Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekskresi merupakan proses pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang sudah tidak digunakan
oleh tubuh. Salah satu bentuk ekskresi adalah buang air kecil, hasil buangan itu antara lain
berupa urinee. Akan tetapi, sebenarnya hasil buangan tidak hanya berupa urinee saja. Zat bu
angan lainnya dapat berupa keringat, gas karbon dioksida,serta zat warna empedu (Cambell,
1999).
Salah satu hasil ekskresi dari sistem ekskresi (ginjal) yaitu urine. Urine terbentuk melalui 3 t
ahap, yaitu: proses filtrasi, re-absorpsi dan augmentasi. Pada tahap filtrasi yang terjadi di glo
merulus akan menghasilkan urine primer, glukosa, asam amino, garam, air, urea, asam urat, i
on. Lalu terjadi penyerapan kembali pada tahap reabsorpsi dan menghasilkan urine sekunder.
Kemudian pada tahap yang terakhir terjadi penambahan zat sisa seperti urea, asam urat, sisa
obat, H, NH4 (Cambell, 1999).

Urine yang dihasilkan oleh setiap orang tentu berbeda–beda. Banyak sedikitnya urine yang di
keluarkan tiap harinya dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya, zat – zat deuretik seperti
kopi, teh, alkohol, kemudian dipengaruhi juga oleh suhu, volume larutan dalam darah dan e
mosi seseorang.
Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan pada urine, khususnya kandungan glukosa da
n protein. Karena kedua unsur ini menentukan kerja dari sistem organ ekskresi, yatu ginjal.
B. Tujuan
Tujuan dilaksanakanya praktikum ini adalah untuk mengetahui adanya glukosa dan protein di
dalam urine.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Struktur Ginjal
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen. Ginjal merupakan organ yang berbentuk sep
erti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan p
osisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri, hal i
ni disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Secara umum, ginjal terdiri
dari beberapa bagian (Pearce, 1999):
1. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpi
ghi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus dist
alis.
2. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung
Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
5. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix min
or.
7. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix m
ajor dan ureter.
10. Ureter, yaitu saluran yang membawa urinee menuju vesica urinearia.
B. Urinee
Urinee atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urineasi. Eksreksi urine diperluk
an untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan uri
ne sebagai sarana komunikasi olfaktori. Zat-zat yang terkandung di dalam urinee antara lain
seperti berikut (Pearce, 1999):
1. Ureum
Ureum merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Ureum berasal asam amino yang tid
ak mengandung asam amoniak lagi, karena amoniaknya sudah dipindahkan ke hati. Ureum d
isekresikan rata-rata 30 gram per hari. Setiap menitnya, seperempat darah yang dipompakan
oleh jantung kurang lebih sebanyak 1,2 liter, darah mengalir ke ginjal dan mengalami proses
-proses filtrasi di dalam ginjal. Air kencing yang dihasilkan tubuh yang sehat adalah steril. P
ada kasus seseorang yang terdesak berada di padang pasir yang panas tanpa air maka air ken
cing dapat digunakan sebagai pengganti air minum. Dalam situasi tertentu, air kencing dapat
digunakan sebagai cairan antiseptik. Proses pembentukan urine Tubulus kontortus proksimal
Reabsobsi air ion dan semua nutrin organic bikarbonat Lengkung henlo reabsorbsi air (bagia
n desenden) ion sodium dan klorid (bagian asendon) Duktus kolekvus reasorbsi air dari peny
erapan atau sekresi sodium, potasium, hidrogen, dan ion Duktus papilla mengirim urinee me
nuju pelvis renalis Tubulus kontortus distal sekresi ion asam, basa, racun, roabsorbsi air dan
ion sodium (di bawah control hormon) Cabang Esenden Cabang desenden menghasilkanfiltrat
Tubulus Glomerolus renalis. Kemudian kreatin. Kreatin merupakan zat hasil buangan dari ot
ot.
2. Asam Urat

Asam urat memiliki kadar normal dalam darah kurang lebih 2–3 mg setiap 100 cc. Dari jum
lah asam urat di atas sekitar 1,5–2 mg akan dikeluarkan melalui urine setiap hari.

