Anda di halaman 1dari 11

1

POTENSI JAMUR Trichoderma spp. SEBAGAI AGENS PENGENDALI


HAYATI

Rofiatun Nailah

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Semarang

ABSTRAK

Kemajuan ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang


dilakukan perlu berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam yang efektif
penggunaannya, sehingga tercipta keseimbangan lingkungan yang dapat menjamin
kelangsungan hidup manusia dan spesies lainnya. Serangan organisme pengganggu
tanaman (OPT) hingga saat ini masih merupakan masalah utama yang membatasi
produksi terutama untuk daerah-daerah yang mempunyai iklim tropis. Sementara,
penggunaan pestisida sintetik dalam mengendalikan OPT mempunyai resiko yang
besar karena dapat menyebabkan resistensi, resurgensi, pencemaran lingkungan,
musnahnya musuh alami, timbulnya residu pestisida dalam tanaman dan sebagainya.
Pengendalian hayati diharapkan dapat mengurangi efek samping dari penggunaan
pestisida dalam mengendalikan serangan OPT. Salah satu agens hayati yang telah
banyak dilaporkan adalah Trichoderma spp.. Tujuan dari pembuatan artikel ini untuk
memaparkan informasi hasil-hasil penelitian tentang pemanfaatan Trichoderma spp.
sebagai pengendalian hayati yang berwawasan lingkungan. Trichoderma spp.
merupakan jamur antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen
melalui proses, mikroparasitisme, antibiosis dan kompetesi. Trichoderma spp.
mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam
pengendalian penyakit tanaman, hal ini dikarenakan sifat Trichoderma spp. sebagai
cendawan antagonis yang dianggap aman bagi lingkungan karena cendawan ini
berasal dari tanah dan dapat berfungsi sebagai pengurai unsur hara tanaman serta
dalam pengendalian penyakit memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Kata kunci : Trichoderma spp., agens hayati, cendawan antagonis.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian merupakan suatu bidang kegiatan usaha yang tidak akan lepas dari
kehidupan manusia dan alam, sebab secara hirarkhi di ekosistem beberapa komponen
kehidupan membentuk mata rantai yang saling mempengaruhi, terputusnya salah satu
mata rantai tersebut akan mengakibatkan atau berpengaruh terhadap kelangsungan
makhluk hidup yang lain sehingga harus dilestarikan. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada
2

pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga dapat terciptan
keseimbangan lingkungan yang dapat menjamin kelangsungan hidup manusia dan
spesies lainnya. Pada saat ini upaya pengendalian terhadap hama dan penyakit
tanaman masih mengandalkan penggunaan pestisida sebagai upaya pengendalian
utama. Kenyataannya menunjukkan bahwa upaya pengendalian dengan menggunakan
senyawa kimia bukan merupakan alternative yang terbaik, karena sifat racun yang
terdapat dalam senyawa tersebut dapat meracuni manusia, ternak piaraan, serangga
penyerbuk, musuh alami, tanaman, serta lingkungan yang dapat menimbulkan polusi
bahkan pemakaian dosis yang tidak tepat bias membuat hama dan penyakit menjadi
resisten. Selain itu dengan adanya aplikasi pestisida sintetik yang tidak bijaksana
dapat memicu timbulnya pathogen yang resisten terhadap pestisida sistetik yang
digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diambil alternatif pengendalian yang
efektif terhadap penyebab penyakit tanaman tanpa mengandalkan fungisida sintetik.
Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat
dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan seki
tarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus, jamur
ataucendawan, bakteri atau aktiomisetes.
Beberapa jamur atau cendawan mempunyai potensi sebagai agens hayati dari
dari jamur patogenik diantaranya adalah Trichoderma spp. (Baker dan Cook,1983
dalam Tindaon, 2008). Jamur Trichoderma spp. digunakan sebagai jamur atau
cendawan antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui
proses mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Mukerji dan Garg, 1988 dalam
Rifai, et. al.,1996). Potensi jamur Trichoderma spp. sebagai jamur antagonis yang
bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur
tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organism
pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui
pula bahwa Trichoderm spp. juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan
pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma spp. pada pembibitan tanaman guna
mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran
petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah
dalam artikel ini adalah :
1. Bagaimana potensi jamur Trichoderma spp. sebagai agens pengendali hayati?
2. Bagaimana pemanfaatan jamur Trichoderma spp. dalam mengendalikan
penyakit tanaman?
3

