Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini Indonesia mengalami masalah kesehatan masyarakat yang


sangat kompleks dan menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan
bidang kesehatan. Pola penyakit menular yang diderita oleh masyarakat adalah
sebagian besar penyakit infeksi menular, salah satunya HIV-AIDS. Mengenai
penyakit HIV-AIDS, penyakit ini menjadi pandemic yang mengkhawatirkan
masyarakat dunia, karena di samping belum menemukan obat dan vaksin untuk
pencegahan, penyakit ini juga memiliki window periode dan fase asimptomatik
yang relative panjang. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangnya seperti
fenomena gunung es (iceberg phenomena)1.

Sementara data-data resmi mengindikasikan bahwa tingkat prevalensi HIV


di Indonesia adalah 0,2 persen, Papua dan Papua Barat melaporkan bahwa
prevalensi di kalangan orang dewasa di sana adalah 2,4 persen, dan kalangan
muda di propinsi ini (usia 15-24 tahun) terkena dampak secara tidak proporsional,
dengan angka prevalensi 3.0 persen2. Risiko tertinggi penularan HIV diketahui
berasal dari perilaku — termasuk penggunaan jarum suntik (penasun) dan seks
yang tidak terlindungi — dan dari ibu yang terjangkit ke anak mereka dan selama
persalinan1,2.

Kasus HIV AIDS di Kota Medan pertama kali ditemukan pada tahun
1992, sejak itu kasusnya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Kota Medan prevalensi HIV di populasi umum dengan
jumlah penduduk 2.122.804 jiwa adalah 0,18% dimana jumlah total kasus
HIV/AIDS hingga Agustus 2013 mencapai 3.726 orang. Tingkatan epidemi
HIV/AIDS di Kota Medan merupakan epidemi terkonsentrasi (concentrated)
situasi diantara rendah (low) dan meluas (generalized).3.

1
Berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV/AIDS telah
dicanangkan Kementerian Kesehatan, mulai dari inovasi pencegahan penularan
dari jarum suntik (Harm Reduction) pada tahun 2006, pencegahan Penularan
Melalui Transmisi Seksual (PMTS) pada tahun 2010, penguatan Pencegahan
Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pada tahun 2011, pengembangan Layanan
Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012,
hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai
pada pertengahan tahun 20133.

1.2. Tujuan Makalah


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai kebijakan dan situasi HIV-AIDS di Kota Medan, dan sebagai salah satu
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu
Kedokteran Pencegahan/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat Makalah


Manfaat makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai kebijakan
dan situasi HIV-AIDS di Kota Medan.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian HIV-AIDS


Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi virus HIV tersebut. Infeksi virus HIV secara perlahan menyebabkan tubuh
kehilangan kekebalannya oleh karenanya berbagai penyakit akan mudah masuk ke
dalam tubuh. Akibatnya penyakit-penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan
menjadi bahaya bagi tubuh1.
Virus HIV merupakanretrovirus yang termasuk dalam golongan virus
RNA. Disebut retrovirus karena memiliki enzim reverse transcripease. Enzim ini
memungkinkan virus mengubah informasi genetiknya yang berada dalam RNA
menjadi DNA yang kemudian diintegrasikan ke dalam informasi genetic sel
limfosit yang diserang. Dengan demikian HIV dapat memanfaatkan mekanisme
sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru yang memiliki cirri-ciri
HIV. HIV menyerang sistem imun tubuh yaitu sel limfosit T-helper yang
memiliki reseptor CD4 di permukaannya. Limfosit T-helperantara lain berfungsi
menghasilakan zat kimia yang berperan sebagai perangsang pertumbuhan dan
pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibody sehingga
yang terganggu bukan hanya limfosit T saja, tetapi juga limfosit B, monosit,
makrofag, dan sebagainya1.

2.2. Cara Penularan HIV-AIDS


Selain itu, AIDS dapat menular dengan cara sebagai berikut1:
1. melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang mengidap HIV
2. Transfusi darah yang mengandung virus HIV
3. Melalui alat suntik, akupuntur, tato, dan alat tindik yang sudah di pakai
orang yang mengidap virus AIDS
4. Hubungan pranatal, yaitu pemindahan virus dari ibu hamil yang
mengidap virus AIDS kepada janin yang dikandungnya.

