Anda di halaman 1dari 9

BAB III

3.1 Peranan Subsistem Hulu dalamAgribisnis Komoditi jeruk

Subsistem Hulu Adalah pengadaan sarana dan penyaluran sarana produksi pertanian
antara lain terdiri dari benih, bibit, makanan ternak/tumbuhan, pupuk, obat-obatan
hama dan penyakit, serta peralatan pertanian yang dihasilkan oleh industri sebagai
modal kegiatan pertanian.

Peranan subsistem hulu dalam agribisnis komoditi jeruk sangat penting mengingat
faktor – factor yang mempengaruhi produksi komoditi jeruk sangat membutuhkan
pengadaan sarana dan penyaluran sarana produksi, komoditi jeruk atau bisa disebut
juga sebagai perencanaan usaha agribisnis komoditi jeruk dimulai dari perencanaan
luas lahan, perencanaan jumlah tanam, perencanaan modal yang dikeluarkan dan lain
sebagainya.

3.2 Komponen Input Subsistem Hulu Komoditi jeruk

Sebelum memulai suatu usaha alangkah lebih baik kalau perencanaan usaha dapat di
lakukan dengan persiapan yang maksimal, beberapa komponen yang bisa dijadikan
pertimbangan untuk memulai suatu usaha komoditi jeruk diantaranya

3.2.1 Lahan

Lahan berpengaruh besar dalam melaksanakan suatu usaha terutama dibidang


pertanian khusunya agribisnis komoditi jeruk, yang karateristik lahannya adalah
asam, maka dalam pengolahan tanah perlu dilakukan pengapuran untuk
mengkondisikan lingkungan tanah dengan pH sekitar 6-7.

Jarak tanam yang digunakan bervariasi dari satu lokasi yang lainnya. Kebun jeruk di
dataran rendah (lahan basah) jarak tanamnya relatif lebih jarang dibanding kebun
jeruk di dataran tinggi, karena 40% dari lahan basah terpakai untuk keper-luan
pembuatan drainase dan pembuatan jalan. Di Jawa biasa digunakan jarak tanam 7 x 7
meter atau 8 x 8 meter. Tetapi jarak tanam yang dianjurkan untuk jeruk keprok
adalah 6 x 6 meter. Jarak tanam yang lebih besar umumnya tidak memberi pengaruh
terhadap tanaman kecuali rendahnya populasi tanaman per hektarnya. Jika usaha
perkebunan jeruk dirancang untuk periode 10 tahun maka cukup menggunakan jarak
tanam yang pendek misalnya 5 x 5 meter. Jika umur lebih dari 10 tahun produksi
masih baik dan jika kebun masih dipertahankan sebaiknya dilakukan penjarangan
dengan menebang pohon-pohon yang kurang produktif. Dengan jarak tanam 5 x 5
meter maka dalam 1 hektar akan terdapat 400 pohon. Sebelum penanaman, lubang
tanam yang sudah dibuat diisi dengan pupuk kandang/kompos yang dicampur tanah
lapisan atas.

Pada tahun 2004 luasan produksi jeruk nasional mencapai 70.000 ha dengan
produksi sebesar 1.600.000 ton (produktivitas berkisar antara 17-25 ton/ha). Angka
ini menempatkan Indonesia sebagai negara penghasil utama jeruk dunia ke-13
setelah Vietnam (Suyamto et al., 2005) Sampai sekarang, secara nasional perkebunan
jeruk masih diusahakan dalam skala kecil secara terpisah dalam luasan 1-5 ha.

