Anda di halaman 1dari 11

Ringkasan Tutor Skenario 4

Berdebar
Oleh: Christian Kalvario Leiwakabessi

A. Mekanisme Transpor Oksigen oleh Paru-paru Secara Normal dan Sesuai Skenario
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 350 mL oksigen per menit atau
sekitar 500 liter per hari. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara
inspirasi dan ekspirasi biasa, kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen
udara inspirasi berkurang atau sebab lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah
berkurang.

Oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler darah yang
menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh sel darah merah
(hemoglobin) untuk diangkut sel – sel jaringan tubuh. Hemoglobin yang terdapat dalam
butir darah merah atau eritrosit ini tersusun oleh senyawa protein globin dan gugus hemin
yang mengandung unsur besi (Fe). Besi inilah yang sesungguhnya berikatan dengan
oksigen. Setiap hemoglobin dapat membawa 4 molekul O2 menjadi senyawa
oksihemoglobin. Reaksi pengikatan ini dapat dituliskan sebagai berikut.

4Hb + 4O2 ⇌ 4 HbO2


Reaksi tersebut bolak balik, arah ke kanan terjadi dalam paru – paru, sedangkan arah ke
kiri terjadi di dalam jaringan. Proses pengikatan dan pelepasan okisigen dipengaruhi oleh
kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2), perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar
O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri dan difusi CO2 dari arteri dipengaruhi
oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi.Tekanan seluruh udara di lingkungan sekitar 1
atmosfir atau 760 mmHg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mmHg.
Tekanan atmosfir di lingkungan lebih tinggi daripada tekanan oksigen dalam alveolus
paru – paru dan arteri yang hanya 104 mmHg. Oleh karena itu, oksigen dapat masuk ke
paru – paru secara difusi. Kemampuan hemoglobin untuk mengkat oksigen adalah 7 cc
per 100 mm3 darah.

Proses pengangkutan oksigen setelah sampai di alveoli terjadi melalui proses difusi
oksigen ke eritrosit. Sebaliknya, karbon dioksida dari darah di bawa ke alveoli untuk
dikeluarkan melalui udara ekspirasi.

Daya ikat pigmen darah,hemoglobin, dengan karbon monoksida lehih kuat dibandingkan
dengan oksigen. Adapun oksigen diperlukan untuk proses respirasi sel yang
memungkinkan makhluk hidup untuk beraktivitas. Hindari diri dari sumber karbon
monoksída seperti asap rokok dan asap buangan kendaraan yang dapat menghambat
fungsi tubuh dan beberapa risiko lainnya. Rawat dan jaga selalu kese
B. Mekanisme Transpor oksigen oleh jantung secara normal
Pada pernapasan internal, proses pertukaran gas terjadi di dalam jaringan tubuh. Setelah
terbentuk oksihemoglobin (HbO2) di dalam paru-paru, jantung akan melakukan
pemompaan darah kaya O2 dan miskin CO2 dari paru-paru ke seluruh tubuh. Nah, oksigen
yang terikat dalam darah tadi akan dilepas dan menuju ke dalam jaringan tubuh melalui
proses difusi. Oksigen ini nantinya akan digunakan untuk metabolisme sel.
Lantas bagaimana oksigen dan karbondioksida bisa berdifusi?
Oksigen dapat bergerak karena ada perbedaan tekanan oksigen pada darah dan jaringan.
Tekanan parsial oksigen di dalam darah lebih besar daripada tekanan oksigen pada
jaringan sel. Oleh karena itulah kemudian oksigen akan mengalir menuju ke jaringan sel.
Dilain sisi, tekanan karbondioksida pada darah lebih kecil daripada tekanan
karbondioksida pada jaringan sel. Hal ini mengakibatkan karbondioksida akan mengalir
dari jaringan sel menuju darah.Sebagian besar karbondioksida akan masuk ke dalam
plasma darah dan bergabung dengan air membentuk asam karbonat (H2CO3) sedangkan
sebagian lainnya akan berikatan dengan hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin
(HbCO2). Asam karbonat ini kemudian akan diurai menjadi dua ion oleh enzim anhidrase
yaitu menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3–).

Karbondioksida yang diangkut oleh darah tidak semuanya dibuang keluar tubuh, akan
tetapi ada sekitar 10% nya masih terkandung di dalam darah sebagai ion-ion bikarbonat.
Ion-ion ini berfungsi sebagai larutan penyangga yang berfungsi menjaga kestabilan
keasaman dalam darah (pH darah).

C. Mekanisme Transpor oksigen sampai ke jaringan


Mekanisme Pernapasan
Ada dua mekanisme pernapasan yang terjadi secara bersamaan, yaitu:

 Pernapasan Dada

Pernapasan dada dimulai dari kontraksi yang terjadi pada otot antar tulang rusuk yang
menyebabkan dada terangkat dan rongga dada membesar. Karena rongga dada
membesar, tekanan udara di dalam dada lebih kecil daripada tekanan udara luar,
sehingga udara luar masuk ke dalam rongga dada dan diteruskan menuju paru-paru.
Oksigen dalam udara tersebut akan diikat oleh hemoglobin darah yang banyak terdapat
di alveolus paru-paru, sehingga terjadi inspirasi.

Setelahnya, relaksasi terjadi pada otot antar tulang rusuk yang menyebabkan tulang-
tulang rusuk turun sehingga rongga dada mengecil. Karena mengecilnya rongga dada,
volume paru-paru juga mengecil sehingga tekanannya menjadi lebih besar daripada
tekanan udara luar. Karena itu, udara pun keluar dari paru-paru pada proses ekspirasi.

 Pernapasan Perut

Pernapasan perut terjadi karena adanya kontraksi dan relaksasi pada diafragma.
Diafragma mendatar saat ototnya mengalami kontraksi. Hal ini menyebabkan rongga
dada membesar dan tekanannya lebih kecil daripada tekanan udara luar. Pada saat ini,
terjadi inspirasi.

Kemudian, diafragma akan naik saat ototnya mengalami relaksasi. Hal ini berpengaruh
pada mengecilnya rongga dada dan paru-paru yang menyebabkan tekanan menjadi
lebih besar daripada tekanan udara luar. Pada saat ini, terjadi ekspirasi.

D. Factor yang mempengaruhi ketersediaan oksigen dan bagaiman responnya terhadap


tubuh

Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya


lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan.
1. Lingkungan
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke kulit. Hal tersebut
mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit. Respon demikian menyebabkan
curah jantung meningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat. Sebaliknya pada
lingkungan yang dingin, pembuluh darah mengalami konstriksi dan penurunan tekanan
darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
Pengaruh lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh ketinggian tempat.
Pada tempat tinggi tekanan barometer akan turun, sehingga tekana oksigen juga turun.
Implikasinya, apabila seseorang berada pada tempat yang tinggi, misalnya pada
ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, maka tekanan oksigen alveoli berkurang.
Ini menindikasikan kandungan oksigen dalam paru-paru sedikit. Dengan demikian, pada
tempat yang tinggi kandungan oksigennya berkurang. Semakin tinggi suatu tempat
maka makin sedikit kandungan oksigennya, sehingga seseorang yang berada pada
tempat yang tinggi akan mengalami kekurangan oksigen.
Selain itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi udara. Udara yang
dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi udara, konsentrasi oksigennya rendah.
Hal tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi secara
optimal. Respon tubuh terhadap lingkungan polusi udara diantaranya mata perih, sakit
kepala, pusing, batuk dan merasa tercekik.
2. Latihan
Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut jantung dan
respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin tinggi.

3. Emosi
Takut, cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan
oksigen meningkat.

4. Gaya Hidup
Kebiasaan merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang sebab merokok
dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang
terkandung dalam rokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
pembuluh darah darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun.
5. Status Kesehatan
Pada orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi berfungsi dengan baik
sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat. Sebaliknya, orang
yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit pernapasan dapat mengalami
kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
6. Saraf Otonom
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonom dapat mempengaruhi
kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi. Hal ini dapat terlihat ketika terjadi
rangsangan baik oleh simpatis maupun parasimpatis. Ujung saraf dapat mengeluarkan
neurotransmiter (simpatis mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada
bronkhodilatasi, sedangkan parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang berpengaruh
pada bronkhokonstriksi) karena terdapat reseptor adrenergik dan reseptor kolinergik
pada saluran pernafasan (Uliyah dan Alimul Hidayat, 2008).
7. Hormonal dan Obat
Semua hormon termasuk derivat katekolamin yang dapat melebarkan saluran
pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas atropin dan ekstrak
belladona, dapat melebarkan saluran nafas. Sedangkan obat yang menghambat
adrenergik tipe beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakat beta
nonselektif, dapat mempersempit saluran nafas (bronkhokontriksi).
8. Alergi pada Saluran Nafas
Banyak faktor yang menimbulkan keadaan alergi antara lain debu, bulu binatang,
serbuk benang sari bunga, kapuk, makanan, dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat
menyebabkan bersin apabila ada rangsangan di daerah nasal, batuk apabila
rangsangannya di saluran nafas bagian atas, bronkhokontriksi terjadi pada asma
bronkhiale, dan rhinitis jika rangsangannya terletak di saluran nafas bagian bawah.
9. Faktor Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan oksigenasi
karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring dengan usia perkembangan anak.
Hal ini dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu adanya kecenderungan kekurangan
pembentukan surfaktan. Setelah anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ
juga berkembang seiring bertambahnya usia.
10. Faktor Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat memengaruhi kebutuhan oksigenasi, seperti faktor alergi,
ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut memengaruhi kemampuan adaptasi.
11. Faktor Perilaku
Perilaku yang dimaksud diantaranya adalah perilaku dalam mengonsumsi makanan
(status nutrisi), aktivitas yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigenasi, merokok, dan
lain-lain. Perilaku dalam mengonsumsi makanan berpengaruh dalam pemenuhan
kebutuhan oksigenasi, seperti obesitasnya seseorang yang memengaruhi proses
pengembangan paru-paru. Sedangkan merokok dapat menyebabkan proses penyempitan
pada pembuluh darah.
12. Usia
Faktor perkembangan merupakan pengaruh yang sangat penting dalam fungsi
pernapasan. Saat lahir, perubahan yang sangat jelas terjadi dalam sistem pernapasan. Air
yang terdapat dalam paru akan keluar, PCO2 meningkat, dan neonatus mengambil napas
pertama. Paru secara bertahap akan berkembang pada setiap pernapasan berikutnya,
mencapai inflasi penuh pada usia 2 minggu. Perubahan yang terjadi karena penuaan
yang memengaruhi sistem pernapasan lansia menjadi sangat penting jika sistem
mengalami gangguan akibat perubahan seperti infeksi, stres fisik atau emosional,
pembedahan, anestesi, atau prosedur lain (Barbara Kozier, dkk, 2010). Perubahan-
perubahan tersebut adalah:
a. Dinding nada dan jalan napas menjadi lebih kaku dan kurang elastis.
b. Jumlah pertukaran udara menurun.
c. Refleks batuk dan kerja silia berkurang.
d. Membran mukosa menjadi lebih kering dan lebih rapuh.
e. Terjadi penurunan kekuatan otot dan daya tahan.
f. Apabila terjadi osteoporosis, keadekuatan ekspansi paru dapat menurun.
g. Terjadi penurunan efesiensi sistem imun.
h. Penyakit refluks gastroesofagus lebih sering terjadi pada lansia dan meningkatkan
risiko aspirasi. Aspirasi isi lambung ke dalam paru sering kali menyebabkan
bronkospasme dengan menimbulkan respon inflamasi.

13. Gaya Hidup


Olahraga fisik atau aktivitas fisik meningkatkan frekuensi dan kedalaman
pernapasan dan oleh karena itu juga meningkatkan suplai oksigen di dalam tubuh.
Sebaliknya, orang yang banyak duduk, kurang memiliki ekspansi alveolar dan pola
napas dalam seperti yang dimiliki oleh orang yang melakukan akvitas secara teratur dan
mereka tidak mampu berespons secara efektif terhadap stresor pernapasan.
Pekerjaan tertentu menyebabkan individu terkena penyakit paru. Misalnya, silikosis
lebih sering diderita oleh pemecah batu pasir dan pengrajin tembikar dibandingkan
populasi lain, absestosis dijumpai pada pekerja asbestos, antrakosis dijumpai pada
penambang batu bara, dan penyakit debu organik dijumpai pada pada petani dan pekerja
pertanian yang bekerja dengan jerami yang berjamur.
14. Stres
Apabila stres dan stresor dihadapi, baik respon psikologis maupun fisiologis dapat
memengaruhi oksigenasi. Beberapa orang dapat mengalami hipervintilasi sebagai
respon terhadap stres. Apabila ini terjadi, PO2 arteri meningkat dan PCO2 menurun.
Akibatnya, orang dapat mengalami berkunang-kunang dan bebas serta kesemutan pada
jari tangan, jari kaki, dan di sekitar mulut.
Secara fisiologis, sistem saraf simpatik distimulasi dan epinefrin dilepaskan.
Epinefrin menyebabkan bronkeolus berdilatasi, meningkatkan aliran darah dan
penghantaran oksigen ke otot aktif. Walaupun respon ini bersifat adaptif dalam jangka
pendek, apabila stres berlanjut maka respon ini dapat merusak, yang meningkatkan
risiko penyakit kardiovaskular.

