Anda di halaman 1dari 12

BAHAN AJAR

PRAKTEK MUAMALAH : RIBA

KOMPETENSI INTI
1. Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
2. Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli
(toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan
dan keberadaannya
3. Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata
4. Mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori

KOMPETENSI DASAR

3.6 Menganalisis larangan riba


4.5 Mensimulasikan tatacara menghidari riba

PETA KONSEP
JUAL BELI

MUAMALAH QIRAD

RIBA
AMATI GAMBAR BERIKUT INI DAN
BUATLAH KOMENTAR ATAU PERTANYAAN

Setelah kalian mengamati gambar dan mendengarkan hasil pengamatan


teman kalian, pertanyaan apa yang muncul dari pikiran kalian tentang jual
beli, qiradh, dan riba. Tulislah tanggapan dan pertanyaan kalian

TANGGAPAN
Tanggapan saya terhadap ilustrasi tersebut adalah:

a. Gambar 1: ..……………………………………….

b. Gambar 2: …………………………………………
c. Gambar 3: …………………………………………

PERTANYAAN
Pertanyaan saya terhadap ilustrasi tersebut adalah:

a. ..………………………………………..

b. ……………………………………….

c. …………………………………………..

RIBA
a. Pengertian Riba
Riba menurut bahasa artinya pertambahan atau kelebihan. Sedang
menurut istilah fikih riba ialah kelebihan atau tambahan pembayaran
dalam pinjam meminjam atau utang piutang uang atau barang tanpa
ada ganti atau imbalan yang disyaratkan bagi salah satu dari dua
orang yang membuat perjanjian. Sebagai contoh, seseorang
meminjamkan uang kepada orang lain dengan syarat pada ,waktu
mengembalikan dilebihkan dari nilai semula.

b. Hukum Riba
Semua agama samawi melarang praktek riba karena dapat
menimbulkan dampak negatif bagi pemberi dan penerima pinjaman.
Riba hukumnya haram, berdasarkan Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ para
ulama adalah sebagai berikut:
1) Al-Qur’an
...‫ْل‬
َ ‫ِث‬‫ُ م‬
‫ْع‬‫َي‬ ْ ‫َا‬
‫الب‬ ‫نم‬َِ
‫إ‬
َّ َّ
ُ‫اَّلل‬ ‫َح‬
‫َل‬ ‫َأ‬
‫بوا و‬ َِ
‫الر‬
َِ
‫بوا‬ ‫َ الر‬ ‫َم‬ ‫َح‬
‫َر‬ ‫َ و‬
‫ْع‬‫َي‬ ْ
‫الب‬
“...Sesumgguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S. Al-
Baqarah: 275)
2) Sunnah Rasulullah saw.

:‫ل‬َ‫َا‬‫ه ق‬َْ ‫َن‬ َّ َ‫ِي‬


‫اَّللُ ع‬ ‫َض‬
‫ٍ ر‬ ‫ِر‬‫َاب‬‫ْ ج‬ ‫َن‬
‫ع‬
‫ْه‬
ِ ََ
‫لي‬ َّ ‫لى‬
‫اَّللُ ع‬ ََّ َّ ‫ل‬
‫اَّللُ ص‬ ُْ ‫َ ر‬
‫َسُو‬ ‫َن‬ ‫َلع‬
‫ه‬ َ‫ك‬
ُ‫ِل‬ ْ
‫مو‬ ََ َِ
‫باو‬ ‫الر‬ َ
‫ِل‬‫َك‬
‫َ ا‬ ََّ‫َس‬
‫لم‬ ‫و‬
ْ
‫هم‬ُ َ‫َا‬
:‫ل‬ ‫َق‬‫و‬ ِ
‫يه‬ َِ
ْ‫د‬ ‫َشَاه‬
‫و‬ َُ
‫ه‬ ‫َات‬
‫ِب‬ ‫َك‬‫و‬
ُ‫َا‬
(‫ء )متفق عليه‬ ‫سَو‬
. . . “Dari Jabir r.a. ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah melaknati
orang-orang yang memakan riba, orang yang menjadi wakilnya
(orang yang memberi makan hasil riba), orang yang
menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya),
Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja’.” (H.R. Muslim)
3) Ijma’ para ulama
Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk dan
mengharamkan riba. Riba adalah salah satu usaha mencari
rizki dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah swt.
Praktik riba lebih mengutamakan keuntungan diri sendiri
dengan mengorbankan orang lain. Riba akan menyulitkan
hidup manusia, terutama mereka yang memerlukan
pertolongan. Menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin
besar antara yang kaya dan miskin, serta dapat mengurangi
rasa kemanusiaan untuk rela membantu. Oleh karena itu Islam
mengharamkan riba.