3.2.2 Bibit/Benih

Bibit jeruk keprok yang cocok dikembangkan di Kalimantan Timur yang lahannya
termasuk dataran rendah adalah varietas jeruk keprok yang berasal dari Kecamatan
Rantau Pulung, Kabupaten Kutai Timur, dengan nama jeruk keprok Borneo Prima.
Harga per bibitnya dItingkat binaan PT KPC adalah Rp 1.500,-, tetapi bila telah
dilempar di pasaran harganya sekitar Rp2.500,-. Diperkirakan pada pertengahan
tahun depan (2008) perbanyakan bibit telah dapat dilakukan di Rantau Pulung setelah
tersedia Blok Penggandaan Mata Tempel (BPMT) Jeruk Keprok Borneo Prima di
Kecamatan Rantau Pulung menyusul telah telah tersedianya Blok Fondasi dari jeruk
tersebut di Kebun Pembibitan (KP) Tlekung Balitjestro, Batu, Malang. Baru
tersedianya bibit jeruk keprok Borneo Prima pada pertengahan 2008 disebabkan jenis
jeruk ini merupakan varietas yang baru ditemukan dan baru pertengahan tahun 2007
berhasil disediakan bibit jeruk bebas penyakit untuk jenis jeruk keprok borneo prima
ini oleh Balai Penelitian Jeruk dan Buah-buahan Tropis (BALITJESTRO) di Batu,
Malang. Pembersihan bibit jeruk dari 7 penyakit tanamanjeruk disebut sebagai
indeksing, dan ini telah selesai dilakukan.(dalam jurnal analisis finansial jeruk
keprok di kabupaten kutai timur oleh Dina Lesmana)
Keberhasilan pengusahaan tanaman jeruk besar ditentukan oleh tersedianya bibit
bermutu, yaitu bibit yang bebas penyakit, murni, identik dengan induknya, tidak
cacat serta penangkarannya telah dilakukan dengan benar dan tepat melalui program
sertifikasi bibit. Bibit yang baik adalah bibit yang berasal dari okulasi dan sambung
pucuk. Bibit tersebut merupakan gabungan bibit semai dan cabang entris dari
varietas unggul, yang produksi dan mutu buahnya baik. Dengan bibit asal okulasi
dan sambung pucuk akan diperoleh tanaman yang berakar kuat, tumbuhnya subur,
buahnya banyak dan mutu buahnya tinggi.

3.2.3 Pupuk

Pupuk yang diperlukan secara teoritis adalah pupuk organik berupa pupuk kandang
dan pupuk anorganikyang terdiri dari pupuk urea, TSP/SP36 dan KCL. Semua pupuk
diberikan secara berimbang agar maksud dari pemupukan tercapai yakni mendorong
pertumbuhan tanaman, menjaga dari serangan hama dan penyakit dan menjaga
tingkat kesuburan tanah. Kebutuhan pupuk per tahun per pohon umumnya adalah
seperti pada Tabel Kebutuhan Pupuk Per Pohon Menurut Umur Pohon Jeruk

Umur tanam Pupuk kandang


Urea (gr) TSP (gr) KCL (gr)
(tahun) (kaleng/tahun)
Saat tanam 3 0 0 0
1 3-4 200-300 100-250 100-200
2 4 300-400 150-200 150-200
3 6 400-500 200-250 200-250
4 8 500-600 200-300 200-300
5 10 600-800 300-400 300-400
6 14 800-1000 400-500 400-500
7 16 1000-1200 500-600 500-600
8 18 1200-1400 600-700 600-700
9 20 1400-1600 600-800 600-800
Sumber : Penebar Swadaya, Jakarta. Dalam Budidaya Tanaman Jeruk
Keprok/Siam
Salah satu jenis pupuk yang digunakan dalam proses pemupukan

Pemberian pupuk kandang dilakukan pada permulaan musim hujan, diujung batas
lingkaran pohon dengan ujung daun (dekat akar rambut), sebaiknya dengan menggali
lingkaran sedalam lebih kurang 30 cm dengan lebar 20 cm. Pupuk setelah dicampur
dimasukan ke dalam lubang galian kemudian lubang ditutup kembali dengan tanah.
Pemupukan pertama dilaku-kan dengan menggabungkan semua pupuk kandang
dengan pupuk urea 1/3 bagian dan bagian TSP dan 1/3 KCL, 1/3 bagian pupuk urea
diberikan segera setelah pohon jeruk berbunga dan 1/3 dan TSP dan 2/3 KCl
diberikan bilamana buah mulai membesar

3.2.4 Pestisida

Pengendalian hama lalat buah dapat dilakukan dengan berbagai cara dilakukan baik
secara tradisional maupun penggunaan insektisida kimia selain itu penggunaan
pestisida kimia banyak meninggalkan residu di dalam buah, penggunaan insektisida
kimia yang berlebihan dapat mengakibatkan dampak negatif diantaranya dapat
menimbulkan resistensi hama, terbunuhnya musuh alami dan pencemaran
lingkungan. Pengendalian secara fisik dengan pemanfaatan atraktan lebih di anggap
ramah lingkungan dibandingkan dengan pengendalian secara kimiawi.