E. Pusat control pernapasan


Pengaturan Pernafasan
1. Pengaturan saraf
Pusat pernafasan terletak di medula dan pons, yang merupakan bagian dari batang otak
medula merupakan pusat inspirasi dan ekspirasi
Pusat inspirasi secara otomatis membangkitkan impuls dalam irama ritmis. Impuls
ini berjalan sepanjang saraf menuju otot respirasi untuk merangsang kontraksinya.
Hasilnya adalah inhalasi. Saat paru-paru terinflasi, baroreseptor di jaringan paru
mendeteksi peregangan ini dan membangkitkan impuls sensorik menuju medula; impuls
ini mulai mendepresi pusat inspirasi. Ini disebut refleks inflasi Hering-Bauer, yang
membantu mencegah paru berlebihan.
Ketika pusat inspirasi terdepresi, terjadilah penurunan impuls menuju otot
pernafasan yang akan berelaksasi untuk menimbulkan ekhalasi. Kemudian pusat inspirasi
akan aktif kembali untuk memulai siklus pernafasan lain. Ketika dibutuhkan ekhalasi
yang lebih kuat, seperti kita melakukan latihan, pusat inspirasi mengaktifkan pusat
ekspirasi, yang membangkitkan impuls menuju muskuli interkostale interni dan muskuli
abdominis.
Dua pusat pernafasan di pons yang bekerja dengan pusat inspirasi yang
menghasilkan irama pernafasan normal. Pusat apneustik memperlama inhalasi , dan
kemudian diinterupsi oleh impuls dari pusat pneumotaksis, yang merupakan salah satu
yang mempengaruhi ekhalasi. Pada pernafasan normal, inhalasi berlangsung satu sampai
dua detik, diikuti oleh ekhalasi yang sedikit lebih lama (dua sampai tiga detik), yang
menghasilkan kisaran normal frekuensi pernafasan antara 12-sampai 20 kali permenit.
Apa yang baru saja digambarkan merupakan pernafasan normal, tetapi variasinya
mungkin terjadi dan cukup sering. Kondisi emosi biasanya mempengaruhi respirasi;
ketakutan yang tiba-tiba bisa menyebabkan terengah-engah dan teriakan , dan kemarahan
biasanya mempercepat pernafasan. Pada situasi ini impuls dari hipotalamus memodifikasi
keluaran dari medula. Korteks serebral mampu mengubah kecepatan atau irama
pernafasan kita secara volunter untuk berbicara, bernyanyi , bernapas lebih cepat atau
lambat, bahkan untuk berhenti bernapas sekitar satu menit sampai dua menit. Namun,
perubahan tersebut tidak bisa terus menerus, dan medula, pada akhirnya akan mengambil
kendali.
Batuk dan bersin merupak refleks untuk mengeluarkan iritan dan jalan napas;
medula berisi pusat bagi kedua refleks ini. Bersin dirangsang oleh bahan yang mengiritasi
mukosa hidung , dan batuk dirangsang oleh iritasi pada mukosa faring, laring atau trakea.
Kerja refleks pada hakikatnya sama untuk keduanya: suatu inhalasi diikuti ekhalasi yang
dimulai dengan penutuapan glotis untuk meningkatkan tekanan. Kemudian glotis terbuka
tiba-tiba dan ekhalasi terjadi eksplosif. Batuk akan langsung dikeluarkan lewat mulut,
sementara bersin dikeluarkan lewat hidung.
Refleks ekspirasi yang lain adalah menguap. Kebanyakan kita menguap ketika
lelah, tetapi stimulus untuk dan tujuan menguap tidak diketahui dengan pasti. Ada
beberapa kemungkinan, seperti kekurangan oksigen atau akumulasi karbon dioksida,
tetapi yang benar-benar pasti belum diketahui. Demikian juga, kita tidak tahu kenapa
menguap itu menular, tetapi dengan melihat seseorang menguap hampir dipastiakan
membuat diri kit juga menguap.

