Anda di halaman 1dari 2

Berkiprah Dengan Sanggar Tari

Untuk Melestarikan Budaya Daerah

Kecintaan pada seni tari tradisional membuat Tiga Srikandi Budaya kelahiran asli
Pujon berkiprah melalui sanggar tari. Pergerakannya semakin luwes, terlebih saat mengetahui
masih banyaknya calon penari – penari tradisional di daerah tempat tinggalnya yang menurut
mereka membutuhkan satu wadah di mana para generasi budaya tersebut bisa bersama –
sama dalam belajar dan mengasah bakat, terutama dibidang seni tari.

Dengan semangat demikian, ketiga pecinta budaya tradisional tersebut, sepakat


bersama rekan – rekanya yang memiliki keinginan dan harapan sama, yaitu melestarikan
kecintaan akan seni tari tradisional, dengan membentuk komunitas sanggar tari yang mereka
namakan “Sempuyun”.

Sanggar tari ini beralamat di Dukuh Sebaluh, Desa Pandesari, Pujon, Malang – Jawa
Timur. Anik Fidya Isnawati, yang didapuk sebagai Pengasuh Sanggar tari. Beliau sangat
prihatin dengan kondisi generasi di era modern saat ini.

“Dengan bertambahnya tahun dan berganti generasi, ada kalanya tradisi yang telah
dipertahankan dan dijaga dengan baik oleh para leluhur kita secara perlahan-lahan mulai
luntur. Karena, pengaruh dari budaya modern yang kembang serta disukai mereka, sehingga
sedikit demi sedikit, generasi mulai melupakan dan tidak meminati budaya asli
tradisionalnya. Jika hal tersebut terus dibiarkan, maka tidak mustahil warisan asli budaya
tradisional akan punah dengan cepat. Kalau bukan kita – kita yang peduli akan siapa lagi,”
tutur Ibu dua anak yang setiap hari libur memilih menghabiskan waktu di sanggar bersama
anak-anak.
Menurut Anik, menanamkan kepada diri kita untuk bangga dan mencintai dengan
sepenuh hati warisan tradisional budaya asli kita perlu ditanamkan sejak dini.

Di saat yang sama Ismiati, Ketua Sanggar Tari Tradisional juga berkomentar bahwa
anak-anak harus mencintai budaya sejak dini. “Anak-anak sejak dini perlu diberi pemahaman
bahwa budaya kita mencerminkan nilai-nilai moral bangsa kita dan identitas kita di tengah-
tengah masyarakat dunia. Jika kita bangga dan mencintai budaya asli kita, maka bangsa lain
akan mengetahui asal-usul kita dan menghargai serta menghormati kita,” paparnya.

Sementara itu di samping keduanya, Nur Khoirul Ummah, selaku bendahara Sanggar
juga mengatakan bahwa dirinya dan rekannya rela menghabiskan waktu luangnya untuk
memberikan semangat kepada anak-anak untuk terus belajar budaya.

“Alhamdulillah, biarpun kami dan teman – teman dalam kegiatan ini bersifat sukarela.
Kami tetap senang dan bersemangat menemani anak – anak belajar tari. Bersam kami rela,
menghabiskan waktu di hari libur setiap minggunya dengan mereka. Biarpun masih dengan
tempat yang sederhana, yang disaranai dari teman – teman Paguyuban pemerhati seni yang
satu-satunya ada disini yakni, Paguyuban Pecinta Sejarah, Seni dan Budaya Tradisional
Sempuyun. Dengannya, kami dan anak-anak, berikut semua orang tua mereka menghaturkan
terimakasih. Semoga kedepan, tempat kami belajar bersama ini, bisa menjadi lebih baik,
sehingga lebih layak untuk belajar bersama, demi melestarikan serta mengasah bakat akan
kecintaan budaya tradisional bangsa,” timpal Nur.

Setiap libur Minggu, sanggar tempat mereka belajar tari bersama tidak sepi dari
puluhan anak-anak dengan jadwal latihan bergantian. Dari usia PAUD, TK, SD, SMP, SMA
bahkan ada pula dari Ibu – ibu yang ikut ingin mewarisi seni tari tradisional.

Mereka bergantian mengisi jadwal latihan, karena minimnya tempat dan prasarana,
dengan kostum kebanggaan hasil dari iuran bersama secara sukarela.

Suasana ceria dan kekeluargaan menghiasi gubug bambu yang berukuran kurang lebih
5 x 6 meter, yang menjadi tempat mereka berlatih bersama. Guyub Rukun saling mengisi dan
melengkapi, untuk terwujudkan satu kecintaan akan budaya tradisional. Semangat mereka,
generasi adalah penerus bangsa yang sudah selayaknya, mengenal, mencintai dan mewarisi
budaya Leluhurnya.

Anda mungkin juga menyukai