c. Jenis-Jenis Riba
1). Riba Fadhli
Riba fadhli yaitu tukar menukar dua buah barang yang sama
jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang
yang menukarnya. Perkara yang dilarang adalah kelebihan
(perbedaannya) ukuran/takaran. Contohnya tukar menukar emas
dengan emas atau beras dengan beras, dan ada kelebihan yang
disyaratkan oleh yang menukarkan. Nabi saw. bersabda :

‫َّب‬
ُّ‫ِي‬ ‫ل الن‬َ‫َا‬‫ِتِ ق‬‫َّام‬
‫بنِ الص‬ ْ ‫ة‬َ‫د‬
َ‫َا‬ ‫ْ ع‬
‫ُب‬ ‫َن‬ ‫ع‬
ُ
‫هب‬ َّ
َ‫الذ‬ َ‫لم‬ََّ‫َ س‬‫ِ و‬ ‫ْه‬ ََ
‫لي‬ ‫لى هللاُ ع‬ ََّ
‫ص‬
ُّ
‫ُر‬ ‫ْلب‬ ‫َا‬
‫ِ و‬‫َّة‬
‫ِض‬‫ْلف‬‫ِا‬
‫ة ب‬ َُّ
‫ِض‬ ‫ْلف‬
‫َا‬‫هبِ و‬ َّ ‫ب‬
َ‫ِالذ‬
ِ‫ْر‬ ‫ِالشَّع‬
‫ِي‬ ‫ب‬ ُ
‫ْر‬‫ِي‬‫الشَّع‬ َ
‫و‬ ‫ِر‬
ِ ‫ْلب‬‫ِا‬‫ب‬
ْ‫ْلم‬
ِ‫ِلح‬ ‫ُ ب‬
‫ِا‬ ْ‫ْلم‬
‫ِلح‬ ‫َا‬‫ِ و‬ ‫َّم‬
‫ْر‬ ‫ُ ب‬
‫ِالت‬ ‫ْر‬‫َّم‬
‫َالت‬ ‫و‬
‫َد‬
ٍ ‫ِي‬
‫دا ب‬ ً‫ي‬َ ‫ء‬ٍ‫َا‬‫ِو‬‫ِس‬‫ء ب‬ ٌ‫َا‬ ‫ْل‬
‫ٍ سَو‬ ‫ِم‬
‫ِث‬ ‫ْالً ب‬
‫ِث‬‫م‬
‫َاف‬
ُ ‫ْن‬‫االَص‬ ِ
‫ِه‬ َ
‫هذ‬ ْ‫َت‬
‫لف‬ََ
‫ْت‬‫اخ‬ ‫َا‬ ‫َا‬
‫ِذ‬ ‫ف‬
ً‫ي‬
‫دا‬ َ ‫ن‬ ‫َا ك‬
َ‫َا‬ ‫ْ ا‬
‫ِذ‬ ‫ْت‬
‫ُم‬ ‫ِئ‬‫َ ش‬ ‫َي‬
‫ْف‬ ‫ُوا ك‬
‫ْع‬ ‫َب‬
‫ِي‬ ‫ف‬
ٍَ
)‫د (رواه مسلم و احمد‬ ‫ِي‬
‫ب‬
Artinya : “ Dari Ubaidah bin Ash-Shamit ra, Nabi saw. telah
bersabda: emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma,
garam dengan garam, hendaknya sama banyaknya, tunai dan
timbang terima, maka apabila berlainan jenisnya ini, maka
boleh kamu menjual sekehendakmu, asalkan dengan tunai.”
(HR.Muslim dan Ahmad)
Supaya tukar menukar ini tidak termasuk riba maka harus ada 3
macam syarat yaitu:
a) Tukar menukar barang tersebut harus sama.
b) Timbangan atau takarannya harus sama.
c) Serah terima pada saat itu juga.
2). Riba Fardhi
Riba Qardhi yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada
keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami, misalnya
Umar meminjam uang kepada Budi sebesar Rp. 50.000,00 dan
Budi mengharuskan membayar sebesar Rp. 55.000,00. Sabda Nabi
saw:

