TINJAU PUSTAKA
B. NANOPARTIKEL
Nanopartikel adalah salah satu jenis sistem penghantaran tertarget yang
merupakan sistem koloid dengan ukuran submikron kurang dari 1 mikro
terbuat dari berbagai macam bahan. Sistem penghantaran nanopartikel
memungkinkan konsenterasi obat mencapai tumor 10-100 kali lipat lebih
tinggi dibanding dengan pemberian obat bebas.
Dalam mempertimbangkan sistem penghantaran obat yang stabil perlu
memperhatikan bahwa sistem tersebut harus memiliki stabilitas
5
6
3. Kelebihan Nanopartikel
Nanopartikel akan menunjukkan sifat khasnya pada ukuran diameter di
bawah 100 nm. Nanopartikel memiliki kemampuan menembus dinding
sel yang lebih tinggi melalui difusi ataupun opsonikasi, menembus
ruang-ruang antar sel yang hanya dapat ditembus oleh ukuran partikel
koloidal, dan fleksibilitasnya untuk dikombinasi dengan berbagai
teknologi lain sehingga mampu membuka potensi yang luas untuk
10
D. KARAKTERISASI NANOPARTIKEL
Beberapa permasalahan yang sering timbul pada preparasi nanopartikel
adalah terjadinya agregasi yang cepat dan ukuran patikel yang tidak
merata, sehingga stabilitas sistem dispersi menjadi sulit dikontrol.
Permasalahan tersebut dapat dipahami dengan melakukan karakterisasi
secara menyeluruh pada nanopartikel, diantaranya: (4)
1. Ukuran dan distribusi partikel
Ukuran dan distribusi merupakan karakteristik utama pada sistem
nanopartikel karena menentukan distribusi in vivo, nasib biologi,
toksisitas dan kemampuan bertarget pada sistem nanopartikel serta
mempengaruhi drug loading, pelepasan obat dan stabilitas pada
nanopartikel (4).
Partikel atau globul pada skala nanometer memiliki sifat fisik yang
khas dibandingkan dengan partikel pada ukuran yang lebih besar
terutama dalam meningkatkan kualitas penghantaran senyawa obat.
12
2. Potensial Zeta
Analisis potensial zeta merupakan teknik penentuan muatan
permukaan nanopartikel pada larutan koloid. Nanopartikel memiliki
muatan permukaan yang menarik lapisan tipis ion yang berlawanan
dengan permukaan nanopartikel. Potensial zeta partikel akan
memberikan gambaran gaya tolakan antar partikel dan menyebabkan
semakin besar potensial zeta maka sistem dispersi akan semakin
stabil. Nanopartikel dengan nilai potensial zeta lebih besar dari +25
mV atau kurang dari -25 mV biasanya memiliki tingkat stabilitas yang
tinggi, sehingga suspensi nanopartikel yang dibuat akan stabil dan
muatan partikel pada permukaan dapat mencegah agregasi dari
partikel. Metode yang digunakan untuk mengukur potensial zeta
adalah zetasizer (2,6).
3. Morfologi Partikel
Morfologi partikel penting dalam pelepasan obat karena bentuk
partikel yang kurang sferis akan mempermudah kontak antar partikel
yang berujung pada agregasi. Metode yang digunakan untuk
mengetahui morfologi nanopartikel adalah scanning electron
microscopy (SEM) maupun transmission electron microscopy (TEM)
(2).
13
E. POLIMER
Kata polimer pertama kali digunakan oleh kimiawan Swedia Berzelius
pada tahun 1833. Polimer berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly yang
berarti banyak, dan mer yang berarti bagian atau satuan. Ciri utama polimer
yakni mempunyai rantai yang sangat panjang dan memiliki massa molekul
yang sangat besar (10, 11)
Polimer merupakan rangkaian molekul panjang yang tersusun dari
pengulangan kesatun molekul yan kecil dan sederhana. Molekul kecil dan
sederhana penyusun polimer disebut dengan monomer. Polimer dengan
massa molekul yang besar disebut dengan polimer tinggi. Polimer tinggi
terdapat di alam seperti pati, selulsa, protein, dan kitosan serta dapat
disintesis di laboratorium misalnya: polivinil klorida, polivinil alkohol,
poliasam laktat, polimeil metakrilat, polietilena. (10, 11)
Berdasarkan sumbernya polimer dapat dibagi menjadi polimer alam
dan polimer sintetik.
1. Polimer Alam
Polier alam adalah polimer yang terjadi melalui proses alami. Contoh
polimer alam anorganik seperti tanah liat, pasir, sol-gel, silika, siloksan.