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian masalah diatas, tujuan penulisan artikel ini adalah :
1. Memaparkan hasil-hasil penelitian tentang pemanfaatan agens hayati
Trichoderma spp. dalam mengendalikan penyakit tanaman.
2. Mengetahui seperti apa potensi jamur Trichoderma spp. sebagai agens
pengendali hayati
3. Mengetahui pemanfaatan jamur Trichoderma spp. dalam mengendalikan
penyakit tanaman

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dalam artikel ini adalah :
1. Menambah pengetahuan mengenai agens hayati yang bermanfaat dalam
pengendalian hayati yang berwawasan lingkungan
2. Menambah pengetahuan tentang bentuk alternatif dalam pengendalian
terhadap hama dan penyakit tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Trichoderma sp.

Biologi Trichoderma sp.


Menurut Streets (1980) dalam Tindaon (2008), Trichoderma sp.
diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Divisio Amastigomycota,Class
Deutromycetes, Ordo Moniliales, Famili Moniliaceae, Genus Trichoderma, Spesies
Trichoderma spp.. Cendawan marga Trichoderma terdapat lima jenis yang mempuyai
kemampuan untuk mengendalikan beberapa patogen yaitu Trichorderma harzianum,
Trichorderma koningii, Trichorderma viride, Trichoderma hamatum dan
Trichoderma polysporum. Jenis yang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain
Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichoderma viride (Anonim,
2010). Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabang – cabang teratur, tidak
membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompok-kelompok kecil
terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru (Semangun, 1994). Trichoderma
spp.juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid tunggal dan
berkelompok (Barnet, 1960 dalam Nurhaedah,2002). Berdasarkan penelitian
Gusnawaty (2014) di beberapa daerah sulawesi tenggara diperoleh dari 11 isolat
Trichoderma sp.. Spesies yang diperoleh yaitu T. hamantum, T. koningii, T.
harzianum, T. polysporum dan T. aureoviride.
4

Tabel 1. Spesies Trichoderma sp dari 11 isolat berdsarkan bentuk konidiofor, fialid


dan konidia.

Sumber : Gusnawaty HS, 2014

Morfologi Trichoderma spp.


Koloni Trichoderma spp. pada media agar pada awalnya terlihat berwarna
putih selanjutnya miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat
sebagian besar berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih
berwarna putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau (Umrah,
1995 dalam Nurhayati, 2001). Koloni pada medium OA (20°C) mencapai diameter
lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih
kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan
banyak terdapat konidia. Konidifor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada
bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung
percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang
terutama apeks dari cabang, dan berdinding halus. Klamidospora umumnya
ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar kadang
terminal, umumnya bulat, berwarna hialin, dan berdinding halus (Gandjar dkk., 1999
dalam Tindaon, 2008). Trichoderma spp. dapat ditemui di hampir semua jenis tanah
dan pada berbagai habitat. Jamur ini dapat berkembang biak dengan cepat pada
daerah perakaran.

Sumber : Gusnawaty HS, 2014

Gambar 1 menunjukkan bahwa isolat tersebut memiliki bentuk konidiofor yang


dikembangkan pada struktur bantal berbentuk tegak, bercabang yang tersusun
5

vertikal. Fialid pendek dan tebal, konidia hijau muda, berdinding halus dan berbentuk
oval. Koloni pada media PDA berwarna putih awalnya, kemudian hijau kekuningan
dan berbentuk bulat. Koloni pada media PDA mencapai diameter lebih dari 7 cm
dalam waktu lima hari. Isolat tersebut sesuai dengan karakteristik Trichoderma
hamantum (Watanabe, 2002; Domsch et al.,1980).

