Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Setiap individu memiliki usia dan karakter yang berbeda, karena memang
pada dasarnya manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang unik. Sepanjang
kehidupan manusia, tentunya mereka melalui fase tumbuh dan berkembang.
Mulai dari fase perinatal, bayi, toddler, preschool, sekolah, remaja, hingga fase
dewasa. Masing-masing fase tersebut tentunya memiliki tahap dan target
tumbuh dan berkembang yang berbeda pula. Apabila dalam tumbuh dan
kembangnya seseorang tidak mencapai target yang sesuai pada usianya, maka
ia akan sulit untuk memenuhi dan melaksanakan tugas perkembangan pada
fase atau usia yang selanjutnya.
Sebagai seorang perawat, tentunya akan dituntut untuk mengerti,
mengamati, dan paham akan proses tumbuh dan kembang manusia sesuai
dengan proses dan fasenya, mulai darri perinatal hingga dewasa. Oleh karena
itu, asuhan keperawatan yang akan diberikan disepanjang rentang usia pun
tentu akan berbeda pula. Begitu pula peran dalam keperawatan jiwa dalam
menjalankan tugasnya. Maka dari itu, makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
menggali dan membahas lebih lagi terkait asuhan keperawatan sehat jiwa
sepanjang rentang kehidupan toddler.

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Untuk mengetahui perkembangan psikososial toddler
1.2.2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan sehat jiwa sepanjang rentang
kehidupan toddler

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Perkembangan Psikososial Toddler


A. Perkembangan Psikososial (Erik H Erikson)
1. Kepercayaan Dasar vs. Kecurigaan Dasar (Pra-kanak-kanak (0-2
tahun))
Pada usia ini, anak sangat tergantung pada ibu atau orang yang
dianggap ibu. Ibu menjadi sumber kasih sayang dan memenuhi
kebutuhan anak. Ibu selalu diharapkan keberadaannya saat
dibutuhkan. Ibu menjadi figure dipercaya dan diandalkan. Apabila
fase ini berhasil dilalui dengan baik, anak akan mengembangkan
kepercayaan kepada orang lain dan dirinya, dia akan belajar menerima
dan memberi. Sebaliknya, apabila ibu menarik diri, dia tidak ada saat
dibutuhkan, atau ibu terlalu cepat atau mendadak menyapih atau
meninggalkan anak, ataupun sering membentak, memaki, memukul,
apalagi sampai menelantarkan anak, maka anak akan mengembangkan
ketakutan akan isolasi, kecemasan kehilangan ibu, muncul kecurigaan,
ketidakpercayaan kepada diri dan lingkungan di sekitarnya (distrust).

2. Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu-ragu (Akhir masa pra-kanak-kanak,


sekitar 2-4 tahun)
Pada fase ini anak mulai belajar untuk berdiri sendiri (otonomi).
Untuk itu orang tua diharapkan dapat bertindak tegas tetapi
melindungi, mendukung, dan memberi kesempatan keinginanotonomi
serta melindungi dari keraguan dan rasa bersalah. Apabila fase ini
berhasil dilalui dengan baik, maka anak akan mengembangkan
otonomi dengan memandang diri sebagai pribadi yang terpisah dari
orang tua, tapi masih tergantung. Sebaliknya, apabila anak gagal maka
dia akan mengembangkan rasa malu dan ragu, merasa tidi tidak
mampu dan meragukan diri sendiri. Enggan belajar keterampilan

2
dasar, seperti berjalan dan berbicara, serta ada rasa ingin
menyembunyikan ketidakmampuannya.
Menurut Ki Fudyartanta (2012), Periode Otonomi vs Rasa Malu
dan Keragu-raguan meliputi:
1) Kualitas ego yang timbul
Teori psikososial menamakan tahap perkembangan manusia
dengan tahap maskular-anal dalam tema psikososial, yang
intinya adalah tumbuhnya otonomi vs. perasaan malu dan
keragu-raguan. Dibandingkan dengan teori freudianisme adalah
fase anal. Pada tahap maskular-anal ini anak mempelajari:
a. Apakah yang diharapkan dari dirinya
b. Apakah kewajiban dan hak-haknya
c. Apakah pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada
dirinya

Dalam masa maskular-anal ini kanak-kanak menghadapi


pengalaman-pengalaman baru dan berorientasi pada kegiatan-
kegiatan, maka ada sejenis tuntutan ganda pada kanak-kanak,
yakni:

a. Tuntutan untuk mengontrol dirinya sendiri


b. Tuntutan untuk menerima control dari orang lain

Karena bayi sudah bertambah besar dan kuat, yakni telah


menjadi kanak-kanak, maka sudah kodrat bahwa anak-anak
mempunyai banyak gerak dan kemauan-kemauan. Untuk
mengendalikan sifat penuh kemauan anak, maka orang tua dan
orang dewasa lainnya bertindak:
a. Akan memanfaatkan kecenderungan universal pada
manusia untuk merasa malu.
b. Mendorong anak untuk mengembangkan rasa otonomi dan
akhirnya mandiri.

