PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
dasar, seperti berjalan dan berbicara, serta ada rasa ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya.
Menurut Ki Fudyartanta (2012), Periode Otonomi vs Rasa Malu
dan Keragu-raguan meliputi:
1) Kualitas ego yang timbul
Teori psikososial menamakan tahap perkembangan manusia
dengan tahap maskular-anal dalam tema psikososial, yang
intinya adalah tumbuhnya otonomi vs. perasaan malu dan
keragu-raguan. Dibandingkan dengan teori freudianisme adalah
fase anal. Pada tahap maskular-anal ini anak mempelajari:
a. Apakah yang diharapkan dari dirinya
b. Apakah kewajiban dan hak-haknya
c. Apakah pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada
dirinya
3
c. Dalam mengontrol anak-anak, orang dewasa harus benar-
benar bersikap membombong, artinya memberi bimbingan
sambil memberi pujian yang membesarkan hari anak-anak
untuk mau berbuat sesuatu.
d. Mendorong anak-anak untuk mengalami situasi-situasi
yang menuntut otonomi dalam melakukan pilihan bebas.
e. Tidak boleh terlalu berlebihan dalam menanamkan rasa
malu. Hal ini penting untuk menghindari:
1. Anak-anak tidak memiliki rasa malu atau memaksanya
mencoba melarikan diri dari hal-hal dengan berdiam
diri.
2. Anak-anak tidak berterus berterus terang, tidak suka
berbohong.
3. Anak-anak sengang bertindak serta tiam-diam.
Dalam fase otonomi vs. rasa malu dan ragu, juga berkembang
kebebasan pengungkapan diri dan sifat penuh kasih sayang.
Bangkitnya rasa mampu pengendalian diri pada anak-anak untuk
menumbuhkan rasa kemauan baik dan bangga yang bersifat
menetap pada diri anak.
4
c. Unsure-unsur kemauan bertambah secara berangsur-
angsur melalui pengalaman-pengalaman yang melibatkan
kesadaran dan perhatian, manipulasi, verbalisasi, dan
gerak atau lokomosi.
5
Hal tersebut merupakan dasar ontogenese dan keterasingan
yang melanda seluruh dunia yang disebut spesies yang terpecah
atau disebut juga oleh Erikson sebagai pseudospesies, yang
menjadi sumber prasangka di dalam diri manusia.
6
b. Persaingan, keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-
orang lain sudah tampak pada usia 4 tahun. Ini dimulai di rumah dan
kemudian berkembang dalam bermain dengan anak di luar rumah.
c. Kerja sama, pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan
kelompok mulai berkembang dan meningkat baik dalam frekuensi
maupun lamanya berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya
kesempatan untuk bermain dengan anak lain.
d. Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-
perasaan dan emosi orang lain, maka hal ini hanya kadang-kadang
timbul sebelum 3 tahun. Semakin banyak kontak bermain, semakin
cepat simpati akan berkembang.
e. Empati, seperti halnya simpati, empati membutuhkan pengertian
tentang perasaan dan emosi orang-orang lain, tetapi disamping itu juga
membutuhkan kemampuan untuk membahayakan diri sendiri di
tempat orang lain. Relative hanya sedikit anak yang dapat melakukan
hal ini sampai awal masa kanak-kanak berakhir.
f. Membagi, dari pengalaman bersama orang lain, anak mengetahui
bahwa salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah
dengan membagi miliknya terutama mainan untuk anak-anak lain.
Lambat laun sifat mementingkan diri sendiri berubah menjadi sifat
murah hati. Anak yang pada waktu bayi memperoleh kepuasan dari
hubungan yang hangat, erat, dan personal dengan orang lain
berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada orang diluar
rumah, seperti pada mainan kegemarannya, benda ini disebut benda
kesayangan.