Mekanisme Antagonis Trichoderma spp.


Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai
pengaruh yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan
berasosiasi dengannya. Antagonis meliputi (a) kompetisi nutrisi atau sesuatu yang
lain dalam jumlah terbatas tetapi tidak diperlukan oleh OPT, (b) antibiosis sebagai
hasil dari pelepasan antibiotika atau senyawa kimia yang lain oleh mikroorganisme
dan berbahaya bagi OPT, dan (c) predasi, hiperparasitisme, dan mikroparasitisme
atau bentuk yang lain dari eksploitasi langsung terhadap OPT oleh mikroorganisme
yang lain (Istikorini, 2002 dalam Gultom, 2008). Trichoderma spp. merupakan salah
satu jamur antagonis yang telah banyak diuji coba untul mengendalikan penyakit
tanaman (Lilik,dkk., 2010). Sifat antagonis Cendawan Trichoderma spp. telah diteliti
sejak lama. Inokulasi Trichoderma spp. ke dalam tanah dapat menekan serangan
penyakit layu yang menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh adanya
pengaruh toksin yang dihasilkan cendawan ini (Khairul, 2000). Selain itu
Trichoderma spp.. mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah
terutama dalam mendapatkan Nitrogen dan Karbon (Cook dan Baker, 1983 dalam
Djatmiko dan Rohadi, 1997). Menurut Harman (1998) dalam Gultom (2008),
mekanisme utama pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan
menggunakan cendawan Trichoderma spp.. dapat terjadi melalui :
a. Mikoparasit (memarasit miselium cendawan lain dengan menembus
dinding sel dan masuk kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam
sel sehingga cendawan akan mati).
b. Menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat
menghancurkan sel cendawan melalui pengrusakan terhadap permeabilitas
membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis
dinding sel.
c. Mempunyai kemampuan berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan
sumber makanan.
d. Mempunyai kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma spp..
akan mengakibatkan perubahan permeabilitas dinding sel.
Trichoderma spp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah, dan
mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi
parasit cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap
6

jenis-jenis cendawan fitopatogen. Beberapa cendawan fitopatogen penting yang dapat


dikendalikan oleh Trichoderma spp. antara lain : Rhizoctonia solani, Fusarium spp,
Lentinus lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea, Gloeosporium gloeosporoides,
Rigidoporus lignosus dan Sclerotium roflsii yang menyerang tanaman jagung,
kedelai, kentang, tomat, dan kacang buncis, kubis, cucumber, kapas, kacang tanah,
pohon buah- buahan, semak dan tanaman hias (Wahyudi, 2002 dalam Tindaon, 2008)

Potensi Jamur Trichoderma Spp. Sebagai Agens Hayati


Pengertian agens hayati menurut FAO (1997) dalam Supriadi (2006) yaitu
organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid, predator, parasit,
arthropoda pemakan tumbuhan, dan patogen. Agens hayati yang digunakan untuk
mengendalikan penyakit disebut agens antagonis, pemanfaatan agens hayati dalam
menekan perkembangan penyakit terus dikembangkan dan dimasyaratkan ke petani
(Lilik, dkk., 2010). Salah satu metode pengendalian penyakit tanaman dengan
menggunakan mikroorganisme antagonis yang sekarang banyak dikembangkan yaitu
dengan menggunakan cendawan atau bakteri nonparasitik (Djatmiko dan Rohadi,
1997). Penggunaan cendawan antagonis sebagai pengendali patogen merupakan salah
satu alternatif yang dianggap aman dan dapat memberikan hasil yang cukup
memuaskan (Darmono, 1994). Pengendalian hayati terhadap patogen dengan
menggunakan mikroorganisme antagonis dalam tanah memiliki harapan yang baik
untuk dikembangkan karena pengaruh negatif terhadap lingkungan tidak ada.
Rasminah (1995) dalam Khaeruni (2010) menyatakan bahwa pemanfaatan
mikroorganisme sebagai agens pengendalian nampaknya masih perlu dikembangkan.
Pengembangan penggunaan mikroorganisme tersebut perlu dilandasi pengetahuan
jenis-jenis mikroorganisme, jenis-jenis penyakit dan juga mekanisme pengendalian
penyakit tanaman dengan menggunakan mikroorganisme. Pemanfaatan ini
diharapkan dapat membantu pengendalian penyakit tanpa mengganggu kondisi
lingkungan. Pengendalian hayati dengan menggunakan agens hayati seperti
Trichoderma spp.yang terseleksi ini sangatlahdiharapkan dapat mengurangi
ketergantungan dan mengatasi dampaknegatif dari pemakaian pestisida sintetik yang
selama ini masih dipakai untuk pengendalian penyakit tanaman di Indonesia
(Purwantisari dan Hastuti, 2009).

