kali lipat lebih banyak dari sel dendritik.

Sel-sel dendritik pulpa juga merupakan sel-sel immunokompeten


pulpa yang berfungsi sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting
cell/APC). Sel-sel dendritik banyak dijumpai di daerah perivaskuler,
tersusun dengan aksis longitunalnya paralel dengan sel-sel endothel. Sel-
sel dendritik mempunyai hubungan dengan subpopulasi minor sel MHC
klas II dengan kapasitas fagositik yang lemah. Selain itu, sel-sel dendritik
mempunyai kapasitas yang kuat untuk memberikan sinyal yang dapat
menyebabkan proliferasi sel-sel T dibandingkan terhadap sel makrofag.
Proliferasi T dipengaruhi oleh neuropeptid seperti substansi P dan
calcitonin gene related peptide (CGRP) yang mendukung bahwa interaksi
sel dendritik dengan T pada pulpa dapat dimodulasi oleh neuropeptid ini.2

2.2 Jaringan Dentin


2.2.1 Dentin Primer
Dentin primer merupakan dentin yang pertama kali terbentuk dari mulai proses
pembentukan gigi sampai gigi tersebut erupsi sempurna dan merupakan bagian terbesar
dari gigi. Dentin primer dibentuk oleh sel odontoblas mulai dari proses pembentukan gigi
sampai setelah penutupan akar sempurna. Lapisan terluar dari dentin primer berbatasan
langsung dengan enamel atau dentin primer terletak tepat di bawah enamel. Secara
histologis dentin primer memiliki tubulus dentin yang lebih banyak dibanding dentin
sekunder.1

7
Gambar. Dentin primer dan dentin sekunder.

2.2.2 Dentin Sekunder

Dentin sekunder mulai terbentuk setelah gigi erupsi dan berlanjut dengan sangat
lambat sepanjang umur gigi dan perlahan-lahan akan memperkecil ruang pulpa seiring
bertambahnya umur. Strukturnya sangat mirip dengan dentin primer sehingga sulit untuk
membedakan keduanya. Schour (1988) menjelaskan bahwa terdapat 4 mikron dentin
sekunder yang terbentuk setiap hari. Pembentukan dentin sekunder lambat dan perlahan-
lahan, meningkat ketika mencapai usia 33-40 tahun. Pada gigi molar, pembentukan
dentin terlihat paling banyak di dasar pulpa, berkurang pada daerah atap, dan sedikit di
bagian samping.10 Dengan bertambahnya usia tinggi ruang pulpa akan menurun dengan
signifikan dalam arah oklusal-radikular tetapi tidak bertambah luas dalam arah
mesiodistal. Pada gigi anterior, dentin sekunder paling banyak terbentuk di bagian lingual
ruang pulpa, sebagai akibat gaya pengunyahan kemudian akan terbentuk di bagian insisal
dan puncak pulpa.

2.2.3 Dentin Tersier

Dentin tersier adalah jaringan yang dibentuk sebagai respon yang terlokalisasi
terhadap stimulus eksternal yang kuat dalam penggunaan gigi geligi. Dentin tersier tidak

8
dibentuk oleh sel odontoblas yang sama dengan dentin primer dan sekunder. Dentin ini
dibentuk oleh odontoblast-like cell yang berdiferensiasi dari sel-sel yang ada dalam
pulpa. Sel odontoblas banyak terdapat dalam pulpa gigi yang baru erupsi akan tetapi akan
berkurang jumlahnya seiring bertambahnya usia. Dentin tersier memiliki struktur yang
tidak beraturan dan terlokalisasi pada daerah tubulus dentin yang terpapar.17
Dibandingkan dengan dentin primer, dentin tersier kurang sensitif terhadap suhu,
osmotik, dan rangsangan.

Dentin tersier merupakan dentin irregular yang dibentuk sebagai respon terhadap
stimuli abnormal, seperti keausan gigi, preparasi kavitas, material restorasi gigi, dan
karies. Dentin tersier sering juga disebut sebagai dentin irregular, dentin iritasi, dentin
reparatif, atau dentin pengganti.