َِ
‫با‬ ‫ر‬ َ
‫هو‬َُ
‫ف‬ ًَ
‫ة‬ ‫ْف‬
‫َع‬ َ
‫من‬ َّ
‫َر‬ ‫ج‬ ٍْ
‫ض‬ ‫َر‬
‫ق‬ ‫ُل‬
ُّ ‫ك‬
)‫(رواه البيهقى‬
Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba”. (HR.
Baihaqi)
3). Riba Yad
Riba yad yaitu pengambilan keuntungan dari proses jual beli
dimana sebelum terjadi serah terima barang antara penjual dan
pembeli sudah berpisah. Contohnya, orang yang membeli suatu
barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, penjual
dan pembeli tersebut telah berpisah sebelum serah terima barang
itu. Jual beli ini dinamakan riba yad.
4). Riba Nasiah
Riba Nasiah yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupun
tidak sejenis atau jual beli yang pembayarannya disyaratkan lebih
oleh penjual dengan dilambatkan. Nabi saw. bersabda:

ُْ
‫ه‬ ‫َن‬ َّ َ‫ِي‬
‫اَّللُ ع‬ ‫َض‬‫دبٍ ر‬ ُْ
‫ُن‬‫بنِ ج‬ ََ
ْ‫ة‬ ‫ْ سَم‬
‫ُر‬ ‫َن‬‫ع‬
َ
‫لم‬ََّ‫َس‬
‫ِ و‬ ‫ْه‬ ََ
‫لي‬ َّ ‫لى‬
‫اَّللُ ع‬ ََّ
‫ِيَّ ص‬‫َّب‬
‫نالن‬ََّ
‫أ‬
ِ‫َان‬ ‫َو‬
‫َي‬‫الح‬ ْ ‫ْع‬
ِ ‫بي‬َ ْ‫َن‬
‫ع‬ َ‫ن‬
‫هى‬ َ
ً‫ء‬
‫ة‬ َْ‫ِي‬
‫نس‬َ ِ‫َان‬
‫َو‬‫َي‬ ْ ‫ب‬
‫ِالح‬
“Dari Samurah bin Jundub, sesungguhnya Nabi saw. telah melarang
jual beli binatang yang pembayarannya diakhirkan” (H.R Lima ahli
hadist)

Dan khusus masalah hukum Bunga Bank dianggap sebagai masalah


ijtihadiah karena tidak ada nash baik Al-Qur'an maupun al- Hadits. Hukum
bunga bank dibagi menjadi 3 diantaranya:
a. Haram hukumnya karena telah menetapkan kelebihan yang disebut
riba, berapa pun besarnya itu.
b. Syubhat yaitu belum jelas halal atau haramnya bunga bank
tersebut.
c. Halal, karena bunga bank cukup rasional sebagai biaya
pengelolaan bank, dan apabila bank-bank itu menjalankan
peraturan berdasarkan undang-undang atau, peraturan pemerintah.
Selain itu karena dalam keadaan terpaksa (darurat) dan juga untuk
kemaslahatan masyarakat.
Seorang yang menyimpan uang di bank akan memperoleh uang yang
disebut bunga bank, sebaliknya orang yang meminjam uang di bank juga
akan dikenakan bunga, waktu mengembalikan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Bank yang berdasarkan syariat Islam yaitu Bank Syariah
yang menentukan keuntungannya dengan cara bagi hasil.
Mengenai riba yang berhubungan dengan bunga bank, seperti riba
fardhi, ada tiga pendapat para ulama, yaitu:
a. Hukumnya haram dan termasuk riba, karena kelebihan
pembayaran tersebut telah ditentukan saat aqad berlangsung.
Pendapat ini dikemukakan oleh Musthafa Zarga dan Abu Zahrah
yaitu ulama besar pada abad ke 20 ini.
b. Tidak termasuk riba, sebab cukup rasional untuk biaya pengelolaan
serta jasa yang diberikan kepada pemilik uang. Pendapat ini
dikemukakan oleh Mahmud Syalthut dari Al Azhar. Demikian juga
pendapat A. Hasan (pendiri pesantren Bangil), bahwa bunga bank
di Indonesia bukan riba yang diharamkan. Karena tidak berlipat
ganda sebagaimana dinyatakan dalam surat Ali ‘Imran ayat 130.
c. Subhat, yaitu belum jelas antara halal atau haram, mereka
cenderung berhati-hati, ini pendapat majlis Tarjih Muhammadiyah
di Indonesia
Untuk menghindari polemik hukum tersebut MUI (Majelis Ulama
Indonesia) beserta para tokoh ulama dan para tokoh cendikiawan
muslim Indonesia, telah melahirkan BMI (Bank Muamalat Indonesia)
yang memberi jasa pelayanan keuangan sesuai dengan aturan syariat
Islam.