3
c. Dalam mengontrol anak-anak, orang dewasa harus benar-
benar bersikap membombong, artinya memberi bimbingan
sambil memberi pujian yang membesarkan hari anak-anak
untuk mau berbuat sesuatu.
d. Mendorong anak-anak untuk mengalami situasi-situasi
yang menuntut otonomi dalam melakukan pilihan bebas.
e. Tidak boleh terlalu berlebihan dalam menanamkan rasa
malu. Hal ini penting untuk menghindari:
1. Anak-anak tidak memiliki rasa malu atau memaksanya
mencoba melarikan diri dari hal-hal dengan berdiam
diri.
2. Anak-anak tidak berterus berterus terang, tidak suka
berbohong.
3. Anak-anak sengang bertindak serta tiam-diam.

Dalam fase otonomi vs. rasa malu dan ragu, juga berkembang
kebebasan pengungkapan diri dan sifat penuh kasih sayang.
Bangkitnya rasa mampu pengendalian diri pada anak-anak untuk
menumbuhkan rasa kemauan baik dan bangga yang bersifat
menetap pada diri anak.

2) Nilai yang menonjol


Dalam fase muscular-anal ini muncul nilai kemauan pada
anak-anak. Sumber kemauan anak itu ialah kemauan diri yang
terlatih pada anak itu sendiri. Contohnya adalah kemauan luhur
yang ingin diperhatikan oleh orang lain (ibu, ayah, kakek,
nenek, dan sebagainya).
Kemauan anak berkembang dengan cara:
a. Anak-anak belajar dari diri sendiri dan orang lain
mengenai apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan.
b. Dengan kemauan, maka menyebabkan anak secara
bertahap mampu menerima peraturan-peraturan hukum
dan kewajiban.

4
c. Unsure-unsur kemauan bertambah secara berangsur-
angsur melalui pengalaman-pengalaman yang melibatkan
kesadaran dan perhatian, manipulasi, verbalisasi, dan
gerak atau lokomosi.

Kemauan untuk memilih, memutuskan, dan bertindak itu


berkembang terus meningkat pada tahap seterusnya. Jadi, inti
perkembangan psikososial tahap kedua alah, timbulnya rasa
control kemauan dan bangga sebagai rasa otonomi, dan imbangi
dengan tumbuhnya rasa malu dan ragu-ragu jika anak-anak
kehilangan atau berkurangnya control, kemauan, kebanggaan
dan otonominya. Inilah kualitas ego baru yang timbul pada fase
maskular-anal menurut teori erikson. Lalu tahapnya disebutnya
otonomi vs. rasa malu dan keragu-raguan. Bahaya dari hal ini
adalah, jika anak-anak kehilangan control diri dapat
menyebabkan perasaan malu dan ragu-ragu, yang juga bersifat
menetap.

3) Ritualisasi tahap kedua


Erikson menyebut ritualisasi tahap kedua dari perkembangan
psikososial anak adalah bersifat kebijakan atau judicious. Hal ini
disebabkan oleh:
a. Anak mulai menilai diri sendiri.
b. Anak mulai menilai orang lain.
c. Anak mengembangkan kemampuan menghayati suatu rasa
benar atau salah pada tindakan dan kata-kata tertentu.
d. Hel tersebut menyiapkan anak-anak mengalami perasaan
bersalah dalam tahap berikutnya.
e. Anak juga membedakan antara “jenis kami” dan orang-
orang lain yang dunia berbeda.
f. Orang-orang lain yang tidak sama dengan jenisnya sendiri
secara otomatis dinilai salah atau buruk.

5
Hal tersebut merupakan dasar ontogenese dan keterasingan
yang melanda seluruh dunia yang disebut spesies yang terpecah
atau disebut juga oleh Erikson sebagai pseudospesies, yang
menjadi sumber prasangka di dalam diri manusia.