Berdasarkan injuri dan iritasi yang diterima, misalnya prosedur restorasi atau
proses karies yang meluas, original odontoblast akan mati. Oleh karena sel ini merupakan
sel postmitosis, maka sel original odontoblast tidak bisa beregenerasi. Dalam keadaan
seperti ini dentin baru tidak akan terbentuk, sehingga terjadilah proses pembentukan
dentin perbaikan oleh sel odontoblas yang baru, disebut odontoblast-like cell.
Pembentukan sel odontoblas baru ini berasal dari populasi stem sel postnatal yang ada
pada jaringan pulpa. Sel-sel ini akan bergabung dan menyusun jaringan mineral di bawah
lapisan dentin. Odontoblast-like cell akan membentuk dentin tersier sesuai dengan tingkat
keparahan dan lamanya injuri. Pembentukan lapisan jaringan keras ini akan menambah
ketebalan lapisan dentin.

Dentin tersier terdiri dari 2 tipe, yaitu yang pertama adalah dentin reaksioner,
salah satu tipe dentin tersier yang memiliki struktur yang hampir sama dengan dentin
primer dan sekunder. Kedua yaitu dentin reparatif, tersusun dari tubulus yang tidak
beraturan atau tidak memiliki tubulus, dan dibentuk dari odontoblast-like cell. Keduanya
dibedakan berdasarkan tingkat keparahan injuri. 3

9
2.2.3.1 Dentin Reaksioner

Pembentukan dentin reaksioner dapat dijelaskan sebagai sekresi dentin


tersier oleh original odontoblast yang selamat dari injuri yang diterima gigi.
Dentin reaksioner akan terlihat pada injuri dengan intensitas sedang, seperti masa
prekavitas pada karies enamel dan proses lambat pada lesi dentin.

Lesi karies dengan proses yang lambat diawali dengan meningkatnya


dentin yang termineralisasi. Hipermineralisasi ini terbentuk apabila terjadinya
karies pada enamel, sebelum akhirnya akan mengenai dentin. Setelah beberapa
lama karies akan mencapai dentin, pelepasan mineral-mineral garam yang
mengendap dalam tubulus dentin akan membentuk daerah transparan pada dentin
sebagai akibat demineralisasi karies dentin.

Perubahan histologi yang terjadi pada batas odontoblas-predentin yang


berkaitan dengan karies proses lambat relatif sedikit, akan tetapi penigkatan
pembentukan dentin reaksioner terlihat jelas. Sebagian besar odontoblas yang
selamat hanya bertahan dalam waktu singkat. Jumlah odontoblas yang
membentuk dentin reaksioner akan berkurang sehingga tidak mendukung
peningkatan pembentukan matriks dentin.

Dentin reaksioner memiliki tubulus yang berhubungan dengan sekunder


dentin, dan ketebalan dentin reaksioner yang terbentuk tergantung pada intensitas
dan lamanya injuri yang diterima. Dentin reaksioner memiliki komponen mineral
yang mirip dengan dentin primer dan sekunder.

2.2.3.2 Dentin Reparatif

Reparatif dentinogenesis merupakan sekresi dentin tersier setelah


kematian original odontoblast yang merupakan awal dari injuri. Dentin reparatif
akan terbentuk setelah injuri mencapai intensitas yang lebih besar dan
memengaruhi rentetan peristiwa biologis yang kompleks, yang melibatkan

10
perekrutan sel progenitor dan diferensiasi serta meningkatkan sekresi sel.18
Matriks dentin reaksioner disekresi olehprimary post-mitotic odontoblast (yang
juga membentuk dentin primer dan sekunder) sebagai respon terhadap stimulus
yang adekuat misalnya karies atau prepasrai kapitas. Sebaliknya matriks dentin
reparatif dibentuk sebagai reaksi terhadap stimulus oleh generasi baru
odontoblast-like cell setelah kehilangan primary post-mitotic odontoblast.