3
2.3. Manifestasi Klinis HIV-AIDS
Yang menjadi masalah utama dari HIV-AIDS adalah window period –nya
yang meruapakan fase dimana ODHA tidak menunjukkan gejala sakit sama
sekali. Hal ini menyebabkan banyak pasien yang datang berobat telah terjangkit
infeksi oportunistik pada fase lanjutan. Klinis dari ODHA dapat bervariasi
tergantung dari keadaan sosio-ekonomi dari pasien. Simptom klinis pada ODHA
antara lain demam, penurunan berat badan, batuk, sesak, diare kronis, demam
berkepanjangan, malaise, dan anoreksia4.

2.4. Situasi HIV-AIDS Asia Pasifik


Estimasi jumlah dan presentase kasus HIV-AIDS di beberapa Negara di
Asia Pasifik sebagai berikut1:

4
2.5. Situasi HIV-AIDS di Indonesia
a. Jumlah Kasus HIV-AIDS
Dari pertama ditemukannya kasus AIDS pertama kali pada tahun
1987 sampai dengan 31 Desember 2006 jumlah kumulatif pengidap infeksi
HIV-AIDS yang dilaporkan mencapai 13.424 kasus terdiri dari 5.230 orang
dengan HIV positif (belum menunjukkan gejala AIDS) dan kasus AIDS
8.194 orang1.

5
Dari tabel di atas, dapat kita lihat terjadi peningkatan jumlah kasus mulai
daritahun 2008 (10.362 kasus HIV dan 4.995 kasus AIDS) hingga 2013(
29.037 kasus HIV dan 5.608 kasus AIDS)5.

b. Jumlah dan Presentasi Kasus AIDS Menurut Jenis Kelamin


Dari 8.194 kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan akhir
Desember 2006, 6.604 (82%) kasus adalah laki-laki, 1.529 (16%) kasus
perempuan, dan 61 (2%) kasus tidak diketahui jenis kelaminnya1,5.

6
c. Distribusi Kasus AIDS Menurut Propinsi
Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi dengan urutan kesembilan
dengan jumlah kasus HIV-AIDS terbanyak di Indonesia5.

2.6. Situasi HIV-AIDS di Kota Medan

Kasus HIV AIDS di Kota Medan pertama kali ditemukan pada tahun
1992, sejak itu kasusnya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Kota Medan prevalensi HIV di populasi umum dengan
jumlah penduduk 2.122.804 jiwa adalah 0,18% dimana jumlah total kasus
HIV/AIDS hingga Agustus 2013 mencapai 3.726 orang. Tingkatan epidemi
HIV/AIDS di Kota Medan merupakan epidemi terkonsentrasi (concentrated)
situasi diantara rendah (low) dan meluas (generalized)3.

Berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV/AIDS telah


dicanangkan Kementerian Kesehatan, mulai dari inovasi pencegahan penularan
dari jarum suntik (Harm Reduction) pada tahun 2006, pencegahan Penularan
Melalui Transmisi Seksual (PMTS) pada tahun 2010, penguatan Pencegahan
Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pada tahun 2011, pengembangan Layanan

7
Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012,
hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai
pada pertengahan tahun 20133.

8
Pada table di atas dapat dilihat jumlah konseling dan tes HIV, serta jumlah
layanan yang terdapat di kota Medan pada tahun 20135.

9
2.7. Kebijakan Penanggulangan HIV-AIDS

2.1.1. Komisi Penangulangan AIDS

Mengacu pada Strategi nasional mengenai penanggulangan HIV/AIDS maka


KPA Sumatera Utara menyusun prinsip-prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDS
sebagai berikut6 :

1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba dilaksanakan oleh


masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dan
pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan membimbing, serta
menciptakan suasana yang mendukung.
2. Setiap upaya penanggulangan harus mencerminkan nilai-nilai sosio-
budaya masyarakat setempat..
3. Setiap kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan memperkukuh
ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta sistem dukungan sosial yang
mengakar dalam masyarakat.
4. Pencegahan penularan HIV?AIDS dan penyalahgunaan narkoba diarahkan
pada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk memantapkan perilaku.
5. Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar guna
melindungi diri sendiri dan orang lain terhadap infeksi HIV dan
penyalahgunaan narkoba.
6. Setiap kebijakan, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat
dan martabat individu.
7. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului
dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang
bersangkutan (informed consent). Sebelum dan sesudah pemeriksaan harus
diberi konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan.
8. Setiap pemberi layanan berkewajiban memberikan layanan tanpa
diskriminasi pada pengidap HIV/penderita AIDS.

10
2.7.2. Harm Reduction 2006
Harm Reduction adalah suatu strategi dan ide yang difokuskan pada
pengurangan konsekuensi penggunaan obat-obat terlarang dan perilaku yang
berbahaya bagi kesehatan. Kunci – kunci yang berhubungan dengan pengurangan
drug misuse adalah7:
1. Mengembangan alat-alat steril dan disposable,
2. Edukasi terhadap individu dalam penggunaan obat yang baik dan mengurangi
perilaku yang merugikan (harmful),
3. Mencegah transmisi virus yang penularannya melalui darah seperti HIV,
Hepatitis C dan B dan penyakit-penyakit menular seksual lainnya.
4. Mengurangi resiko overdose melalui distribusi alat-alat yang memadai.

2.7.3. Pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) 2010


Program PMTS merupakan salah satu program SRAN 2010-2014 sebagai
upaya pencegahan HIV/AIDS pada lingkungan beresiko tinggi. Penanganan
penularan HIV melalui transmisi seksual selama ini masih rendah, hal ini dapat
dilihat melalui rendahnya cangkupan program terhadap populasi kunci. Melihat
situasi tersebut maka perlu sebuah program untuk merubah perilaku para WPS
(Wanita Pekerja Seks) dari perilaku tidak aman menjadi perilaku aman. PMTS
memiliki 4 komponen di mana komponen tersebut saling berkaitan untuk
pencapaian lokasi yang sehat dan bersih. Komponen program PMTS adalah
Peningkatan Peran Positif Pemangku Kepentingan di lokasi, Komunikasi
Peubahan Perilaku, Pasokan Kondom dan Pelicin, dan Penatalaksanaan IMS.
Sasaran program PMTS adalah semua kelompok populasi kunci khususnya WPS8.

2.7.4. Layanan Komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan

Tujuan LKB 2012 adalah9:


 Meningkatkan akses dan cakupan terhadap upaya promosi,
pencegahan, dan pengobatan HIV dan IMS serta rehabilitasi yang
berkualitas dengan memperluas jejaring layanan hingga ke tingkat
puskesmas termasuk layanan untuk populasi kunci.

11
 Meningkatkan pengetahuan dan rasa tanggungjawab dalam
mengendalikan epidemic HIV dan IMS di Indonesia dengan
memperkuat koordinasi antara pelaksana perlayanan HIV dan IMS
melalui peningkatan partisipasi komunitas dan masyarakat madani
dalam pemberian layanan sebagai cara meningkatkan cakupan dan
kualitas perlayanan.\
 Memperbaiki dampak pengobatan antiretroviral dengan
mengadaptasi prinsip “treatment 2.0” dalam model layanan
terintegrasi dengan desentralisasi di tingkat kabupaten dan kota.

Kebijakan LKB9:
Mengingat latar belakang di atas maka disepakati perlunya
mengembangkan suatu erangka kerja standar bagi tingkat kabupaten/kota.
Kerangka kerja ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi para
pengelola program, pelaksana layanan dan semua mitra terkait dalam
penerapan layanan pencegahan, perawatan dan pengobatan HIV & IMS yang
berkesinambungan di kabupaten/kota. Layanan HIV & IMS tersebut
menggunakan pendekatan sistematis dan komprehensif, serta dengan
perhatian khusus pada kelompok kunci dan kelompok populasi yang sulit
dijangkau prinsip dasar dengan dukungan WHO antara lain:
 Hak azasi manusia
 Kesetaraan akses perlayanan
 Penyelenggaraan layanan yang berkualitas
 Mengutamakan kebutuhan ODHA dan keluarganya
 Memperhatikan kebutuhan kelompok dan kunci dan populasi rentan
lainnya
 Keterlibatan ODHA dan keluarganya
 Penerapan perawatan kronik
 Layanan terapi retroviral dengan pendekatan kesehatan masyarakat
 Mengurangi hambatan akses layanan

12
 Menciptakan lingkurang yang mendukung dan mengurani stigma dan
diskriminasi
 Mengarusutamakan aspek gender

2.7.5. Penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA)

Kebijakan pelayanan PPIA Tahun 2013 – 2017 adalah sebagai berikut10:


1. Pelayanan pencegahan penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) di
integrasikan pada layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berancana (KB) dan Konseling Remaja di setiap jenjang pelayanan
kesehatan dengan ekspansi secara bertahap dan melibatkan peran swasta,
LSM dan komunitas
2. PPIA dalam pelayanan KIA merupakan bagian dari Program Nasional
Pengendalian HIV-AIDS dan IMS
3. Setiap perempuan yang datang ke layanan KIA-KB dan remaja harus
mendapatkan informasi mengenai PPIA

