Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat profesional dalam melaksanakan peran dan fungsinya sehari hari,
selalu beresiko tertular terhadap berbagai penyakit. Penularan penyakit dapat terjadi
secara kontak langsung ataupun tidak langsung, penularan tersebut dapat melalui
droplet transmission, dan airborne transmission (CDC). Tindakan pencegahan
universal merupakan salah satu strategi yang telah direkomendasikan oleh Centers for
Desease Control and Prevention (CDC) dalam upaya pengendalian infeksi dan
penularan penyakit di sarana kesehatan, seperti rumah sakit, poliklinik dan pusat
layanan kesehatan lainnya. Standard Precaution dapat mencegah penularan penyakit
mikroorganisme (Duerink, dkk. 2006).

Prinsip tindakan pencegahan universal yaitu menganggap semua pasien adalah


terkena atau terinfeksi mikroorganisme, dengan atau tanpa tanda dan gejala sehingga
tingkat pencegahan seragam harus digunakan dalam merawat semua pasien (Smeltzer,
dkk, 2009). Penularan agen infeksius melalui airborne adalah penularan penyakit yang
disebabkan oleh penyebaran droplet nuklei yang tetap infeksius saat melayang di udara
dalam jarak jauh dan waktu yang lama. Penularan melalui udara dapat dikategorikan
lebih lanjut menjadi penularan “obligat” atau penularan “preferensial”.

Terus munculnya ancaman kesehatan dalam bentuk penyakit menular membuat


langkah pencegahan dan pengendalian infeksi fasilitas pelayanan kesehatan sama
sekali tidak boleh diabaikan. Penyakit/patogen yang menular merupakan masalah
yang terus berkembang, dan penularan patogen yang menyebabkan infeksi saluran
pernapasan akut ( ISPA) tidak terkecuali Cara penularan utama sebagian besar ISPA
adalah melalui droplet, tapi penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan
yang diikuti oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius berbagai
ukuran dan dalam jarak dekat bisa juga terjadi untuk sebagian patogen. Karena
banyak gejala ISPA merupakan gejala nonspesifik dan pemeriksaan diagnosis cepat
tidak selalu dapat dilakukan, penyebabnya sering tidak langsung diketahui. Selain
itu, intervensi farmasi (vaksin, antivirus, antimikroba) untuk ISPA mungkin tidak
tersedia. Maka dari itu perlu diadakan panduan pengelolaan pasien dengan infeksi
airborne.

B. Landasan Hukum
1. PMK no 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Fasilitas Pelayanan kesehatan
2. SK Menkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang SPM RS
3. SK Menkes 1165.A./Menkes/SK/X/2004 tentang KARS
4. SK Direktur RSIA Sentosa Makassar no. 09-B/07/SK/RSIAS/I/2017 tentang
Pembentukan TIM PPI RS

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengurangi angka infeksi di Rumah Sakit Umum Daerah Lahat

b. Tujuan Khusus

Mengurangi angka infeksi bagi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung

Memberikan pengetahuan bagi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung

tentang pengelolaan dan perawatan pasien penyakit menular Supaya petugas

dapat mengatur pemisahan antara pasien dengan penyakit antara pasien


dengan penyakit menular, dari pasien lain yang berrisiko tinggi, yang rentan

karena immunosuppressed atau sebab lain Supaya petugas dapat mengatur

cara mengelola pasien dengan infeksi airborne untuk jangka waktu pendek

ketika ruangan bertekanan negatif tidak tersedia. Supaya petugas mengetahui

alur dan penempatan pasien dengan penyakit menular

BAB II
KEBIJAKAN PENERAPAN KEWASPADAAN ISOLASI
A. Kebijakan Umum
1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus
menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan
standar dan kewaspdaan berdasarkan transmisi
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di rumah
sakit yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan APD, pemrosesan
peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen,
pengelolaan limbah, kesehatan karyawan, penempatan pasien, hygiene respirasi
(etika batuk), praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk lumbal punksi

