Lapkas Puskesmas
Lapkas Puskesmas
Disusun Oleh:
I
KATA PENGANTAR
Assalamu‘alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus.
Laporan kasus ini kami buat sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik stase
Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
Dengan rasa hormat saya juga menyampaikan banyak terima kasih dari
semua pihak atas bantuan, terutama kepada:
Saya menyadari laporan kasus ini masih ada kekurangan dan masih jauh dari
sempurna, sehingga Saya mohon kritik dan sarannya. Harapannya semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita bersama. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis
ii
BAB I
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Usia : 22 tahun
Alamat : Cempaka Baru III No.20 RT 13/RW 7
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk PKM : 31 Agustus 2019
2. Identitas Suami Pasien
Nama : Tn. B
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat : Cempaka Baru III No.20 RT 13/RW 7
3. Data Subjektif
Anamnesis
Keluhan Utama : Pasien hamil 37 minggu G2P1A0 datang
mengeluhkan Keluar air air sejak 1 Jam sebelum masuk
Ruang bersalin Puskesmas Kec.Kemayoran.
Keluhan Tambahan : Mules (+), Pusing (+), mual (+) ,
muntah (-), sesak (+)
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien hamil 37 minggu
G2P1A0 datang mengeluhkan Keluar air air sejak 1 Jam
sebelum masuk Ruang bersalin Puskesmas Kec.Kemayoran
disertai dengan mules mules yang terus menerus. Pasien juga
merasakan adanya sedikit pusing ,merasa sedikit sesak saat
bernapas, dan sedikit mual.
1
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os tidak mengalami sakit seperti ini sebelumnya. riwayat
Asma (-), DM (-), Hipertensi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga pasien sebelumnya tidak ada yang
memiliki keluhan yang dirasakan pasien saat ini.
Asma, HT, penyakit jantung,DM, kanker dan
kelainan darah disangkal.
Riwayat Pengobatan
Os mengaku sudah pernah meminum obat anti
hipertensi tetapi saat ini obatnya sudah habis.
Riwayat Alergi
Os tidak mempunyai riwayat alergi cuaca,os tidak
ada riwayat alergi obat maupun makanan
Riwayat Psikososial
OS mengaku jarang olahraga. Pola makan teratur,
sering mengkonsumsi buah dan sayur. Selama hamil
nafsu makan tidak menurun. Tidak meminum
minuman beralkohol, tidak merokok.
Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun
Haid : teratur, tidak
ada
keluhan nyeri saat haid
Siklus : 28 hari
Lama Haid : 5 - 7 hari
HPHT : 02 Desember
2018
Riwayat Menikah
Pernikahan Pertama, Sudah menikah sejak tahun
2016
2
Riwayat Obestetri
Tempa Penolon Tahu Aterm Jenis Penyuli JK Bera Keadaan
t g n t t
Klinik Bidan 2017 37 Sponta Tidak Lak 4400 Sehat
n Ada i gr
laki
4. Data Objektif
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 180/110 mmHg
Nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat
Nafas : 24 x/menit, regular
Suhu : 36.6 oC suhu Frontal
BB : 85 cm
TB : 159 cm
IMT : 33,6
Pemeriksaan Fisik Generalis
Kepala : Normocephali
Mata :
Konjungtiva anemis(-/-), sklera ikterik(-/-), edema
palpebra (-)
Hidung :
Deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-), nyeri
tekan (-)
Telinga :
Normotia, nyeri (-/-), sekret (-/-), serumen (-/-),
pendengaran baik
Mulut :
Mukosa bibir lembab, lidah tremor (-), faring
hiperemis (-)
Leher :
3
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla,
leher, JVP tidak meningkat
Paru :
Inspeksi : normochest, tidak ada retraksi
dinding dada, pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri
simestris
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni
regular. Mumur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : striae alba
Auskultasi : Bising usus dalam batas normal
Palpasi : nyeri tekan (+) reg. epigastric
Perkusi : timpani
Ekstremitas :
Ektremitas Superior
Akral hangat, edema (-/-), pucat (-), CRT < 2 detik
Ekstremitas Inferior
Akral hangat, edema (+/+), pucat (-) , CRT < 2 detik
Status ginekologi :
TFU : 38 cm
4
His : 2x10’/20’’
DJJ : 131xpm, teratur dan 150 xpm, teratur
Inspeksi: Linea Nigra (+), Striae Gravidarum (+).