13
4. Di daerah epidemi HIV meluas dan terkonsentrasi, tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan wajib menawarkan tes HIV kepada semua
ibu hamil secara inklusif pada pemeriksaan laboratorium rutin lainnya saat
pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan
5. Di daerah epidemi HIV rendah, penawaran tes HIV oleh tenaga
kesehatan diprioritaskan pada ibu hamil dengan IMS dan TB. Pemeriksaan
dilakukan secara inklusif dengan pemeriksaan laboratorium rutin lainnya
saat pemeriksaan antenatal atau menjelang persalinan.
6. Daerah yang belum mempunyai tenaga kesehatan yang mampu /
berwenang memberikan pelayanan PPIA, dapat dilakukan dengan cara:
a. Merujuk ibu hamil ke fasilitas pelayanan HIV yang memadai
b.Pelimpahan wewenang (task shifting) kepada tenaga kesehatan
lain yang terlatih. Penetapan daerah yang memerlukan task shifting
petugas, diputuskan oleh kepala dinas kesehatan setempat
7. Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan
mendapatkan pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan lebih lanjut
(PDP)
8. Kepala Dinas Kesehatan merencanakan ketersediaan logistik (obat dan
tes HIV) berkoordinasi dengan Ditjen PP&PL kKemenkes
9. Pelaksanaan Persalinan, baik pervaginam atau per abdominan harus
memperhatikan indikasi obstetrik ibu dan bayinya serta harus menerapkan
kewaspadaan standar.

2.7.6. Strategic Use of Antiretroviral (SUFA)


Kemenkes berdasarkan bukti ilmiah menyatakan bahwa ODHA yang
menerima pengobatan ARV jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menularkan
HIV kepada pasangan seksual dibandingkan tidak menerima pengobatan ARV.
Oleh karena itu, terdapat kebutuhan untuk menawarkan pengobatan lebih awal
tanpa tergantung pada tingkat CD4, khusunya pada populasi kunci dengan tingkat
beban infeksi tinggi. Jadi SUFA adalah pemakaian ARV secara langsung begitu
diketahui HIV+ tanpa memandang nilai CD4, dikenal dengan Test and Treat.

14
Selain itu tujuan lainnya adalah untuk mencegah penularan (dengan menurunkan
viral load) yang dikenal dengan Treatment as Prevention (TasP)11.

Setelah adanya SUFA11:

1. WPS yang menjalani test HIV (melalui VCT) dan hasilnya HIV+
langsung ditawarkan ARV jauh lebih banyak yang langsung mau
menggunakan ARV.
2. Karena mereka langsung memakai ARV maka kontak antara WPS
dengan pemberi layanan ARV (CST) dan juga dengan pendamping
(bila ada pendampingnya) menjadi lebih intensif karena mereka
memang harus datang ke klinik untuk follow-up dan mengambil
ARV.
3. Memang terdapat cukup banyak efek samping FDC Tenofovir,
Lamivudine, Efavirenz pada WPS terutama pada 1 bulan pertama
pemakaian. Bila pendampingan pada WPS tidak bagus dilakukan,
maka akan banyak yang berhenti.
4. Selain pendampingan yang harus baik, juga harus ditumbuhkan
rasa percaya dari WPS kepada pemberi pelayanan ARV (dokter,
perawat, dan lain-lain).
5. Dalam beberapa kasus, karena efek samping yang agak berat, maka
WPS harus tidak bekerja dalam 1 minggu atau lebih sehingga perlu
diperhitungkan biaya makan dan kehidupan sehari-hari WPS
tersebut.
6. Bila WPS telah melewati masa efek samping, maka tidak lagi
diperlukan pendampingan yang ketat namun faktor kepercayaan
pada pemberi pelayanan ARV harus tetap dijaga. Hal ini untuk
menjamin WPS mau untuk datang kembali.

15
2.7.7. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS12

Pada pasal 2 diuraikan tujuan dan sasaran yaitu:

 Penurunan kerentanan penularan HIV-AIDS,


 Pencegahan penularan HIV dan AIDS melalui hubunga seksual,
ibu-anak, transfuse, kegiatan pemulasaran jenazah, dan
penyalahgunaan NAPZA
 Peningkatan kualitas hidup ODHA dan penghapusan stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA
 Sasaran merupakan setiap orang yang ada di kota Medan

Dalam pasal 8-10 dijelaskan usaha promotif berupa edukasi yang meliputi
masyarakat dan siswa-siswa di sekolah yang dilaksanakan oleh
masyarakat, pemerintah dan pemerintah daerah secara terpadu.