Dalam siklus kehidupan, tahap retualisasi bersifat bijaksana


pada masa kanak-kanak menjadi sumber untuk pengadilan pada
orang dewasa yang tercermin dalam pemeriksaan di ruang
pengadilan dan prosedur-prosedur dengan mana putusan-
putusan yang salah dan benar ditetapkan.

B. Karakteristik Toddler Normal


a. Berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekelilingnya.
b. Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing terhadap temannya.
c. Memperlihatkan minat terhadap apa yang dikerjakan anak lain dan
bermain dengan mereka.
d. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan
lain di luar keluarganya.
e. Pada usia toddler, mereka memperlihat ketakukan dan ketidaksukaan
kepada orang yang tidak dikenal dengan menghindar dan menangis
jika orang tersebut mendekati mereka.
f. Toddler lebih suka meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa.
g. Menciptakan dunianya sendiri.
h. Sejak umur 3 sampai 4 tahun, anak mulai belajar bermain secara
bersama dalam kelompok, berbicara satu sama lain di dalam
kelompok.

C. Pola Perilaku Anak (Elizabeth, 2002)


a. Meniru, agar sama dengan kelompok anak meniru sikap dan perilaku
orang yang sangat ia kagumi.

6
b. Persaingan, keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang-
orang lain sudah tampak pada usia 4 tahun. Ini dimulai di rumah dan
kemudian berkembang dalam bermain dengan anak di luar rumah.
c. Kerja sama, pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan kegiatan
kelompok mulai berkembang dan meningkat baik dalam frekuensi
maupun lamanya berlangsung, bersamaan dengan meningkatnya
kesempatan untuk bermain dengan anak lain.
d. Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-
perasaan dan emosi orang lain, maka hal ini hanya kadang-kadang
timbul sebelum 3 tahun. Semakin banyak kontak bermain, semakin
cepat simpati akan berkembang.
e. Empati, seperti halnya simpati, empati membutuhkan pengertian
tentang perasaan dan emosi orang-orang lain, tetapi disamping itu juga
membutuhkan kemampuan untuk membahayakan diri sendiri di
tempat orang lain. Relative hanya sedikit anak yang dapat melakukan
hal ini sampai awal masa kanak-kanak berakhir.
f. Membagi, dari pengalaman bersama orang lain, anak mengetahui
bahwa salah satu cara untuk memperoleh persetujuan sosial adalah
dengan membagi miliknya terutama mainan untuk anak-anak lain.
Lambat laun sifat mementingkan diri sendiri berubah menjadi sifat
murah hati. Anak yang pada waktu bayi memperoleh kepuasan dari
hubungan yang hangat, erat, dan personal dengan orang lain
berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada orang diluar
rumah, seperti pada mainan kegemarannya, benda ini disebut benda
kesayangan.

D. Pola Perilaku Anak Yang Tidak Sesuai


a. Negativism, adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain
untuk berperilaku tertentu. Biasanya hal ini dimulai pada usia 2 tahun
dan mencapai puncaknya antara umur 3 tahun atau 6 tahun. Ekspresi
fisiknya mirip dengan ledakan kemarahan, tetapi secara setahap demi
setahap diganti dengan penolakan lisan untuk menuruti perintah.

7
b. Agresi, adalah tindakan pemusuhan yang nyata atau ancaman
permusuhan, biasanya tidak ditimbulkan oleh orang lain. Anak-anak
mungkin mengekspresikan sikap agresif mereka berupa penyerangan
secara fisik atau lisan terhadap pihak lain, biasanya terhadap anak
yang lebih kecil.
c. Pertengkaran, perselisihan pendapat yang mengandung kemarahan
yang umumnya dimulai apabila seseorang melakukan penyerangan
yang tidak beralasan. Pertengkaran berbeda dari agresi; pertama
karena pertengkaran melibatkan 2 orang atau lebih sedangkan agresi
merupakan tindakan individu, kedua karena salah seorang terlibat di
dalam pertengkaran memainkan peran bertahan sedangkan agresi
peran selalu agresif.
d. Mengejek atau menggertak, mengejek merupakan serangan secara
lisan terhadap orang lain, tetapi menggertak merupakan serangan yang
bersifat fisik. Dalam kedua hal tersebut, si penyerang memperoleh
kepuasan dengan menyaksikan ketidakenakan korban dan usahanya
untuk membalas dendam.
e. Perilaku yang sok kuasa, kecenderungan untuk mendominasi orang
lain atau menjadi “majikan”. Jika diarahkan secara tepat, hal ini dapat
menjadi sifat kepemimpinan, tetapi umumnya tidak demikian, dan
biasanya hal ini mengakibatkan timbulnya penolakan dari kelompok
sosial.
f. Egosentrisme, hampir semua anak kecil bersifat egosentrik dalam arti
bahwa mereka cenderung berfikir dan berbicara tentang diri mereka
sendiri. Apakah kecenderungan ini akan hilang, menetap, atau akan
berkembang semakin kuat. Sebagian bergantung pada kesadaran anak
bahwa hal itu membuat mereka tidak populer dan sebagian lagi
bergantung pada kuat lemahnya keinginan mereka untuk menjadi
populer.
g. Prasangka, landasan prasangka terbentuk pada masa kanak-kanak
awal yaitu ketika anak menyadari bahwa sebagian orang berbeda dari
mereka dalam hal penampilan dan perilaku. Bahwa perbedaan ini oleh