Palpasi Abdomen
• Leopold I: Teraba 2 bagian bulat lunak di perut atas,
kesan Kepala-Kepala
• Leopold II: Teraba tahanan memanjang seperti papan
di sebelah kanan dan kiri,kesan punggung Kanan-Kiri
janin
• Leopold III: Teraba 2 bagian bulat lunak di perut
bagian bawah, kesan Bokong-bokong
• Leopold IV: Bokong masuk PAP ( Divergen)
Pemeriksaan Dalam
• Vulva : tidak ada kelainan
• Perineum : tidak ada kelainan
• Vagina : tidak ada kelainan
• Portio : tebal lunak
• Pembukaan : 2cm
• Ketuban : (-) warna jernih
• Persentasi : bokong
• Penurunan :-
• Posisi : Sacrum
• Molase :-
Pemeriksaan penunjang
5
o Hasil USG (19/8/119)
Kesan USG Terakhir : G2P1A0 hamil 35 minggu 3 hari, janin
Hidup Keduanya , Bokong-bokong
Taksiran Berat Janin : Janin 1 (2630gr), Janin 2 (2347gr)
Taksiran Persalinan : 19 – 09 - 2019
Resume
Pasien hamil 37 minggu G2P1A0 datang mengeluhkan Keluar air
air sejak 1 Jam sebelum masuk Ruang bersalin Puskesmas Kec.Kemayoran
disertai dengan mules mules yang terus menerus. Pasien juga merasakan
adanya sedikit pusing ,merasa sedikit sesak saat bernapas, dan sedikit mual.
6
Follow Up
Tanggal Perjalanan Penyakit
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklamsia
Definisi
Preeklampsia adalah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi,
proteinuria dan edema yang timbul selama kehamilan atau sampai 48 jam
postpartum. Umumnya terjadi pada trimester III kehamilan. Preeklampsia
dikenal juga dengan sebutan Pregnancy Incduced Hipertension (PIH)
gestosis atau toksemia kehamilan. Sedangkan menurut Chapman (2006)
preeklampsia adalah merupakan kondisi khusus dalam kehamilan ditandai
dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan
dengan kejang (eklampsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara
komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrapsio
plasenta. Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi,
edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini
umumnya terjadi pada triwulan Ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi
sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa. Preeklampsia dibagi dalam
golongan ringan dan berat (Abdul, dkk, 2006).
8
gangguan yang terjadi pada trimester kedua kehamilan dan mengalami
regresi setelah kelahiran, ditandai dengan kemunculan sedikitnya dua dari
tiga tanda utama, yaitu hipertensi, edema, dan proteinuria
Klasifikasi
Berdasarkan pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di
Indonesia (2005):
1. Hipertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama kalinya
setelah umur kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria
dan tekanan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia
Ringan
Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu
disertai dengan proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
Berat
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20 minggu,
disertai dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+ sampai 4+
3. Eklampsia
Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia
Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah
mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah
kehamilan 20 minggu.
5. Hipertensi Kronik
Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau
sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang 12 minggu pasca
persalinan.
9
Epidemiologi
Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang
menyebabkan kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli.
Preeklampsia merupakan penyebab pada 790 kematian ibu/100.000
kelahiran hidup.
Etiologi
Penyebab timbulnya preeklampsia pada ibu hamil belum diketahui
secara pasti, tetapi pada umumnya disebabkan oleh (vasospasme arteriola).