Pulpa memiliki sel khusus yaitu odontoblas yang membentuk dentin


seumur hidup. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesehatan pulpa dengan
mengimbangi kehilangan enamel dan dentin akibat karies atau keausan gigi.
Odontoblas membentuk dentin reaksioner dan dentin reparatif sebagai respon
terhadap stimulus injuri. Dentin reparatif terbentuk di permukaan pulpa dan hanya
terlokalisasi dekat bagian yang terkena iritasi.

Segera setelah dentin terpapar karena karies atau preparasi gigi, original
odontoblast akan rusak. Pada injuri akibat trauma minor terhadap jaringan pulpa
gigi, original odontoblast yang tidak rusak akan terangsang membentuk
reaksioner dentin. Pada kasus yang lebih parah akibat trauma mekanis pada pulpa,
original odontoblastakan mati. Sel ini akan diganti oleh sel-sel pulpa yang tidak
berdiferensiasi.

Pembentukan dentin reparatif, sebagai salah satu bentuk dentin tersier,


disusun tepat di permukaan pulpa dibawah dentin primer dan sekunder serta
hanya dibentuk di tempat yang berhubungan langsung dengan iritasi. Ketika
keausan gigi sudah melewati lapisan enamel dan menyebabkan dentin terpapar,
maka dentin reparatif akan dibentuk di permukaan pulpa tepat dibawah dentin
yang telah terpapar. Pembentukan dentin ini bertujuan untuk mencegah pulpa
terpapar oleh mineral- mineral asing.

Odontoblast-like cell membentuk dentin sesuai dengan tingkat keparahan


dan lamanya injuri. Pembentukan jaringan keras ini akan menambah ketebalan
lapisan dentin. Dentin yang dibentuk oleh odontoblast-like cell tidak beraturan,
amorphous, dan diisi lebih sedikit tubulus dentin daripada dentin primer. Tubulus

11
dentin ini tidak berhubungan langsung dengan tubulus dentin primer, sehingga
batasan dentin primer dan dentin reparatif kurang permeabel terhadap benda dari
luar. Hal ini juga menyebabkan dentin kurang sensitif terhadap suhu, osmotik dan
rangsangan lainnya.

Gambar. Dentin tersier akibat atrisi (40X).

2.3 Jaringan Periradikuler


2.3.1 Sementum
Sementum merupakan jaringan mengapur menyerupai tulang yang menutup akar
gigi. Sementum berasal dari sel mesenkimal folikel gigi yang berkembang menjadi
sementoblas. Sementoblas menimbun suatu matriks, disebut sementoid, yang mengalami
pertambahan pengapuran. Komposisi dari sementum yaitu 55% bahan inorganik dan 45%
bahan organik. Komponen inorganiknya adalah Kristal hidroksiapatit, sedangkan
komponen organiknya adalah kolagen, glikoprotein dan proteoglikan. Sementum tidak
mempunyai vaskularisasi dan tidak mengalami resorbsi sebesar tulang. Sifat ini terlihat
nyata jika terjadi inflamasi di sekitar akar. Lesi inflamasi pada ligamen periodontium dan
tulang sekelilingnya dapat juga menyebabkan resorbsi sementum. Jika penyebab
inflamasi telah hilang, daerah yang mengalami resorbsi pada umumnya mereparasi diri
asalkan integritas periodontium telah pulih.2

12
Sementum memiliki fungsi untuk memperbaiki fraktur akar dan resorpsi.
Penutupan akar yang belum dewasa pada prosedur apeksifikasi disempurnakan oleh
deposisi sementum atau jaringan yang memyerupai sementum. Selain itu, sementum juga
memiliki fungsi protektif. Sementum lebih resisten terhadap resorpsi daripada tulang.
fungsi lain dari sementum adalah pemeliharaan lebar periodontal dengan deposisi
sementum yang terus menerus dan penyumbatan foramina aksesori dan apikal setelah
perawatan saluran akar (Louis, 1995).