8
kelompok sosial dianggap sebagai tanda kerendahan. Bagi anak kecil
tidaklah umum mengekspresikan prasangka dengan sikap
membedakan orang-orang yang mereka kenal.
h. Antagonism jenis kelamin, ketika masa kanak-kanak berakhir,
banyak anak laki-laki ditekan oleh keluarga dan teman sebaya untuk
menghindari pergaulan dengan anak perempuan atau memainkan
“permainan anak perempuan”. Mereka juga mengetahui bahwa
kelompok sosial memandang laki-laki lebih tinggi derajatnya daripada
perempuan. Walaupun demikian, pada umur ini anak laki-laki tidak
melakukan perbedaan terhadap anak perempuan, tetapi menghindari
mereka dan menghindar dari aktifitas yang dianggap sebagai aktifitas
dari anak perempuan.

2.2. Asuhan Keperawatan Sehat Jiwa Sepanjang Rentang Kehidupan Toddler


a. Pengkajian
1. Bergaul dan Mandiri
 Mengenal dan mengakui namanya.
 Sering mengatakan kata “jangan / tidak / nggak”.
 Banyak bertanya tentang hal atau benda yang asing baginya (api, air,
ketinggian, warna dan bentuk benda).
 Mulai melakukan kegiatan sendiri dan tidak mau diperintah misalnya
minum sendiri, makan sendiri, dan berpakaian sendiri.
 Bertindak semuanya sendiri dan tidak mau diperintah.
 Mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah.
 Mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar
keluarganya.
 Hanya sebentar mau berpisah dengan orang tuanya.
 Menunjukkan rasa suka atau tidak suka.
 Mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarganya
 Mampu menyatakan akan BAB atau BAK

9
2. Motorik Kasar
Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan selama paling sedikit 2
hitungan.

3. Motorik Halus
Mampu membuat garis lurus.

4. Berbicara, Berbahasa, dan Kecerdasan


Mampu menyatakan keinginan paling sedikit dengan 2 kata.

b. Analisis Data
1. Data Subjektif
 Klien mengenal dan mengakui namanya.
 Klien sering mengatakan jangan, tidak, atau nggak.
 Klien banyak bertanya tentang hal atau benda yang asing baginya.
 Klien mampu menyatakan keinginan untuk BAB atau BAK.

2. Data Objektif
 Klien melakukan kegiatan sendiri tanpa diperintah.
 Klien mulai bergaul dengan orang lain tanpa diperintah.
 Klien mulai bermain dan berkomunikasi dengan anak lain diluar
keluarganya.
 Klien mau berpisah dengan orang tuanya hanya sebentar.
 Klien menunjukkan rasa suka atau tidak suka.
 Klien mengikuti kegiatan keagamaan yang dilakukan keluarga.
 Klien suka membantah atau tidak menuruti perintah.