B. Kebijakan Khusus
Penempatan pasien tidak infeksius
Menggunakan kewaspadaan standar:
1. Penempatan Pasien: pasien bisa ditempatkan di semua ruang perawatan kecuali
ruang Isolasi.
2. Kebersihan Tangan : Lakukan lima saat kebersihan tangan dan gunakan cairan
berbasis alkohol (handrub) dan sabun antiseptik untuk kebersihan tangan
3. Sarung Tangan: Pakai sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) bila
menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan barang-barang
terkontaminasi. Pakai sarung tangan sebelum menyentuh lapisan mukosa dan
kulit yang luka (non-intact skin). Ganti sarung tangan di antara dua tugas dan
prosedur berbeda pada pasien yang sama Lepas sarung tangan setelah selesai
melakukan tindakan, dan cuci tangan segera
4. Alat perlindungan diri: Masker, Pelindung Mata dan Pelindung Wajah.
Gunakan masker dan pelindung mata atau wajah untuk melindungi lapisan
mukosa pada mata, hidung dan mulut saat melakukan prosedur atau aktifitas
perawatan pasien yang memungkinkan adanya cipratan darah, cairan tubuh,
sekresi dan ekskresi.
5. Gaun.
Gunakan gaun (bersih dan tidak perlu steril) untuk melindungi kulit dan untuk
mencegah ternodanya pakaian. Lepas gaun kotor sesegera mungkin dan cuci
tangan

Penempatan Pasien Infeksius


1. Transmisi Airborne
Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan halus di udara.
Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui
udara, baik yang berupa bintik percikan di udara (ariborne droplet nuclei,
ukurran 5 µm atau lebih kecil) atau partikel debu yang berisi agen infeksi.
a) Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang isolasi. Pintu harus selalu tertutup. Bila
ruang isolasi penuh / tidak tersedia, tempatkan pasien bersama dengan
pasien lain yang terinfeksi yang sama, Dilarang menempatkan pasien
dengan pasien jenis infeksi lain. Bila tidak tersedia kamar tersendiri dan
perawatan gabung tidak diinginkan, maka pemakaian masker di
berlakukan
b) Perlindungan Pernafasan (Masker) :
Gunakan masker bila memasuki kamar pasien yang diketahui atau
dicurigai menderita airborne disease (TBC, Varicela, rubella dll).
Pasien harus selalu menggunakan masker medic/bedah.
c) Pemindahan pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien. Bila memang dibutuhkan,
perkecil penyebaran droplet dengan memakaikan masker bedah pada
pasien.

2. Transmisi Droplet
Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan partikel besar. Transmisi
terjadi bila partikel percikan yang besar (diameter ˃5 µm) dari orang yang
terinfeksi mengenai lapisan mukosa hidung, mulut atau konjungtiva mata
orang yang rentan. Percikan dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara,
batuk, bersin atau pun pada waktu pemeriksaan jalan nafas seperti intubasi atau
bronkoskopi.
a) Penempatan Pasien
Pasien dengan droplet diseases diupayakan ditempatkan di kamar
tersendiri, jika tidak . bersama dengan pasien yang dugaan terinfeksi
dengan mikroorganisme yang sama, bila ada kasus yang lain tempatkan
dengan jarak sedikitnya 1 m dengan pasien lainnya dan Tidak dibutuhkan
penanganan udara dan ventilasi yang khusus, dan pintu boleh tetap terbuka.
b) Masker
Gunakan masker bedah bila bekerja dalam jarak kurang dari satu meter dari
pasien.
c) Pemindahan Pasien
Batasi pemindahan dan transportasi pasien Bila memang dibutuhkan
pemindahan dan transportasi, perkecil penyebaran droplet dengan
memakaikan masker bedah pada pasien, bila memungkinkan.

3. Transmisi Kontak
penularan melalui kontak digunakan untuk pasien yang diketahui atau diduga
menderita penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung misalnya kontak
tangan atau kulit ke kulit, atau kontak tak langsung (persinggungan)
dengan benda di lingkungan pasien.
a) Penempatan Pasien
Pasien ditempatkan di kamar tersendiri.,atau tempatkan pasien dalam
kamar bersama dengan penyakit yang sama, bila tidak memungkinkan
dengan jarak sedikitnya 3 kaki (kira-kira satu meter) dengan pasien lainnya
Tidak dibutuhkan penanganan udara dan ventilasi khusus dan pintu boleh
tetap terbuka.
b) Sarung Tangan dan Cuci Tangan.
Pakailah sarung tangan (bersih dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar
dan merawat pasien, lepas sarung tangan sebelum meninggalkan
lingkungan pasien dan segera lakukan kebersihan tangan dengan cuci
tangan atau handrub.
c) Gaun
Pakailah gaun (bersih dan tidak perlu steril) saat memasuki kamar pasien.
d) Pemindahan Pasien :
Batasi pemindahan dan transportasi pasien hanya untuk hal yang sangat
penting saja. untuk meminimalkan kemungkinan penyebaran
mikroorganisme ke pasien lain dan kontaminasi permukaan lingkungan
dan peralatan.
e) Peralatan Perawatan Pasien.
Penggunaan peralatan non-kritikal hanya untuk satu pasien saja untuk
mencegah penggunaan bersama dengan pasien lain.
BAB III
RUANG LINGKUP

Dalam pengelolaan perawatan pasien isolasi diperlukan pengaturan baik dari tata
ruangnya, alur pasien, petugas, maupun pengunjungnya.

A. Tata Ruang
1. Sistem ventilasi
Mikroorganisme yang ada di udara merupakan salah satu sumber infeksi
Sistem ventilasi yang dibutuhkan tergantung dari keadaan pasien yang
dirawat dan kualitas udara di sekitar ruangan.
a) Ruang Rawat Intensif (ICU)
Resirkulasi udara di ruang ini sebaiknya menggunakan filter HEPA yaitu
suatu filter yang dapat menghambat 99,97% partikel dioktilphtalat yang
dihembuskan dengan cara aerosol berdiameter 0,3 µm. Penggantian udara
minimal 6 kali dalam satu jam yang menjamin udara bersih dari partikel.
b) Ruang Isolasi
Sistem ventilasi dengan tekanan negatif diperlukan untuk pasien yang
terinfeksi virus, tuberkulosis, virus campak dan varisela. Tekanan negatif
dengan menggunakan exhaust exceeding supply sekitar 15% atau 3/ Feet
min. Udara dari ruangan langsung dialirkan keluar. Resirkulasi boleh
dilakukan tetapi perlu filter HEPA. Sementara ini di RSIA Sentosa
memiliki ruang isolasi dengan menggunakan ventilasi alami
c) Ruang Operasi (IBS)
Aliran udara harus selalu berasal dari ruangan yang bersih ke ruangan
yang kurang bersih. Sistem ventilasi dan pengatur udara (AC) harus
terjamin dan melalui exhaust yang berada di dinding, tepat di atas lantai,
udara keluar, sistem ventilasi harus mencakup persyaratan berikut:
• Temperatur berkisar antara 20-24º C
• Kelembaban udara antara 50-60%
• Ada indikator kelembaban dan termometer yang mudah dilihat..
B. Petugas dan Pengunjung
1. Untuk petugas yang merawat di unit/ruang dengan penyakit menular harus
mendapatkan pelatihan tentang cara perawatan pasien dengan penyakit
menular. Alat pelindung diri harus digunakan sesuai prosedur dan dipantau
terkait kepatuhannya.
2. Pembatasan pengunjung sangat penting karena risiko penyebaran infeksi dan
penyakit akan meningkat.
C. Tempat Yang Tidak Boleh Dikunjungi Para Tamu
Pada tempat-tempat di mana dilakukan perawatan tertentu pengunjung harus
dibatasi seminimal mungkin dan harus berdasarkan ijin petugas, ruangan
tersebut adalah:
a. Ruang NICU 4. Kamar Operasi
b. Ruang bersalin (VK) 5. Ruang Isolasi

BAB IV
TATA LAKSANA

A. Penempatan Pasien dengan Penularan Melalui Udara


1. Tujuan
Untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara, baik yang berupa bintik
percikan di udara (airborne droplet nuclei, ukuran 5 µm atau lebih kecil) atau
partikel debu yang berisi agen infeksi.
2. Tata laksana
Penempatan pasien untuk penularan penyakit melalui udara dengan cara :
a) Ruang isolasi mendapat cahaya sinar matahari langsung dan menggunakan
ventilasi alami yang mengarah keluar RS
b) Jagalah agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam ruangan Bila tidak
ada tempat tersendiri, tempatkan pasien dalam ruangan dengan pasien lain
yang dugaan terinfeksi mikroorganisme yang sama tetapi tidak ada infeksi
lain.
c) Jangan masuk ruangan pasien yang diketahui atau diduga menderita campak
atau varisela bagi orang yang rentan terhadap infeksi tersebut.
d) Batasi pemindahan atau pengangkutan pasien hanya untuk hal-hal yang
penting saja. Dan memberi pasien masker bedah.
B. Penempatan Pasien Dengan Penularan Melalui Percikan
1. Tujuan
Untuk menghindari transmisi melalui percikan, karena percikan besar tidak dapat
bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat yang dekat.
2. Tata laksana
a. Tempatkan pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan
infeksi aktif organisme yang sama dan tidak ada infeksi lain.
b. Bila tidak ada kamar tersendiri, tempatkan dalam ruangan secara
kohort, bila tidak , buatlah jarak pemisah minimal 1 meter antara pasien
terinfeksi dengan pasien lain
c. Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan
mendesak. Bila terpaksa, gunakan masker bedah untuk pasien.

