Rofiatun Nailah
ABSTRAK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian merupakan suatu bidang kegiatan usaha yang tidak akan lepas dari
kehidupan manusia dan alam, sebab secara hirarkhi di ekosistem beberapa komponen
kehidupan membentuk mata rantai yang saling mempengaruhi, terputusnya salah satu
mata rantai tersebut akan mengakibatkan atau berpengaruh terhadap kelangsungan
makhluk hidup yang lain sehingga harus dilestarikan. Kemajuan ilmu pengetahuan
dan penerapan teknologi budidaya tanaman yang dilakukan perlu berorientasi pada
2
pemanfaatan sumber daya alam yang efektif penggunaannya, sehingga dapat terciptan
keseimbangan lingkungan yang dapat menjamin kelangsungan hidup manusia dan
spesies lainnya. Pada saat ini upaya pengendalian terhadap hama dan penyakit
tanaman masih mengandalkan penggunaan pestisida sebagai upaya pengendalian
utama. Kenyataannya menunjukkan bahwa upaya pengendalian dengan menggunakan
senyawa kimia bukan merupakan alternative yang terbaik, karena sifat racun yang
terdapat dalam senyawa tersebut dapat meracuni manusia, ternak piaraan, serangga
penyerbuk, musuh alami, tanaman, serta lingkungan yang dapat menimbulkan polusi
bahkan pemakaian dosis yang tidak tepat bias membuat hama dan penyakit menjadi
resisten. Selain itu dengan adanya aplikasi pestisida sintetik yang tidak bijaksana
dapat memicu timbulnya pathogen yang resisten terhadap pestisida sistetik yang
digunakan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu diambil alternatif pengendalian yang
efektif terhadap penyebab penyakit tanaman tanpa mengandalkan fungisida sintetik.
Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat
dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan seki
tarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus, jamur
ataucendawan, bakteri atau aktiomisetes.
Beberapa jamur atau cendawan mempunyai potensi sebagai agens hayati dari
dari jamur patogenik diantaranya adalah Trichoderma spp. (Baker dan Cook,1983
dalam Tindaon, 2008). Jamur Trichoderma spp. digunakan sebagai jamur atau
cendawan antagonis yang mampu menghambat perkembangan patogen melalui
proses mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Mukerji dan Garg, 1988 dalam
Rifai, et. al.,1996). Potensi jamur Trichoderma spp. sebagai jamur antagonis yang
bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur
tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organism
pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis diketahui
pula bahwa Trichoderm spp. juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan
pupuk organik. Aplikasi jamur Trichoderma spp. pada pembibitan tanaman guna
mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran
petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah
dalam artikel ini adalah :
1. Bagaimana potensi jamur Trichoderma spp. sebagai agens pengendali hayati?
2. Bagaimana pemanfaatan jamur Trichoderma spp. dalam mengendalikan
penyakit tanaman?
3
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian masalah diatas, tujuan penulisan artikel ini adalah :
1. Memaparkan hasil-hasil penelitian tentang pemanfaatan agens hayati
Trichoderma spp. dalam mengendalikan penyakit tanaman.
2. Mengetahui seperti apa potensi jamur Trichoderma spp. sebagai agens
pengendali hayati
3. Mengetahui pemanfaatan jamur Trichoderma spp. dalam mengendalikan
penyakit tanaman
D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dalam artikel ini adalah :
1. Menambah pengetahuan mengenai agens hayati yang bermanfaat dalam
pengendalian hayati yang berwawasan lingkungan
2. Menambah pengetahuan tentang bentuk alternatif dalam pengendalian
terhadap hama dan penyakit tanaman.
vertikal. Fialid pendek dan tebal, konidia hijau muda, berdinding halus dan berbentuk
oval. Koloni pada media PDA berwarna putih awalnya, kemudian hijau kekuningan
dan berbentuk bulat. Koloni pada media PDA mencapai diameter lebih dari 7 cm
dalam waktu lima hari. Isolat tersebut sesuai dengan karakteristik Trichoderma
hamantum (Watanabe, 2002; Domsch et al.,1980).