Atraktan merupakan zat yang bersifat menarik serangga dewasa, memiliki


kandungan bahan aktif diantaranya Metil eugenol, Cue lure dan Trimedlure yang
dijadikan penarik lalat buah. Penggunaan atraktan merupakan pengendalian yang
ramah lingkungan, tidak meninggalkan residu, penangkapannya hanya bersifat
spesifik pada lalat buah tidak menarik hama yang bukan sasaran.
No Nama Bahan aktif OPT sasaran
1 Orthen 75 SP Acephate Kutu pucuk wereng (Aphist
tavaresii)
2 Furadan 3G Carbofuran Penggerek batang
3 Dekasulfan 350EC Carbofuran Kutu Loncat
(Diaphorina citri)
4 Roxion 40 EC Dimethoate Kutu Loncat
(Diaphorina citri)
5 Belvo 80 WG Acephate Jamur upas (Oidium tingitanium)
6 Basudin 60 EC Diazinon Kutu Daun (Aphis gossypii)
7 Acrobat 50 WP Dimetomorp Penyakit antaknosa
8 Ambas 500 EC Fenobucarb Ulat Grayak (Spodoptera litura)
9 Curacron 500EC Profenofos Kutu daun, Thrips, Apis, dan
lalat daun
10 Buldox 25 EC Pyrethrin Aphis sp, ulat peliang daun
Sumber : data primer dalam analisis residu pestisida pada jeruk manis di
kecamatan dau, malang

salah satu pestisida yang digunakan untuk memberantas hama

3.2.5 Pengariarn

Tanaman jeruk sangat membutuhkan curah hujan atau kelembaban yang cukup untuk
pertumbuhannya. Pengairan yang cukup, mutlak diperlukan apalagi selama musim
kemarau berlangsung. Apabila tanaman mengalami kekurangan air, maka akan
menghambat tunbuhan tunas dan akar vegetatif. Sedangkan pada masa generatif akan
mengakibatkan kerontokan bunga atau buah. Oleh karena itu, dalam menanam jeruk,
sebaikmya dipilih tempat yang terdapat sumber airnya.
Untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, tanaman jeruk membutuhkan air sekitar
50 liter per m2 setiap bulan. Pengairan yang dilakukan bergantung pada cuaca.
Apabila musim hujan atau lembab, sebaikmya tidak dilakukan pengairan. Namun
sebaliknya, apabila musim kemarau dan kelembaban 3 cm tanah sudah mengalami
kekeringan, perlu diberikan pengairan minimal satu kali dalam seminggu.(Nur dyah
naharsari dalam bercocok tanam jeruk :30).

Budidaya jeruk keprok harus dilakukan dengan sistem drainase yang baik karena
tanaman tersebut tidak suka pada air yang tergenang. Hal itu dapat dilakukan dengan
membuat guludan dengan ukuran 1x1x1 m untuk setiap pohonnya. Jarak tanam yang
diterapkan untuk jeruk keprok adalah 5x5 m sehingga dalam 1 ha dapat ditanami
sebanyak 400 pohon. .(dalam jurnal analisis finansial jeruk keprok di kabupaten kutai
timur oleh Dina Lesmana)

3.2.6 Sarana Produksi Pertanian

Sarana produksi yang diperlukan untuk produksi jeruk meliputi :

 Peralatan berkebun seperti cangkul, kored, garpu, sekop, gerobak dorong, dan
keranjang.
 Pupuk seperti Urea, TSP, KCL, pupuk daun, pupuk mikro, dan pupuk
kandang.
 Kapur pertanian.
 Pestisida, insektisida untuk penanggulangan serangan hama, fungisida untuk
pengendalian fungsi fatogen, herbisida untuk pengendalian gulma dan
sebagainya.
 Pompa air, seprayer, dan gunting stek.