2.3.1.1 Struktur Histologis

Sementum diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu acellular afibrillar


cementum, cellular intrinsic cementum dan acellular extrinsic fiber cementum.
Acellular afibrillar cementum menutupi sebagian kecil dari enamel, terutama
sepanjang cementoenamel junction. Area dan lokasi acellular afibrillar cementum
bervariasi dari gigi ke gigi dan di sepanjang cementoenamel junction pada gigi
yang sama. Komponen utamanya adalah organik structural glikosaminoglikan dan
signifikasi fungsionalnya tidak diketahui. Fibril kolagen yang kurang
menunjukkan bahwa acellular afibrillar cementum tidak memiliki fungsi dalam
perlekatan gigi.

Gambar. Acellular afibrillar cementum.

Cellular intrinsic fiber cementum mengandung sementosit yang terdapat


dalam matriks kolagen dari sabut kolagen intrinsik. Sabut kolagen tersebut

13
sebagian besar terletak sejajar dengan permukaan akar dan melingkar di sekitar
akar. Deposisi matriks yang cepat oleh sementoblas terjadi di ruang antasa sel
epitelial dari selubung akar Hertwig dan permukaan dentin yang memiliki peran
dalam penggabungan beberapa sementoblas. Cellular intrinsic fiber cementum
ditemukan di furkasi pada bagian apikal akar, resorpsi lama lacuna, dan daerah
fraktur akar. Sementum dengan tipe ini memiliki peranan penting sebagai jaringan
adaptif yang membawa dan mempertahankan gigi dalam posisi yang tepat dan
juga berperan dalam proses perbaikan meskipun tidak berfungsi secara langsung
pada perlekatan gigi. Hanya sementum dengan tipe ini yang dapat memperbaiki
kerusakan resoptif akar karena memiliki kemampuan untuk tumbuh lebih cepat
dari tipe sementum yang lain.

Gambar. Cellular cementum.

Acellular extrinsic fiber cementum terdapat pada servikal dan setengah


bagian akar, menutupi 40% sampai 70% permukaan akar. Acellular extrinsic fiber
cementum mengandung matriks yang terdiri dari sabut kolagen pendek yang
ditanamkan pada matriks dentin (glikosaminoglikan). Sabut kolagen akan
memanjang bersama dengan sabut ligament periodontal yang disebut sharpey’s
fiber. Tipe sementum ini berpotensi untuk beradaptasi dengan perubahan
fungsional seperti pergeseran mesial gigi. Ekstrinsik fiber dan intrinsik fiber
sementum saling menyilang dan membaur baik secara sporadis maupun padat
yang tersusun paralel yang kemudian disebut sebagai celular mixed stratified
cementum.

14
Gambar. Acellular extrinsic fiber cementum.

2.3.2 Ligamen Periodontal dan Komposisi Ekstrasel Jaringan Periradikuler

Ligamen adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang. Akar
gigi dihubungkan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur jaringan ikat
yang disebut ligamen periodontal. Ligamen periodontal tidak hanya menghubungkan gigi
ke tulang rahang tetapi juga menjadi penopang gigi. Beban yang bervariasi akan diserap
oleh ligamen dan meneruskannya ke tulang pendukung.

2.3.2.1 Struktur

Ketebalan ligamen bervariasi dari 0,3-0,1 mm. Yang terlebar pada mulut
soket dan pada apeks gigi, dan tebal ligamen yang paling sempit yaitu pada aksis
rotasi gigi, yang terletak sedikit apikal pada pertengahan akar. Seperti pada bagian
rangka yang lain, stress fungsional dibutuhkan untuk mempertahankan integritas
ligamen periodontal. Bila stress fungsional besar, maka ketebalan ligamen juga
lebih tebal dan bila gigi tidak mendapat stress fungsional maka ligamen akan
menjadi tipis. Dengan terjadinya proses penuaan, ligamen akan menjadi tipis.

Mirip dengan jaringan ikat lainnya, periodontal ligamen terdiri dari sel-sel
dan kompartemen ekstraseluler yang terdiri dari konstituen matriks kolagen dan
nonkolagen. Meliputi sel-sel osteoblast, osteoklast, fibroblast. Sel epitel terletak
dari Malassez, monosit dan makrofag. Sel-sel mesenkimal dibeda-bedakan
menjadi cementoblast dan odontoclast. Kompartemen ekstraseluler yang utama

15
didefinisikan dengan baik kumpulan serat kolagen tertanam dalam bahan latar
belakang amorf dan dikenal sebagai bahan dasar.

Ligamen terdiri dari serabut jaringan ikat yang tersusun dengan teratur
pada matriks substansi dasar yang dilewati pembuluh darah dan saraf. Bundel
serabut yang berinsersio pada salah satu ujungnya di sementum dan ujung
lainnya pada dinding soket sebagai serabut Sharpey, yang diidentifikasikan
perkelempok sesuai dengan lokasinya.

Gambar. Struktur ligamen.

1. Alveolar Crest : Mempertahankan gigi pada alveolus, menahan gaya lateral dan
melindungi struktur ligamen yang lebih dalam.
2. Oblique : Menahan gaya aksial.
3. Transseptal : Menahan gigi agar tidak kehilangan kontak.
4. Horizontal : Menahan gaya lateral.
5. Interradicular : Mencegah gigi dari tipping dan ekstrusi
6. Apical : Mencegah gigi dari tipping dan ekstrusi serta melindungi suplai pembuluh darah
dan saraf pada gigi.

16
Bundel ini berjalan bergelombang melintasi rongga antara akar dan
dinding alveolar. Pleksus intermediate ditemukan pada pemotongan ligamen
selama erupsi, dimana setelah itu pleksus akan menghilang.

Selain bundel serabut utama, ada serabut kolagen yang tersusun kurang
teratur dan serabut oksitalan yang mungkin berfungsi sebagai serabut pendukung,
atau serabut yang belum matang, atau memiliki peran sensorik pada ligamen.
Fibroblast tersusun sepanjang serabut kolagen; sementoblas mengelilingi
sementum ; sel-sel tulang, osteoblast dan osteoklas terdapat pada permukaan
tulang. Kelompok sel epithelial, cell rest of Malassez yang merupakan sisa
selubung akar Hertwig dapat ditemukan dekat sementum. Kelompok sel epitel
ketika berproliferasi dan mendapat rangsang inflamasi maka proliferasi sel epitel
cell rest of Malassez akan menghasilkan pembentukan kista.

Serabut kolagen akan terus menerus mengalami remodeling, melalui


resorbsi serabut lama dan pembentukan serabut baru, fibroblast ikut berperan
pada kedua proses tersebut. Penelitian auto radiografi menunjukkan bahwa laju
pertukaran kolagen yang tinggi, terbesar di daerah alveolar crest dan pada apeks.

Substansi dasar ligamen adalah matriks amorfus dari proteoglikan yang


berperan penting pada adsorbs stress fungsional. Ligamen mempunyai anyaman
pembuluh darah yang sangat banyak didapat dari arteri apical dan pembuluh yang
berpenetrasi pada tulang alveolar. Terdapat anastomosis dalam jumlah besar
dengan pembuluh darah gingiva. Bundel saraf dari saraf trigeminus berjalan
bersama pembuluh darah dari apeks dan melintasi tulang alveolar untuk
mensuplai ligamen dengan reseptor tactile, reseptor rasa sakit.

Manson menerangkan bahwa kompleks substansi dasar-vaskular sebagai


sistem penyerap syok dan sistem serabut bundel sebagai sistem suspensi yang
membatasi gerak gigi dan meneruskan tegangan ke tulang pendukung. Bila
tekanan diaplikasikan pada gigi, maka peristiwa yang terjadi sebagai berikut:

1. Pergerakan awal gigi yang berhubungan dengan pergerakan cairan intravaskular dan
ekstravaskular melalui pembuluh darah dan melalui ruang tulang.

17
2. Bila beban meningkat , bundel serabut kolagen akan menahan tegangan dan memanjang.
Bundel serabut ini tidak elastis sehingga tidak mudah renggang.
3. Bila tekanan bertambah prosessus alveolaris akan berubah bentuk.
4. Bila beban cukup kuat dan lama, substansi gigi sendiri misalnya, dentin akan berubah
bentuk.

Semua gigi umumnya tidak atau sedikit dapat bergerak (mobile) dan
mobilitas gigi dipengaruhi oleh :

1. Beban dan durasi tekanan.


2. Panjang dan bentuk akar, mobilitas insisivus bawah yang berakar pendek lebih mudah
daripada molar pertama yang memiliki akar jamak dengan dasar akar yang lebih besar.
3. Status jaringan pendukung, misalnya ketebalan bundle serabut kolagen dan proporsi
kolagen yang matang (gigi yang sedang erupsi lebih mudah bergerak daripada gigi
permanen), pada keadaan hamil, mobilitas gigi meningkat karena pengaruh hormonal
yang menyebabkan tidak mengumpulnya substansi dasar.

2.3.3 Tulang Alveolar

Prosesus alveolaris merupakan bagian dari maksila dan mandibula yang terdiri
dari tulang alveolar proper dan tulang penyangga. Tulang alveolar proper merupakan
tulang yang mengelilingi soket gigi sedangkan tulang penyangga merupakan plat kortikal
yang padat untuk menyangga tulang alveolar proper. Bagian tulang alveolar proper ini,
akan tampak daerah serat dari ligamen periodontal yang berhubungan ke dalam tulang
ini. Serat ini dikenal sebagai sharpey’s fibers.

2.3.3.1 Definisi

Prosesus alveolaris adalah tulang yang membentuk dan mendukung soket


gigi (alveolus). Tulang alveolar merupakan penyangga gigi yang utama. Tulang
alveolar adalah jenis tulang yang dirancang untuk mengakomodasi gigi. Pada

18
manusia, tulang alveolar ditemukan di bagian rahang bawah, dan rahang atas.
Tulang alveolar terdiri dari:

a. Alveolar bone proper (cribiform plate): Tulang kompak yang merupakan dinding dalam
soket.
b. Supporting alveolar bone: Terdiri dari cancellous trabeculae dan plate vestibular plate
oral berupa tulang kompak.

Pembagian prosesus alveolaris adalah berdasarkan anatomisnya, tetapi


dalam berfungsi semuanya bagian tersebut sebagai satu unit. Semua bagian saling
berhubungan dalam mendukung gigi geligi. Tekanan oklusal yang dihantarkan
dari ligamen periodontal ke dinding dalam alveolaus akan disangga oleh
cancellous trabekulae, yang pada gilirannya diperkuat oleh plate kortikal sebelah
vestibular dan oral.

2.3.3.2 Letak dan Struktur


Tulang alveolar terletak setelah jaringan periodontal dan tepi puncak
tulang alveolar biasanya sejajar terhadap pertautan amelosemental pada jarak
yang konstan (1-2 mm), tetapi hubungannya bervariasi sesuai dengan aligmen
gigi dan kontur permukaan akar.
Struktur dasar tulang alveolar lebih banyak mengandung substansia
spongiosa dibandingkan substansia kompakta. Tulang alveolar bagian spongiosa
mengandung banyak rongga sumsum tulang yang aktif dalam hal metabolisme
karena pada daerah inilah terdapat banyak pembuluh darah yang akan membawa
nutrisi untuk jaringan. Hal inilah yang membedakan metabolisme tulang alveolar
dengan tulang yang lain. Sedangkan lapisan luar tulang yang dibentuk oleh
substansia kompakta yang jauh lebih padat dan kurang aktif secara metabolik.

2.3.3.3 Proses Pembentukan


Selama pertumbuhan fetus, tulang alveolar dibentuk dengan jalan osifikasi
intra membranous. Tulang dibentuk terutama oleh mineral-mineral kalsium dan
fosfat, bersama-sama dengan hidroksil, karbonat, sitrat dan sejumlah ion-ion

19
lainnya seperti natrium, magnesium dan flour. Garam-garam mineralnya dalam
bentuk kristal-kristal hidroksiapit yang hanya terlihat dengan ultra mikroskop.
Garam-garam mineral ini merupakan 65-70% dari struktur tulang. Matriks
organiknya terutama (90%) terdiri dari kolagen dan sejumlah kecil protein non
kalogen, glikoprotein, phoshoprotein, lipid dan proteoglikan. Kristal-kristal apatit
biasanya tersusun dengan panjangnya sejajar dengan panjang serat-serat kolagen,
dan dideposisikan pada dan diantara serat-serat kalogen tersebut. Dengan susunan
yang demikian, matriks tulang mampu menerima stres mekanis yang dideritanya
sewaktu berfungsi.
Meskipun jaringan tulang alveolar senantiasa berubah organisasi
intervalnya, bentuknya tidak berubah mulai dari anak-anak sampai dewasa.
Deposisi tulang baru oleh osteoblas senantiasa diimbangi oleh osteoklas selama
proses remodeling dan pembaharuan (renewal jarinngan).

2.3.3.4 Ciri-ciri
Tulang alveolar sangat tebal dan padat bila dibandingkan dengan jenis lain
dari tulang, sehingga dapat memberikan dukungan yang memadai untuk gigi,
bersama dengan titik penghubung untuk otot-otot yang terlibat dalam rahang dan
gusi yang memberikan perlindungan bagi gigi dan tulang. Tulang alveolar juga
dikenal sebagai proses alveolar. Yang terdiri dari soket-soket yang dirancang
untuk mengakomodasi akar dan bagian bawah gigi, dengan masing-masing soket
dipisahkan oleh septum interdental.
Gusi menempel pada proses alveolar, dan tulang mempunyai akomodasi
yang memungkinkan pembuluh darah untuk memasok darah ke gigi. Kerusakan
pada tulang alveolar dapat memiliki konsekuensi serius, termasuk resiko
kehilangan gigi dan septicemia jika kerusakan disebabkan oleh infeksi.

2.3.3.5 Fungsi
Tulang adalah cadangan kalsium bagi tubuh, dan tulang alveolar berperan
serta dalam memelihara keseimbangan kalsium dalam tubuh. Kalsium dilepas dari
tulang alveolar untuk memenuhi kebutuhan jaringan lainnya dan untuk memenuhi

20
kadar kalsium dalam darah. Tulang alveolar berfungsi sebagai pembentuk dan
penyokong gigi. Tulang alveolar merupakan penyangga gigi yang paling utama.

2.3.3.6 Tulang Alveolar Setelah Pencabutan Gigi


Jika gigi sudah dicabut dan tidak diganti, maka tulang alveolar akan
menipis dengan sendirinya. Demikian pula apabila gigi mengalami trauma atau
tekanan yang berlebihan, maka tulang alveolar disekitarnya pun akan terkikis.
Dengan berkurangnya tinggi tulang alveolar, gigi akan terlihat memanjang atau
seolah-olah keluar dari tempatnya.