serangan Phytium spp. ada tanaman Kedelai. Data mereka menunjukkan bahwa
semakin panjangnya jarak antara infestasi T. viride dengan saat saat dating Phytium
cenderung semakin menurunkan intensitas dan persentase bibit dan benih yang
terserang Phytium spp.. Penelitian lainnya dilakukan oleh gusnawaty dkk. (2013)
yang melaporkan bahwa isolat trichoderma indigenous Sulawesi Tenggara yang
diujikan berpotensi sebagai biofungisida terhadap P. capsici secara in-vitro. Hasil
penelitiannya memperlihatkan semua isolat trichoderma indigenous Sulawei
Tenggara memiliki kemampuan yang sama dari hasil analisis ragam dalam menekan
pertumbuhan patogen P. capsici. Nilai penghambatan Trichoderma spp. terhadap P.
capsici diakhir pengamatan berturut-turut yaitu isolat DKT sebesar 65,00%, DPA
sebesar 62,22%, DKP sebesar 61,11%, LTB sebesar 59,00%, ASL sebesar 58,89%,
LPS sebesar 57,78%, BPS sebesar 56,67%, LKO sebesar 54,60% LKA sebesar
53,37%, APS sebesar 53,33% dan LKP sebesar 48,89%, rata-rata isolat trichoderma
memperlihatkan dapat menghambat P. caspici di atas 40% hal ini mengindikasikan
semua isolat efektif sebagai biofungisida terhadap P. Capsici secara in-vitro.
Talanca, dkk., (1998) dengan mengutip beberapa penulis lain memberikan
penjelasan bahwa kemampuan antagonis Trichoderma spp.berhubungan dengan
mekanisme-mekanisme berikut :
a. Trichoderma spp.mengeluarkan toksin yang menyebabkan terlambatnya
pertumbuhan bahkan mematikan inangnya
b. Trichoderma spp.menghasilkan enzim hidrolitik-1,3 glukanase, kitinase dan
selulase.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Suardi (2013) tentang efektifitas lima
isolat cendawan endofit dalam menekan pertumbuhan cendawan (Phytophthora
palmivora Butler) pada tanaman kakao (Theobroma cacao), diketahui bahwa diantara
lima isolat yang digunakan yakni Fusarium sp., Trichoderma sp., Isolat X,
Aspergillus sp., Beauveria sp., cendawan Trichoderma sp.dan Fusarium sp
merupakan cendawan yang paling efektif dalam menekan serangan penyakit busuk
buah (Phytophthora palmivora Butler) pada pertanaman kakao. Pada perlakuan
menggunakan Trichoderma sp perkembangan diameter gejala 3,4482 mm/2 hari.
Dibandingkan dengan kontrol perkembangan gejala busuk buah P.palmivora
mencapai 13,275 mm/2 hari. Hal ini didukung oleh pernyataan Golfarb, et al., (1989)
dalam Purwantasari dan Hastuti (2009) bahwa cendawan yang tumbuh cepat mampu
mengungguli dalam penguasaan ruang dan pada akhirnya dapat Menekan
pertumbuhan cendawan lawannya. Selain itu diduga karena selulase yang dimilki
oleh Trichoderma spp. Akan merusak di dinding selslulosa cendawan pathogen P.
palmivora, sesuai dengan penelitian Salma dan Gunarto (1999) bahwa Trichoderma
spp. Mampu menghasilkan selulase untuk mengurai selulosa menjadi glukosa,
8
sedangkan seluruh kehidupan diploi, dinding selnya terdiri atas selulase dan β1,3-
glucan (Barnecki-Garcia & Wang 1983).
