Anda di halaman 1dari 35

Makalah Klasifikasi Lesi Mukosa Oral dan

Manifestasi Oral berbagai Penyakit Infeksi


Blok Ilmu Kedokteran Gigi Dasar 2
(IKGD) 2

Kelas E
Kelompok 3
Disusun Oleh:
Nandya Asia Kanani (201811101)
Nasika Sarah Salsabila (201811102)
Nita Setyawati (201811108)
Nova Fadila (201811109)
Rafi Adzka Ibrahim (201811117)
Rai Amara (201811118)
Rayinda Putri M. Sanaiskara (201811121)
Riska Farida Nurazizah (201811123)
Safina Salsabila Wardhana (201811124)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO


(BERAGAMA)
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya, yang telah
memberikan izin kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Klasifikasi Lesi Mukosa Oral dan Manifestasi Oral berbagai Penyakit Infeksi” tepat
pada waktunya. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen kami yang telah
membimbing serta memberikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya baik dalam isi
maupun sistematikanya. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman dan
berguna untuk menambah pengetahuan para pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
membantu dalam penyusunan karya tulis ini.

Jakarta, 30 Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR​…………….……..………………………...…………………….…i
DAFTAR
ISI​……………………….……...…...……...…………………....…...................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………..……….….....………………....….………1
1.2 Rumusan Masalah………………………….…..….…………………………....1
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………....…………..1
1.4 Manfaat Penulisan……………………………………….….…………………..1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi Lesi pada Mukosa Oral
2.2 Manifestasi Oral berbagai Penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Jamur
2.3 Manifestasi Oral berbagai Penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Protozoa
2.4 Manifestasi Oral berbagai Penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Virus

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………….……………………..
3.2 Saran……………………………………………………..………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rongga mulut berperan penting dalam proses fisiologis seperti pencernaan,
pernapasan dan pengucapan. Kesehatan rongga mulut tidak dapat dipisahkan dari
kesehatan tubuh secara keseluruhan. Rongga mulut bisa menjadi cermin yang baik untuk
merefleksikan keadaan sistemik seseorang atau sebaliknya karena aksesibilitasnya mudah
untuk mendeteksi secara visual dan pemeriksaan dengan palpasi. Keadaan sistemik yang
memiliki manifestasi di dalam mulut diantaranya yaitu penyakit gastrointestinal, gangguan
kejiwaan, gangguan pada jantung, gangguan pada ginjal dan gangguan dermatologi
(penyakit kulit).
Dalam oral medicine, penyakit kulit telah mendapat perhatian khusus sebagai
penyakit sistemik dengan lesi mukosa mulut yang mungkin menjadi gambaran klinis
utama atau satu-satunya tanda berbagai penyakit mukokutan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana klasifikasi lesi pada mukosa oral?
2. Bagaimana manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur?
3. Bagaimana manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh
protozoa?
4. Bagaimana manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui tentang klasifikasi lesi pada mukosa oral.
2. Untuk mengetahui tentang manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh jamur.
3. Untuk mengetahui tentang manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh protozoa.
4. Untuk mengetahui tentang manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Memperoleh ilmu mengenai klasifikasi lesi pada mukosa oral.
2. Memperoleh ilmu mengenai manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh jamur.
3. Memperoleh ilmu mengenai manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh protozoa.
4. Memperoleh ilmu mengenai manifestasi oral berbagai penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Lesi pada Mukosa Oral


Lesi rongga mulut didefinisikan sebagai setiap perubahan yang tidak normal atau
pembengkakan pada permukaan mukosa mulut. Lesi terbagi atas 2 macam, yaitu lesi
primer (lesi pertama kali timbul) dan lesi sekunder (timbul setelah lesi primer).​1
Lesi primer muncul dari kulit normal yang mengalami perubahan anatomik dalam
epidermis, dermis, atau jaringan subkutan. Lesi sekunder merupakan lesi yang terjadi
akibat adanya perubahan pada lesi primer yang berkembang selama riwayat penyakit kulit
alami (Swartz, 1995).
2.1.1 Lesi Primer
Lesi primer pada rongga mulut terdiri dari: makula, papula, plak, nodula,
vesikula/vesikel, bula, pustula, wheal, dan tumor.
a. Makula
Lesi ini berbatas tegas, lesi datar yang terlihat karena perubahan normal
kulit atau warna mukosa. Lesi ini mungkin merah karena peningkatan
vaskularisasi atau peradangan, atau berpigmen karena kehadiran melanin,
hemosiderin, dan bahan asing atau konsumsi obat. Makula dan papula
terasa gatal, rasa terbakar dan nyeri.​1

Gambar. Makula (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.3)
b. Papula
Lesi ini adalah lesi padat di atas permukaan kulit atau permukaan mukosa
yang diameternya lebih kecil dari 1 cm. Makula dan papula terasa gatal,
rasa terbakar dan nyeri.​1

Gambar. Papula (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.5)
c. Plak
Lesi ini padat menonjol dengan permukaan atasnya yang rata, dengan
diameter lebih dari 1 cm.​1​.

Gambar. Plak (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.5)
d. Nodula
Nodula adalah suatu massa jaringan padat yang tebal. Lesi ini meluas lebih
dalam dermis atau mukosa dengan diameter kurang dari 1 cm.​1
Gambar. Nodula (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.5)
e. Vesikula/vesikel
Lesi ini merupakan suatu benjolan kulit berisi cairan, berbatas jelas, bening
yang diameternya kurang dari 1 cm.​1

Gambar. Vesikula/vesikel (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan
Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.5)
f. Bula
Bula adalah suatu benjolan kulit berisi cairan, berbatas jelas, bening yang
diameternya lebih besar dari 1 cm.​1
Gambar. Bula (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.5)
g. Pustula
Pustula adalah lesi vesikel yang mengandung purulen material.​1

Gambar. Pustula (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.5)
h. Wheal
Wheal adalah suatu papula atau plak edematosa yang berasal dari
ekstravasasi akut dari serum ke dalam dermis yang lebih atas. Umumnya,
wheal berwarna merah pucat, gatal dan tidak lama.​1
Gambar. Wheal (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.3)
i. Tumor
Tumor adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan massa padat dari
jaringan yang diameternya lebih besar dari 1 cm.​1

Gambar. Tumor (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.5)

2.1.2 Lesi Sekunder


Lesi sekunder pada rongga mulut terdiri dari: erosi, ulser, fisura, sinus, dan
jaringan parut.
a. Erosi
Erosi adalah istilah klinis yang menjelaskan suatu lesi jaringan lunak di
mana epitel di atas lapisan sel basal hilang. Lesi merah ini sering
disebabkan oleh pecahnya vesikel atau bula.​1
Gambar. Erosi (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.3)
b. Ulser
Ulser adalah suatu luka terbuka dari kulit atau jaringan mukosa yang
memperlihatkan disintegrasi dan nekrosis jaringan yang sedikit demi
sedikit. Ulser merupakan kehilangan epitel yang meluas di bawah lapisan
basal.​1

Gambar. Ulser (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.3)
c. Fisura
Fisura adalah suatu celah garis normal atau abnormal dalam epidermis yang
secara khas terjadi pada bibir dan jaringan-jaringan perioral. 1​
Gambar. Fisura (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.3)
d. Sinus
Sinus adalah suatu saluran atau fistula yang memanjang dari rongga
supuratif, kista, atau abses ke permukaan epidermis.​1

Gambar. Sinus (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut
yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.3)
e. Jaringan Parut
Jaringan parut adalah suatu tanda permanen yang tersisa setelah luka
sembuh.​1

Gambar. Jaringan Parut (sumber : Robert PL, Craig SM. Atlas Berwarna Kelainan Rongga
Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates; 2012, p.3)

2.2 Manifestasi Oral berbagai Penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Jamur

1. Aspergillosis

Aspergillosis adalah penyakit jamur yang ditandai dengan bentuk noninvasif dan
invasif. Aspergillosis noninvasif biasanya memengaruhi inang normal, muncul sebagai
reaksi alergi atau sekelompok hifa jamur. Infeksi invasif yang terlokalisasi pada jaringan
yang rusak dapat dilihat pada inang yang normal, tetapi infeksi invasif yang lebih luas
sering terlihat pada pasien yang mengalami gangguan sistem imun. Dengan munculnya
rejimen kemoterapi intensif, epidemi AIDS, dan transplantasi organ padat dan sumsum
tulang, prevalensi aspergillosis invasif telah meningkat secara dramatis dalam 20 tahun
terakhir. Pasien dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol juga rentan terhadap
Aspergillus spp. infeksi. Jarang, aspergillosis invasif telah dilaporkan mempengaruhi sinus
paranasal dari individu imunokompeten yang tampaknya normal.​11

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis aspergillosis bervariasi, tergantung pada status imun inang dan
ada tidaknya kerusakan jaringan. Pada inang normal, penyakit ini dapat muncul sebagai
alergi yang memengaruhi sinus (sinusitis jamur alergik) atau saluran bronkopulmoner.
Serangan asma dapat dipicu oleh inhalasi spora oleh orang yang rentan. Kadang-kadang
infeksi tingkat rendah menjadi terbentuk pada sinus maksilaris, menghasilkan massa hifa
jamur yang disebut bola jamur, meskipun aspergilloma dan miketoma adalah istilah yang
juga kadang-kadang digunakan. Kadang-kadang, massa akan mengalami kalsifikasi
distrofik, menghasilkan tubuh radiopak yang disebut antrolit dalam sinus.​11

Presentasi lain yang mungkin ditemui oleh penyedia layanan kesehatan mulut
adalah aspergillosis setelah pencabutan gigi atau perawatan endodontik, terutama di
segmen posterior rahang atas. Agaknya, kerusakan jaringan predisposisi sinus untuk
infeksi, mengakibatkan gejala nyeri lokal dan nyeri disertai dengan keluarnya cairan dari
hidung. Pasien immunocompromised sangat rentan terhadap aspergillosis oral, dan
beberapa peneliti telah menyarankan bahwa pintu masuk mungkin gingiva marginal dan
sulkus gingiva. Ulserasi gingiva yang menyakitkan awalnya dicatat, dan di bagian mukosa
dan jaringan lunak berkembang pembengkakan difus dengan rona abu-abu atau violaceous.
Jika penyakit ini tidak diobati, nekrosis luas, yang dilihat secara klinis sebagai tukak
kuning atau hitam, dan pembengkakan wajah berevolusi.​11

Aspergillosis diseminata terjadi terutama pada pasien dengan sistem imun yang
tertekan, terutama pada mereka yang menderita leukemia atau yang menggunakan
kortikosteroid dosis tinggi setiap hari. Pasien-pasien seperti itu biasanya menunjukkan
gejala-gejala yang berkaitan dengan tempat inokulasi utama: paru-paru. Pasien biasanya
mengalami nyeri dada, batuk, dan demam, tetapi gejalanya tidak jelas. Karena itu,
dapatkan diagnosis dini yang akurat

mungkin sulit. Setelah organisme jamur memperoleh akses ke aliran darah, infeksi
dapat menyebar ke situs-situs seperti SSP, mata, kulit, hati, saluran pencernaan, tulang,
dan kelenjar tiroid.
Gambar 2.13​ Wanita muda ini mengalami pembengkakan palatum keunguan yang terasa
keunguan dan menyakitkan setelah kemoterapi induksi untuk leukemia (Sumber: Neville,
2016)​11

2. Mucormycosis

Mucormycosis adalah infeksi jamur oportunistik, sering fulminan, yang disebabkan


oleh organisme saprobik normal dari ​subphylum Mucoromycotina​, termasuk genus seperti
Absidia, Mucor, Rhizomucor, dan Rhizopus. Istilah zygomycosis masih digunakan secara
luas dalam literatur, meskipun studi genetik molekuler baru-baru ini menunjukkan bahwa
kelas ​Zygomycetes sebenarnya terdiri dari beberapa jamur yang tidak berhubungan.
Organisme Mucoromycotina ditemukan di seluruh dunia, tumbuh dalam keadaan alami
pada berbagai bahan organik yang membusuk. Banyak spora dapat dibebaskan ke udara
dan dihirup oleh inang manusia.​11

Manifestasi Klinis

Gejala-gejala dari ​mucormycosis rhinocerebral​ dapat ditunjukkan dalam beberapa


cara. Pasien mungkin mengalami sumbatan hidung, keluarnya darah berdarah, sakit wajah
atau sakit kepala, pembengkakan wajah atau selulitis, dan gangguan visual dengan
proptosis bersamaan. Gejala yang terkait dengan keterlibatan saraf kranial (mis.,
Kelumpuhan wajah) sering hadir. Dengan perkembangan penyakit ke ruang tengkorak,
kebutaan, kelesuan, dan kejang dapat berkembang, diikuti oleh kematian.​11
Jika sinus maksila terlibat, presentasi awal dapat dilihat sebagai pembengkakan
intraoral dari proses alveolar rahang atas, langit-langit, atau keduanya. Jika kondisinya
tetap tidak diobati, ulserasi palatal dapat berkembang, dengan permukaan ulkus biasanya
tampak hitam dan nekrotik. Kerusakan jaringan masif dapat terjadi jika kondisi ini tidak
diobati.​11

Gambar 2.14​ Lesi hitam, nekrotik pada palatum yang luas merupakan infeksi
mukormikotik yang meluas dari sinus maksilaris pada pasien dengan diabetes mellitus tipe
I yang tidak terkontrol (Sumber: Neville, 2016)​11

3. Cocciidioidomycosis

Studi genetik molekuler baru-baru ini telah mengidentifikasi dua spesies,


Coccidioides immitis dan ​Coccidioides posadasii​, sebagai organisme jamur yang
bertanggung jawab untuk ​coccidioidomycosis.​ C. immitis tumbuh secara saprofit di tanah
gurun basa, semi kering, barat daya Amerika Serikat dan Meksiko, sedangkan C. posadasii
umumnya ditemukan di daerah kering yang sama dan terisolasi di Amerika Tengah dan
Selatan, dengan beberapa tumpang tindih dalam jangkauannya. Seperti beberapa jamur
patogen lainnya, C. immitis dan C. posadasii adalah organisme dimorfik, muncul sebagai
jamur di lingkungan alami tanah dan sebagai ragi dalam jaringan inang yang terinfeksi.
Arthrospora yang diproduksi oleh cetakan menjadi udara dan dapat dihirup ke dalam
paru-paru inang manusia, menghasilkan infeksi. Kedua spesies ​Coccidioides menghasilkan
tanda dan gejala yang identik secara klinis.​11

Manifestasi Klinis

Meskipun sebagian besar infeksi dengan C. immitis tidak menunjukkan gejala,


sekitar 40% pasien yang terinfeksi mengalami penyakit seperti flu dan gejala paru-paru
dalam 1 hingga 3 minggu setelah menghirup artrospora. Kelelahan, batuk, nyeri dada,
mialgia, dan sakit kepala sering dilaporkan, berlangsung beberapa minggu dengan resolusi
spontan dalam banyak kasus. Kadang-kadang, respons imun dapat memicu reaksi
hipersensitivitas yang menyebabkan perkembangan erupsi kulit seperti eritema multiforme
atau eritema nodosum. ​Erythema nodosum adalah suatu kondisi yang biasanya
mempengaruhi kulit kaki dan ditandai oleh munculnya beberapa nodul inflamasi
eritematosa yang menyakitkan di jaringan ikat subkutan. Reaksi hipersensitivitas ini yang
terjadi bersamaan dengan ​coccidioidomycosis disebut demam lembah, dan sembuh ketika
respons imun yang diperantarai sel inang mengendalikan infeksi paru.​11

Coccidioidomycosis paru progresif kronis relatif jarang. Ini meniru TBC, dengan
presentasi klinis batuk persisten, hemoptisis, nyeri dada, demam ringan, dan penurunan
berat badan.

Coccidioidomycosis diseminata terjadi ketika organisme menyebar secara


hematogen ke situs luar paru.
Gambar 2.15​ Nodul ulserasi yang melibatkan lidah tengah-dorsal ini menunjukkan
coccidioidomycosis yang disebarluaskan (Sumber: Neville, 2016)​11

Ini terjadi pada kurang dari 1% kasus, tetapi ini adalah masalah yang lebih serius.
Daerah yang paling sering terlibat termasuk kulit, kelenjar getah bening (termasuk kelenjar
getah bening serviks), tulang dan sendi, dan meninges. Imunosupresi sangat meningkatkan
risiko penyebaran. Kelompok-kelompok berikut ini sangat rentan:

a. Pasien yang memakai kortikosteroid sistemik dosis besar (mis. Penerima


transplantasi organ)
b. Pasien yang sedang dirawat dengan kemoterapi kanker
c. Pasien yang sedang dirawat dengan penghambat TNF-α
d. Pasien pada tahap akhir HIV infeksi
e. Pasien yang sedang hamil

Bayi dan pasien dewasa yang lebih tua, yang keduanya mungkin memiliki sistem
kekebalan yang berfungsi secara optimal, juga mungkin berisiko lebih tinggi terhadap
penyakit yang disebarluaskan. Orang kulit berwarna (misalnya, kulit hitam, Filipina, dan
penduduk asli Amerika) juga tampaknya memiliki risiko yang meningkat, tetapi tidak jelas
apakah kerentanan mereka disebabkan oleh faktor genetik atau faktor sosial ekonomi,
seperti pekerjaan atau gizi buruk.​11

Lesi kulit dapat muncul sebagai papula, abses subkutan, plak verukosa, dan nodul
granulomatosa. Yang paling penting bagi dokter adalah kecenderungan untuk lesi ini
berkembang di daerah wajah sentral, terutama lipatan nasolabial. Lesi oral jelas jarang
terjadi, dan ini telah digambarkan sebagai nodul granulomatosa yang mengalami ulserasi.​11

4. Paracoccidioidomycosis

Paracoccidioidomycosis adalah infeksi jamur yang dalam yang disebabkan oleh


Paracoccidioides brasiliensis​. Kondisinya terlihat paling sering pada pasien yang tinggal
di Amerika Selatan (terutama Brasil, Kolombia, Venezuela, Uruguay, dan Argentina) atau
Amerika Tengah. Namun, imigran dari daerah tersebut dan pengunjung ke daerah tersebut
dapat tertular infeksi. Di beberapa daerah endemik, armadillo sembilan-band telah terbukti
memendam P. brasiliensis (mirip dengan situasi yang terlihat dengan kusta). Meskipun
tidak ada bukti bahwa armadillo secara langsung menginfeksi manusia, itu mungkin
bertanggung jawab atas penyebaran organisme di lingkungan.​11

Manifestasi Klinis

Pasien-pasien dengan ​paracoccidioidomycosis ​biasanya ditengah-tengah pada saat


diagnosis, dan kebanyakan dipekerjakan di bidang pertanian. Sebagian besar kasus
paracoccidioidomycosis ​diperkirakan muncul pada awalnya sebagai infeksi paru setelah
terpapar spora organisme. Walaupun infeksi umumnya sembuh sendiri, P. brasiliensis
dapat menyebar melalui jalur hematogen atau limfatik ke berbagai jaringan, termasuk
kelenjar getah bening, kulit, dan kelenjar adrenal. Keterlibatan adrenal sering
menyebabkan ​hypoadrenocorticism ​(penyakit Addison).​11

Lesi oral sering diamati dan muncul sebagai ulserasi seperti mulberry yang paling
umum mempengaruhi mukosa alveolar, gingiva, dan langit-langit mulut. Bibir, lidah,
orofaring, dan mukosa bukal juga terlibat dalam persentase kasus yang signifikan. Pada
sebagian besar pasien dengan lesi oral, lebih dari satu situs mukosa oral terpengaruh.​11

Gambar 2.16​ Lesi granular, eritematosa, dan ulserasi dari alveolus maksila ini menunjukkan
infeksi oleh Paracoccidioides brasiliensi (Sumber: Neville, 2016)​11
5. Blastomycosis

Blastomycosis a​ dalah penyakit yang relatif tidak umum yang disebabkan oleh
jamur dimorfik yang dikenal sebagai ​Blastomyces dermatitidis.​ 11

Manifestasi Klinis

Blastomycosis h​ ampir selalu didapat dengan menghirup spora, terutama setelah


hujan. Spora mencapai alveoli paru-paru, di mana mereka mulai tumbuh sebagai ragi pada
suhu tubuh. Pada sebagian besar pasien, infeksi mungkin terhenti dan terkandung di
paru-paru, tetapi mungkin menyebar secara hematogen dalam beberapa kasus. Dalam
rangka mengurangi frekuensi, situs penyebaran meliputi kulit, tulang, prostat, meninges,
mukosa orofaringeal, dan organ perut.​11

Meskipun sebagian besar kasus ​blastomycosis ​tidak menunjukkan gejala atau


hanya menghasilkan gejala yang sangat ringan, pasien yang mengalami gejala biasanya
memiliki keluhan paru-paru. Blastomikosis akut menyerupai pneumonia, ditandai dengan
demam tinggi, nyeri dada, malaise, keringat malam, dan batuk produktif dengan dahak
mukopurulen. Jarang, infeksi dapat memicu sindrom gangguan pernapasan dewasa yang
mengancam jiwa.

Blastomikosis ​kronis lebih umum daripada bentuk akut, dan mungkin menyerupai
tuberkulosis; kedua kondisi ini sering ditandai dengan demam ringan, keringat malam,
penurunan berat badan, dan batuk produktif. Radiografi dada mungkin tampak normal,
atau mereka dapat menunjukkan infiltrat difus atau satu atau lebih massa paru atau hilar.
Berbeda dengan situasi dengan TBC dan histoplasmosis, kalsifikasi biasanya tidak ada.
Lesi kulit biasanya merupakan penyebaran infeksi dari paru-paru, meskipun
kadang-kadang mereka adalah satu-satunya tanda penyakit. Lesi tersebut dimulai sebagai
nodul eritematosa yang membesar, menjadi verukosa, atau berulserasi.​11

Lesi oral ​blastomycosis ​dapat disebabkan oleh penyebaran di luar paru atau
inokulasi lokal dengan organisme. Lesi-lesi ini mungkin memiliki permukaan utuh yang
tidak teratur, eritematosa atau putih, atau mereka mungkin tampak sebagai ulserasi dengan
batas-batas gulungan yang tidak teratur dan berbagai tingkat nyeri. Secara klinis, karena
lesi menyerupai karsinoma sel skuamosa, diperlukan biopsi dan pemeriksaan
histopatologis.​11

Gambar 2.17 ​Ulserasi lidah yang tidak teratur ini mewakili blastomikosis. Inokulasi
langsung diduga terjadi karena kebiasaan pasien mengunyah kotoran kuda kering
("Kentucky field candy"), di mana organisme itu mungkin tumbuh (Sumber: Neville,
2016)​11

Gambar 2.18 ​Granular eksofitik dan massa yang tidak beraturan pada mukosa bukal
(Sumber: Neville, 2016)​11
6. Hitoplasmosis

Histoplasmosis, infeksi jamur sistemik yang paling umum di Amerika Serikat,


disebabkan oleh organisme Histoplasma capsulatum. Seperti beberapa jamur patogen
lainnya, H.capsulatum adalah dimorfik, tumbuh sebagai ragi pada suhu tubuh di inang
manusia dan sebagai jamur di lingkungan alaminya. Daerah lembab dengan tanah yang
diperkaya oleh kotoran burung atau kelelawar sangat cocok untuk pertumbuhan organisme
ini. Preferensi habitat ini menjelaskan mengapa histoplasmosis terlihat endemik di
lembah-lembah sungai yang subur, seperti wilayah yang dikeringkan oleh Sungai Ohio dan
Mississippi di Amerika Serikat. Spora yang ada di udara organisme terhirup, masuk ke
bagian terminal paru-paru, dan berkecambah.​11

Manifestasi Klinis

Sebagian besar lesi histoplasmosis oral terjadi dengan bentuk penyakit yang
disebarluaskan. Situs yang paling sering terkena adalah lidah, langit-langit, dan mukosa
bukal. Kondisi ini biasanya muncul sebagai ulserasi soliter dan menyakitkan dengan durasi
beberapa minggu; Namun, beberapa lesi mungkin tampak eritematosa atau putih dengan
permukaan yang tidak teratur. Lesi yang mengalami ulserasi memiliki margin yang kuat
dan menggulung, dan mereka mungkin tidak dapat dibedakan secara klinis dari
keganasan.​11
Gambar 2.19​ Ulserasi lidah ventral dan lateral yang kronis ini menunjukkan lesi histoplasmosis
oral yang telah menyebar dari paru-paru. Lesi secara klinis menyerupai karsinoma; karena lokasi
berisiko tinggi ini, biopsi wajib dilakukan (Sumber: Neville, 2016)​11

2.3 Manifestasi Oral berbagai Penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Protozoa
Protozoa adalah organisme satu sel (sel tunggal), tetapi telah memiliki fungsi:
metabolisme, pergerakan, digesti, respirasi, sekresi, reproduksi, pertahanan hidup dan
lain-lain. Protozoa merupakan “​eukaryotic​” dimana intinya diselubungi oleh membran atau
selaput, berbeda dengan “​prokaryotic”​ .
2.3.1 Leishmaniasis
Leishmaniasis merupakan spektrum penyakit protozoa yang disebabkan oleh lebih
dari 20 spesies ​Leishmania​. Parasit ditularkan melalui gigitan lalat phlebotomine.​5 Lalat
menyebarkan prosmatigot dengan cepat berubah menjadi amastigot setelah difagosit oleh
makrofag atau monosit, lalu berkembang biak hingga mengisi sitoplasma sel. Sel yang
terinfeksi kemudian pecah, dan parasit yang dilepaskan difagosit kembali. Proses ini terus
berulang hingga menghasilkan lesi kulit atau infeksi virseral, tergantung pada spesies
parasit dan respons tubuh pejamu.​6 Leishmaniasis menunjukkan tiga pola klinis utama:
visceral ("kala-azar", infeksi sistemik yang mengancam jiwa), kulit (bentuk paling umum),
dan mukokutan (menyebabkan penyakit kulit, serta kerusakan signifikan pada hidung,
rongga mulut, faring dan laring).​5
Gambar:​ Manifestasi oral leishmaniasis

Leishmaniasis kulit biasanya berkembang beberapa minggu setelah pasien digigit,


tampak seperti papula eritematosa atau nodul tanpa rasa sakit dengan pusat ulserasi yang
tertekan. Lesi sembuh secara spontan dalam beberapa bulan tetapi dapat menyebabkan
jaringan parut yang parah. Pada leishmaniasis mukokutan, dapat terjadi lesi kulit yang
luas, dan keterlibatan mukosa dapat terjadi setelah beberapa bulan hingga bertahun-tahun.
Lesi oral sering berasal dari perkembangan penyakit hidung, meskipun keterlibatan oral
yang terisolasi juga dimungkinkan. Bibir mungkin menunjukkan pembengkakan
menyeluruh, nodul lokal, atau pengerasan kulit. Secara intraoral, mungkin ada eritema
mukosa, nodul, papula, plak, perubahan permukaan granular atau batu bulat,
pembengkakan, ulserasi, dan nekrosis. Langit-langit, lidah, mukosa bukal, gingiva, atau
tempat-tempat lain mungkin terlibat. Nekrosis palatal dapat menyebabkan pembentukan
fitsula oronasal.​5

2.3.2 Toksoplasma gondii

Toxoplasmosis adalah infeksi oleh protozoa ​Toxoplasma gondii​, dikontrak


terutama oleh konsumsi parasit dari daging yang terinfeksi (terutama daging babi) atau
bahan terkontaminasi dengan kotoran kucing. T. gondii juga dapat melewati plasenta, dan
dapat ditransmisikan dalam darah, jaringan atau organ.

Limfadenopati adalah manifestasi paling umum dari toksoplasmosis, biasanya terlihat di


leher. Chorioretinitis adalah manifestasi serius. Orang yang immunocompromised juga
sangat rentan terhadap pneumonitis, miokarditis, perikarditis, hepatitis, polymyositis, atau
ensefalitis atau meningoensefalitis.

Toksoplasmosis kongenital dapat menyebabkan kematian intrauterin atau kerusakan janin


yang parah, dan dapat timbul dengan hipoplasia email gigi dan ketulian.

2.3.3 ​Entamoeba gingivalis

Entamoeba gingivalis merupakan salah satu jenis parasit yang menginfeksi


manusia pada rongga mulutnya tanpa menunjukkan gejala klinis. Parasit ini terutama
ditemukan pada gigi yang berlubang dan sulkus gingiva,dekat pangkal gigi, sekitar tonsil
(orofaring). serta di jaringan gingiva sekitar gigi pada keadaan radang atau bernanah,.
Entamoeba gingivalis d​ alam gusi rongga mulut akan membusukkan sisa-sisa makanan
yang menempel pada celah gigi. E.gingivalis sebelumnya dianggap parasit yang komensal,
sampai akhirnya beberapa peneliti menemukan bahwa. E.Gingivalis bersifat patogen yaitu
dapat memfagosit sel darah putih dan sel darah merah.

Secara biologi, Entamoeba gingivalis hidup di permukaan gigi dan gingiva, pada
poket gingiva dekat dengan dasar dari gigi, dan kadang-kadang berada di kripta tonsil.
Mereka sering terlihat pada gigi palsu jika alat tersebut tidak terjaga kebersihannya​4

Cara penularan berasal dari menelan zat yang telah terkena dan membawa
organisme, seperti air minum dan makanan,cara lain penularan melalui kontak oral.
Entamoeba gingivalis memakan mikroorganisme lain, termasuk bakteri, lekosit dan
eritrosit. Hubungan parasitisme dengan hospes adalah simbiosis. Diagnosis:Material
sampel dikumpulkan menggunakan swab dari 4 area mukosa bucal yang berbeda​4

2.4 Manifestasi Oral berbagai Penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Virus
A. Herpes Simplex Virus (HSV)
HSV-1 dan HSV-2 hampir identik dalam struktur. Kedua virus ini dapat
menyebabkan lesi yang identik. Antibodi terhadap HSV-1 pada populasi umum
meningkat dengan usia dan berkorelasi dengan status sosial ekonomi. Dengan 50%
dari orang dewasa di strata sosial tertinggi terinfeksi dan 85% dari orang-orang di
strata sosial yang lebih rendah. Dari mereka yang terinfeksi, lebih dari 25%
memiliki periode berulang, yang biasanya bermanifestasi sebagai herpes labialis
mukokutan.
Masa inkubasi infeksi HSV-1 selama tiga sampai enam hari, yang kemudian akan
menghasilkan lesi mukokutan yang menyakitkan dan berkembang menjadi vesikel
yang meletus selama satu sampai dua minggu sehingga menyebabkan ulkus yang
dangkal. Ulkus ini akan sembuh dalam lima sampai tujuh hari. Gejala sistemik
berupa demam, malaise, mialgia, anoreksia, dan disfagia.​1
Gambar.​ Herpes Simpleks tampak vesikel-vesikel di permukaan pipi (sumber: American Academy
of Dermatologi)

Manifestasi Oral
Dalam beberapa hari dari prodrome, eritema dan kelompok vesikel muncul pada
mukosa keratin dari langit-langit keras, attached gingival, dorsum lidah, dan
mukosa dari nonkeratinized bukal dan labial mukosa, lidah ventral, serta
langit-langit lunak. Vesikel memecah untuk membentuk ulser yang biasanya 1
sampai 5 mm dan menyatu untuk membentuk ulser yang lebih besar dengan
ditandai eritema sekitarnya. Gingiva sering merah menyala, dan mulut terasa
menyakitkan, menyebabkan kesulitan saat makan.​1

Gambar​. Herpes labialis. (sumber: Martin S. Greenberg, Michael Glick, Jonathan A. Ship. Burket’s
Oral Medicine 11th ed. India : BC Decker Inc; 2008, p.44)
● Acute Herpetic Gingivostomatitis
Primary herpetic gingivostomatitis memiliki frekuensi infeksi virus terbesar
di mulut dan menjalar dengan mudah melalui saliva. Sumber infeksi
mungkin dari individu yang virusnya asimptomatik di saliva atau mendapat
infeksi kambuhan, seperti herpes labialis. HSV pada mulanya menginfeksi
sel epitel tidak berkeratin pada mukosa oral untuk menghasilkan intra
epithelial blisters. Seperti infeksi primer, HSV terletak tersembunyi di
jaringan saraf dan jaringan orofasial. Pemeriksaan status antibodi
mengungkapkan bahwa lebih dari 60 % populasi di Eropa dan Amerika
Utara menunjukkan infeksi HSV pada anak berumur 16 tahun.
Gingivostomatitis ulseratif akut terjadi sebagai akibat replikasi virus dalam
jaringan yang terkena. Masa inkubasi umumnya 4 hingga 5 hari kemudian
gejala diawali dengan demam. Pasien dapat merasa rasa sakit, panas dan
perih atau gatal terutama pada saat makan dan minum. Gusi dapat
membengkak dan mudah berdarah.

Gambar.​ ​Gingivostomatitis ulseratif akut

Di dalam rongga mulut dapat timbul vesikel (gelembung) berukuran kecil


yang umumnya berkelompok dan dapat dijumpai di bagian dalam bibir,
lidah, tenggorokan, langit-langit dan di bagian dalam pipi. Selanjutnya
vesikel ini akan pecah dan menjadi ulkus (luka) yang dipermukaannya
terdapat semacam lapisan kekuningan. Pada saat inilah rentan terjadi
penularan karena vesikel tersebut mengeluarkan cairan yang mengandung
jutaan virus herpes simpleks. Kelenjar getah bening setempat yaitu di
sekitar leher dapat membesar dan saat ditekan terasa lunak.
● Chronic Herpetic Simplex
Infeksi ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II yang
ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
erimatosa. Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita. Infeksi
primer herpes simpleks tipe I biasanya menyerang pada usia anak-anak,
sedangkan VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade 2 atau 3, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.
Tempat prediliksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di daerah
mulut dan hidung. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat
predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah
predileksi ini sering kacau karena adanya aktivitas seksual seperti
oro-genital. Infeksi ini berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai
gejala sistemik, seperti demam dan malese, serta dapat ditemukan
pembengkakkan kelenjar getah bening regional. Kelainan klinisnya
dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa,
berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen (bersifat serosa dan
bernanah), dapat menjadi kusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi
yang dangkal.

Gambar.​ Herpes Simpleks Kronis


● Recurrent HSV
Infeksi herpes berulang berkembang di sekitar sepertiga dari pasien yang
memiliki infeksi primer. Herpes labialis adalah jenis infeksi yang paling
sering kambuhan. Biasanya dilihat sebagai sekumpulan vesikel muncul di
sekitar bibir setelah penyakit sistemik atau stres. Sinar ultraviolet dan
rangsangan mekanis mungkin juga bisa menyebabkan kekambuhan.

Gambar.​ Herpes Simpleks Labialis


Infeksi herpes labialis yang berulang ​recurrent herpes labialis (RHL)
merupakan infeksi recurrent intraoral herpes simplex (RIH) terjadi pada
pasien yang mengalami infeksi herpes simplex sebelumnya dan yang
memiliki serum antibody dalam proteksi infeksi primer. Sebaliknya, infeksi
yang berulang ini terbatas pada daerah di kulit dan membran mukosa.
Herpes yang berulang tidak merupakan infeksi tetapi virus yang aktif
kembali dari masa laten di jaringan saraf. Herpes simplex dikultur dari
trigeminal ganglion dari cadavers manusia, dan lesi herpes yang berulang
biasanya tampak setelah pembedahan ganglion. Herpes recurrent mungkin
dapat diaktifkan oleh trauma bibir, demam, sunburn, immunosuppression
dan menstruasi. Perjalanan virus menginfeksi sel epitel, penyebarannya dari
sel ke sel untuk menyebabkan sebuah lesi.

Gambar.​ Lesi pada Penderita Herpes


B. Varicella Zoster Virus (VZV)
Varicella zoster (VZV) adalah virus herpes, dan seperti virus herpes lainnya
menyebabkan infeksi utama maupun infeksi kambuhan dan tetap tersembunyi dalam
neuron-neuron yang ada dalam sensori ganglia. VZV adalah penyebab utama pada infeksi
klinis mayor pada manusia. ​Chicken pox​ (varisella) dan ​shingles​ (herpes zoster (HZ)).​1
Chicken pox adalah infeksi primer yang disamaratakan yang terjadi pertama kali
pada orang yang kontak dengan virus. Hal ini dapat di analogikan pada gingivostomatitis
herpetic akut dari virus herpes simplex. Setelah penyakit primer ini disembuhkan, VZV
menjadi laten dalam akar dorsal ganglia dari nervus spinal atau ​ekstramedullary ganglia
dari nervus cranial. Seorang anak yang tidak kontak dengan VZV dapat mengalami
chicken pox setelah kontak dengan orang yang terkena HZ.​1
● Chicken Pox
Etiologi
Cacar air, juga dikenal sebagai varicella, adalah sangat menular dan infeksi terbatas
diri yang paling sering mempengaruhi anak-anak antara usia 5-10 tahun. Penyakit
memiliki distribusi di seluruh dunia. Cacar air disebabkan oleh virus
Varicella-zooster. Masa inkubasi penyakit ini berlangsung antara 10 s/d 21 hari
(biasanya 14 s/d 16 hari).
Gambaran Klinis
Anak-anak yang sehat umumnya mengalami satu atau dua hari dari demam, sakit
tenggorokan, dan malaise sekitar dua minggu setelah paparan VZV. Selanjutnya, 3
sampai 5 hari kemudian muncul gejala yang khas yaitu ruam pada awalnya
berkembang di dada dan kemudian menyebar selama tujuh hingga 10 hari ke luar
untuk kepala, lengan, dan kaki. Ruamnya terdiri dari papul kecil di seluruh badan
yang cepat berubah menjadi vesikel (“benjolan” berisi air). Selanjutnya, vesikel
yang pecah akan ditutupi krusta (keropeng). Biasanya, seluruh lesi akan penuh
ditutupi krusta dalam waktu 10 hari. Lesi tersebut dapat muncul dimana saja tetapi
umumnya di kulit kepala, wajah, badan, mulut, dan konjungtiva.​1
Gambar​. Manifestasi Oral ​Chicken pox

Pada puncak penyakit, pasien mungkin memiliki lebih dari 300 lesi kulit pada satu
waktu Setelah semua luka berkerak di atas, orang tidak lagi menular. Jarang
menyebabkan luka jaringan parut permanen, kecuali infeksi sekunder berkembang
(lihat di bawah). Lesi mungkin umumnya dapat ditemukan di mulut dan mungkin
juga melibatkan alat kelamin.​1

C. Human Immunodeficiency Virus​ (HIV)


Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) didefinisikan sebagai kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan infeksi ​Human Immunodeficiency Virus (HIV) tipe 1 atau
tipe 2, ditandai dengan rusaknya sistem kekebalan tubuh sehingga mudah diserang
berbagai macam infeksi.​3
(WHO) pernah memperkirakan pada tahun 2000, AIDS akan menjadi salah satu
penyebab utama kematian pada anak-anak di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.2
Penyebaran virus HIV ini dapat melalui hubungan seksual, pemakaian alat suntik bersama
dan infeksi melalui ibu kepada anaknya.​3
Anak dengan infeksi HIV biasanya menderita kehilangan berat badan dan
lambatnya pertumbuhan serta terjadinya perubahan seperti keterlambatan erupsi gigi,
jumlah gigi permanen lebih sedikit, terlambat lepasnya gigi sulung dan anomali dental. Hal
ini berkaitan dengan defisiensi pematangan tulang karena adanya HIV. Anak penderita
HIV juga memiliki manifestasi oral seperti candidiasis, gingivitis, pembengkakan kelenjar
parotis, herpes simpleks dan hairy leukoplakia. 3​
Manifestasi Oral Infeksi HIV
Manifestasi pada rongga mulut telah terbukti sebagai salah satu tanda/gejala yang
pertama kali timbul dan paling dapat dipercaya akan adanya infeksi HIV pada anak.
Mengenal adanya manifestasi di rongga mulut mungkin merupakan hal yang penting
dalam diagnosis awal infeksi HIV dan dalam rangka memberikan upaya intervensi sedini
mungkin untuk meningkatkan lama dan kualitas hidup penderita. Adanya lesi kandidiasis
oral berhubungan dengan tingkat progresifitas yang lebih parah kearah kematian,
sementara itu adanya pembesaran kelenjar parotis dihubungkan dengan tingkat
progresifitas yang lebih lambat. Penemuan tersebut sebaiknya digunakan dalam
pengambilan keputusan untuk terapi medis dan evaluasi serta prognosis pada anak. 3​
Tipe lesi oral pada pasien anak dengan infeksi HIV disebabkan oleh jamur, virus,
infeksi bakteri, neoplasma ataupun idiopatik.
Infeksi HIV menyebabkan disfungsi imun sehingga virus lain dapat menginfeksi
rongga mulut. Virus yang sering menginfeksi rongga mulut yaitu virus herpes,
cytomegalovirus serta virus Epstein-Bar. Virus Epstein-Bar merupakan virus yang paling
umum ditemukan pada anak dengan HIV, kemudian diikuti oleh virus herpes simpleks dan
cytomegalovirus.​3

Gambar.​ Manifestasi oral infeksi cytomegalovirus di mukosa bukal.​3

Kutil pada mulut dapat dilihat pada pasien HIV dengan infeksi papilomavirus
sebagai etiologinya, tapi jarang terkena pada anak. Beberapa kutil dapat tumbuh seperti
cauliflower like-appearance​, permukaannya rata dan terlihat hampir hilang saat mukosa
direnggangkan.​3
Gambar.​ Manifestasi oral infeksi papilomavirus​3
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lesi rongga mulut didefinisikan sebagai setiap perubahan yang tidak normal atau
pembengkakan pada permukaan mukosa mulut. Lesi terbagi atas 2 macam, yaitu lesi
primer (lesi pertama kali timbul) dan lesi sekunder (timbul setelah lesi primer). Penyakit
Infeksi yang disebabkan oleh Virus itu ada Herpes simpleks, ​Recurrent HSV dan
sebagainya. sedangkan, Penyakit Infeksi yang disebabkan oleh Protozoa ada
Leishmaniasis,Toksoplasma gondii, entamoeba gingivalis.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan apabila ada kesalahan
dalam penulisan makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan. Atas perhatian para
pembaca, kami mengucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anis R. V. 2014. ​Manifestasi Oral beberapa Penyakit Kulit. ​Skripsi. Fakultas


Kedokteran Gigi. Universitas Hasanuddin: Makassar.
2. Robert PL, Craig SM. 2012. ​Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim.​
Jakarta: Hipokrates.
3. Octiara E., Cahyati M., dan Aulia V. I. 2006.​Pengenalan Acquired
Immunodeficiency Syndrome pada Pasien Anak Ditinjau dari Bidang Kedokteran
Gigi​. ​Dalam ​Jurnal Sari Pediatri. 8​ (3). 7 halaman.
4. Robert dan Schmidt, 2000: 108-109). Roberts, L.S. dan Schmidt, G.D. 2000.
Foundations of Parasitology. Edisi Ketujuh. Singapura : MC Graw Hill
5. Neville, Damm, Allen, Chi. Color Atlas of Oral Maxillofacial Diseases. 1st ed.
Elsevier. 2018.
6. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 27. EGC: Penerbit
Buku Kedokteran. 2017. p.771.
7. Stedman. 2005. ​Kamus Ringkas Kedokteran STEDMAN​ untuk Profesi Kesehatan.
Jakarta : EGC
8. Anderson, E.T. & McFarlane, J.(2006). ​Buku Ajar Keperawatan Komunita: Teori
dan praktek (edisi 3).​ Jakarta:EGC
9. Epstein BJ, Silverman S, Fleischmann J. 2001. ​Oral Fungal Infections. Essentials
of Oral Medicine​. London: BC Decker Inc Hailton.
10. Greenberg MS, Glick M. Burket’s ​oral medicine diagnosis and treatment.​ 10th ed
2. Ontario: BC Decker Inc, 2003
11. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Angela C. Oral and Maxillofacial Pathology.
4​th​ ed. Canada: Elsevier. 2016: 198-238.

Anda mungkin juga menyukai