Pemanfaatan Jamur Trichoderma Spp. Dalam Mengendalikan Penyakit


Tanaman

Hasil-hasil penelitian tentang Trichoderma spp. dan kemampuannya sebagai


agen pengendalian hayati telah banyak dilaporkan. Trichoderma spp.yang
dinfestasikan kedalam tanah dilaporkan oleh Rifai,dkk. (1996) mampu menekan
7

serangan Phytium spp. ada tanaman Kedelai. Data mereka menunjukkan bahwa
semakin panjangnya jarak antara infestasi T. viride dengan saat saat dating Phytium
cenderung semakin menurunkan intensitas dan persentase bibit dan benih yang
terserang Phytium spp.. Penelitian lainnya dilakukan oleh gusnawaty dkk. (2013)
yang melaporkan bahwa isolat trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara yang
diujikan berpotensi sebagai biofungisida terhadap P. capsici secara in-vitro. Hasil
penelitiannya memperlihatkan semua isolat trichoderma indigenous Sulawei
Tenggara memiliki kemampuan yang sama dari hasil analisis ragam dalam menekan
pertumbuhan patogen P. capsici. Nilai penghambatan Trichoderma spp. terhadap P.
capsici diakhir pengamatan berturut-turut yaitu isolat DKT sebesar 65,00%, DPA
sebesar 62,22%, DKP sebesar 61,11%, LTB sebesar 59,00%, ASL sebesar 58,89%,
LPS sebesar 57,78%, BPS sebesar 56,67%, LKO sebesar 54,60% LKA sebesar
53,37%, APS sebesar 53,33% dan LKP sebesar 48,89%, rata-rata isolat trichoderma
memperlihatkan dapat menghambat P. caspici di atas 40% hal ini mengindikasikan
semua isolat efektif sebagai biofungisida terhadap P. Capsici secara in-vitro.
Talanca, dkk., (1998) dengan mengutip beberapa penulis lain memberikan
penjelasan bahwa kemampuan antagonis Trichoderma spp.berhubungan dengan
mekanisme-mekanisme berikut :
a. Trichoderma spp.mengeluarkan toksin yang menyebabkan terlambatnya
pertumbuhan bahkan mematikan inangnya
b. Trichoderma spp.menghasilkan enzim hidrolitik-1,3 glukanase, kitinase dan
selulase.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suardi (2013) tentang efektifitas lima
isolat cendawan endofit dalam menekan pertumbuhan cendawan (Phytophthora
palmivora Butler) pada tanaman kakao (Theobroma cacao), diketahui bahwa diantara
lima isolat yang digunakan yakni Fusarium sp., Trichoderma sp., Isolat X,
Aspergillus sp., Beauveria sp., cendawan Trichoderma sp.dan Fusarium sp
merupakan cendawan yang paling efektif dalam menekan serangan penyakit busuk
buah (Phytophthora palmivora Butler) pada pertanaman kakao. Pada perlakuan
menggunakan Trichoderma sp perkembangan diameter gejala 3,4482 mm/2 hari.
Dibandingkan dengan kontrol perkembangan gejala busuk buah P.palmivora
mencapai 13,275 mm/2 hari. Hal ini didukung oleh pernyataan Golfarb, et al., (1989)
dalam Purwantasari dan Hastuti (2009) bahwa cendawan yang tumbuh cepat mampu
mengungguli dalam penguasaan ruang dan pada akhirnya dapat Menekan
pertumbuhan cendawan lawannya. Selain itu diduga karena selulase yang dimilki
oleh Trichoderma spp. Akan merusak di dinding selslulosa cendawan pathogen P.
palmivora, sesuai dengan penelitian Salma dan Gunarto (1999) bahwa Trichoderma
spp. Mampu menghasilkan selulase untuk mengurai selulosa menjadi glukosa,
8