Faktor-faktor lain yang diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya
preeklampsia antara lain: primigravida, kehamilan ganda, hidramnion,
molahidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu kurang dari 18
tahun atau lebih dari 35 tahun serta anemia. sebab preeklampsia dan
eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah banyak teori yang
mencoba menerangkan sebab musabab penyakit tersebut, akan tetapi tidak
ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima
harus dapat menerangkan hal-hal berikut:
10
Salah satu teori yang dikemukakan ialah bahwa eklampsia disebabkan
ischaemia rahim dan plasenta (ischemaemia uteroplacentae).Selama
kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa,
hydramnion, kehamilan ganda, pada akhir kehamilan, pada persalinan, juga
pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes , peredaran darah dalam
dinding rahim kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau desidua
yang menyebabkan vasospasmus dan hipertensi. Tetapi dengan teori ini
tidak dapat diterangakan semua hal yang berkaitan dengan penyakit
tersebut. Ternyata tidak hanya satu faktor yang menyebabkan pre-
eklampsia dan eklampsia.
11
Pengeluaran hormone ini memunculkan efek “perlawanan” pada
tubuh.Pembuluh-pembuluhdarah menciut, terutama pembuluh darah
kecil, akibatnya tekanan darah meningkat. Organ-organ pun akan
kekurangan zat asam. Pada keadaan yang lebih parah, bisa terjadi
penimbunan zat pembeku darah yang ikut menyambut pembuluh darah
pada jaringan-jaringan vital.
2. Peran Faktor Immunologi
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul
lagi pada kehamilan berikutnya.Hal ini dapat di bahwa pada kehamilan
pertama pembentuk blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
3. Peran Faktor Genetik
Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia
b. Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi preeclampsia-
eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita preeclampsia-
eklampsia
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia-eklampsia
pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklampsia-
eklampsia dan bukan pada ipar mereka
d. Peran Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS).
Penderita pada tahap preeklampsia hendaknya mau dirawat
dirumah sakit untuk memudahkan pemantauan kondisi ibu dan janin.
Pemantauan meliputi fungsi ginjal lewat protein urinenya dan juga fungsi
hati. Menu makanan sehari-hari pun perlu diperhatikan. Yang pasti
konsumsi garam harus dikurangi, sedangkan buah-buahan dan sayuran
diperbanyak.
Faktor Risiko
Setiap wanita hamil memiliki risiko untuk mengalami penyakit
akibat kehamilan, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko
12
tersebut. Menurut Sarwono (2006), faktor yang berhubungan dengan
terjadinya preeclampsia yaitu faktor usia dan paritas. Beberapa faktor yang
memiliki hubungan dengan terjadinya preeklampsia adalah faktor
pengetahuan, usia, paritas, riwayat preeklampsia, genetik dan pemeriksaan
kehamilan (ANC). Walaupun penyebab preeklampsia belum dapat
dipastikan, namun beberapa faktor berikut ini memiliki hubungan dengan
terjadinya preeklampsia.
a. Usia
b. Paritas
c. Faktor Genetik
d. Diet/gizi
13
e. Tingkah laku/sosioekonomi
f. Hiperplasentosis
g. Mola hidatidosa
h. Obesitas
i. Kehamilan multiple
14
Patofisiologi
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang
arteria radialis. Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan
arteri basalis memberi cabang arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas
ke dalam Iapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot
tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki
jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero
plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan "remodeling arteri spiralis".
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis",
sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang
dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklampsia rata-rata 2OO mikron. Pada hamil normal
vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero
15
plasenta.
16
aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak
jenuh sangar rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi
peroksida lemak.
-Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2):
suatu vasodilatator kuat.
17
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut.
. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
. Seks oral mempunyai risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode
ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya "hasil
konsepsi" yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen
protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun, sehingga
si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat
melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping untuk menghadapi sel Natural
Killer. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-
G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas
ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-
G juga merangsang produksi sitikon, sehingga memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune Maladaption pada preeklampsia.
18
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menirnbulkan respons vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa
daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin
sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin
ini di kemudian hari ternyata adalah prostasiklin.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu
lebih me- nentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika
dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang
mengalami preeklampsia, 26 % anak perempuannya akan mengalami preeklampsia
pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeclampsia.