d. Menghindari Kegiatam Riba


Berikut syarat-syarat jual beli agar tidak menjadi riba.
1) Menjual sesuatu yang sejenis ada tiga syarat, yaitu:
a) serupa timbangan dan banyaknya
b) tunai, dan
c) timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan
majelis akad.
2) Menjual sesuatu yang berlainan jenis ada dua syarat, yaitu:
a) tunai dan
b) timbang terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan
majelis akad.

e. Hikmah Diharamkannya Riba


Setiap muslim wajib menyakini bahwa semua perintah dan larangan
Allah swt pasti mengandung kemaslahatan untuk manusia sendiri,
termasuk diharamkannya riba. Diantara hikmah diharamkannya riba
selain hikmah-hikmah umum di seluruh perintah-perintah syar'i yaitu
menguji keimanan seorang hamba dengan taat, mengerjakan perintah
atau meninggalkannya adalah sebagai berikut:
1) Menjauhi dari sikap serakah atau tamak terhadap harta yang bukan
miliknya
2) Menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengikis habis
semangat kerja sama atau saling menolong sesama manusia.
Padahal, semua agama, terutama Islam menyeru kepada manusia
untuk saling tolong menolong, membenci orang yang
mengutamakan kepentingan diri sendiri atau egois, serta orang
yang mengeksploitasi orang lain
3) Menimbulkan tumbuh suburnya mental pemboros yang tidak mau
bekerja keras dan penimbun harta di tangan satu pihak. Islam
menghargai kerja keras dan menghormati orang yang suka bekerja
keras sebagai saran pencarian nafkah
4) Menghindari dari perbuatan aniaya karena memeras kaum yang
lemah, karena riba merupakan salah satu bentuk penjajahan atau
perbudakan dimana satu pihak mengeksploitasi pihak yang lain.
5) Mengarahkan kaum muslimin mengembangkan hartanya dalam
mata pencarian yang bebas dari unsur penipuan
6) Menjauhkan orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan
kebinasaannya, karena orang yang memakan riba adalah zalim,
dan kelak akan binasa.
Dan untuk menghindari riba, maka harus memperhatikan hal sebagai
berikut:
1) Biasakan selalu hidup sederhana
2) Menghindari kebiasaan berhitang, dan kalau terpaksa harus
hutang. jangananlah berhutang kepada rentenir
3) Bekerjalah dengan sungguh-sungguh untuk mencukupi
kebutuhan hidup walaupun dengan bersusah payah.
4) Sekarang ini di Negara kita telah hadir beberapa bank yang
dikelola berdasarkan syariat Islam yakni bank yang menentukan
keuntungan dengan cara bagi hasil.