sedangkan seluruh kehidupan diploi, dinding selnya terdiri atas selulase dan β1,3-
glucan (Barnecki-Garcia & Wang 1983).
Sementara dalam efektifitas cendawan trichoderma sp. dalam menekan
serangan Alternaria brassicicola tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) pada
sistem hidroponik nutrient film technique yang dilakukan oleh Mubarak (2015)
bahwa efektifitas cendawan Trichoderma sp. dalam menekan serangan Alternaria
brassicicola tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) pada sistem hidroponik
Nutrient Film Technique menunjukkan bahwa keempat perlakuan yang diaplikasikan
pada tanaman sawi hijau masing-masing memiliki intensitas penyakit bercak daun
dibandingkan dengan kontrol yang tanpa diberikan perlakuan. Namun dari keempat
perlakuan tersebut, masing-masing memiliki intensitas penyakit bercak daun yang
rendah. Hal tersebut secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Penyakit yang sering menyerang tanaman Cabai adalah busuk buah yang
disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici. Cendawan C. Capsici dapat
bertahan dilapangan pada sisa tanaman sakit. Apabila keadaan atau kondisi
lingkungan sesuai seperti hujan terus menerus dan kelembaban tinggi, maka
perkembangan penyakit lebih cepat dari lahan satu ke lahan lainnya (sastrahidayat,
1988). Dari hasil penelitian Baharia (2000) menunjukkan bahwa Trichoderma spp.
mampu menghambat pertumbuhan C. capsici pada media PSA maupun pada buah
Cabai. Salah satu factor yang menyebabkan pertumbuhan C. capsici terhambat
karena cendawan Trichoderma spp. dapat mengeluarkan toksin yang menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan dan bahkan mematikan inangnya. Dari hasil penelitian
Nurhaedah (2002), tentang pengaruh aplikasi Trichoderma spp.dan mulsa terhadap
9

persentase serangan penyakit antraknosa pada buah tanaman cabai merah besar, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Persentase serangan Antraknosa pada Panen I, II dan III

Hasil analisis statistik pada panen I, menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma spp
.tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase serangan penyakit
antraknosa. Penyebab terjadinya hal tersebut, diduga karena Trichoderma spp. belum
berinteraksi dengan cendawan C. capsici sebagai akibat dari : (1) ruang tumbuhyang
masih cukup untuk pertumbuhan Trichoderma spp. dan (2) media tumbuh yang
mengandung bahan organik sehingga Trichoderma spp. masih memanfaatkan
nutrisiyang ada pada media tersebut. Litshitz et.al., (1986) dalam Talanca (1998)
mengemukakan bahwa mekanisme antagonis antara Trichoderma spp. terhadap
patogen merupakan interaksi bersifat mikroparasitisme yang dimulai setelah hifa
parasit melakukan kontak fisik dengan hifa inang. Selanjutnya aktivitas biologis
dalam tanah terjadi karena mikroorganisme antagonis berkompetisi dalam hal
makanan, menghaislkan antibiotik yang bersifat racun dan melakukan parasitisme
terhadap patogen (Djafaruddin, 2000).
Pada Panen kedua dan ketiga perlakuan Trichoderma spp. berpengaruh nyata
terhadap persentase serangan penyakit antraknosa. Hal tersebut dibuktikan dengan
rendahnya persentaseserangan penyakit pada perlakuan Trichoderma spp. (P1) yaitu
rata-rata 35,71% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa Trichoderma spp. (P0)
yaitu mencapai 47,14% pada panen kedua. Pada panen ketiga persentase serangan
rata-rata 30,14% pada perlakuan Trichoderma spp. sedangkan pada perlakuan tanpa
Trichoderma spp. rata-rata 44,53%. Terjadinya penurunan persentase serangan
penyakit berarti bahwa Trichoderma spp. telah mampu menekan pertumbuhan
patogen antraknosa. Hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dan
adanya sifat antagonis dari cendawan Trichoderma spp.