19
tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang
Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang
menimbulkan kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
20
trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada
plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stres oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbuikan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.
21
secara iatrogenic ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan
aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.
3. Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh
pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus
arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi
bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Pada
preeklampsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler dan
merupakan indikasi untuk dilakukannya terminasi kehamilan. Ablasio retina ini
biasanya disertai kehilangan penglihatan. Selama periode 14 tahun, ditemukan 15
wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan yang
dikemukakan oleh Cunningham (1995).
Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan
gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
4. Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia
dan merupakan penyebab utama kematian. Edema paru bisa diakibatkan oleh
kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada
beberapa kasus terjadinya edema paru berhubungan dengan adanya peningkatan
cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai
pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati.
5. Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali
serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan menggunakan sonografi
Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika.
Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan
besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada
22
lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul
hepar dan membentuk hematom subkapsular.
6. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat
cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
menurun. Lesi karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah
pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan
perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat,
terutama pada wanita dengan penyakit berat.
Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan
sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya
volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan
dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus
preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin plasma dapat
meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga
2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan intrinsik ginjal
yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh Pritchard (1984)
dalam Cunningham (2005).
Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan
retensi garam dan air. Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan
bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin
karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat
reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan filtrasi
natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam dan juga
retensi air.
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat proteinuria.
Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah
melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan bahwa yang
diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1
atau lebih dengan dipstick memperkirakan minimal terdapat 300 mg protein per 24
jam pada 92% kasus. Sebaliknya, proteinuria yang samar (trace) atau negatif
23
memiliki nilai prediktif negatif hanya 34% pada wanita hipertensif. Kadar dipstick
urin +3 atau +4 hanya bersifat prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36%
kasus.
Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas
terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi Filtrasi
yang menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan
pada keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria. Lee (1987)
dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel normal pada
tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria dan
menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.
Protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin,
globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya
proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi
kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin.
7. Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang
normal. Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan
destruksi eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker
(1999) dalam Cunningham (2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang
sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/μl yang ditemukan pada 15-
20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level fibrinogen
yang rendah pada pasien preeklampsia biasanya berhubungan dengan terlepasnya
plasenta sebelum waktunya (placental abruption).
Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan
terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa
menetap selama seminggu.
24
8. Sistem Endokrin dan Metabolism Air dan Elektrolit
Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron
meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke
kisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi,
sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses
penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam
darah.
Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida natriuretik
atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan
meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada
normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya resistensi
vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia.
Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum
diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan hematokrit,
peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan berkurangnya volume
plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran darah tepi meningkat. Hal
tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.
Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak
dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal tidak
mengalami perubahan.
25
prematurus pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua
masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk tidak dapat
mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang
pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis
arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi
malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen
vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta
Klasifikasi
Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan Preeklampsia
Berat berdasarkan Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists, yaitu:
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan
dengan riwayat tekanan darah normal.
Proteinuria kuantitatif ≥ 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+
dipstick
Edema: edema lokal tidak dimasukkan ke dalam kriteria preeklampsia,
kecuali edema pada lengan, muka, dan perut, edema generalisata.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
Gangguan fungsi hati.
26
Pertumbuhan janin terhambat.
Sindrom HELLP.
Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya
preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta mencegah
gangguan fungsi organ vital.
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan
kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi
glomeruli dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan
ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi
vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah
rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam
rahim.
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda,
berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang
mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila
komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi
cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak
diberikan obat-obat diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan
laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal. Apabila
27
preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka
dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.
Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di
rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia
berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi
dengan bagian mata, jantung dan lain lain.
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu
sampai ≤ 37 minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah
mencapai normal, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai
terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara
spontan, bila perlu memperpendek kala II.
2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan
kehamilan.
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi
plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress
baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.
28
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan
sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa :
nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan.
Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG
dan NST.
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan
preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap
penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap
terhadap kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi)
setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi
faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan
onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring
input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin)
menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat
berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi
tanda tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang
diberikan dapat berupa a) 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah
tetesan:<125cc/jam atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi
dengan infuse ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria
terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam ds2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
29
kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet
yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
Pemberian obat antikejang
MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding
fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan
897 penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium).
Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium
sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk
antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram
im tiap 4-6 jam
Syarat-syarat pemberian MgSO4
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl
30
Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah
24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian
magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 %
dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau
fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin
sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan
otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin
sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena
50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman
pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut
off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmhg dan MAP ≥ 126
mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat
bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni
pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
31
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25µg iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25µg
iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.
Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik
(akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia
berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindrom HELLP.
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
32
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu
tanpa disertai tanda –tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan
bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.
Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah
ini, yaitu:
Ibu
1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda “sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat
33
Komplikasi
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa
terjadi :
Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane
PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses
persalinan. Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil
mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak
terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis
waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan
pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan
< 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm
premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis
sebelum permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan
Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in
34
partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara
kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang
pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.Sedangkan
menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda
persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut
ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan
premature dengan segala komplikasinya
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm.
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat
usia kehamilan belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu.
Arti klinis ketuban pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka
kemungkinan terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat
menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian
terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali
merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat
memicu terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of
membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka
panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion
bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.
Epidemiologi
35
berkembang Asia. Insidens KPD di Indonesia sebanyak 12% (Riskerdas,2010).
Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Ketuban pecah dini
dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada kehamilan midtrester.
Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 – 3 %, dan kurang dari 1 %. Secara umum
insidensi KPD terjadi sekitar 7 – 12 % (Chan, 2006). Insidensi KPD kira – kira
12 % dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati
2011 insidensi KPD adalah sekitar 6 – 9 % dari semua kehamilan.
Etiologi
1. Inkompetensia serviks
36
ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan
sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.6
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi
dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan
selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan
kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah
pecah.6
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL.
uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara
berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan
uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.2
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.2
6. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun
ascenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan
terjadinya KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama
ketuban pecah dini. Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan
viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka
jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya
aktivitas enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan faktor yang cukup berperan
37
pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini. Grup B streptococcus
mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.3
7. Riwayat KPD sebelumnya.
Patofisiologi
Dua belas hari setelah ovum dibuahi, terbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan
amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian
dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan
amnion. Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai
bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang
seiring dengan tuanya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal
dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara
teori lain menyebutkan berasal dari plasenta. Dalam satu jam didapatkan perputaran
cairan lebih kurang 500 ml. Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah
1000 – 1500 cc.
38
dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis.
Selaput ini berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 – 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis,
terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein
terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel
dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.
39
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Patogenesis
40
degenerasi kolagen dan kematian sel yang membawa kelemahan pada dinding
membran fetal.
Diagnosis
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan
seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita
merasa basah dari vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan
lahir.
Inspeksi Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah, dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini
akan makin jelas.
1. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan
dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan
yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang
dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari
serviks. Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari
amnion yang khas juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung
diangnosis KPD. Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien
untuk batuk untuk memudahkan melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.
Kertas lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. Sekret vagina
ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan
warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika
tersamarkan dengan darah, semen atau vaginisis trichomiasis.
41
2. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar
dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari
forniks posterior.
42
Pemeriksaan Lab
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar.
Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa
negatif berikan dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan
janin. Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37
minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol),
deksametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada
infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda – tanda infeksi (suhu,
leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 – 37 minggu
berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal
selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea.
Bila tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan.
43
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
Komplikasi
Persalinan Prematur
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu
terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.
44
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada Ketuban Pecah
Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi
sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.7
• Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat
banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
• Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin
45
Sindrom Deformitas Janin
Pencegahan
Prognosis
• Usia kehamilan
• Adanya infeksi / sepsis
• Factor resiko / penyebab
• Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
46
umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi
yang tidak serius dari kelahiran premature.
47
C. Kehamilan Ganda
Kehamilan Ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih
intrauterin. Kehamilan ganda dapat didefinisikan sabagai suatu kehamilan
dimana terdapat dua atau lebih embrio atau janin sekaligus.
Janin kembar umumnya terjadi akibat pembuahan dua ovum yang
berbeda yaitu kembar ovum-ganda, dizigotik, atau franteral.
48
Plasenta Pada Kehamilan Ganda
Hereditas/keturunan
Sebagai faktor penentu pembentukan kembar, riwayat keluarga pihak ibu jauh
lebih penting daripada riwayat pihak ayah (Myles, 2009). Sebagai penentu
kehamilan ganda genotip ibu jauh lebih penting dari genotip ayah. White dan
49
Wyshak (1964) dalam suatu penelitian terhadap 4000 catatan mengenai jemaat
gereja kristus orang-orang kudus hari terakhir, menemukan bahwa para wanita
yang dirinya sendiri dizigot dengan frekuensi 1 per 58 kelahiran. Namun,
wanita yang bukan kembar tapi mempunyai suami kembar dizigot, melahirkan
bayi kembar dengan frekuensi 1 per 116 kehamilan. Lebih lanjut, dalam analisis
Bulmer (1960) terhadap anak-anak kembar, 1 dari 25 (4%) ibu mereka ternyata
juga kembar, tetapi hanya 1 dari 60 (1,7%) ayah mereka yang kembar,
keterangan didapatkan bahwa salah satu sebabnya adalah multiple ovulasi yang
diturunkan (Cristina, 2001).
Faktor gizi
Dalam sebuah uji coba klinis acak tentang suplementasi asam folat
perikonsepsi, mendapatkan bahwa wanita yang mendapat suplementasi asam
folat yang mengalami peningkatan insiden gestasi multiple (Myles, 2009).
Nylander (1971) mengatakan bahwa peningkatan kehamilan ganda berkaitan
dengan status nutrisi yang direfleksikan dengan berat badan ibu. Ibu yang lebih
tinggi dan berbadan besar mempunyai resiko hamil ganda sebesar 25-30%
dibandingkan dengan ibu yang lebih pendek dan berbadan kecil. McGillivray
50
(1986) juga memaparkan bahwa kehamilan dizigotik lebih sering ditemui pada
wanita berbadan besar dan tinggi dibandingkan pada wanita pendek dan
bertubuh kecil (Cristina, 2001).
Gonadotropin hipofisis
Faktor umum yang mengaitkan ras, usia, berat, dan kesuburan dengan gestasi
multiple mungkin adalah kadar FSH, hal ini disebabkan oleh pelepasan
mendadak gonadotropin fipofisis dalam jumlah yang lebih besar daripada
biasanya selama daur spontan pertama setelah penghentian kontrasepsi
(Cunningham, 2006).
Terapi kesuburan
Induksi ovulasi dengan menggunakan obat hormonal gonadotropin ( FSH plus
gonadotropin korionk ) atau klomifen secara nyata meningkatkan kemungkinan
ovulasi multiple. Faktor resiko terbentuknya janin multiple setelah stimulasi
ovarium dengan hormon gonadotropin menopause manusia antara lain
meningkatkan kadar estradiol pada hari penyuntikan gonadotropin korionik dan
sifat sperma seperti peningkatan konsentrasi dan motilitas (Cunningham,
2006). Insiden kehamilan ganda seiring penggunaan gonadotropin sebesar 16-
40%, 75% kehamilan dengan dua janin (Schenker & co-workers, 1981). Tuppin
dkk (1993) melaporkan dari Prancis, insiden persalinan gemelli dan triplet
terjadi karena induksi ovulasi dengan terapi human menopause gonadotropin
(hMG). Induksi ovulasi meningkatkan insiden kehamilan ganda dizigotik dan
monozigotik (Mochtar, 2000).
51
ditransfer kedalam uterus maka sejumlah itulah akan berisiko kembar dan
meningkatkan kehamilan ganda (Winkjosastro, 2000).
52
DAFTAR PUSTAKA
53
15. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
54