3. Natrium Klorida (Garam Dapur)


Garam seperti natrium dan kalium klorida masuk ke dalam tubuh melalui makanan, untuk m
engimbangi jumlah yang masuk melalui mulut maka zat ini akan dikeluarkan melalui urine.
Urine terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terl
arut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urine berasal dari darah atau cairan i
nterstisial. Komposisi urine berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting
bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cair
an yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berle
bih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam
urine dapat diketahui melalui urinealisis. Urea yang dikandung oleh urine dapat menjadi sum
ber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentuk
an kompos. Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urine. Urine seoran
g penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urine orang y
ang sehat.
Fungsi utama urinee adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dal
am tubuh. Anggapan umum menganggap urine sebagai zat yang kotor. Hal ini berkaitan den
gan kemungkinan urine tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehi
ngga urinenya pun akan mengandung bakteri (Pearce, 1999).
C. Proses pembentukan Urinee
Sebagai alat ekskresi, ginjal berperan dalam proses pembentukan urine. Pembentukan urine
melalui serangkaian proses yang panjang dan tahap tahap tertentu, yaitu sebagai berikut (Ca
mbell, 1999):
1. Filtrasi
Pada tahap ini, terjadi penyaringan zat beracun yang terjadi di badan malpighi. Pada badan
malpighi ini, kapsul Bowman menyaring zat-zat dari darah yang ada di glomerulus. Darah it
u masih banyak mengandung air, garam, gula, urea, dan lain-lain. Setelah mengalami penyari
ngan, terbentuklah filtrat glomerulus. Filtrat ini disebut urine primer. Di dalam urine primer i
ni masih terkandung banyak zat yang diperlukan oleh tubuh. Zat-zat ini antara lain glukosa,
garam-garam urea, asam amino, asam urat, kecuali protein tidak ditemukan di sini. Sebanyak
99% filtrate glomerulus ini nantinya masih akan diserap kembali.
2. Reabsorbsi
Urinee primer dari glomerulus selanjutnya dialirkan menuju tubulus proksimal. Di sini, urine
primer ini mengalami penyerapan kembali zat-zat yang masih digunakan oleh tubuh, antara l
ain glukosa, asam amino, dan air. Zat-zat yang diserap kembali akan dikembalikan ke dalam
darah melewati kapiler darah di sekitar tubulus, juga terjadi penyerapan natrium di lengkung
Henle, sisanya akan membentuk urine sekunder. Di dalam urine sekunder tidak terdapat zat
yang berguna. Di sini ditemukan kadar urea yang tinggi.
3. Augmentasi
Urine sekunder yang telah terbentuk kemudian dialirkan ke dalam tubulus distal. Di sini terja
di proses augmentasi, yaitu penyerapan air dan penambahan zat-zat seperti ion H+, K+, kreat
inin dan urea dalam urine sehingga urine hanya berisi zat-zat yang benar-benar sudah tidak
berguna lagi. Melalui proses augmentasi inilah akan terbentuk urine yang sesungguhnya. Uri
ne ini akan dikumpulkan melalui pembuluh pengumpul ke rongga ginjal kemudian dialirkan
ke kandung kencing atau vesika urinearia, melalui saluran ureter. Di dalam kandung kencing,
urine mengalami penampungan sementara di sana. Setelah itu, urine akan dikeluarkan mele
wati saluran uretra menuju lubang seni.
D. Glukosa
Glukosa terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen dalam hat
i dan otot rangka. Kadar glukosa dipengaruhi oleh 3 macam hormon yang dihasilkan oleh ke
lenjar pankreas. Hormon-hormon itu adalah : insulin, glukagon, dan somatostatin (Poedjiadi,
2006).
Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi cupro dan mengendap dala
m bentuk merah bata. Semua larutan sakar yang mempunyai gugusan aldehid atau keton beb
as akan memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na karbonat (basa yang tidak begitu kuat)
berguna untuk mencegah pengendapan . Sukrosa memberikan reaksi negative karena tidak
mempunyai gugusan aktif (aldehid/keton bebas).Glukosa darah adalah gula yang terdapat dal
am darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glikogen di
hati dan otot rangka (Poedjiadi, 1994).

F. Uji Benedict
Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan
pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). Selain pereaksi B
enedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto,
1989).
Gula pereduksi dengan larutan benedict (campuran garam kuprisulfat, natrium sulfat natrium
karbonat) akan terjadi reaksi reduksi oksidasi dan dihasilkan endapan warna merah dari kupr
o oksida. Endapan yang terbentuk warnanya tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang di
periksa. Pereaksi benedict lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan glukosa dalam urine (P
oedjiadi, 2012).
Larutan benedict yang mengandung tembaga alkalis akan direduksi oleh gula yang mempuny
ai gugus aldehida dengan membentuk kuprooksida yang berwarna hijau, kuning atau merah.
Fehling yang terdiri dari campuran CuSO4 dan asam tartat dan basa, akan direduksi gula per
eduksi sehingga Cu akan menjadi Cu2O yang berwarna merah bata.
Reaksi benedict sensitive karena larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan perubahan
warna dari seluruh larutan, sedikit menyebabkan perubahan warna dari seluruh larutan, hingg
a praktis lebih mudah mengenalnya. Hanya terlihat sedikit endapan pada dasar tabung. Uji
benedict lebih peka karena benedict dapat dipakai untuk menafsir kadar glukosa secara kasar,
karena dengan berbagai kadar glukosa memberikan warna yang berlainan (Poedjiadi, 2012).

Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample m
akanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam w
aterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (ta
npa adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan gl
ukosa tinggi). Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengand
ung dua monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikia
n rupa sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa ju
ga tidak bersifat pereduksi. Uji Benedict dapat dilakukan pada urinee untuk mengetahui kand
ungan glukosa. Urinee yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabe
tes. Sekali urinee diketahui mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untu
k memastikan jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urinee. Hanya glukosa yang men
gindikasikan penyakit diabetes.
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gul
a pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan
maltosa.
Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100 gram sodium car
bonate anhydrous, 173 gram sodium citrate, dan 17.3 gram copper (II) sulphate pentahydrate,
kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter.
Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample m
akanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam w
aterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (ta
npa adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan gl
ukosa tinggi).
Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua monos
akrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa sehingga
tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak bersifa
t pereduksi.
Uji Benedict dapat dilakukan pada urinee untuk mengetahui kandungan glukosa. Urinee yang
mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urinee diketahui
mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan jenis gula per
eduksi apa yang terdapat dalam urinee. Hanya glukosa yang mengindikasikan penyakit diabet
es.
Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi ion
kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan
berwarna merah. Ban yaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan
kadar gula yang terdapat di dalam urine.
Reaksi :
C u S O 4 + 2 N a O H - - - > C u ( O H ) 2 + N a 2 S O 4
putih kebiru – biruan

Cu(OH)2---->2CuOH+H2O+O
Pemanasan kuning (diambil oleh gula dan produk2nya)\
2CuOH---->Cu2O+H2O
merah bata
Uji benedict bertujuan untuk mengetahui / membedakan gula pereduksi dan gula nonpereduk
si berdasarkan tingkat kepekatannya. Pengujian yang positif merupakan gula pereduksi ditand
ai dengan terbentuknya endapan merah bata. Pada percobaan ini, larutan gula (glukosa dan s
ukrosa) direaksikan dengan benedict kemudian dipanaskan menghasilkan endapan merah bata,
yang menunjukkan larutan tersebut positif terhadap uji ini kecuali sukrosa. Glukosa dapat di
oksidasi oleh Cu2+ karena termasuk golongan aldosa yang memiliki gugus aldehid bebas. Ka
rena glukosa dapat dioksidasi, maka glukosa termasuk golongan gula pereduksi.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell. 1999. Biologi Edisi Ke Empat. Jakarta: Erlangga.
Elfira, 2014. Panduan Praktikum Biokimia. Palembang: Refapress.
Mulyati. 2012. Kandungan di dalam Urine Manusia. Website: http://digilib. unimus.ac.id/files
/disk1/106/jtptunimus-gdl-mulyatigoc-5277-2-bab2.pdf. Di akses pada Selasa, 21 Desember 20
15 pukul 21.00 WIB.
Pearce, E. 1979. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Uta
ma.
Poedjiadi. 2012. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Ui Press.

Anda mungkin juga menyukai