3.2.7 Tenaga Kerja

Menurut Soekartawi (2003), usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti


memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisis ketenagakerjaan di bidang
pertanian, khususnya dalam usahatani Jeruk Besar, penggunaan tenaga kerja adalah
mereka yang memiliki hubungan kekeluargaan, seperti istri, anak, saudara kandung,
dan sebagainya, tenaga kerja yang digunakan hanya 1 sampai 2 orang saja.
Jam kerja adalah waktu dengan satuan yang digunakan untuk bekerja pada kegiatan
yang menghasilkan pendapatan atau penghasilan secara langsung maupun tidak
langsung. Sedangkan curahan jam kerja rata-rata adalah jumlah jam kerja dalam
menjalankan aktivitas usaha perhari atau per bulan dengan jumlah pekerja yang
bekerja pada unit usaha tersebut.

3.3 Permasalahan Subsistem Hulu Komoditi jeruk di Indonesia

 Kurangnya minat petani dalam melakukan usaha penangkaran


 Kurangnya dukungan teknologi dalam melakukan pembibitan
 Kelangkaan kualitas sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan
memadai dalam menerapkan teknologi serta pengetahuan manajemen mutu.
 Serangan penyakit yang dapat mempengaruhi proses produksi Musim yang
tidak menentu, yang akan menurunkan tingkat produksi benih.
 Perlu dukungan pelatihan teknis pembibitan yang secara periodik Belum
maksimalnya dukungan pihak perbankan terhadap usaha pembibitan sehingga
menyulitkan menerapkan teknologi biaya tinggi
 kepemilikan lahan yang sempit dan terpencar, serta belum sepenuhnya
mengacu kesesuaian lahan.
 Kelembagaan petani masih rapuh (Peranaji 2003), dengan pengetahuan dan
keterampilan petani yang rendah (Peranaji 2004)
 Kurangnya kegiatan dan pengetahuan untuk menyiasati pasar (market
intelligence).

3.4 Strategi Pengembangan Subsistem Hulu Komoditi jeruk di Indonesia

Menurut Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB dalam Huzairin (2000) pola
manajemen yang mendukung pengembangan komoditas pertanian berbasis agribisnis
harus mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Dikelola secara professional dengan menggunakan sumberdaya manusia yang


berkualitas.

2. Menerapkan manajemen yang handal, menjamin efisiensi dan produktivitas,


produksi yang berkelanjutan serta berwawasan lingkungan.
3. Memanfaatkan pertanian yang berdasarkan ilmu pengetahuan, ekonomi dan
teknologi.

4. Memenuhi skala usaha yang komersial.

5. Merupakan satu kesatuan atau keterpaduan dari suatu sistem agribisnis yang utuh.
DAFTAR PUSTAKA

buku

sama kayak yang dipake dita bercocok tanam jeruk

jurnal

Azmi, nurul. 2016. “faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jeruk besar (citrus
grandis l. osbeck) di kabupaten aceh besar.” Jurnal ilmiah mahasiswa .Volume 1
Nomor 1, Agustus 2016. Hal. 158-168: Universitas Syiah Kuala

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. Budidaya Tanaman Jeruk Keprok/Siam. : Bank
Indonesia

Handayani, Lutfi. 2015. “Efektivitas tiga jenis atraktan terhadap lalat buah
(diptera:tephritidae) pada tanaman jeruk pamelo dan belimbing di kabupaten
magetan”. Fakultas Pertanian. Universitas Jember: Jember

Iswari, D., S.H. Sutjahjo, R. Poerwanto, A.K. Seta, dan A. Bey. 2008. “Indeks
Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Jeruk Berkelanjutan di
Kabupaten Agam, Sumatera Barat”. J. Hort. 18(3):348-359, 2008: IPB

Lesmana, dina.2009. “Analisis finansial jeruk keprok di kabupaten kutai timur”.


EPP.Vol.6 No.1. 2009 :36-43: Universitas Mulawarman

Nurjanani, dkk. 2012. Sistem agribisnis jeruk besar pangkep mendukung


pengembangan kawasan hortikultura di sulawesi selatan:
www.sulsel.litbang.deptan.go.id

Sumiati, Astri dan Reza Prakoso Dwi Julianto. 2017. Analisis residu pestisida pada
jeruk manis di kecamatan dau, malang. Buana Sains. Vol 17 No 1: 19 – 24, 2017 :
Universitas Tribhuwana Tunggadewi,

Anda mungkin juga menyukai