Dalam pasal 12-13 dijelaskan tentang usaha pencegahan yang meliputi


pengawasan terhadap tempat hiburan malam/ hotel, taman kota, dan
rumah-rumah kos, pemblokiran situs porno di warung internet, untuk
perlayanan kesehatan untuk menggunakan alat disposable dengan baik,
pemeriksaan calon pasangan suami-istri, dan untuk kelompok yang
beresiko diharapkan dapat menjangkau layanan VCT.

Dalam pasal 14 dijelaskan pemerintah menyediakan sarana dan prasarana


untuk skrining , mulai dari cek darah, sperma, organ, atau jaringan yang
didonorkan.

Dalam pasal 15 dijelaskan bahwa setiap orang wajib ikut serta dalam
pencegahan dengan tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah,
dan hanya melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang sah, dan
mencegah penularan jika diketahui pasangannya menderita HIV positif.

16
Untuk tenaga kesehatan juga dijelaskan tentang pelaksanaan layanan
kesehatan sesuai dngan prosedur operasional standar.

Pasal 17-26 membahas tentang konseling ODHA dan dukungan


pengobatan ODHA, termasuk hak merahasiakan status ODHA, tidak
melakukan diskriminasi ODHA, melainkan melakukan perawatan dengan
pendekatan klinis, psikologis, agama, dan berbasis keluarga dan
masyarakat.

Pasal 28-30 mengenai pembinaan, koordinasi, dan pengawasan terhadap


kegiatan yang terkait dengan pencegahan dan penanggulangan HIV dan
AIDS.

Pasal 31 menjelaskan larangan-larang yang tidak boleh dilakukan oleh


ODHA, meliputi melakukan hal-hal yang bersifat menularkan HIV-AIDS
tersebut, larangan diskriminasi terhadap ODHA, larangan jika terjadi
penolakan perlayanan kesehatan terhadap ODHA, larangan pembukaan
identitas ODHA (dengan pengecualian persetujuan ODHA).

Pada pasal 33 POLRI yang bertugas sebagai penyidik jika terjadi


pelanggaran atas peraturan pemerintah ini, meliputi penerima
laporan/pengaduan, melakukan pemeriksaan, memanggil saksi ahli, dan
mengadakan tindakan hokum yang menjadi tanggungjawabnya.

Pada pasal 34-35 berisi tentang sanksi yang dapat dikenakan kepada
pelanggar hukum pidana terkait peraturan pemerintah di atas dan terhadap
PNS yang lali dalam menjalankan tugas sebagai perlayanan kesehatan.

17
BAB 3
KESIMPULAN

Menurut Kementerian Kesehatan RI, pola penyakit menular yang diderita


oleh masyarakat adalah sebagian besar penyakit infeksi menular, salah satunya
HIV-AIDS. Mengenai penyakit HIV-AIDS, penyakit ini menjadi pandemic yang
mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena di samping belum menemukan obat
dan vaksin untuk pencegahan, penyakit ini juga memiliki window periode dan
fase asimptomatik yang relative panjang. Hal tersebut menyebabkan pola
perkembangnya seperti fenomena gunung es (iceberg phenomena)1.
. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan prevalensi HIV di
populasi umum dengan jumlah penduduk 2.122.804 jiwa adalah 0,18% dimana
jumlah total kasus HIV/AIDS hingga Agustus 2013 mencapai 3.726 orang.
Tingkatan epidemi HIV/AIDS di Kota Medan merupakan epidemi terkonsentrasi
(concentrated) situasi diantara rendah (low) dan meluas (generalized).3.
Berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV/AIDS telah
dicanangkan Kementerian Kesehatan, mulai dari inovasi pencegahan penularan
dari jarum suntik (Harm Reduction) pada tahun 2006, pencegahan Penularan
Melalui Transmisi Seksual (PMTS) pada tahun 2010, penguatan Pencegahan
Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pada tahun 2011, pengembangan Layanan
Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012,
hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai
pada pertengahan tahun 20133.
Pemerintah kota Medan menberlakukan Peraturan Daerah Kota Medan
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS12
yang berisi tentang mulai dari peraturan perlayanan tenaga medis, masyarakat,
ODHA, serta larangan dan sanksi bagi yang melanggarnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Situasi HIV-AIDS di Indonesia Tahun 1987-2006.Pusat Data


dan Informasi Departemen Kesehatan R.I. Jakarta.2006. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-lain/situasi-
hiv-aids-2006.pdf [Accesed 25 November 2014]