2. Pengaturan kimiawi

Pengaturan kimiawi mengacu pada efek pernapasan terhadap pH darah dan kadar oksigen
dan karbondioksida dalam darah. Kemoreptor yang mendeteksi perubahan dalam gas
darah dan pH terletak di korpus karotikus dan aortikus dan di dalam medula itu sendiri.
Penurunan kadar oksigen darah (hipoksia) dideteksi oleh kemoreptor di korpus
karotikus dan aortikus. Impuls sensorik dibangkitkan oleh reseptor tersebut lalu menjalar
sepanjang nervus glosofaringeus dan nervus vagus menuju medula, yang berespons
dengan meningkat kedalaman atau frekuensi respirasi (atau keduanya). Respons ini akan
membawa lebih banyak udara mengikuti paru-paru sehingga lebih banyak oksigen dapat
berdifusi kedarah untuk memperbaiki keadaan hipoksia.
Karbon dioksida akan menjadi masalah jika jumlahnya berlebihan dalam darah,
karena CO2 menurunkan pH ketika bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat(
suatu sumber ion H+ ). Artinya , kelebihan CO2 menyebabkan tubuh atau cairan tubuh lain
menjadi kurang alkalis (atau lebih asam). Medula berisi kemoreseptor yang sangat
sensitif terhadap perubahan pH, khusunya penurunan pH. Jika akumulasi CO 2
menurunkan pH darah, medula merespons dengan meningkatkan respirasi. Ini tidak untuk
tujuan inhalasi, tetapi lebih untuk ekhalasi lebih banyak CO 2 guna meningkatkan pH
kembali kenormal.
Dari kedua gas respirasi, manakah yang lebih penting sebagai pengatur
pernafasan? Perkiraan kita mungkin oksigen, karena oksigen penting untuk menghasilkan
energi pada respirasi sel. Namun, sistem respirasi dapat mengatur kadar normal oksigen
darah meskipun pernapasan menurun sampai setengah dari normalnya atau berhenti
untuk beberapa waktu. Ingat kembali bahwa udara yang dihembuskan mengandung 16 %
oksigen. Oksigen ini tidak memasuki darah, tetapi bisa melakukannya jika diperlukan.
Juga, udara residu dalam paru-paru mensuplai oksigen untuk darah bahkan jika frekuensi
pernapasan melambat.
Oleh karna itu, karbon dioksida pasti merupakan pengatur utama respirasi, dan
alasannya ialah bahwa karbon dioksida memengaruhi pH darah. Sebagaimana telah
disebutkan, kelebihan CO2 menyebabkan penurunan pH darah, suatu proses yang tidak
boleh dibiarkan. Oleh karna itu, peningkatan CO2 darah secara cepat dikompensasi oleh
peningkatan pernapasan untuk mengeluarkan lebih banyak CO2. Contoh, jika anda
menahan napas, apa yang membuat anda bernapas kembali? Apakah anda kehabisan
oksigen mungkin tidak, untuk alasan yang disebut diatas; yang terjadi adalah akumulasi
CO2 telah menurunkan pH darah sampai jumlah yang cukup untuk meragsang medula
memulai siklus napas lagi.
Pada beberapa keadaan, oksigen menjadi pengatur utama respirasi. Pertukaran
oksigen menjadi pengatur utama respirasi. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida di
paru-paru pada orang yang mengalami penyakit paru yang kronis yang parah seperti
emfisema telah menurun. Penurunan pH yang disebabkan oleh akumulasi CO 2 dikoreksi
oleh ginjal, tetapi kadar oksigen darah terus menurun. Pada akhirnya kadar oksigen
menurun sampai begitu rendah sehingga memberi rangsangan sangat kuat untuk
meningkatkan frekuensi kedalaman pernafasan.

Daftar Pustaka
Scanlon,C Valerie dan Tina Sanders.2006. Buku ajar anatomi & fiisologi ED.3. Jakarta: EGC
Evita. Belajar Saluran dan Mekanisme dalam Sistem Pernapasan.2018:2.

Rahma I.T. factor -faktor mempengaruhi ketersediaan Oksigen. Kebutuhan Oksigenasi


Jurnal.2017;1:2-4

Anda mungkin juga menyukai