Anda di halaman 1dari 1

Alkisah di sebuah Sekolah terjadi percakapan singkat antara guru dan murid :

Guru : “kenapa kamu keluar kelas” (guru bertanya melihat siswa keluar kelas saat jam pelajaran)

Beberapa murid : “Ndak mangarati kami baraja jo Ust tu doh”

Guru : “Apanya yang kamu tidak mangarati” (Tanya guru lagi dengan menjaga wibawa berbahasa
Indonesia minang)

Beberapa murid : “Ndak pandai ust t manarangan, kami lamak baraja j ust fulan, beliau lah tuo tapi
kami paham”

Guru : “Ust Fulan itu yang mana (tanya guru lagi)???

Beberapa murid : “Tu ust nyo Pak, (sambil menunjuk ust sesepuh tanpa gelar di sudut ruangan)

Guru : ??? (sambil garuk garuk sepatu karena gatal)

Dialog yang coba saya buat di atas terkait dengan Peningkatan Profesionalisme Guru, menurut UUGD
nomor 14 tahun 2005 bahwa yang menyandang profesi guru dipersyaratkan kualifikasi pendidikan umum
minimal S1/D4. Artinya calon guru harus menempuh proses pendidikan di perguruan tinggi atau akademi
lainnya. Menurut saya sedikit tidak sejalan dengan UU RI no 20 tahun 2003 tentang tenaga kependidikan
bahwa tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan. Tidak disebutkan harus berijazah, sertifikat dan lain
sebagainya.

1. Bagaimana pendapat forum, jika ada di sekolah ditemui guru yang telah sekian tahun mengajar
suatu disiplin ilmu tetapi tidak memiliki sertifikat pendidikan justru bisa menyampaikan pesan pesan
pendidikan secara maksimal, bahkan lebih memenuhi syarat guru 4C dibandingkan guru dengan
mengajar displin ilmu yang sama, PNS bersertifikasi tapi kurang diterima oleh warga sekolah karena
ketidakprofesionalan dalam mengajar ?
2. Fenomena yang kerap terjadi adalah, guru professional tersebut di atas terkadang “digeser” dari
sekolah tersebut (Dipecat) makasudnya Bapak/Ibu karena adanya guru PNS ataupun guru
bersertifikasi yang akan masuk yang notabenenya digaji oleh pemerintah jauh lebih dari yang
didapatkan oleh guru yang dimaksud tadi??

Mohon pendapatnya Bapak/Ibu, mohon maaf jika ada yang kurang berkenan. Bahasa dalam dunia
digital tidak memiliki ekspresi dan belum tentu mewakili jati diri..

Anda mungkin juga menyukai