2. United for Children Indonesia.Mengurangi Risiko HIV dan Melindungi


Mereka yang Telah Terjangkit.UNICEF Indonesia.Jakarta.2004. Available
from:
http://www.unicef.org/indonesia/id/hiv_aids.html [Accesed 25 November
2014]

3. Harahap, Juliandi. Layanan Komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan


pada Tingkat Puskesmas di Kota Medan. Kebijakan AIDS di
Indonesia.Medan.2014. Available from:
http://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/artikel/opini/771-layanan-
komprehensif-hiv-ims-berkesinambungan-pada-tingkat-puskesmas-di-
kota-medan [Accesed 25 November 2014]

4. Pohan, Herdiaman. Clinical Manifestation of HIV-AIDS


Patients:Differences Between Public and Private Hospitals in Jakarta.
Universitas Indonesia.2004. . Available from:
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&
cad=rja&uact=8&ved=0CDQQFjAC&url=http%3A%2F%2Fmji.ui.ac.id%
2Fjournal%2Findex.php%2Fmji%2Farticle%2Fdownload%2F156%2F154
&ei=lmN0VMbTCcO0uQS4_YCICw&usg=AFQjCNH0Z6PmRz7nN_Pv
oRfwBLArMJOxOg [Accesed 25 November 2014]

5. Kementerian Kesehatan RI.Laporan Situasi Perkembangan HIV & AIDS


di Indonesia Tahun 2013. DITJEN PP & PL Kmernterian Kesehatan RI.
2013. Available from:

19
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&
cad=rja&uact=8&ved=0CDAQFjAD&url=http%3A%2F%2Fwww.aidsind
onesia.or.id%2Fck_uploads%2Ffiles%2FLaporan%2520HIV%2520AIDS
%2520TW%25201%25202013%2520FINAL.pdf&ei=p_V0VL2hEouRuQ
Tj04CACw&usg=AFQjCNH6_JxnCQxwIMQZZz6MgpDS1IBH9w
[Accesed 25 November 2014]

6. Komisi Penanggulangan AIDS. Prinsip-prinsip Dasar Penaggulangan


HIV-AIDS dan Narkoba.KPA PropinsiSumatera Utara. Medan. 2007.
Available from:
http://kpa-provsu.org/renc_visi.php [Accesed 25 November 2014]

7. Ontario Harm Reduction Distribution Program.Harm Reduction.Jingston


Community Health Center.2009. Available from:
http://www.ohrdp.ca/about-us/harm-reduction/ [Accesed 25 November
2014]

8. Puspitaningtyas, Wibawati. Implementasi Program Pencegahan HIV


Melalui Transmisi Seksual (PMTS) di Kecamatan Kencong Kabupaten
Jember. Universitas Jember. 2012. Available from:
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/58788/Wibawati
%20Puspitaningtyas.pdf?sequence=1 [Accesed 25 November 2014]

9. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penerapan Layanan Komprehensif


HIV-IMS Berkesinambungan. Kementerian Kesehatan RI. 2012. Available
from:
http://www.spiritia.or.id/Dok/pedomanhivims2012.pdf [Accesed 25
November 2014]

20
10. Kementerian Kesehatan RI. Rencana Aksi Nasional Pencegahan Penularan
HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Indonesia 2013-2017. Kementerian
Kesehatan RI. 2013. Available from:
http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-
content/uploads/downloads/2013/12/RAN-PPIA-2013-2017.pdf [Accesed
25 November 2014]

11. Kebijakan AIDS Indonesia. Strategic Use of Antiretroviral. Kebijakan


AIDS Indonesia. 2014. Available from:
http://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/beranda/28-pengantar-
introduction/108-strategic-use-of-anti-retro-
viralhttp://www.kebijakanaidsindonesia.net/id/beranda/28-pengantar-
introduction/108-strategic-use-of-anti-retro-viral [Accesed 25 November
2014]

12. Pemerintah Kota Medan Sekretariat Daerah Kota. Peraturan Daerah Kota
Medan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
HIV dan AIDS. Medan. 2012. Available from:
http://perpustakaan.pemkomedan.go.id/repositori/bitstream/123456789/23
2/1/Peraturan%20Daerah%20Kota%20Medan%20No.1%20Tahun%20201
2%20Tentang%20Pencegahan%20Dan%20Penanggulangan%20HIV%20
Dan%20AIDS.pdf [Accesed 25 November 2014]

21

Anda mungkin juga menyukai