KESIMPULAN
Dari penulisan diatas dapat disimpulkan bahwa Trichoderma spp. mempunyai
potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam pengendalian
penyakit tanaman, hal ini dikarenakan sifat Trichoderma spp. sebagai cendawan
10

antagonis yang dianggap aman bagi lingkungan karena cendawan ini berasal dari
tanah dan dapat berfungsi sebagai pengurai unsur hara tanaman serta dalam
pengendalian penyakit memberikan hasil yang cukup memuaskan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Contoh Proposal Penelitian Aplikasi.


http://ekyowinnersnews.blogspot.com/2010/05/contok-proposal-penelitian-
aplikasi.html, diakses pada tanggal 23 April 2016
Baharia, S., 2000. Uji Antagonis Beberapa Isolat Cendawan Trichoderma Terhadap
Pertumbuhan Colletotrichum capsici pada Buah Cabai (Skripsi). Palu: Fakultas
Pertanian UNTAD.
Djatmiko, H.A., dan Rohadi, S.S., 1997. Efektivitas Trichoderma harzianum Hasil
Perbanyakan dalam Sekam Padi dan Bekatul Terhadap Patogenesitas
Plasmodiophora brassicaepada Tanah latosol dan Andosol. Majalah Ilmiah
UNSOED, Purwokerto (23) 2 : 10-22.
Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan
Berbagai Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur Phytium
sp. Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum
L.) http://repository.usu.ac.id.pdf diakses pada 23 April 2016.
Hs, Gusnawaty., Muhammad Taufik, dan Faulika. 2013. Uji Potensi Trichoderma
Indigenous Sulawesi Tenggara Sebagai Biofungisida Terhadap Phytophthora
Capsici Secara In-Vitro. Jurnal Agroteknos 3 (3): 139-143.
Hs, Gusnawaty., Muhammad Taufik, Leni Triana, Dan Asniah. 2014. Karakterisasi
morfologis trichoderma sp. indigenus sulawesi tenggara. Jurnal Agroteknos
4(2):87-93.
Mubarak, Nur Intansari. 2015. Efektifitas Cendawan Trichoderma sp. dalam
Menekan Serangan Alternaria brassicicola Tanaman Sawi Hijau (Brassica
juncea L.) pada Sistem Hidroponik Nutrient Film Technique (Skripsi).
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Nurhayati, H., 2001. Pengaruh Pemberian Trichoderma spp. Terhadap Daya Infeksi
dan Ketahanan Hidup Sclerotium roflsii pada Akar Bibit Cabai. Skripsi Fakultas
Pertanian UNTAD, Palu
Rifai, M., Mujim, S., dan Aeny, T.N., 1996. Pengaruh Lama Investasi Trichoderma
viride Terhadap Intensitas Serangan Pythium sp. Pada Kedelai. Jurnal
Penelitian Pertama 7(8): 20-25.
Semangun, H., 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
11

Suardi. 2013. Efektifitas Lima Isolat Cendawan Endofit Dalam Menekan


Pertumbuhan Cendawan (Phytophthora palmivora Butler) Pada Tanaman Kakao
(Theobroma cacao) (Skripsi.). Makassar: Universitas Hasanuddin.
Talanca, A.H. Soenartiningsih dan Wakman, W., 1998. Daya Hambat Jamur
Trichoderma spp. pada Beberapa Jenis Jamur Patogen. Risalah Seminar Ilmiah
dan Pertemuan Tahunan XI PEI,PFI dan HPTI Sulsel, Maros 5 Desember 1998
: 317-322
Tindaon, H., 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk
Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium roflsii Sacc.
Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa.
http://repository.usu.ac.id.pdf. diakses tanggal 23 April 2016.

Anda mungkin juga menyukai