Sedangkan contoh polimer organik alam adalah karet alam dan selulosa
yang berasal dari tumbuhan, wol dan sutera yang berasal dari hewan
serta asbes yang berasal dari mineral.
2. Polimer Sintetik
Polimer sintetik adalah polimer yang diuat melalui reaksi kimia seperti
karet, fiber, nilon, poliester, polistrena, polietilen. (10)
14
F. SELULOSA
1. Struktur Kimia Selulosa
Selulosa adalah salah satu jenis biopolymer alami yang paling banyak
terdapat dimuka bumi ini, berbagai serat alami seperti kain katun dan
tumbuhan tingkat tinggi memiliki kandungan utama selulosa yang
terdiri dari rantai panjang anhydro-D-glucopyranose units (AGU)
dengan setiap molekul selulosa mempunyai 3 gugus OH AGU,
terkecuali dari ujung terminalnya (13).
G. ETIL SELULOSA
A. Nama Kimia : 2-[4,5-dietoksi-2(etoksimetil)-6metoksioksan-
3il]oksi- 6-(hidroksimetil)-5-metoksioksan-3,4-
diol
B. Rumus Bangun :
Etil selulosa adalah eter selulosa non ionik, tidak sensitif terhadap pH
dan tidak laurt dalam air namun larut dalam berbagai pelarut organik lain.
Etil selulosa digunakan sebagai komponen matriks atau sistem salut yang
tidak mengembang dan tidak larut, bahan pengikat bagi bahan aktif yang
sensitif terhadap air, salut bagi tablet yang mengandung satu atau lebih
bahan aktif untuk mencegahnya bereaksi dengan bahan lain, pencegah
terjadinya perubahan warna pada bahan-bahan yang mudah teroksidasi
seperti asam askorbat, mempermudah granulasi untuk dicetak menjadi
tablet dan bentuk sediaan lainnya, serta dapat digunakan baik tunggal
maupun kombinasi dengan polimer larut air untuk digunakan sebagai salut
tablet sustained release yang digunakan pada mikropartikel, pelet dan
tablet (11)
H. NATRIUM TRIPOLIFOSFAT
Natrium tripolifosfat atau banyak dikenal sebagai sodium tripolifosfat
(STPP) memiliki rumus kimia Na5P3O10, merupakan garam pentanatrium
polifosfat dengan pemerian: serbuk atau granul putih, tidak berbau , tidak
berasa. Kelarutan STPP: mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol,
tidak larut dalam eter.
STPP bersifat inert, non alergi, non karsinogenik, biodegredable dan
biocompatible terhadap tubuh. Pada umumnya, STPP digunakan sebagai
agen pentaut silang atau sering disebut cross-linking agent untuk
pembuatan sintesis mikropartikel dan nanopartikel bersama polimer yang
direaksikannya. Variasi penggunaan konsentrasi dan banyaknya jumlah
18
I. NATRIUM ALGINAT
Natrium Alginat adalah bahan yang memiliki rumus kimia ((C6H8O6)n)
dengan pemerian serbuk berwarna putih kekuningan, praktik tidak berbau,
dan hampir tidak berasa. Kelarutan natrium alginat: larut dalam air, tidak
larut dalam kloroform dan dalam etanol (3). Natrium alginat dapat
digunakan sebagai crosslinker atau agen pentaut silang untuk membentuk
nanopartikel.
J. TIOMER
Thiolated polymers juga disebut sebagai tiomer. Hasil dari immobilisasi
senyawa sulfhidril pada polymer backbone, tiomer dapat menampilkan
hasil yang signifikan dalam meningkatkan sifat mukoadhesif sebagai
akibat dari penempelan secara ikatan kovalen pada mukus glikoprotein.
19
Sifat kohesif yang kuat dikarenakan adanya ikatan sulfida baik itu inter
dan intramolekular yang menghasilkan stabilitas yang lebih tinggi. Berikut
adalah data peningkatan mukoadhesif dari beberapa tiomer yang pernah
dibuat:
K. FREEZE DRYING
Freeze drying atau pengeringan beku adalah proses membekukan air yang
diikuti dengan penghilangan air dari sampel. Pertama-tama proses ini
dimulai dengan adanya proses sublimasi (primary drying) dan diikuti
dengan desorpsi (secondary drying). Proses pengeringan beku ini adalah
proses pengeringan dimana air disublimasi setelah sampel telah
dibekukan. Proses freeze drying ini dapat diaplikasikan atau diterapkan
pada bahan-bahan yang termolabil dan yang tidak stabil pada larutan air
dalam jangka waktu yang lama tetapi bahan tersebut stabil pada keadaan
kering.