7
b. Agresi, adalah tindakan pemusuhan yang nyata atau ancaman
permusuhan, biasanya tidak ditimbulkan oleh orang lain. Anak-anak
mungkin mengekspresikan sikap agresif mereka berupa penyerangan
secara fisik atau lisan terhadap pihak lain, biasanya terhadap anak
yang lebih kecil.
c. Pertengkaran, perselisihan pendapat yang mengandung kemarahan
yang umumnya dimulai apabila seseorang melakukan penyerangan
yang tidak beralasan. Pertengkaran berbeda dari agresi; pertama
karena pertengkaran melibatkan 2 orang atau lebih sedangkan agresi
merupakan tindakan individu, kedua karena salah seorang terlibat di
dalam pertengkaran memainkan peran bertahan sedangkan agresi
peran selalu agresif.
d. Mengejek atau menggertak, mengejek merupakan serangan secara
lisan terhadap orang lain, tetapi menggertak merupakan serangan yang
bersifat fisik. Dalam kedua hal tersebut, si penyerang memperoleh
kepuasan dengan menyaksikan ketidakenakan korban dan usahanya
untuk membalas dendam.
e. Perilaku yang sok kuasa, kecenderungan untuk mendominasi orang
lain atau menjadi “majikan”. Jika diarahkan secara tepat, hal ini dapat
menjadi sifat kepemimpinan, tetapi umumnya tidak demikian, dan
biasanya hal ini mengakibatkan timbulnya penolakan dari kelompok
sosial.
f. Egosentrisme, hampir semua anak kecil bersifat egosentrik dalam arti
bahwa mereka cenderung berfikir dan berbicara tentang diri mereka
sendiri. Apakah kecenderungan ini akan hilang, menetap, atau akan
berkembang semakin kuat. Sebagian bergantung pada kesadaran anak
bahwa hal itu membuat mereka tidak populer dan sebagian lagi
bergantung pada kuat lemahnya keinginan mereka untuk menjadi
populer.
g. Prasangka, landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak
awal yaitu ketika anak menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari
mereka dalam hal penampilan dan perilaku. Bahwa perbedaan ini oleh
8
kelompok sosial dianggap sebagai tanda kerendahan. Bagi anak kecil
tidaklah umum mengekspresikan prasangka dengan sikap
membedakan orang-orang yang mereka kenal.
h. Antagonism jenis kelamin, ketika masa kanak-kanak berakhir,
banyak anak laki-laki ditekan oleh keluarga dan teman sebaya untuk
menghindari pergaulan dengan anak perempuan atau memainkan
“permainan anak perempuan”. Mereka juga mengetahui bahwa
kelompok sosial memandang laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada
perempuan. Walaupun demikian, pada umur ini anak laki-laki tidak
melakukan perbedaan terhadap anak perempuan, tetapi menghindari
mereka dan menghindar dari aktifitas yang dianggap sebagai aktifitas
dari anak perempuan.
9
2. Motorik Kasar
Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling sedikit 2
hitungan.
3. Motorik Halus
Mampu membuat garis lurus.
b. Analisis Data
1. Data Subjektif
Klien mengenal dan mengakui namanya.
Klien sering mengatakan jangan, tidak, atau nggak.
Klien banyak bertanya tentang hal atau benda yang asing baginya.
Klien mampu menyatakan keinginan untuk BAB atau BAK.
2. Data Objektif
Klien melakukan kegiatan sendiri tanpa diperintah.
Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah.
Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar
keluarganya.
Klien mau berpisah dengan orang tuanya hanya sebentar.
Klien menunjukkan rasa suka atau tidak suka.
Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga.
Klien suka membantah atau tidak menuruti perintah.
10
c. Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSIS NANDA NOC NIC
a. Isolasi Sosial Keterlibatan Sosial (1503) Peningkatan Sosialisasi (Q-5100)
berhubungan Setelah dilakukan Motivasi klien untuk
dengan kesulitan tindakan keperawatan meningkatkan hubungan.
membina selama 3x24 jam, Gunakan teknik bermain peran
hubungan (00053) diharapkan pasien dapat dalam mempraktikkan teknik
membina hubungan dan keterampilan komunikasi.
kembali. Dengan kriteria Dukung klien untuk terlibat
hasil: dalam aktivitas kelompok atau
Berinteraksi dengan individu.
teman dekat Anjurkan pasien untuk
1 2 3 4 5 berdiskusi tentang masalah-
Berinteraksi dengan masalah yang dialaminya
tetangga dengan orang dulu.
1 2 3 4 5 Rujuk klien ke kelompok
Berinteraksi dengan komunikasi interpersonal
anggota keluarga dimana pasien bisa memahami
1 2 3 4 5 dan meningkatkan kemampuan
Berinteraksi dengan untuk berinteraksi atau
anggota kelompok kerja bernegosiasi.
1 2 3 4 5
b. Risiko Kesepian Keterampilan Interaksi Modifikasi Perilaku: Kecakapan
(00054) Sosial (1502) Sosial (O-4362)
Setelah dilakukan Bantu klien mengidentifikasi
tindakan keperawatan masalah interpersonal yang
selama 3x24 jam, dihasilkan dari kurangnya
diharapkan kesepian pasien kemampuan sosial.
dapat berkurang. Dengan Dukung pasien untuk untuk
kriteria hasil: mengungkapkan perasaan
Menunjukkan yang berhubungan dengan
11
penerimaan masalah interpersonal.
1 2 3 4 5 Bantu klien untuk
Menunjukkan perhatian mengidentifikasi langkah-
1 2 3 4 5 langkah perilaku untuk
Menunjukkan sensivitas keterampilan sosial yang
kepada orang lain ditargetkan.
1 2 3 4 5 Beri umpan balik kepada klien
Menggunakan perilaku dan orang terdekat tentang
asertif secara tepat kesesuaian respon sosial yang
1 2 3 4 5 mereka tunjukkan dalam
Menggunakan latihan.
konfrontasi dengan tepat Libatkan orang terdekat dalam
1 2 3 4 5 melatih keterampilan sosial
klien.
c. Risiko Harga Diri Harga Diri (1205) Peningkatan Harga Diri (R-5400)
Rendah Kronik Setelah dilakukan Bantu klien untuk menemukan
(00224) tindakan keperawatan penerimaan diri.
selama 3x24 jam, Dorong klien untuk
diharapkan harga diri pasien mempertahankan kontak mata
membaik. Dengan kriteria saat berkomunikasi dengan
hasil: orang lain.
Gambaran diri Bantu klien menggunakan
1 2 3 4 5 kemampuan positif yang
Komunikasi terbuka dimiliki klien.
1 2 3 4 5 Fasilitasi lingkungan dan
Tingkat kepercayaan diri aktivitas yang akan
1 2 3 4 5 meningkatkan harga diri.
Perasaan tentang nilai Beri penghargaan atau pujian
diri atas kemajuan klien dalam
1 2 3 4 5 mencapai tujuan yang tercapai
12
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Kesehatan jiwa antara rentang hidup dari bayi hingga dewasa tentulah
sangat beda, sehingga penting bagi perawat untuk mengetahui kesehatan jiwa
yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Begitu pula denga toddler, mereka juga
memiliki karakteristik tersendiri dalam kesehatan jiwanya, sehingga perlu
diperhatikan mengenai apa-apa saja yang menjadi kebutuhan ataupun yang
tidak menjadi kebutuhan bagi si toddler. Dengan demikian, akan menjadikan si
toddler merasa puas dalam perkembangannya.
3.2. Saran
Diharapkan agar perawat (baik perawat jiwa ataupun bukan) lebih paham
lagi terkait dengan kesehatan jiwa khususnya pada toddler. Sehingga perawat
dalam memahami betul mengenai peran toddler, tumbuh dan kembang toddler,
serta apa-apa saja yang menjadi pro dan kontra yang akan dihadapi toddler.
Dengan demikian akan memudahkan perawat dalam melaksanakan tugasnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Rachmat H. Perdede. 2009. Ilmu perilaku manusia pengantar psikologi untuk tenaga
kesehatan. Jakarta: TIM.
14
15