10
c. Diagnosa Keperawatan
DIAGNOSIS NANDA NOC NIC
a. Isolasi Sosial Keterlibatan Sosial (1503) Peningkatan Sosialisasi (Q-5100)
berhubungan Setelah dilakukan  Motivasi klien untuk
dengan kesulitan tindakan keperawatan meningkatkan hubungan.
membina selama 3x24 jam,  Gunakan teknik bermain peran
hubungan (00053) diharapkan pasien dapat dalam mempraktikkan teknik
membina hubungan dan keterampilan komunikasi.
kembali. Dengan kriteria  Dukung klien untuk terlibat
hasil: dalam aktivitas kelompok atau
 Berinteraksi dengan individu.
teman dekat  Anjurkan pasien untuk
1 2 3 4 5 berdiskusi tentang masalah-
 Berinteraksi dengan masalah yang dialaminya
tetangga dengan orang dulu.
1 2 3 4 5  Rujuk klien ke kelompok
 Berinteraksi dengan komunikasi interpersonal
anggota keluarga dimana pasien bisa memahami
1 2 3 4 5 dan meningkatkan kemampuan
 Berinteraksi dengan untuk berinteraksi atau
anggota kelompok kerja bernegosiasi.
1 2 3 4 5
b. Risiko Kesepian Keterampilan Interaksi Modifikasi Perilaku: Kecakapan
(00054) Sosial (1502) Sosial (O-4362)
Setelah dilakukan  Bantu klien mengidentifikasi
tindakan keperawatan masalah interpersonal yang
selama 3x24 jam, dihasilkan dari kurangnya
diharapkan kesepian pasien kemampuan sosial.
dapat berkurang. Dengan  Dukung pasien untuk untuk
kriteria hasil: mengungkapkan perasaan
 Menunjukkan yang berhubungan dengan

11
penerimaan masalah interpersonal.
1 2 3 4 5  Bantu klien untuk
 Menunjukkan perhatian mengidentifikasi langkah-
1 2 3 4 5 langkah perilaku untuk
 Menunjukkan sensivitas keterampilan sosial yang
kepada orang lain ditargetkan.
1 2 3 4 5  Beri umpan balik kepada klien
 Menggunakan perilaku dan orang terdekat tentang
asertif secara tepat kesesuaian respon sosial yang
1 2 3 4 5 mereka tunjukkan dalam
 Menggunakan latihan.
konfrontasi dengan tepat  Libatkan orang terdekat dalam
1 2 3 4 5 melatih keterampilan sosial
klien.
c. Risiko Harga Diri Harga Diri (1205) Peningkatan Harga Diri (R-5400)
Rendah Kronik Setelah dilakukan  Bantu klien untuk menemukan
(00224) tindakan keperawatan penerimaan diri.
selama 3x24 jam,  Dorong klien untuk
diharapkan harga diri pasien mempertahankan kontak mata
membaik. Dengan kriteria saat berkomunikasi dengan
hasil: orang lain.
 Gambaran diri  Bantu klien menggunakan
1 2 3 4 5 kemampuan positif yang
 Komunikasi terbuka dimiliki klien.
1 2 3 4 5  Fasilitasi lingkungan dan
 Tingkat kepercayaan diri aktivitas yang akan
1 2 3 4 5 meningkatkan harga diri.
 Perasaan tentang nilai  Beri penghargaan atau pujian
diri atas kemajuan klien dalam
1 2 3 4 5 mencapai tujuan yang tercapai

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan
Kesehatan jiwa antara rentang hidup dari bayi hingga dewasa tentulah
sangat beda, sehingga penting bagi perawat untuk mengetahui kesehatan jiwa
yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Begitu pula denga toddler, mereka juga
memiliki karakteristik tersendiri dalam kesehatan jiwanya, sehingga perlu
diperhatikan mengenai apa-apa saja yang menjadi kebutuhan ataupun yang
tidak menjadi kebutuhan bagi si toddler. Dengan demikian, akan menjadikan si
toddler merasa puas dalam perkembangannya.

3.2. Saran
Diharapkan agar perawat (baik perawat jiwa ataupun bukan) lebih paham
lagi terkait dengan kesehatan jiwa khususnya pada toddler. Sehingga perawat
dalam memahami betul mengenai peran toddler, tumbuh dan kembang toddler,
serta apa-apa saja yang menjadi pro dan kontra yang akan dihadapi toddler.
Dengan demikian akan memudahkan perawat dalam melaksanakan tugasnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ki Fudyartanta. 2012. Psikologi kepribadian paradigm filosofis, tipologis,


psikodinamik, dan organismik-holistik. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Indiarti Mt. 2007. A to Z golden age merawat, membesarkan, dan mencerdaskan


bayi anda sejak dalam masa kandungan hingga usia 3 tahun, ed. 1.
Yogyakarta: ANDI.

Nanda Internasional Edisi 11 Diagnosis Keperawatan. 2018-2020. Penerbit Buku


kedokteran EGC

NIC Edisi 6. 2013. Penerbit Mocomedia

NOC Edisi 5. 2013. Penerbit Mocomedia

Rachmat H. Perdede. 2009. Ilmu perilaku manusia pengantar psikologi untuk tenaga
kesehatan. Jakarta: TIM.

14
15

Anda mungkin juga menyukai