C. Penempatan Pasien Dengan Penularan Melalui Kontak


1. Tujuan
Untuk meminimalkan penularan penyakit melalui kontak langsung atau kontak
tak langsung.
2. Tata laksana
a) Tempatkan pasien di ruang tersendiri bila mungkin, bila tidak tersedia
dapat diletakkan di ruang umum dengan pasien sejenis.
b) Gunakan alat pelindung diri : sarung tangan dan harus diganti setelah
menyentuh bahan yang mengandung mikroorganisme Segera buka
sarung tangan sebelum meninggalkan ruangan dan kemudian harus cuci
tangan sesuai dengan SPO cuci tangan.
c) Gunakan gaun pelindung yang bersih dan non steril bila diduga terjadi
kontak yang cukup rapat dengan pasien. Segera lepas gaun sebelum
meninggalkan ruangan.
d) Untuk transport pasien, batasi pemindahan dan transport pasien hanya
untuk hal yang penting. Dan gunakan alat pelindung diri
e) Untuk perawatan lingkungan, di sekitar tempat tidur pasien dan
permukaan lain yang sering tersentuh dibersihkan setiap hari.
f) Peralatan perawatan pasien, gunakan peralatan pasien non kritis dan
peralatan seperti stetoskop, tensimeter, termometer harus selalu
dibersihkan dan disiinfeksi sebelum dipakai lagi.

D. Pilihan Kewaspadaan Khusus Sebelum Diagnosis Pasti Ditegakkan

Gejala Klinis Patogen Potensial Jenis Kewaspadaan


Diare
• Diare akut, dengan Enteropatogen Penularan melalui kontak
kemungkinan infeksi
pada pasien yang
memakai popok
• Diare orang dewasa yang Clostridium Penularan melalui kontak
baru saja menggunakan difficile
antibiotic.
Meningitis Neisseria Penularan melalui
meningitidis percikan
Ruam atau eksantem pada
umumnya, penyebab tidak
diketahui :
• Petekiae/ekimosis dengan 1. Neisseria
demam Meningitidis
• Vesikuler 2. Varisela

• Makulopapular dan 3. Rubella

demam (measless)
Infeksi pernafasan
• Batuk, demam, infiltrat - Mycobacterium Penularan melalui kontak
lobus atas paru pada pasien tuberculosis
HIV-seronegatif (pasien
dengan risiko rendah HIV)
• Batuk, Demam, infiltrat di - Mycobacterium Penularan melalui kontak
semua bagian paru tuberculosis
pada pasien terinfeksi HIV
(pasien dengan risiko
tinggi HIV)
• Batuk paroksismal atau - Bordetella Penularan melalui kontak

batuk parah yang terus pertussis

menerus selama pertusis -


aktif.
• Infeksi salran nafas,
terutama bronkhiolitis dan - Respiratory Penularan melalui kontak

croup pada bayi dan anak syncitial/virus

kecil. parainfluensa

Risiko adanya
mikroorganisme yang kebal
terhadap berbagai obat
• Pernah terinfeksi atau Bakteri Resisten Penularan melalui kontak
terkolonisasi oleh
organisme yang kebal
terhadap berbagai obat
• Infeksi kulit, luka atau Bakteri Resisten Penularan melalui kontak
saluran kemih pada pasien
yang baru dirawat dirumah
sakit yang pernah dijumpai
organisme kebal obat
Infeksi kulit atau luka Abses Staphylococcus Penularan melalui kontak
atau luka yang terbuka. aureus, group A
streptococcus

E. Strategi transportasi / arus pasien dengan penyakit menular


1. Tujuan
Untuk meminimalkan penularan penyakit melalui kontak langsung atau kontak
tak langsung terhadap orang lain.
2. Tata laksana
a) Petugas kesehatan memastikan bahwa rute dan ruangan / unit kerja yang
dituju dalam kondisi siap.
b) Semua petugas kesehatan memakai APD
c) Pasien disiapkan dan lakukan transportasi dengan cepat dan tepat.
BAB V
DOKUMENTASI

Dokumentasi dilakukan pada saat :


1. Pencatatan hasil monitoring secara rutin untuk pasien infeksius yang
membutuhkan isolasi untuk infeksi airborne
2. Pendokumentasian kegiatan pendidikan staf/petugas.
3. Kegiatan audit kepatuhan khususnya standar prosedur operasional untuk
penempatan pasien dengan penyakit menular ini dilakukan secara periodik enam
bulan sekali. Kegiatan monitoring dilaksanakan oleh IPCLN dan IPCN selanjutnya
dievaluasi dan dilaporkan kepada Tim PPI Rumah Sakit. Melalui Tim PPIRS maka
akan diteruskan kepada PMKP dan dilaporkan kepada Direktur.

Anda mungkin juga menyukai