Sementara dalam efektifitas cendawan trichoderma sp. dalam menekan
serangan Alternaria brassicicola tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) pada
sistem hidroponik nutrient film technique yang dilakukan oleh Mubarak (2015)
bahwa efektifitas cendawan Trichoderma sp. dalam menekan serangan Alternaria
brassicicola tanaman sawi hijau (Brassica juncea L.) pada sistem hidroponik
Nutrient Film Technique menunjukkan bahwa keempat perlakuan yang diaplikasikan
pada tanaman sawi hijau masing-masing memiliki intensitas penyakit bercak daun
dibandingkan dengan kontrol yang tanpa diberikan perlakuan. Namun dari keempat
perlakuan tersebut, masing-masing memiliki intensitas penyakit bercak daun yang
rendah. Hal tersebut secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Penyakit yang sering menyerang tanaman Cabai adalah busuk buah yang
disebabkan oleh cendawan Colletotrichum capsici. Cendawan C. Capsici dapat
bertahan dilapangan pada sisa tanaman sakit. Apabila keadaan atau kondisi
lingkungan sesuai seperti hujan terus menerus dan kelembaban tinggi, maka
perkembangan penyakit lebih cepat dari lahan satu ke lahan lainnya (sastrahidayat,
1988). Dari hasil penelitian Baharia (2000) menunjukkan bahwa Trichoderma spp.
mampu menghambat pertumbuhan C. capsici pada media PSA maupun pada buah
Cabai. Salah satu factor yang menyebabkan pertumbuhan C. capsici terhambat
karena cendawan Trichoderma spp. dapat mengeluarkan toksin yang menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan dan bahkan mematikan inangnya. Dari hasil penelitian
Nurhaedah (2002), tentang pengaruh aplikasi Trichoderma spp.dan mulsa terhadap
9
persentase serangan penyakit antraknosa pada buah tanaman cabai merah besar, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Persentase serangan Antraknosa pada Panen I, II dan III
Hasil analisis statistik pada panen I, menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma spp
.tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase serangan penyakit
antraknosa. Penyebab terjadinya hal tersebut, diduga karena Trichoderma spp. belum
berinteraksi dengan cendawan C. capsici sebagai akibat dari : (1) ruang tumbuhyang
masih cukup untuk pertumbuhan Trichoderma spp. dan (2) media tumbuh yang
mengandung bahan organik sehingga Trichoderma spp. masih memanfaatkan
nutrisiyang ada pada media tersebut. Litshitz et.al., (1986) dalam Talanca (1998)
mengemukakan bahwa mekanisme antagonis antara Trichoderma spp. terhadap
patogen merupakan interaksi bersifat mikroparasitisme yang dimulai setelah hifa
parasit melakukan kontak fisik dengan hifa inang. Selanjutnya aktivitas biologis
dalam tanah terjadi karena mikroorganisme antagonis berkompetisi dalam hal
makanan, menghaislkan antibiotik yang bersifat racun dan melakukan parasitisme
terhadap patogen (Djafaruddin, 2000).
Pada Panen kedua dan ketiga perlakuan Trichoderma spp. berpengaruh nyata
terhadap persentase serangan penyakit antraknosa. Hal tersebut dibuktikan dengan
rendahnya persentaseserangan penyakit pada perlakuan Trichoderma spp. (P1) yaitu
rata-rata 35,71% bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa Trichoderma spp. (P0)
yaitu mencapai 47,14% pada panen kedua. Pada panen ketiga persentase serangan
rata-rata 30,14% pada perlakuan Trichoderma spp. sedangkan pada perlakuan tanpa
Trichoderma spp. rata-rata 44,53%. Terjadinya penurunan persentase serangan
penyakit berarti bahwa Trichoderma spp. telah mampu menekan pertumbuhan
patogen antraknosa. Hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan yang cepat dan
adanya sifat antagonis dari cendawan Trichoderma spp.
KESIMPULAN
Dari penulisan diatas dapat disimpulkan bahwa Trichoderma spp. mempunyai
potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai agens hayati dalam pengendalian
penyakit tanaman, hal ini dikarenakan sifat Trichoderma spp. sebagai cendawan
10
antagonis yang dianggap aman bagi lingkungan karena cendawan ini berasal dari
tanah dan dapat berfungsi sebagai pengurai unsur hara tanaman serta dalam
pengendalian penyakit memberikan hasil yang cukup memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA