Anda di halaman 1dari 77

BAB I

STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Ny. H
Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Dusun 4 Sukaraja Kab. Ogan Komering Ilir Sumatera
Selatan
Agama : Islam
MRS Tanggal : 14 Oktober 2019

1.2 ANAMNESA (Alloanamnesa)


Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena
sukar berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri
yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, saat sedang istirahat tiba-
tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri tanpa
disertai kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit
kepala dan tidak disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa disertai
gangguan rasa pada sisi yang lemah, tanpa disertai gangguan rasa baal, nyeri,
kesemutan, dll pada sisi yang lemah. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan
kiri dirasakan sama berat. Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan
kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan dan isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat berbicara mulut penderita
dan berbicara pelo belum dapat dinilai.
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Penderita mengeluh sakit kepala bagian belakang yang
hilang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak
pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan

1
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang
tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami
nyeri pada tulang panjang. Penderita tidak pernah mengalami keguguran pada
usia kehamilan lebih dari 16 minggu. Penderita memiliki riwayat darah tinggi
ada sejak ± 2 tahun yang lalu, tidak terkontrol, trauma tidak ada, kencing
manis tidak ada. Riwayat sakit jantung tidak ada dan riwayat merokok tidak
ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 15 Oktober 2019)


Status Praesens
Kesadaran : E2 M4 V2
Gizi : Baik
Suhu Badan : 37,9 ºC
Nadi : 114 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Tekanan Darah : 170/110 mmHg
Status Internus
Jantung : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Psikiatrikus
Sikap : belum dapat dinilai Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : belum dapat dinilai Kontak Psikis : tidak ada
Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali

2
Simetris : Simetris
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. SYARAF-SYARAF OTAK
1. N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Anosmia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Hyposmia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Parosmia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

2. N.Opticus Kanan Kiri


Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Campus visi

Anopsia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai


Hemianopsia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens


Diplopia Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Celah mata Menutup sempurna Menutup sempurna
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata

3
- Strabismus Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Normal Normal
- Reflek cahaya
- Langsung Positif Positif
- Konsekuil Tidak ada Tidak ada
- Akomodasi Positif Positif
- Argyl Robetson Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

4. N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Trismus Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Reflek kornea Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Sensorik
- Dahi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Pipi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Dagu Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

5. N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Menutup mata Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Menunjukkan gigi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

4
- Lipatan nasolabialis Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Bentuk muka
- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul Belum dapat dinilai
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak dilakukan pemeriksaan
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan
- Chvostek sign negatif

6. N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Detik arloji Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tes Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tes Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus
Uvula Belum dapat dinilai
Gangguan menelan
Suara serak/sengau
Denyut jantung BJ I/II normal, reguler
Reflek
- Muntah Tidak diperiksa
- Batuk Tidak diperiksa
- Okulokardiak Tidak diperiksa
- Sinus karotikus Tidak diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah Tidak diperiksa

5
8. N. Accessorius Kanan Kiri
Mengangkat bahu Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Memutar kepala Belum dapat dinilai

9. N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Belum dapat dinilai
Fasikulasi Belum dapat dinilai
Atrofi papil Belum dapat dinilai
Disartria Belum dapat dinilai

D. COLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Tidak ada
Scoliosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada

E. BADAN DAN ANGGOTA GERAK


FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Lateralisasi ke kiri Lateralisasi ke kiri
Kekuatan Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tonus Eutoni Hipertoni
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Hiperrefleks

6
- Triceps Normal Hiperrefleks
- Periost radius Normal Hiperrefleks
- Periost ulna Normal Hiperrefleks
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Negatif Negatif
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Lateralisasi ke kiri Lateralisasi ke kiri
Kekuatan Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tonus Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha Negatif positif
- Kaki Negatif Positif
Reflek fisiologis
- KPR Normal Hiperrefleks
- APR Normal Hiperrefleks
Reflek patologis
- Babinsky Positif Positif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal
- Bawah Normal
Trofik Normal

7
Sensorik
Tida ada kelainan
F. GAMBAR

Gerakan :
lateralisasi ke
kiri
Kekuatan :
Gerakan : lateralisasi belum dapat
ke kiri dinilai
Kekuatan : belum Refleks
dapat dinilai fisiologis:
Refleks fisiologis: Hiperrefleks
Hiperrefleks

Gerakan : lateralisasi
ke kiri Gerakan :
Kekuatan : belum laeralisasi ke kiri
dapat dinilai Kekuatan : belum
Refleks fisiologis: dapat dinilai
Hiperrefleks
Refleks patologis(+) Refleks fisiologis:
Hiperrefleks

Refleks patologis
(+)

Keterangan: Hemiparase Sinistra Tipe Spastik Et Causa CVD Non


Hemoragik

8
G. GEJALA RANGSANG MENINGEAL
Kanan Kiri
Kaku kuduk Tidak ada Tidak ada
Kernig Tidak ada Tidak ada
Lasseque Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky
- Neck Tidak ada
- Cheek Tidak ada
- Symphisis Tidak ada
- Leg I Tidak ada Tidak ada
- Leg II Tidak ada Tidak ada

H. GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait
Ataxia : Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai
Scissor : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai
Astasia-abasia : Belum dapat dinilai
Keseimbangan
Romberg : Belum dapat dinilai
Dysmetri
- Jari-jari : Belum dapat dinilai
- Jari hidung : Belum dapat dinilai
- Tumit-tumit : Belum dapat dinilai
- Dysdiadochokinesia : Belum dapat dinilai
- Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
- Limb Ataxia : Belum dapat dinilai

9
I. GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada

J. FUNGSI VEGETATIF
Miksi : kateterisasi
Defekasi : normal
Ereksi : Tidak diperiksa

K. FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

1.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM (14 Oktober 2019)


Hematologi
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hemoglobin 14.5 g/dl 12-14
Eritrosit 5.4 10*6/ul 4-4.5
Leukosit 13.1 10*3/ul 5.000 – 10.000
Trombosit 187 10*3/ul 150.000 - 400.000
Hematokrit 43 % 37-43
Hitung jenis

10
 Basofil 0 % 0-1
 Eosinofil 2 % 1-3
 Batang 1 % 2-6
 Segmen 72 % 50 - 70
 Limfosit 15 % 20 - 40
 Monosit 10 % 2-8

Kimia darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Glukosa darah sewaktu 90 mg/dl <180
Trigliserida 156 mg/dl <200
Kolesterol total 280 mg/dl <200
Kolesterol HDL 52 mg/dl >65
Kolesterol LDL 197 mg/dl <130
Ureum 113 mg/dl 20-40
Creatinine 2.0 mg/dl 0.6-1.1
Urid acid 12.5 mg/dl 2.4-5.7
Natrium 142 Mmol/dl 135-155
Kalium 3.16 mmol/dl 3.6-6.5

Urin (15 Oktober 2019)


PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Warna Kuning
tua
Kejernihan Keruh
Ph 5.5 4.5-8
Berat jenis 1.025 1.003-1.030
Glukosa negatif Negatif
Protein +3 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif

11
Urobilinogen positif Positif
Darah +2 Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Sedimen
- eritrosit 25-30 <3 / LPB
- leukosit 2-5 <5 / LPB
- epitel Positif
- silinder Negatif
- Kristal Negatif

Urin (18 Oktober 2019)


PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
Warna Kuning
Kejernihan Keruh
Ph 5.5 4.5-8
Berat jenis 1.020 1.003-1.030
Glukosa negatif Negatif
Protein +2 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen positif Positif
Darah Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Sedimen
- eritrosit 0-1
- leukosit 0-1
- epitel +
- silinder -
- Kristal -

12
Faeces : Tidak diperiksa
Liquor cerebrospinalis : Tidak diperiksa

1.5 PEMERIKSAAN KHUSUS


Rontgen foto cranium : Tidak diperiksa
Rontgen foto thoraks : Tidak diperiksa
Rontgen foto columna vertebralis : Tidak diperiksa
Electro Encephalography : Tidak diperiksa
Arteriography : Tidak diperiksa
Electrocardiography : Diperiksa
Pneumography : Tidak diperiksa
Lain-lain (CT-Scan) : Diperiksa

1. Electrocardiography

EKG tanggal 14 Oktober 2019

13
EKG tanggal 17 Oktober 2019
2. CT-Scan Kepala

14
Pada pemeriksaan CT-Scan, didapatkan:

Kesimpulan:

1.6 RINGKASAN ANAMNESA


Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena sukar
berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri yang
terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, saat sedang istirahat tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri tanpa
disertai kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit
kepala dan tidak disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa disertai

15
gangguan rasa pada sisi yang lemah, tanpa disertai gangguan rasa baal, nyeri,
kesemutan, dll pada sisi yang lemah. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan
kiri dirasakan sama berat. Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan
kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan dan isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat berbicara mulut penderita
dan berbicara pelo belum dapat dinilai.
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Penderita mengeluh sakit kepala bagian belakang yang
hilang timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak
pernah mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan
sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang
tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami
nyeri pada tulang panjang. Penderita tidak pernah mengalami keguguran pada
usia kehamilan lebih dari 16 minggu. Penderita memiliki riwayat darah tinggi
ada sejak ± 2 tahun yang lalu, tidak terkontrol, trauma tidak ada, kencing
manis tidak ada. Riwayat sakit jantung tidak ada dan riwayat merokok tidak
ada.
Penyakit ini diderita untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Praesens
Kesadaran : E2 M4 V2
Gizi : Baik
Suhu Badan :37,9 ºC
Nadi : 114 x/menit
Pernapasan : 23 x/menit
Tekanan Darah : 170/110 mmHg

Status Internus
Jantung : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

16
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Neurologikus
SYARAF-SYARAF OTAK
N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Menutup mata Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Menunjukkan gigi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Lipatan nasolabialis Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Bentuk muka
- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul belum dapat dinilai

N. Accessorius Kanan Kiri


Mengangkat bahu Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Memutar kepala Belum dapat dinilai

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Belum dapat dinilai
Fasikulasi Belum dapat dinilai
Atrofi papil Belum dapat dinilai
Disartria Belum dapat dinilai

17
BADAN DAN ANGGOTA GERAK
FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Lateralisasi ke kiri Lateralisasi ke kiri
Kekuatan Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tonus Eutoni Hipertoni
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Hiperefleks
- Triceps Normal Hiperefleks
- Periost radius Normal Hiperefleks
- Periost ulna Normal Hiperefleks
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Negatif Negatif
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Lateralisasi ke kiri Lateralisasi ke kiri
Kekuatan Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tonus Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha Negatif Positif
- Kaki Negatif Positif
Reflek fisiologis
- KPR Normal Hiperefleks
- APR Normal Hiperefleks
Reflek patologis Babinsky positif babinsky positif

DIAGNOSA KLINIK : Hemiparase Sinistra Tipe Spastik


DIAGNOSA TOPIK : Lesi capsula interna hemisferium cerebri
DIAGNOSA ETIOLOGI : CVD Non Hemoragic (trombosis cerebri)
DIAGNOSA TAMBAHAN : Hipertensi + AKI + Dislipidemia

18
PENGOBATAN
IVFD RL gtt 20 x/menit
Aspilet 1 x 80 mg/oral
Amlodipine 1 x 10 mg/oral
Candesartan 1x16 mg/oral
Atorvastatin 1 x 20mg/oral
Allopurinol 1x300 mg/oral
KSR 1 x 1 tab/oral
Neurodex 1 x 1 tab/oral
omeprazole 1x1 tab

PROGNOSA
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanasionam : dubia ad bonam

19
1.7 LEMBAR FOLLOW UP
TANGGAL/
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
PUKUL
16 Oktober Keluhan: Th/
2019 Status Generalis  IVFD RL gtt 20
Pukul 06.00 • Kesadaran : E2 M4 V2 x/menit
WIB • TD : 140/90 mmHg  inj. ceftriaxone 2x1
• HR : 114 x/menit gr
• RR : 22 x/menit  inj. Dexametasone
3x1 amp IV
• Temp : 37,4 oC
 drip PCT 3x1 gr fls
Status neurologikus  Aspilet 1x80
mg/oral
Nervus Craniales
N. I = belum dapat dinilai  Amlodipine 1x10
N. II = belum dapat dinilai mg/oral
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex  candesartan 1x16
cahaya (+/+) mg/oral
N. V = belum dapat dinilai  Atorvastatin 1 x
N. VII = belum dapat dinilai 20mg/oral
N. VIII = belum dapat dinilai  Allopurinol 1x300
N. IX = belum dapat dinilai mg/oral
N. X = belum dapat dinilai  KSR 2 x 1 tab/oral
N. XI = belum dapat dinilai  Neurodex 1 x 1
N. XII = belum dapat dinilai tab/oral
 omeprazole 1x1
Fungsi Motorik tab
LENGAN Kanan Kiri  antasida syr 3x2 c
Gerakan : lateralisasi ke kiri  GG 3x2 tab
Kekuatan : belum dapat dinilai
Tonus : eutoni hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : normal hiperefleks
- Triceps : normal hiperefleks
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : lateralisasi ke kiri
Kekuatan : belum dapat dinilai
Tonus : eutoni hipertoni

20
Klonus
- Paha : negatif positif
- Kaki : negatif positif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : babinsky positif

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : afasia motorik


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik (trombosis cerebri)

17 Oktober Keluhan: Th/


2019 Status Generalis  IVFD RL gtt 20
Pukul 06.00 • Kesadaran : E2 M4 V2 x/menit
WIB • TD : 150/100 mmHg  inj. ceftriaxone 2x1
• HR : 101 x/menit gr
• RR : 28 x/menit  inj. Dexametasone
3x1 amp
• Temp : 38,4 oC
 PCT 3x1 fls
Status neurologikus  Aspilet 1x80
mg/oral
Nervus Craniales
N. I = belum dapat dinilai  Amlodipine 1x10
N. II = belum dapat dinilai mg/oral
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex  candesartan 1x16
cahaya (+/+) mg/oral
N. V = belum dapat dinilai  Atorvastatin 1 x
N. VII = belum dapat dinilai 20mg/oral
N. VIII = belum dapat dinilai  Allopurinol 1x300
N. IX = belum dapat dinilai mg/oral

21
N. X = belum dapat dinilai  KSR 1 x 1 tab/oral
N. XI = belum dapat dinilai  Neurodex 1 x 1
N. XII = belum dapat dinilai tab/oral
 omeprazole 1x1
Fungsi Motorik tab
LENGAN Kanan Kiri  antasida syr 3x2 c
Gerakan : lateralisasi ke kiri  GG 3x2 tab
Kekuatan : belum dapat dinilai  kompres NaCl
Tonus : eutoni hipertoni 0,9% 3xsehari
Refleks fisiologis
 asam fusidat
- Biceps : normal hiperefleks
 posisi pasien
- Triceps : normal hiperefleks
sering dimiringkan
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : lateralisasi ke kiri
Kekuatan : belum dapat dinilai
Tonus : eutoni hipertoni
Klonus
- Paha : negatif positif
- Kaki : negatif positif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : babinsky positif

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : afasia motorik


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri

Diagnosis Etiologi :

22
CVD non Hemorragik (trombosis cerebri)

18 Oktober Keluhan: Th/


2019 Status Generalis  IVFD RL gtt 20
Pukul 06.00 • Kesadaran : E2 M4 V2 x/menit
WIB • TD : 120/80 mmHg  inj. ceftriaxone 2x1
• HR : 88 x/menit gr
• RR : 26 x/menit  inj. Dexametasone
3x1 amp
• Temp : 37 oC
 PCT 3x1 fls
Status neurologikus  Aspilet 1x80
mg/oral
Nervus Craniales
N. I = belum dapat dinilai  Amlodipine 1x10
N. II = belum dapat dinilai mg/oral
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex  candesartan 1x16
cahaya (+/+) mg/oral
N. V = belum dapat dinilai  Atorvastatin 1 x
N. VII = belum dapat dinilai 20mg/oral
N. VIII = belum dapat dinilai  Allopurinol 1x300
N. IX = belum dapat dinilai mg/oral
N. X = belum dapat dinilai  KSR 1 x 1 tab/oral
N. XI = belum dapat dinilai  Neurodex 1 x 1
N. XII = belum dapat dinilai tab/oral
 omeprazole 1x1
Fungsi Motorik tab
LENGAN Kanan Kiri  antasida syr 3x2 c
Gerakan : lateralisasi ke kiri  GG 3x2 tab
Kekuatan : belum dapat dinilai  ketocid 3x2 cap
Tonus : eutoni hipertoni
Refleks fisiologis dekubitus
- Biceps : normal hiperefleks - kompres NaCl
- Triceps : normal hiperefleks 3x sehari
- P. Radius : Normal hiperefleks - asam fucidat
- P. Ulna : Normal hiperefleks - posisi pasien
Refleks patologis sering
- Hoffman T : tidak ada tidak ada dimiringkan

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : lateralisasi ke kiri
Kekuatan : belum dapat dinilai
Tonus : eutoni hipertoni
Klonus
- Paha : negatif positif
- Kaki : negatif positif
Refleks fisiologis

23
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : babinsky positif

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : afasia motorik


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik (trombosis cerebri)

19 Oktober Keluhan:  IVFD RL gtt 20


2019 Status Generalis x/menit
Pukul 06.00 • Kesadaran : E2 M4 V2  inj. ceftriaxone 2x1
WIB • TD : 130/90 mmHg gr
• HR : 110 x/menit  inj. Dexametasone
• RR : 22 x/menit 3x1 amp
 PCT 3x1 fls
• Temp : 37,5 oC
 Aspilet 1x80
mg/oral
Status neurologikus
Nervus Craniales  Amlodipine 1x10
N. I = belum dapat dinilai mg/oral
N. II = belum dapat dinilai  candesartan 1x16
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex mg/oral
cahaya (+/+)  Atorvastatin 1 x
N. V = belum dapat dinilai 20mg/oral
N. VII = belum dapat dinilai  Allopurinol 1x300
N. VIII = belum dapat dinilai mg/oral
N. IX = belum dapat dinilai  KSR 1 x 1 tab/oral
N. X = belum dapat dinilai  Neurodex 1 x 1
N. XI = belum dapat dinilai tab/oral
N. XII = belum dapat dinilai  omeprazole 1x1
tab

24
Fungsi Motorik  antasida syr 3x2 c
LENGAN Kanan Kiri  GG 3x2 tab
Gerakan : lateralisasi ke kiri  ketocid 3x2 cap
Kekuatan : belum dapat dinilai
Tonus : eutoni hipertoni dekubitus
Refleks fisiologis - kompres NaCl
- Biceps : normal hiperefleks 3x sehari
- Triceps : normal hiperefleks - salp asam
- P. Radius : Normal hiperefleks fucidat
- P. Ulna : Normal hiperefleks - posisi pasien
Refleks patologis sering
- Hoffman T : tidak ada tidak ada dimiringkan

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : lateralisasi ke kiri
Kekuatan : belum dapat dinilai
Tonus : eutoni hipertoni
Klonus
- Paha : negatif positif
- Kaki : negatif positif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : babinsky positif

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : afasia motorik


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik (trombosis cerebri)

25
20 Oktober Keluhan:  IVFD RL gtt 20
2019 Status Generalis x/menit
Pukul 06.00 • Kesadaran : E2 M4 V2  inj. ceftriaxone 2x1
WIB • TD : 120/80 mmHg gr
• HR : 104 x/menit  inj. Dexametasone
• RR : 24 x/menit 3x1 amp
 PCT 3x1 fls
• Temp : 37 oC
 Aspilet 1x80
mg/oral
Status neurologikus
Nervus Craniales  Amlodipine 1x10
N. I = belum dapat dinilai mg/oral
N. II = belum dapat dinilai  candesartan 1x16
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex mg/oral
cahaya (+/+)  Atorvastatin 1 x
N. V = belum dapat dinilai 20mg/oral
N. VII = belum dapat dinilai  Allopurinol 1x300
N. VIII = belum dapat dinilai mg/oral
N. IX = belum dapat dinilai  KSR 1 x 1 tab/oral
N. X = belum dapat dinilai  Neurodex 1 x 1
N. XI = belum dapat dinilai tab/oral
N. XII = belum dapat dinilai  omeprazole 1x1
tab
Fungsi Motorik  antasida syr 3x2 c
LENGAN Kanan Kiri  GG 3x2 tab
Gerakan : lateralisasi ke kiri  ketocid 3x2 cap
Kekuatan : belum dapat dinilai  inj. Furosemid 2x1
Tonus : eutoni hipertoni amp
Refleks fisiologis  cefixime 2x200
- Biceps : normal hiperefleks mg.
- Triceps : normal hiperefleks
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks dekubitus
Refleks patologis - kompres NaCl
- Hoffman T : tidak ada tidak ada 3x sehari
- salp asam
TUNGKAI Kanan Kiri fucidat
Gerakan : lateralisasi ke kiri - posisi pasien
Kekuatan : belum dapat dinilai sering
Tonus : eutoni hipertoni dimiringkan
Klonus
- Paha : negatif positif
- Kaki : negatif positif
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks

26
Refleks patologis : babinsky positif

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : afasia motorik


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik (trombosis cerebri)

21 Oktober Keluhan:  IVFD RL gtt 20


2019 Status Generalis x/menit
Pukul 06.00 • Kesadaran : E2 M4 V2  inj. ceftriaxone 2x1
WIB • TD : 120/80 mmHg gr
• HR : 98 x/menit  inj. Dexametasone
• RR : 22 x/menit 3x1 amp
 PCT 3x1 fls
• Temp : 36,8 oC
 Aspilet 1x80
mg/oral
Status neurologikus
Nervus Craniales  Amlodipine 1x10
N. I = belum dapat dinilai mg/oral
N. II = belum dapat dinilai  candesartan 1x16
N. III, IV, VI = pupil isokor (+/+) reflex mg/oral
cahaya (+/+)  Atorvastatin 1 x
N. V = belum dapat dinilai 20mg/oral
N. VII = belum dapat dinilai  Allopurinol 1x300
N. VIII = belum dapat dinilai mg/oral
N. IX = belum dapat dinilai  KSR 1 x 1 tab/oral
N. X = belum dapat dinilai  Neurodex 1 x 1
N. XI = belum dapat dinilai tab/oral
N. XII = belum dapat dinilai  omeprazole 1x1
tab
Fungsi Motorik  antasida syr 3x2 c
LENGAN Kanan Kiri  GG 3x2 tab

27
Gerakan : lateralisasi ke kiri  ketocid 3x2 cap
Kekuatan : belum dapat dinilai  inj. Furosemid 2x1
Tonus : eutoni hipertoni amp
Refleks fisiologis  cefixime 2x200
- Biceps : normal hiperefleks mg.
- Triceps : normal hiperefleks
- P. Radius : Normal hiperefleks
- P. Ulna : Normal hiperefleks dekubitus
Refleks patologis - kompres NaCl
- Hoffman T : tidak ada tidak ada 3x sehari
- salp asam
TUNGKAI Kanan Kiri fucidat
Gerakan : lateralisasi ke kiri - posisi pasien
Kekuatan : belum dapat dinilai sering
Tonus : eutoni hipertoni dimiringkan
Klonus
- Paha : negatif positif Rencana pulang
- Kaki : negatif positif setelah fisioterapi
Refleks fisiologis
- KPR : normal hiperefleks
- APR : normal hiperefleks
Refleks patologis : babinsky positif

Gejala rangsang meningeal :


Kaku Kuduk : tidak ada
Kernig : tidak ada
Lasseqeu : tidak ada
Brudzinsky : tidak ada

Fungsi luhur : afasia motorik


Fungsi Sensoris : tidak ada kelainan
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparase Sinistra Tipe Spastik

Diagnosis Topik :
Lesi capsula interna hemisferium cerebri

Diagnosis Etiologi :
CVD non Hemorragik (trombosis cerebri)

28
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Otak


Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat
berfungsi sebagai media komunikasi antar sel maupun organ dan dapat
berfungsi sebagai pengendali berbagai sistem organ lain yang berjalan
relatif cepat dibandingkan dengan sistem humoral, karena komunikasi
berjalan melalui proses penghantaran impuls listrik disepanjang saraf. 1
Sistem saraf manusia dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat yang
terdiri dari otak dan medula spinalis, dan sistem saraf perifer yang terdiri
dari sistem saraf aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem
saraf otonom. Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel
penyokong (neuroglia dan sel schwann). Neuron adalah sel saraf yang peka
terhadap rangsang yang menerima input aferen atau sensorik dari ujung-
ujung saraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan
menyalurkan motorik atau eferen ke otot-otot, kelenjar yang merupakan
organ efektor. 2
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam
pembagiannya digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis,
thalamus dan hypothalamus, mesenchepalon, medulla oblongata, dan
serebelum. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens)
yaitu duramater, arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang
tengkorak.1
1. Durameter
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat, pada bagian tengkorak terdiri atas selaput (perios) tulang tengkorak
dan durameter tropia bagian dalam. Durameter mengandung rongga yang
mengalirkan darah dari vena otak, dan dinamakan sinus vena. 1
2. Arachnoidea

29
Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang
berisi cairan otak meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan
medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon yang berisi cairan.
Ruang subarachnoid pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan
yang agak besar disebut sistermagna. 1
3. Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak.
Piameter berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat.
Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus
sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium
memisahkan serebrum dengan serebelum. 1
Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan
pembuluh darah. 3
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Otak memperoleh darah
melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna kanan dan
kiri) dan sistem vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan diri
dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui
kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan
arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua:
arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, sistem ini
memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian lobus
temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri
yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis
tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium melalui
foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang arteri
serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu
arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada
tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:
arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan

30
bagian medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-
cabang menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian
lainnya. Cabang- cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak
dan juga saling berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.4

Gambar 2.1 Pembuluh Darah di Otak


Untuk menjamin pemberian darah ke otak, ada sekurang-kurangnya 3
sistem kolateral antara sistem karotis dan sitem vertebral, yaitu: Sirkulus
Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan
kedua arteri serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan
arteri komunikans posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan
posterior) kanan dan kiri. Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbita, masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri
maksilaris eksterna. Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis
ekterna (pembuluh darah ekstrakranial). Selain itu masih terdapat lagi
hubungan antara cabang-cabang arteri tersebut, sehingga menurut Buskrik
tak ada arteri ujung (true end arteries) dalam jaringan otak. Darah vena
dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena
eksterna yang terletak dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah
ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya
melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung. 4

31
Gambar 2.1 Pembuluh Darah di Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak.
Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks
serebri (lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior).
Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer
dominan. Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan
pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). 5
Lobus parietalis berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi
sensorik. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Lobus
occipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang
otak terdiri dari mesensefalon, pons dan medula oblongata. Mesensefalon dan
pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata berada pusat vital
kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medula spinalis di
bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula
spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.5
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi.
Fungsi dari otak sebagai pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak

32
kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang
merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ. 5

Gambar 2.2 Bagian Otak dan Fungsi Otak


Di dalam otak terdapat empat ruang yang penuh berisi cairan,
dinamakan ventrikel, yang membentang ke dalam berbagai bagian otak
dengan bentuk yang agak tidak beraturan. Perluasannya ke dalam lobus-
lobus cerebrum disebut tanduk (horn = cornu). Pasangan ventrikel ini
berhubungan dengan ruang garis tengah, yaitu ventrikel ketiga (tertius),
melalui pintu yang dinamakan foramina. Pada setiap sisinya ventrikel ketiga
dibatasi oleh dua bagian thalamus, sementara bagian dasarnya ditempati
oleh hipothalamus. Dari ventrikel ketiga terus ke bawah, ada saluran kecil
bernama aqueduct cerebral, memanjang melalui midbrain sampai pada
ventrikel keempat (qadratus). Yang terakhir ini berlanjut dengan canalis
centralis / neuralis pada sumsum tulang belakang.1
Cerebro Spinal Fluid (CSF) ialah cairan bening yang dibentuk dalam
ventrikel otak, sebagian besar oleh jaringan vascular yang disebut dengan
choroid plexuses. Fungsi CSF adalah untuk menggoncang bantalan yang
akan melukai bangunan lunak sistem saraf sentral (SSS). Cairan ini juga
membawa zat makanan pada sel dan memindahkan limbah dari sel.
Normalnya CSF mengalir secara bebas dari satu ventrikel ke ventrikel
lainnya dan pada akhirnya keluar ke dalam ruangan subarachnoid yang
mengitari otak dan sumsum tulang belakang. Sebagian besar cairan ini

33
dikembalikan pada darah di dalam sinus venosus melalui proyeksi yang
dinamakan dengan arachnoid villi. 1
Nervus Craniales
I. Saraf olfactory membawa dorongan membau dari reseptor di dalam
mukosa hidung menuju otak.
II. Saraf optik membawa dorongan visual dari mata menuju ke otak.
III. Saraf oculomotor berkaitan dengan sebagian besar kontraksi otot mata.
IV. Saraf trochlear memasok satu otot bola mata.
V. Saraf trigeminal merupakan saraf sensoris yang terbesar dari muka dan
kepala, mempunyai tiga cabang yang membawa dorongan mera sakan
secara umum (misalnya rasa sakit, meraba, suhu) dari muka menuju otak.
Cabang ketiga disambungkan oleh serat motoris pada otot mengunyah.
VI. Saraf abducens ialah saraf lainnya, yang mengirim dorongan yang
mengontrol pada otot bola mata.
VII. Saraf fasialis sebagian besar merupakan motorik.
Nervus fasialis merupakan saraf cranial terpanjang yang berjalan di
dalam tulang. Nervus ini terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Serabut motorik, mempersarafi m.stapedius dan venter posterior
m.digastrikus, serta otot wajah, kecuali m.levator palpebra superior.
b. Serabut sensoris, mempersarafi 2/3 anterior lidah untuk mengecap,
melalui n.korda timpani.
c. Serabut parasimpatis, mempersarafi glandula lakrimalis, glandula
submandibula dan glandula lingualis.
d. Saraf vestibulocholear berisi serat sensoris khusus untuk
mendengar seperti halnya untuk keseimbangan dari saluran
semisirkular telinga bagian dalam.
e. Saraf glossopharyngeal berisi serat sensoris umum dari belakang
lidah dan pharynx (tenggorokan). Saraf ini juga berisi serat sensoris
untuk merasakan dari posterior ketiga lidah, serat pembu angan
yang memasok sebagian besar kelenjar ludah (parotid) dan serat
saraf motor untuk mengontrol otot menelan di dalam pharynx.

34
f. Saraf vagus merupakan saraf kranial yang terpanjang yang mema-
sok sebagian besar organ di dalam rongga perut dan dada. Saraf ini
juga berisi serat motor bagi kelenjar yang menghasilkan getah
pencernaan dan pembuangan lainnya.
g. Saraf accesory (formerly disebut spinal accesory nerve) terbu at
dari serat saraf motor yang mengontrol dua otot leher, yaitu
trapezius dan sternocleidomastoid.
h. Saraf hypoglossal saraf kranial terakhir membawa dorongan-
dorongan yang mengontrol lidah.6
Susunan neuromuskular tersusun atas Upper Motor Neuron (UMN)
dan Lower Motor Neuron (LMN). UMN merupakan kumpulan saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks serebri
sampai motorik saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula
spinalis. Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN
dibagi dalam susunan piramidal dan ekstrapiramidal. Susunan piramidal
merupakan semua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara
langsung ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok
UMN. Melalui aksonnya neuron korteks motorik menghubungi
metoneuron yang membentuk inti motorik saraf kranial dan motorneuron di
kornu anterior medula spinalis. Akson-akson tersebut membentuk jaras
kortikobulbar dan kortikospinal. Serabut saraf yang bersinaps dengan nervus
kranialis membentuk traktus kortikobulbar. Sedangkan serabut saraf yang
bersinaps dengan nervus spinalis mengirim informasi untuk pergerakan
volunter ke otot skelet membentuk traktus kortikospinal. 2
- Traktus kortikospinal
Serabut yang berasal dari korteks motorik akan berjalan secara
konvergen melalui corona radiata massa putih serebri menuju tungkai
posterior capsula interna. Lalu berkumpul merapat dalam susunan
somatotropik dan memasuki bagian tengah pedunculus otak tengah. Serat-
serat yang merupakan berkas padat berjalan turun ke bawah di tengah pons
dan kemudian muncul melewati piramid. Dari bagian ventral medula

35
oblongata, serabut saraf kortikospinal terlihat seperti gambaran piramid.
Inilah yang menyebabkan penamaan traktuspiramidalis. 2
Pada piramid di daerah inferior dari medula, 85-90 % serabut saraf
kortikospinal menyilang ke sisi lain dari otak melalui garis tengah
(decusasio piramidalis). Disebut traktus kortikospinal lateralis atau traktus
piramidalis lateralis. Sisanya 10-15% terus berjalan ipsilateral dalam
funiculus anterior. Karena berjalan turun sepanjang sisi korda spinalis,
serabut saraf yang tidak menyilang yang bersinaps dengan nervus spinalis
pada sisi ipsilateral dari tubuh disebut traktus piramidalis direk. Juga
disebut traktus piramidalis ventralis atau traktus kortikospinal anterior
sebab mereka berjalan turun melalui aspek ventral dari korda spinalis. 2
Traktus kortikospinal menstimulasi motor neuron pada medulla
spinalis yang bertugas menggerakkan otot-otot aksial tubuh, tangan dan
tungkai. Traktus kortikospinal lateral berakhir di motor neuron yang
bekerja untuk pergerakkan sebagian besar segmen distal tangan dan
tungkai. Sedangkan traktus kortikospinal medial berakhir di motor neuron
untuk pergerakkan otot aksial tubuh dan segmen proksimal tangan dan
tungkai. Nervus spinalis hanya menerima inervasi kontralateral dari traktus
kortikospinalis. Ini berarti lesi traktus piramidalis unilateral di atas titik
persilangan pada piramid akan menyebabkan paralisis otot yang
dipersarafi nervus spinalis di sisi berlawanan dari tubuh. Sebagai contoh,
lesi di sisi kiri traktus piramidalis di atas titik persilangan dapat
menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh.
- Traktus Kortikobulbar.2
Traktus kortikobulbar membawa pesan motorik yang paling
penting untuk bicara dan menelan.Akson kortikobulbar dari korteks berjalan
turun diantara ikatan dari kapsula interna. Serabut traktus kortikobulbar
meninggalkan traktus piramidalis pada daerah otak tengah dan melakukan
perjalanan ke arah dorsal. Di dalam perjalanannya menuju nukleus saraf
otak, ada beberapa serabut saraf yang menyilang sedangkan sisanya tetap
berjalan ipsilateral. Nukleus yang terlibat adalah saraf otak yang

36
mengontrolpersarafan volunter otot wajah dan mulut, NV, NVII (keluar dari
pons), NIX, NX, NXI dan NXII (keluar dari medullaoblongata).
Hampir semua nervus kranialis menerima inervasi bilateral dari
serabut saraf traktus piramidalis. Ini berarti bahwa keduanya, yakni
anggota kanan dan kiri dari sepasang nervus kranialis diinervasi oleh
daerah korteks motorik hemisfer kanan dan kiri. Sehingga jika ada lesi
unilateral dari traktus piramidalis, kedua sisi tubuh tetap menerima pesan
motorik dari korteks. Pesan untuk pergerakan ini mungkin tidak sekuat
sebelumnya tapi tidak akan menyebabkan paralisis. 2
Dua pengecualian untuk pola ini adalah fungsi NXII yang
menginervasi pergerakan lidah dan bagian dari NVII yang menginervasi
otot muka bagian bawah. Mereka hanya menerima inervasi kontralateral
dari traktus piramidalis. Ini berarti mereka menerima informasi hanya dari
serabut saraf di sisi berlawanan dari otak. Oleh sebab itu, lesi unilateral
upper motor neuron dapat menyebabkan „facial drop’ unilateral atau
masalah dengan pergerakan lidah di sisi berlawanan dari tubuh. Sebagai
contoh, lesi di serabut saraf kiri traktus piramidalis menyebabkan „facial
drop’ sisi kanan dan kesulitan gerak sisi kanan lidah. 2
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi
terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk
memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri
yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk
membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah
sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup bila
tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik
menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi

37
pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara
50-150 mmHg). 4
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di
antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh terhadap
diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun,
serta suasana jaringan yang asam (pH rendah), menyebabkan vasodilatasi,
sebaliknya bila tekanan darah parsial CO2 turun, PO2 naik, atau suasana pH
tinggi, maka terjadi vasokonstriksi. Viskositas/kekentalan darah yang
tinggi mengurangi ADO. Sedangkan koagulobilitas yang besar juga
memudahkan terjadinya trombosis, aliran darah lambat, akibat ADO
menurun. 4.
Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan
kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta gangguan dalam
pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke. 3

2.2. Stroke
2.2.1 Definisi stroke
Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal atau global
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat
disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.
Secara umum, stroke digunakan sebagai sinonim Cerebro Vascular
Disease (CVD) dan kurikulum Inti Pendidikan Dokter di Indonesia (KIPDI)
mengistilahkan stroke sebagai penyakit akibat gangguan peredaran darah
otak. Stroke atau gangguan aliran darah di otak disebut juga sebagai
serangan otak (brain attack), merupakan penyebab cacat (disabilitas,
invaliditas). 7

38
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,
lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke
sekunder karena trauma maupun infeksi.7,8
Stroke dikenal dengan istilah cerebrovascular accident atau brain
attack merupakan kerusakan mendadak pada peredaran darah otak dalam
satu pembuluh darah atau lebih. Serangan stroke akan mengganggu dan atau
mengurangi pasokan oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan yang
serius atau nekrosis pada jaringan otak. 9

2.2.2 Epidemiologi Stroke


Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung
dan keganasan. Stroke diderita oleh ± 200 orang per 100.000 penduduk per
tahunnya.10
Di negara berkembang, insinden stroke meningkat. Di China, 1,3 juta
orang mengalami stroke setiap tahunnya dan 75% mengalami disabilitas. 11
Di Indonesia, penyebab kematian utama pada semua umur adalah
stroke (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera
(6,5%). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan
sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga
kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai
di Nanggroe Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di
Papua (3,8 per 1.000 penduduk). 12

2.2.3. Faktor Risiko


Berbagai faktor resiko berperan bagi terjadinya stroke antara lain: 13
a. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi, yaitu:
1. Kelainan pembuluh darah otak, biasanya merupakan kelainan bawaan.
Pembuluh darah yang tidak normal tersebut dapat pecah atau robek
sehingga menimbulkan perdarahan otak.

39
2. Jenis kelamin dan penuaan, pria berusia 65 tahun memiliki resiko
terkena stroke iskemik ataupun perdarahan intraserebrum lebih tinggi
sekitar 20 % daripada wanita. Resiko terkena stroke meningkat sejak
usia 45 tahun. Setelah mencapai 50 tahun, setiap penambahan usia 3
tahun meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%, dengan
peningkatan bertambah seiring usia terutama pada pasien yang berusia
lebih dari 64 tahun dimana pada usia ini 75% stroke ditemukan.
3. Riwayat keluarga sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke.
Namun gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke
misalnya hipertensi, penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh
darah.
4. Ras
Di Amerika Serikat, insidens stroke lebih tinggi pada populasi kulit
hitam daripada populasi kulit putih. Lelaki negro memiliki insidens 93
per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian mencapai 51% sedang pada
wanita negro memiliki insidens 79 per 100.000 jiwa dengan tingkat
kematian 39,2%. Lelaki kulit putih memiliki insidens 62,8 per 100.000
jiwa dengan tingkat kematian mencapai 26,3% sedang pada wanita kulit
putih memiliki insidens 59 per 100.000 jiwa dengan tingkat kematian
39,2%.7
b. Faktor resiko yang dapat di modifikasi yaitu: 13
1. Hipertensi, merupakan faktor resiko utama bagi terjadinya trombosis
infark cerebral dan perdarahan intrakranial. Hipertensi mengakibatkan
pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya
pembuluh darah otak menimbulkan perdarahan otak, dan apabila
pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak terganggu
mengakibatkan sel-sel otak mengalami kematian. Usia 30 tahun
merupakan kewaspadaan terhadap munculnya hipertensi, makin lanjut
usia seseorang makin tinggi kemungkinan terjadinya hipertensi.
2.Penyakit jantung, beberapa penyakit jantung berpotensi menyebabkan
stroke dikemudian hari antara lain penyakit jantung rematik, penyakit

40
jantung koroner, dan gangguan irama jantung. Faktor resiko ini
umumnya menimbulkan sumbatan/hambatan darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang mati ke
dalam aliran darah. Munculnya penyakit jantung dapat disebabkan
oleh hipertensi, diabetes mellitus, obesitas ataupun
hiperkolesterolemia.
3. Diabetes mellitus, penyakit diabetes mellitus menyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar dan akhirnya
mengganggu kelancaran aliran darah otak dan menimbulkan infark
pada otak.
4. Hiperkolesterolemia, tingginya kadar kolesterol dalam darah terutama
LDL merupakan faktor resiko penting untuk terjadinya aterosklerosis.
5. Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung
sehingga obesitas mungkin menjadi faktor resiko sekunder bagi
terjadinya stroke.
6. Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen, peningkatan ini
akan mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah
dan peningkatan viskositas darah sehingga memudahkan terjadinya
aterosklerosis. 13
2.2.4. Etiologi
1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan ekstraserebral (perdarahan subaraknoid)
2. Stroke non hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
a. Trombosis serebri
b. Emboli serebri
c. Hipoperfusi sistemik
 Trombosis
Trombosis pada arteri serebri yang memasok darah ke dalam otak
atau trombosis pembuluh darah intrakranial yang menyumbat aliran
darah. Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada

41
pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan
pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah
titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi
dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan risiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi
plak), dan perlengketan platelet. 14
 Emboli
Akibat pembentukan trombus di luar otak, seperti di dalam jantung,
aorta, atau arteri karotis kominis. Sumber embolisasi dapat terletak
di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat juga di jantung
dan sistem vaskuler sistemik. Emboli dapat berasal dari jantung,
arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided circulation (emboli
paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah
trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup
buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85% di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.14
2.2.5 Klasifikasi Stroke
Stroke dapat dibagi dua kelompok besar yaitu: 15,16
 Stroke Iskemik (Stroke Non-Hemoragik)
Terganggunya sel neuron dan glia karena kekurangan darah akibat
sumbatan arteri pada otak atau akibat perfusi otak yang inadekuat.
Sumbatan dapat dibedakan oleh 2 keadaan yaitu:
Berdasarkan kausal
a. Trombosis dengan gambaran defisit neurologis dapat memberat dalam
24 jam pertama atau lebih

42
b. Emboli dengan gambaran defisit neurologi pertama kali muncul
sangat berat, biasanya sering timbul saat beraktifitas. Penderita
embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus
dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah
perwujudan dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat
mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan
menyumbat bagian – bagian yang sempit. Tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria cerebri media, terutama
bagian atas.
Berdasarkan manifestasi klinis menurut ESO Excecutive Committee
dan ESO Writing Committee:
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala defisit neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam.
TIA menyebabkan penurunan jangka pendek dalam aliran darah
ke suatu bagian dari otak. TIA biasanya berlangsung selama 10-
30 menit.
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND) Gejala deficit
neurologi yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama
dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari 7 hari
c. Progressive Stroke
Kelainan atau defisit neurologi yang berlangsung secara
bertahap dari yang ringan sampai yang kelamaan bertambah
berat.
d. Completed Stroke
Kelainan neurologi sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

 Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena
adanya perdarahan suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak
dan gangguan fungsi saraf.

43
a. Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar
setengah dari jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit
kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada orang tua, sakit
kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan,
hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi
bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat
menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat
terjadi dalam beberapa detik untuk menit
b. Subaraknoid

Sebelum robek, aneurisma biasanya tidak menimbulkan gejala


kecuali menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil
darah, biasanya sebelum pecah besar (yang menyebabkan sakit
kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah
(kadang-kadang disebut sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu
sebelum pecahnya aneurisma. Individu harus melaporkan
setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala,
tiba-tiba parah dan mencapai puncak dalam beberapa detik.
Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat.
Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum
mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam

44
koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa
bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan
menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit
untuk dibangunkan. Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan
serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan jaringan yang
menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta
sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri
pinggang.
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang
mengindikasikan kerusakan pada bagian tertentu dari otak,
seperti berikut:
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling
umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen
dalam beberapa menit atau jam. Demam adalah gejala
umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah
perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa
masalah serius lainnya, seperti:
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari
perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku
dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan
serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak.
Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan
tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan
menyebabkan gejala seperti sakit kepala, mengantuk,
kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah
pendarahan itu, arteri di otak dapat berkontraksi,

45
membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak
tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati,
seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat
menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik,
seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi
tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa,
vertigo, dan koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi,
biasanya dalam seminggu.

Tabel 2.1 Beda klinis stroke infark dan perdarahan 15,16


Gejala atau pemeriksaan Infark otak Perdarahan intra serebral
Gejala yang mendahului TIA (+) TIA (-)
Beraktivitas/istirahat Istirahat, tidur atau segera Sering pada waktu aktifitas
setelah bangun tidur
Nyeri kepala dan muntah Jarang Sangat sering dan hebat
Penurunan kesadaran Jarang Sering
waktu onset
Hipertensi Sedang, normotensi Berat, kadang-kadang
sedang
Rangsangan meningen Tidak ada Ada
Defisit neurologis fokal Sering kelumpuhan dan Defisit neurologik cepat
gangguan fungsi mental terjadi
CT-Scan kepala Terdapat area hipodensitas Massa intrakranial dengan
area hiperdensitas
Angiografi Dapat dijumpai gambaran Dapat dijumpai aneurisma,
penyumbatan, penyempitan AVM, massa intrahemisfer
dan vaskulitis atau vasospasme

Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah


servikokranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh berbagai faktor seperti

46
aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik. Aterotrombosis
terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga
mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang
terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak
aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal
dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung
pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena. 17,18
Stroke iskemik menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang
menyebabkan kematian sel. Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan
pada pembuluh darah serviko-kranial atau hipoperfusi jaringan otak oleh
berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan
hemodinamik. Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah
kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau
percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan
pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah
pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul
tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena. 19

2.2.6 Manifestasi Klinis


 Pada Stroke Non-Haemoragik
 Sering terjadi pada bangun pagi/waktu istirahat
 Ada Riwayat TIA
 Tidak nyeri kepala, kejang,
 Tidak muntah,
 Biasanya kesadaran normal
 Tidak ada gejala meningeal
Membedakan Trombosis dan Emboli
 Trombosis :
- Sering terjadi pada bangun pagi.
- Sering terjadi pada usia lanjut
 Emboli :

47
- Kejadian mendadak dgn gejala yg menetap
- Sering bersumber pada penyakit jantung
- Sering pada usia muda
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala
tersebut adalah:
a. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan
(disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
b. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol.
- Gangguan mental
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
- Bisa terjadi kejang-kejang.
c. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih
ringan. Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia)
d. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasiliar
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ektremitas
- Meningkatnya refleks tendon
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
- Gejala-gejala sereblum seperti tremor dan kepala berputar (vertigo)
- Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)

48
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran
secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat,
kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata,
kebutaan setengah lapangan pandang pada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
- Gangguan pendengaran
- Rasa kaku di wajah, mulut dan lidah.
e. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Ketidakmampuan membaca (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
f. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia
dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah ketidakmampuan untuk
berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri,
sementara kemampuannya untuk mengerti bicara orang lain tetap baik.
Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan
orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar,
walau sebagian diantaranya tidak memiliki arti, tergantung dari luasnya
kerusakan otak.
Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan
otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada secara kongenital),
yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat
membaca huruf. Lateral alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf,

49
tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan keduanya
disebut Global alexia.
Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya
kerusakan otak.Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan
mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah
sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan,
melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan
gerakan-gerakan tertentu. Kelainan ini sering bersamaan dengan Agnosia
jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh
sementara penderita tidak boleh melihat jarinya).
Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya
kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan
dengan ruang.Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah
laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari hemisphere
dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada
trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca operasi
pengangkatan massa di otak.Dementia adalah hilangnya fungsi.
 Pada Stroke Haemoragik /Stroke Perdarahan
 Serangan pada saat aktif
 Nyeri Kepala yang hebat
 Muntah
 Kaku duduk Gangguan Kesadaran
 Perdarahan retina
 Kejang-kejang
 Gangguan gerakan Bola Mata
 Funduskopi: Papil edema
1. Perdarahan intraserebral

50
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus
stroke, terdiri dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan
serebelum.
Gejala klinis :
 Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu
melakukan aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal
berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,
muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan
epistaksis.
 Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
 Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral,
refleks pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.
 Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial
(TTIK), misalnya papiledema dan perdarahan subhialoid.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi
perdarahan di ruang subarakhnoid yang timbul secara primer. 20,21
Gejala klinis :
 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak,
dramatis, berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah
terangsang, gelisah dan kejang.
 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar
dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
 Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan
gejala karakteristik perdarahan subarakhnoid.
 Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi,
hipotensi atau hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat,
atau gangguan pernafasan.20,21

51
2.2.7 Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas hasil:
a. Penemuan Klinis
 Anamnesis
Terutama terjadinya keluhan/gejala defisit neurologik yang mendadak.
Tanpa trauma kepala, dan adanya faktor risiko stroke.
 Pemeriksaan Fisik
Adanya defisit neurologik fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnya.
 Pemeriksaan tambahan/Laboratorium
 Pemeriksaan Neuro-Radiologik
Computerized Tomography Scanning (CT-Scan), sangat membantu
diagnosis dan membedakannya dengan perdarahan terutama pada
fase akut. Angiografi serebral (karotis atau vertebral) untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang pembuluh darah yang
terganggu, atau bila scan tak jelas. Pemeriksaan likuor
serebrospinalis, seringkali dapat membantu membedakan infark,
perdarahan otak, baik perdarahan intraserebral (PIS) maupun
perdarahan subarakhnoid (PSA).
Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan untuk menemukan faktor resiko, seperti: pemeriksaan
darah rutin (Hb, hematokrit, leukosit, eritrosit), hitung jenis dan
bila perlu gambaran darah. Komponen kimia darah, gas, elektrolit,
Doppler, Elektrokardiografi (EKG). 22

Algoritma dan Penilaian Dengan Skor Stroke


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan:
Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
A. Nyeri kepala
B. Penurunan Kesadaran

52
C. Refleks Babinski
Intepretasi
- 3 atau 2 ada , stroke hemorrhagic (SH)
- 1 ada. A ada SH, B ada SH, C ada Stroke non hemoragik (SNH)

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Rumus = (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x
tekanan darah diastolik) – [(3 x atheroma) – 12]
Keterangan :
- Kesadaran: Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
- Muntah: tidak = 0; ya = 1
- Sakit kepala: tidak = 0 ; ya = 1
- Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0; 1 atau lebih tanda ateroma =
1(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten
Hasil:
SSS > 1 = Stroke hemoragik
SSS -1 sampai 1 = Konfirmasi dengan pemeriksaan penunjang
SSS <-1 = Stroke non hemoragik
Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran
dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat
menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan
yang memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat
pula menunjukkan penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes,
gangguan ginjal). Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan
kemungkinan koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna jika digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan. Biomarker
jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke dengan

53
penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan adanya
hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk dari
stroke. 22

Gambaran Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
1.
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non
hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin.
Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan
distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses). 23

Gambar 2.3 CT Scan pada stroke non hemoragik

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah
hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di otak.
Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak
maka diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya
stroke. Tanda lain terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya
insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi MCA), asimetris
sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter. 23

54
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region
otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya
iskemik di daerah tersebut. 23
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari
pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense. 23
b. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan
oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini
dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak
sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI
memiliki banyak kegunaan untuk pada stroke akut.23

Gambar 2.4 Gambaran MR Angiografi


c. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika
dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna
untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut
termasuk di antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri

55
vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan
pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan
untuk mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini
juga lebih akurat untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri.
Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi kelainan
jantung adalah EKG dan foto thoraks.23

2.2.8 Penatalaksanaan
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk
menstabilkan pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk
diantaranya pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu
60 menit setelah pasien tiba.
Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat
atau paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) maka pemberian induksi
dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.
b. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik kristaloid atau koloid 1500-
2000 ml dan elektrolit sesuai dengan kebutuhan hindari cairan
mengandung glukosa dan isotonic.Pemberian nutria per oral jika
fungsi menelanya baik.jika fungsi menelannya terganggu sebaiknya
dianjrkan melalui selang nasogastrik.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada
trombolisis.Pasien dengan normoglokemik tidak boleh diberikan
cairan intravena yang mengandung glukosa dalam jumlah besar
karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu iskemik
serebral eksaserbasi.Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara

56
ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai
adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus
dilanjutkan hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya
hipoglikemi akibat pemberian insulin.
d. Kadar glukosa darah >150 mg/dl harus dikoreksi sampai batas gula
darah sewaktu 15 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia diatasi dengan dextrose 40% iv
sampaoi kembali normal dan di cari penyebabnya.
e. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih
maksimal jika pasien dalam pasien supinasi.Sayangnya, berbaring
telentang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial
padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena
itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan
sekitar 30-45 derajat.
f. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau
peningkatan TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan
vasoregulator sehingga hanya bergantung pada maen arterial pressure
(MAP) dan cardiac output (CO) untuk mempertahankan aliran darah
otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk menurunkan tekanan darah
dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang nantinya akan semakin
memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa pemberian terapi
anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah yang
ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120
mmHg) atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi
trombolitik. Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah
pada pasien stroke non hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien
tidak direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik, tekanan
darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah diastolik
kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-

57
diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi)
dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani. 24
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik
antara 120-140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg
IV selama 1-2 menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan
atau diulang setiap 10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg.
Sebagai alternatif dapat diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal)
yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan menambahkan
2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15 mg/jam.
Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV
via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah
berkurang 10-15 persen.14 Pada pasien yang akan mendapatkan terapi
trombolitik, TD sistolik lebih 185 mmHg, dan diastolik lebih dari 110
mmHg maka dibutuhkan antihipertensi. Pengawasan dan pengontrolan
tekanan darah selama dan setelah pemberian trombolitik agar tidak terjadi
komplikasi perdarahan.Preparat antihipertensi yang dapat diberikan adalah
labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat diulang satu kali).
Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine infuse 5 mg/jam
yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam. 24
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah
harus diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit
selama 6 jam berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target
terapi adalah tekanan darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk
mengontrol tekanan darah selama opname maka agen berikut dapat
diberikan.25
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama
10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse
hingga 2-8 mg/menit. 25

58
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam
hingga dosis maksimal 15mg/jam. 25
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena
dapat menyebabkan hipotensi ekstrim. 25
g. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam
karena hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat
menyebabkan trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen
menunjukkan bahwa hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai
neuroprotektor. 25
h. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non
hemoragik dan mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke.
Hiperventilasi dan pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi
tekanan intrakranial dengan cepat 25
i. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah
onset. Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan
terhadap sekuel kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap
direkomendasikan25

2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim
proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein
pembekuan lainnya.25
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders
and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih
dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)

59
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya
diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati
pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.Efek samping dari rt-PA
ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%.Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA
pada tahun 1996.25
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute
Stroke Study (ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg
(maksimal 100 mg) diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
setelah onset. Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi
secara keseluruhan hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang
menguntungkan. Tetapi pada penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien
menggunakan dosis 0,9 mg/kg diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam
sesudah onset. Hasilnya lebih sedikit pasien yang meninggal atau cacat
dengan pemberian rt-PA dan perdarahan intraserebral dijumpai sebesar
8,8%.Tetapi rt-PA belum mendapat ijin untuk digunakan di Eropa.25
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw
dkk mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam
skala besar sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang
jelas.Lagi pula jendela waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan
secara objektif belum terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang
penelitian dari The Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study
Group (MAST-E) dengan menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam
waktu satu jam. Jendela waktu 6 jam setelah onset, ternyata meningkatkan
mortalitas. Sehingga penggunaan streptokinase untuk stroke iskemik akut
tidak dianjurkan25.
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan

60
penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri
karotisdan infark serebral akibat kardioemboli.Pada keadaan yang terakhir
ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian
heparin tersebut 25
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal.Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari,
tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan
gastrointestinal. 25
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir.Normal terdapat
pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam
proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi
ringan.Heparin melepas lipoprotein lipase.Dimetabolisir di hati, ekskresi
lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau
infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50
mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis
disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit,
dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi:
sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal.Akan tetapi kemungkinan perlu
diberi protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir.
Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg
heparin (100 unit). 25
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit,
peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini
menimbulkan gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat

61
yang mempengaruhi hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan
oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit,
menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar fibrinogen plasma.
Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas
darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200
mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset. 25
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti
thromboxane A2.Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke.
Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari
samapi 1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
Suatu penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari
dikombinasi dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang
efikasius.Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi,
konsentrasi di otak rendah.Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi
tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half
time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid
dan glycine).Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85 persen dari obat
yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang
merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye. 25
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara
lain adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal
ini memungkinkan platelet untuk menghasilkan12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid –
oksigenase).Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah

62
aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis
rendah aspirin.25
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg
(belakangan ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak
pembentukan agregasi platelet.Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa
aspirin tidak efektif untuk wanita.14

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi bervariasi menurut intensitas dan tipe stroke, yaitu:26
- Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol
vasomotor)
- Edema serebral
- Ketidakseimbangan cairan
- Kerusakan sensorik
- Infeksi seperti pneumonia
- Perubahan tingkat kesadaran
- Aspirasi
- Kontraktur
- Emboli paru
- Kematian

2.2.10 Prognosis
Usia pasien, penyebab stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan
juga mempengaruhi prognosis. Secara keseluruhan, kurang dari 80%
pasien dengan stroke bertahan selama paling sedikit 1 bulan, dan
didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar 35%.
Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana
biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar
satu setengah sampai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara
sekitar 15% memerlukan perawatan institusional.27

63
2.2.11 Hubungan Dislipidemia Dan Stroke
Dislipidemia merupakan kelainan atau gangguan pada kadar lemak
dalam darah. Gangguan tersebut berupa kenaikan kadar kolestrol total,
LDL-C, kenaikan trigliserida serta penurunan HDL-C akan menimbulkan
terjadinya atherosklerosis. Atherosklerosis terjadi karena adanya
kerusakan endotel pembuluh darah dan mengakibatkan perubahan
permeabilitas endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel dalam kasus
adanya dislipidemia karena terjadi cedera toksik pada endotel dengan
adanya kerusakan endotel faktor pertumbuhan (growth factor) akan
dilepaskan dan akan merangsang masuknya monosit dan lipid beserta
komponenya masuk ke dalam endotel pembuluh darah. Monosit yang
terangsang tadi akan menyusup diantara sel endotel dan mengambil posisi
subendotel. Di subendotel monosit akan berubah menjadi makrofag.
Makrofag sendiri berfungsi memakan dan membersihkan lipid dan
komponenya yang sudah teroksidasi melalui scavenger receptor.
Scavenger receptor inilah yang akan menyebabkan terjadinya
pembentukan sel busa (foam cell) dan sebagai cikal bakal terbentuknya
fatty streak.
Fatty streak merupakan penumpukan lipid di subintima pembuluh
darah yang merupakan lesi awal dari atherosklerosis dan menjadi plak
fibrosa. Plak yang matang akan mengalami ruptur dan merusak pembuluh
darah. Rupturnya plak fibrosa akan merangsang adhesi, aktivasi dan
agregasi trombosit. Proses agregasi trombosit meningkatkan terjadinya
koagulasi darah dan menyebabkan timbulnya pembentukan trombus.
Trombus yang terbentuk akan menyumbat percabangan pembuluh
darah di serebral. Jika pembentukan trombus terjadi di luar pembuluh
darah serebral (ekstrakranial) dan terlepas yang dinamakan emboli akan
menyumbat pembuluh darah di serebral. Penyumbatan pembuluh darah di
serebral menyebabkan suplai oksigen ke serebral menjadi berkurang.
Berkurangnya suplai oksigen ke serebral menjadi berkurang.
Berkurangnya suplai oksigen ke serebral akan meningkatkan sistem

64
kolateral mengkompensasinya. Jika kompensasi tersebut tidak dapat
terlaksana akan menyebabkan penyakit serebral yang mendadak yaitu
stroke.
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan endotel
pembuluh darah dan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah
terhadap lipoprotein, sehingga dapat mempercepat terjadinya proses
aterosklerosis. Lesi ateroma dapat menjadi sangat rapuh, sehingga jika
tekanan darah seseorang tinggi, maka lesi ateroma dapat lepas dan menjadi
aterotrombus yang akan menyumbat pembuluh darah distal dari lokasi
pembuluh yang mengalami aterosklerosis.

65
BAB III
ANALISIS KASUS

Penderita dirawat di bangsal saraf RSUD Palembang BARI karena sukar


berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri yang terjadi
secara tiba-tiba. Hal ini mengarahkan terjadinya stroke, stroke menurut WHO
(World Health Organisation) adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat
akibat gangguan otak fokal atau global dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke dengan defisit neurologik yang
terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak.
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, saat sedang istirahat tiba-tiba
penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri tanpa disertai
kehilangan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala dan
tidak disertai mual muntah, tanpa disertai kejang, tanpa disertai gangguan rasa
pada sisi yang lemah, tanpa disertai gangguan rasa baal, nyeri, kesemutan, dll
pada sisi yang lemah. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan sama
berat. Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan kanan. Penderita masih
dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan dan isyarat. Penderita
masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang diungkapkan secara lisan, tulisan,
dan isyarat. Saat berbicara mulut penderita dan berbicara pelo belum dapat dinilai.
Kelumpuhan yang terjadi tiba-tiba saat penderita istirahat mengarahkan
pada kemungkinan stroke yang disebabkan karena trombosis serebri. Stroke yang
disebabkan trombosis serebri umumnya terjadi waktu bangun tidur atau saat
istirahat sedangkan stroke yang disebabkan oleh emboli serebri atau perdarahan
terjadi saat beraktivitas dan pada siang hari. Keluhan tanpa disertai kehilangan
kesadaran menunjukkan tidak terdapat lesi di area Formasio retikularis yang
mengatur kesadaran manusia karena sistem ARAS (Ascending Reticular
Activating System) yang mengatur pertahanan kesadaran tersebut terletak di
daerah formasio retikularis. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala dan

66
tidak disertai mual muntah, hal ini menyingkirkan kemungkinan stroke yang
disebabkan oleh perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid, pada
stroke hemoragik terutama yang disebabkan oleh perdarahan subarakhnoid
terdapat manifestasi nyeri kepala mendadak, dengan intensitas maksimal dalam
waktu segera atau menit dan berlangsung selama beberapa jam sampai hari. Pada
stroke yang disebabkan oleh perdarahan akan terjadi peningkatan tekanan
intrakranial hingga dapat menyebabkan mual muntah proyektil. Tanpa disertai
kejang, mengarahkan pada letak lesi tidak terdapat di korteks serebri, karena pada
lesi yang terletak di korteks serebri bisa terdapat kejang. Kelemahan pada lengan
kanan dan tungkai kiri dirasakan sama berat. Letak lesi pada kasus ini terletak di
kapsula interna, karena lesi terletak di kapsula interna yang menunjukan adanya
defisit motorik sama berat. Sehari hari penderita bekerja menggunakan tangan
kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan, tulisan
dan isyarat. Penderita masih dapat mengerti isi pikiran orang lain yang
diungkapkan secara lisan, tulisan, dan isyarat. Saat berbicara mulut penderita dan
berbicara pelo belum dapat dinilai. Sehari hari penderita bekerja menggunakan
tangan kanan. Hal ini menunjukkan bahwa hemisfer cerebri dextra lebih dominan
digunakan. . Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya secara lisan,
tulisan dan isyarat. Pada kasus ini terjadi lesi yang mengenai area Broca. Area
Broca terdapat di hemisferium dominan dan apabila aliran darah ke area Broca
terganggu maka penderita akan mengalami afasia motorik
Saat serangan penderita tidak mengalami jantung yang berdebar-debar
disertai sesak napas. Penderita mengeluh sakit kepala bagian belakang yang hilang
timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak pernah
mengalami koreng di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri.
Penderita tidak pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak
nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang
panjang. Penderita tidak pernah mengalami keguguran pada usia kehamilan lebih
dari 16 minggu. Penderita memiliki riwayat darah tinggi ada sejak ± 2 tahun yang
lalu, tidak terkontrol, trauma tidak ada, kencing manis tidak ada. Riwayat sakit
jantung tidak ada dan riwayat merokok tidak ada.

67
Hal ini menyingkirkan adanya penyakit jantung yang merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya stroke. Hal ini juga dapat menyingkirkan kemungkinan
stroke yang terjadi pada kasus disebabkan oleh emboli serebri, karena pada
emboli serebri terjadi akibat adanya emboli dari jantung atau arteri ekstrakranial
terbawa ke dalam aliran darah serebral dan kemudian terperangkap di dalam arteri
serebri media atau percabangannya. Emboli sering terjadi pada saat serangan
fibrilasi atrium. Penderita sering mengeluh sakit kepala bagian belakang yang
timbul pada pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita diketahui
menderita hipertensi sejak 2 tahun yang lalu dan tidak terkontrol. Riwayat
penyakit tersebut merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke pada
penderita. Hipertensi memicu proses aterosklerosis yang dikarenakan tekanan
darah tinggi. Akibatnya mendorong Low Density Lipoprotein (LDL) kolestrol
untuk lebih mudah masuk ke dalam intima lumen pembuluh darah dan
menurunkan elastisitas pembuluh darah. Penderita tidak pernah mengalami koreng
di kemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak
pernah mengalami bercak merah di kulit yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh
sendiri. Hal ini menyingkirkan sifilis sebagai faktor memperberat stroke karena
manifestasi klinis sifilis tahap kedua merupakan tahap spiroketemia yang dapat
menimbulkan lesi vaskuler dan infeksi selaput otak. Lesi vaskuler yang
menimbulkan infark regional di otak disebabkan oleh oklusi lumen arteri akibat
reaksi proliferative terhadap Treponema pallidum yang berada di saluran darah.
Penderita tidak pernah mengalami nyeri pada tulang panjang, hal ini
menyingkirkan kemungkinan kelumpuhan yang terjadi akibat dari lesi di medula
spinalis.
Penyakit seperti ini diderita untuk pertama kalinya. Prognosis pada kasus ini
lebih baik jika dibandingkan stroke yang berulang yang merupakan penyebab
penting kesakitan dan kematian yang tinggi sebanyak 1,2% sampai 9%. Stroke
berulang sering mengakibatkan status fungsional yang lebih buruk daripada stroke
pertama.
Berdasarkan hasil anamnesis, etiologi pada kasus ini mengarahkan kepada
stroke non hemoragik.

68
Berdasarkan hasil anamnesis, etiologi pada kasus ini mengarahkan kepada
stroke non hemoragik. Didapatkan Siriraj Skor dan skor gajah mada pada pasien:
 Siriraj Skor
(2,5 x 2) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 110) - (3 x 1) – 12 = 1
interpretasi : meragukan, perlu pemeriksaan penunjang
 Gajah Mada:

Nyeri kepala (-), Penurunan kesadaran (-), Refleks Babinsky (+)


ditemukan 1 dari 3, menandakan bahwa stroke iskemik akut atau stroke
infark.

Pada pemeriksaan neurologi kekuatan otot lengan dan tungkai kiri terdapat
hipertonus dan hiperefleks. Hal ini terjadi akibat kerusakan pada upper motor
neuron. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada stroke penurunan aliran darah
serebral mengakibatkan defisit neurologi sehingga mengakibatkan kerusakan
neuron motorik yaitu pada kasus ini upper motor neuron.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan dislipidemia.
Dislipidemia yaitu kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total, trigliserida, kolestrol LDL dan penurunan kadar kolestrol
HDL dalam darah. Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko yang
terpenting dari penyakit serebrovaskular dan penyakit kardiovaskular. Faktor

69
tersebut diakibatkan adanya atherosklerosis dalam darah yang ditimbulkan dari
disfungsi endotelial yang akan menimbulkan gangguan peredaran darah.
Dislipidemia sering mengakibatkan stroke non-hemoragik (stroke iskemik) akibat
trombosis dan pembentukan embolus.
Pada pemeriksaan didapatkan untuk mendiagnosa banding klinis:
LMN (Perifer) UMN (Sentral) Pada penderita
Flaksid Spastik ditemukan gejala
Hipotonus Hipertonus Hipertonus
Hiporeflex Hipereflex Hipereflex
Refleks patogis (-) Refleks patologis (+) Refleks patologis (+)
Atrofi otot (+) Atrofi otot (-) Atrofi otot (-)
Jadi,tipe kelemahan yang dialami penderita yaitu tipe spastik

Pada saat dilakukan pemeriksaan didapatkan gejala yang ditemukan pada


pasien yaitu:
A. Diagnosis Banding Topik
1) Lesi di subkortes Pada penderita ditemukan gejala :
hemisferium serebri,
gejalanya :
- Hemiparese (defisit motorik) - Hemiparese sama berat
sama berat
- Ada afasia motorik - Tidak ada afasia motorik
subkortikal subkortikal
Jadi, kemungkinan lesi di subkorteks hemisferium serebri dapat
disingkirkan

2) Lesi di korteks hemisferium Pada penderita ditemukan gejala :


serebri, gejalanya :
- Defisit motorik tidak sama - Hemiparese sama berat
berat
- Gejala iritatif (kejang pada - Tidak ada kejang pada sisi
sisi yang lemah) yang lemah
- Gejala fokal (kelumpuhan - Kelumpuhan dirasakan sama
tidak sama berat) berat
- Gejala defisit sensorik pada - Tidak terdapat defisit sensorik

70
sisi yang lemah pada sisi yang lemah
- Ada afasia motorik kortikal - terdapat afasia motorik
Jadi, kemungkinan lesi di korteks hemisferium serebri dapat
disingkirkan
3) Lesi di kapsula interna Pada penderita ditemukan gejala :
hemisferium serebri, gejalanya :
- Ada hemiparese/hemiplegia - Hemiparese sama berat
sama berat
- Parese N.VII - Parese N.VII belum dapat
dinilai
- Parese N.XII - Parase N.VII belum dapat
dinilai
Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna hemisferium serebri dapat di
tegakkan
Kesimpulan :
Diagnosis topik yaitu lesi di kapsula interna hemisferium serebri dapat
ditegakkan

Berikut merupakan gejala-gejala pada diagnosis banding etiologi stroke


pasien yaitu:
B. Diagnosis Banding Etiologi
1) Hemorrhagia cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan
>30menit kesadaran
- Terjadi saat beraktifitas - Terjadi saat istirahat
- Didahului sakit kepala, - Tidak ada sakit kepala, mual,
mual, muntah muntah
- Riwayat hipertensi - Ada hipertensi
Jadi kemungkinan etiologi hemorrhagia cerebri dapat disingkirkan.

2) Emboli cerebri Pada penderita ditemukan gejala :


- Kehilangan kesadaran <30 - Tidak ada kehilangan
menit kesadaran
- Ada atrial fibrilasi - Tidak ada atrial fibrilasi
- Terjadi saat aktifitas - Terjadi saat istirahat

Jadi kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan karena 3


dari 3 kriteria tidak terpenuhi.
3) Thrombosis cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Tidak ada kehilangan - Tidak ada kehilangan
kesadaran kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat istirahat
Jadi kemungkinan etiologi trombosis cerebri dapat ditegakkan karena 2

71
dari 2 kriteria terpenuhi.
Kesimpulan : Diagnosis etiologi yaitu trombosis cerebri

Pada Ny. H didapatkan tatalaksana awal berupa IVFD RL gtt XX x/menit ,


Aspilet 1 x 80 mg/oral, Amlodipine 1 x 10 mg/oral, Candesartan 1x16 mg/oral,
Atorvastatin 1 x 20mg/oral, Allopurinol 1x300 mg/oral, KSR 1 x 1 tab/oral,
Neurodex 1 x 1 tab/oral, omeprazole 1x1 tab.
Ringer Laktat bekerja sebagai sumber air dan elektrolit tubuh untuk
meningkatkan diuresis. Aspilet merupakan tatalaksana antiplatelet dasar pada
pasien yang dicurigai stroke iskemik, Aspilet merupakan antiplatelet yang bekerja
dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga dapat menghambat
pembentukan trombus dalam sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat
berperan. Pemberian antiplatelet bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan pada
stroke non hemoragik akibat penyumbatan dan kematian akibat gangguan
pembuluh darah. Aktivasi dan agregasi trombosit memegang peranan penting
dalam pembentukan trombosis arteri yang menyebabkan stroke. Cara kerja aspilet
adalah menginhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi
kadar tromboksan A2.
Pada pasien ini mengalami hipertensi sejak 2 tahun, tekanan darah pasien
170/110 mmHg sehingga diberikan obat antihipertensi berupa kombinasi
amlodipine dan candesartan. Amlodipine merupakan dihidropyridine calcium
channel antagonist yang menghambat masuknya kalsium ekstraseluler menuju
otot polos pembuluh darah melalui blokade dari kalsium yang menyebabkan
relaksi dari otot pembuluh darah yang menyebabkan penurunan tekanan darah.
Candesartan merupakan golongan Angiostensin II Receptor Blocker (ARB) secara
selektif mengikat reseptor angiostensin II di dalam pembuluh darah untuk
mencegah vasokonstriksi dan di dalam korteks adrenal untuk mencegah pelepasan
aldosteron yang disebabkan oleh reaksi reseptor-reseptor ini dengan angiostensin
II. Aksi ini menyebabkan penurunan tekanan darah yang diakibatkan oleh
penurunan tahanan perifer total dan volume darah.

72
Pada pasien terjadi peningkatan kolesterol total yaitu 280 mg/dl maka
diberikan atorvastatin yang merupakan hipolipidemik yang efektif untuk
menurunkan kolesterol yang bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol
dalam hati dengan menghambat enzim HMG CoA reduktase.
Pada pasien terdapat penurunan kadar kalium yaitu 3,16 mmol/dl maka
diberika KSR untuk mengatasi kekurangan/penurunan kadar kalium darah. KSR
(Kalium Klorida) diabsorpsi dengan baik pada saluran cerna bagian atas.
Distribusi dengan masuk ke dalam sel melalui transport aktif dari cairan
ekstraseluler. Diekskresi terutama melalui urine, kulit, dan feses (dalam jumlah
sedikit), sebagian besar kalium di usus akan direabsorpsi.
Pada pasien diberikan neurodex karena didalamnya terkandung vitamin B12
yang sangat penting untuk metabolisme intrasel, dibutuhkan untuk sintesis DNA
yang normal, sehingga defisiensi vitamin ini menimbulkan gangguan produksi
dan maturasi eritrosit yang memberikan gambaran anemia. Defisiensi vitamin B12
juga menyebakan kelainan neurologik.
Pada pasien diberikan juga omeprazole yang merupakan obat golongan
proton pump inhibitors (ppi), obat paling banyak digunakan pada pasien gastritis
maupun dispepsia selain itu injeksi omeprazole diberikan sesuai dengan teori yang
mengatakan stroke akut dianjurkan diberikan profilaksis antagonis H2 reseptor
untuk mengurangi komplikasi sistemik akibat stroke termasuk perdarahan
gastrointestinal.
Pada pasien terjadi peningkatan kadar asam urat yaitu 12,5 mg/dl sehingga
diberikan Allopurinol untuk mengatasi asam urat. Allopurinol merupakan suatu
analog asam urat, bekerja menghambat pembentukan asam urat dari prekursornya
(xanthine dan hipoxanthine) dengan menghambat aktivitas enzim xanthine
oksidase.
Selama masa perawatan pasien mengalami demam sehingga diberikan
paracetamol drip 3x1 flash, KSR dinaikkan menjadi 2x1 tab, Dexametasone 3x1
amp IV, antasida syr 3x2 C, pasien juga mengalami sesak napas sehingga
dipasang NRM 10 liter, dan pasien mengalami kesulitan saat makan sehingga
dipasang NGT dikonsulkan dengan dokter spesialis penyakit dalam dan

73
mendapatkan terapi tambahan berupa inj. ceftriaxone 2x1 gr, Glyceryl
Guaiacolate 3x2 tab. Kemudian didapatkan pada pasien terdapat ulkus decubitus
dan dikonsulkan ke dokter spesialis kulit sehingga diberikan terapi tambahan
berupa kompres NaCl 0,9% 3xsehari, Asam fusidat, dan posisi pasien sering
dimiringkan. Dan terdapat penambahan terapi berupa ketocid 3x2 cap. Kemudian
diberikan terapi tambahan berupa inj. Furosemid 2x1 amp karena mengalami
edema pada tungkai dan lengan kiri dan diberikan cefixime 2x200 mg.

74
DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing, SM. Bencana Peredaran Darah Di Otak. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI. 2003.
2. Victor, M, Ropper, A. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed.
New York: McGraw Hill. 2001.
3. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.Guideline Stroke. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis
Saraf Indonesia. 2007.
4. Sidharta, P. dan Mardjono, M. Neurologi klinis dasar. Dian Rakyat:
Surabaya. 2004.
5. Victor, M, Ropper, A.. Adams and Victor’s Principles Of Neurology 7th Ed.
New York: McGraw Hill. 2001
6. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri. PERDOSSI: Guideline
Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta. 2000.
7. Setyopranoto, I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran. 2011.
8. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Stroke. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2009.
9. Kowalak JP. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2017.
10. Pudiastuti DR. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Muha Medika; 2011.
11. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Stroke. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2009.
12. Hacke W, Kaste M, Bogousslavsky J, Brainin M, Chamorro A, Lees K et al.
Ischemic Stroke Prophylaxis and Treatment - European Stroke Initiative
Recommendations. 2003.

75
13. Feigin V. Memahami Faktor Resiko Stroke. Stroke Panduan Bergambar
Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: Penerbit PT Bhuana
Ilmu Populer. 2006.
14. Bruno A, Kaelin DL, Yilmaz EY. The subacute stroke patient: hours 6 to 72
after stroke onset. In Cohen SN. Management of Ischemic Stroke. New York:
McGraw-Hill. 2000.
15. Lindsay KW, Bone I. Localised Neurological Disease and Its Management.
Neurology and Neurosurgery illustrated. London: Churchill Livingstone.
2004
16. Sacco RL, Toni D, Brainin M, Mohr JP. Classification Of Ischemic Stroke
In: Clinical Manifestation In: Mohr JP, Choi DW, Grotta JC, Weir B, Wolf
PA eds. Stroke Pathophysiology, Diagnosis, and Management. 4th ed.
Philadelphia: Churchill Livingstone. 2004.
17. Misbach, J. Clinical Pattern of Hospitalized Strokes in 28 Hospitals in
Indonesia. Medical Journal Indonesia; 2000.
18. Rumantir, C. U. Gangguan Peredaran Darah Otak. SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/ FK UNRI Pekanbaru, http://eprints.undip.ac.id/29354/3/Bab_2.pdf;
2007.
19. Corwin, E. J. Stroke dalam buku saku patofisiologi. Endah P (editor). Jakarta:
EGC; 2000.
20. Axanditya, B. Hubungan FaktorRisiko Stroke Non Hemoragik dengan Fungsi
Motorik. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: Jurnal Media Medika
Muda. 2014.
21. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape. Diunduh
dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Diakses
tanggal 18 Oktober 2019.
22. Persatuan Dokter Saraf Indonesia. Guideline Stroke. Jakarta: PERDOSSI.
2011. Hal. 32-41.
23. Yueniwati Y. Deteksi Dini Stroke Iskemia Dengan Pemeriksaan
Ultrasonografi Vaskular dan Variasi Genetika. Malang: UB Press. 2014.

76
24. Mardjono M, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Edisi ke-6. Jakarta: Dian
Rakyat. 2009.
25. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman
Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular Edisi Pertama. Jakarta:
Pengurus Pusat PERKI; 2015.
26. Kowalak JP. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2017.
27. Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC. 2015

77

Anda mungkin juga menyukai