2.3.3.7 Tekanan Oklusal dan Tulang Alveolar


Ada 2 aspek penting berkaitan dengan hubungan antara oklusal dengan
tulang alveolar. Keberadaan tulang adalah untuk mendukung gigi sewaktu
berfungsi dan sebagaimana halnya dengan sistem skeletal lainnya, untuk
pemeliharaan strukturnya tergantung pada stimulasi yang diterimanya dari fungsi.
Oleh karenanya, ada keseimbangan yang konstan dan sensitif antara tekanan
oklusal dengan struktur tulang alveolar.
Tulang alveolar mengalami remodeling fisiologis yang terus-menerus
sebagai respon terhadap tekanan oklusal. Osteoblas dan osteoklas meredistribusi
substansi tulang untuk memenuhi tuntutan fungsionil yang baru secara lebih
efisien. Tulang akan disingkirkan dari daerah yang tidak lagi memerlukannya dan
ditambah pada daerah yang kebutuhannya meningkat.
Apabila tekanan oklusal dikenakan pada gigi, baik melalui bolus makanan
atau kontak dengan gigi antagonisnya, berbagai hal akan terjadi tergantung pada
arah, intensitas dan durasi dari tekanan. Gigi akan berubah posisi pada ligamen
periodontal yang lenting dan menimbulkan daerah-daerah tarikan dan kompresi.
Dinding vestibular dan oral soket gigi sedikit meregang searah dengan arah
tekanan. Bila tekanan dihilangkan, gigi, ligamen dan tulang kembali ke posisi
semula.
Dinding soket mencerminkan kepekaan tulang alveolar terhadap tekanan
oklusal yang traumatik. Osteoblas dan osteoid yang baru dibentuk membatasi

21
soket pada daerah tension; osteoklas dan resorpsi tulang terjadi pada daerah yang
mendapat tekanan.
Jumlah, kepadatan dan susunan trabekula cancellous juga dipengaruhi
oleh tekanan oklusal. Dengan eksperimen yang menggunakan analisa foto elastik
dapat ditunjukkan perubahan pola stres pada periodontium yang terjadi akibat
berubahnya intensitas tekanan oklusal. Trabekula tulang tersusun searah dengan
jalur stres stensil dan kompresif senlusal dengan subtansi tulang yang minimum.
Tekanan yang melampaui kapasitas adaptasi dari pola akan menimbulkan injury
yang disebut trauma dari oklusi. 3

2.3.3.8 Resorpsi Tulang Alveolar


Resorpsi tulang alveolar tidak selalu dihubungkan dengan adanya infeksi
bakteri yang mengeluarkan produk LPS (LipoPolysaccharide) untuk mengadakan
destruksi pada tulang tetapi juga rendahnya intake kalsium. Kurangnya intake
kalsium dapat mengakibatkan labilnya tulang alveolar. Adanya jaringan osteoid
yang tidak terkalsifikasi dalam sumsum tulang alveolar dan terjadinya
penanggalan gigi disebabkan adanya resorpsi tulang alveolar sehingga ligamen
periodontal lepas dari perlekatannya. 1

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jaringan pulpa gigi merupakan suatu jaringan ikat yang berasal dari jaringan mesenkim,
berada di dalam ruang pulpa dan saluran akar gigi, mirip dengan jaringan ikat lainnya di dalam
tubuh tetapi memiliki karakteristik khusus.
Dentin merupakan salah satu jaringan keras gigi yang terletak di bawah lapisan enamel
yang menyusun sebagian besar gigi. Jaringan dentin gigi terdiri dari dentin primer, dentin
sekunder, dentin tersier, dentin reaksioner, dan dentin reparatif.
Jaringan periradikuler terdiri dari sementum, ligamen periodontal, dan tulang alveolar.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan apabila ada kesalahan dalam
penulisan makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan. Atas perhatian para pembaca,
kami mengucapkan terima kasih.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Berkovitz, Holland, Moxham. 2009. Oral Histology, Anatomy and Embriology. 4th
edition. United Kingdom: Mosby Elsevier.
2. Fidya. Anatomi Gigi dan Mulut ed 1. UB Press: Malang. 2018: 26-27.
3. Samaranayake L. Essentials Microbiology for Dentistry. 5th edition. Edinburgh: Elsevier
Ltd.

24

Anda mungkin juga menyukai