Sayyidina Ali Jual-Beli Dengan Dua Malaikat


Suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib karramaLlahu wajhah
mengunjungi rumahnya selepas silaturahim kepada Rasulullah. Di rumah
itu Ali menjumpai istrinya, Sayyidah Fathimah, sedang duduk memintal,
sementara Salman al-Farisi berada di hadapannya tengah menggelar
wol.
“Wahai perempuan mulia, adakah makanan yang bisa kau berikan kepada
suamimu ini?” tanya Ali kepada istrinya.
“Demi Allah, aku tidak mempunyai apapun. Hanya enam dirham ini,
ongkos dari Salman karena aku telah memintal wol,” jawabnya. “Uang ini
ingin aku belikan makanan untuk (anak kita) Hasan dan Husain.”
“Bawa kemari uang itu.” Fathimah segera memberikannya dan Ali pun
keluar membeli makanan.
Tiba-tiba ia bertemu seorang laki-laki yang berdiri sambil berujar, “Siapa
yang ingin memberikan hutang (karena) Allah yang maha menguasai dan
mencukupi?” Sayyidina Ali mendekat dan langsung memberikan enam
dirham di tangannya kepada lelaki tersebut.
Fatimah menangis saat mengetahui suaminya pulang dengan tangan
kosong. Sayyidina Ali hanya bisa menjelaskan peristiwa secara apa
adanya. “Baiklah,” kata Fathimah, tanda bahwa ia menerima keputusan
dan tindakan suaminya.
Sekali lagi, Sayyidina Ali bergegas keluar. Kali ini bukan untuk mencari
makanan melainkan mengunjungi Rasulullah. Di tengah jalan seorang
Badui yang sedang menuntun unta menyapanya. “Hai Ali, belilah unta ini
dariku.”
”Aku sudah tak punya uang sepeser pun.”
“Ah, kau bisa bayar nanti.”
“Berapa?” “Seratus dirham.”
Sayyidina Ali sepakat membeli unta itu meskipun dengan cara hutang.
Sesaat kemudian, tanpa disangka, sepupu Nabi ini berjumpa dengan
orang Badui lainnya.
“Apakah unta ini kau jual?” “Benar,” jawab Ali.
“Berapa?” “Tiga ratus dirham.”
Si Badui membayarnya kontan, dan unta pun sah menjadi tunggangan
barunya. Ali segara pulang kepada istrinya. Wajah Fatimah kali ini tampak
berseri menunggu penjelasan Sayyidina Ali atas kejadian yang baru saja
dialami.
“Baiklah,” kata Fatimah selepas mendengarkan cerita suaminya.
Ali bertekad menghadap Rasulullah. Saat kaki memasuki pintu masjid,
sambutan hangat langsung datang dari Rasulullah. Nabi melempar
senyum dan salam, lalu bertanya, “Hai Ali, kau yang akan memberiku
kabar, atau aku yang akan memberimu kabar?”
“Sebaiknya Engkau, ya Rasulullah, yang memberi kabar kepadaku.”
“Tahukah kamu, siapa orang Badui yang menjual unta kepadamu dan
orang Badui yang membeli unta darimu?”
“Allah dan Rasul-Nya tentu lebih tahu,” sahut Ali memasrahkan jawaban.
“Sangat beruntung kau, wahai Ali. Kau telah memberi pinjaman karena
Allah sebesar enam dirham, dan Allah pun telah memberimu tiga ratus
dirham, 50 kali lipat dari tiap dirham. Badui yang pertama adalah malaikat
Jibril, sedangkan Badui yang kedua adalah malaikat Israfil (dalam riwayat
lain, malaikat Mikail).”

Kisah yang bisa kita baca dari kitab al-Aqthaf ad-Daniyah ini
menggambarkan betapa ketulusan Ali dalam menolong sesama telah
membuahkan balasan berlipat, bahkan dengan cara dan hasil di luar
dugaannya.

Rangkuman

1. Muamalah ialah hubungan timbal balik antara satu dan yang


lainnya, yang bertujuan untuk saling membantu agar dalam
kehidupan bermasyarakat mencapai ketenangan dan ketentraman
2. Menurut bahasa Jual beli adalah menukar sesuatu dengan sesuatu.
Sedangkan menurut istilah adalah menukar harta dengan harta
menurut cara-cara yang telah di tetapkan-syara’. Hukum jual beli
adalah halal atau boleh
3. Qirad adalah kerjasama dalam bentuk pemberian modal dari
seseorang kepada orang lain untuk diperniagaan.
4. Riba adalah tambahan, menurut syara’ ialah kelebihan atau
tambahan pembayaran tanpa ada ganti atau imbalan, yang
disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang mengadakan
akad (transaksi).
5. Hikmah diharamkannya riba selain sebagai menguji keimanan
seorang hamba dengan taat, mengerjakan perintah atau
meninggalkannya adalah sebagai berikut: menjauhi dari sikap
serakah atau tamak terhadap harta yang bukan miliknya,
menghindari sikap malas dan menganiaya orang lemah,
mengembangkan perekonominan yang sehat dan menutup sikap
permusuhan dengan orang lain

Anda mungkin juga menyukai