Prinsip utama proses freeze drying adalah adanya fenomena yang
disebut sublimasi, dimana proses penghilangan air dilakukan pada keadaan
vakum dengan cara air melewati langsung dari bentuk padat ke bentuk gas
tanpa melewati bentuk cair.
Freeze drying atau pengeringan beku juga dikenal dengan proses
liofilisasi dimana digunakan untuk meningkatkan stabilitas dan
penyimpanan jangka panjang obat yang bersifat termolabil. Proses ini
dilakukan pada suhu dan tekanan yang rendah dan menghasilkan hasil
berupa komponen kering (padatan). Metode ini khususnya digunakan
untuk mengeringkan antibiotik, vitamin, hormon, plasma darah, enzim,
vaksin, bagian dari tumbuhan dan bahan-bahan peka yang sejenis.
Keuntungan proses liofilisasi adalah dekomposisi kimia pada sampel
dapat diminimalisir, penghilangan air dari sampel terjadi tanpa adanya
panas, meningkatkan stabilitas produk pada keadaan kering, memudahkan
pengelolaan cairan sehingga cairan tersebut lebih aseptik (9).
21
1. Definisi
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan teknik pemisahan
dengan fase gerak dalam bentuk cairan dan fase diam bisa berupa cair. Pada
awal penggunaannya, kromatografi cair dilakukan dalam kolom kaca
bergaris tengah besar pada kondisi atmosfer yang memerlukan waktu
analisis panjang. Perhatian makin besar dicurahkan pada pengembangan
kromatografi cair sebagai cara yang melengkapi kromatografi gas. Para
ilmuwan yakin bahwa efisiensi kolom dapat ditingkatkan dengan
pengurangan ukuran partikel fase diam. Pada akhir tahun 1960, teknologi
untuk menghasilkan kemasan dengan partikel berdiameter 3 – 10 um telah
berkembang. Sekarang, kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik
pemisahan yang lebih baik dimana banyak keputusan telah dibuat dan
aplikasi jauh lebih banyak dibandingkan dengan kromatografi gas (26).
2. Kelebihan dan kekurangan
KCKT memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode
kromatografi lainnya diantaranya sebagai berikut :
a. Analisis analit yang cepat
Analisis analit dalam matriks dengan metode KCKT tidak membutuhkan
waktu yang lama. Umumnya waktu analisis dengan KCKT hanya sekitar
5-30 menit (26).
b. Kolom yang sama dapat digunakan berulang kali
Kolom KCKT dapat dipakai untuk analisis analit dalam matriks lebih dari
satu kali. Waktu penggunaan kolom KCKT ditentukan kualitas pelarut dan
prosedur pencucian kolom KCKT (26).
c. Mekanisme pemisahan lebih bervariasi
Pemisahan analit dalam matriks dengan metode KCKT dapat diubah
dengan berbagai jenis mekanisme pemisahan yang dipengaruhi dengan
pilihan fase diam dan fase gerak yang digunakan serta besarnya interaksi
analit pada sistem KCKT (26).
22
e. Kolom
Kolom kromatografi pada KCKT biasanya dikemas menggunakan partikel
berukuran sangat kecil (2 sampai 10 µm), sehingga untuk memudahkan
aliran eluen diperlukan pompa dengan tekanan sampai ribuan pounds per
inci. Sebagai konsekunsinya, peralatan yang dibutuhkan cenderung lebih
rumit dan lebih mahal dibandingkan dengan peralatan pada kromatografi
jenis lainnya (26).
f. Detektor
Suatu detektor dibutuhkan pada KCKT untuk mendeteksi adanya
komponen analit (analisis kualitatif) yang berhasil dielusi dari dalam kolom
dan menentukan kadarnya (analisis kuantitatif). Detektor yang umumnya
digunakan pada KCKT diantaranya detektor indeks bias, detektor
konduktivitas dan detektor UV-Vis (26).
M. LANDASAN TEORI
mengembang dalam air (16). Sifat yang tidak larut dalam air ini disebabkan
oleh adanya ikatan kovalen yang berupa ikatan disulfida pada kedudukan
intramolekuler, sedangkan sifat adhesif seperti mukoadhesif, peningkatan
penetrasi disebabkan oleh adanya ikatan disulfida pada kedudukan
intermolekuler. Ikatan disulfida terjadi karena adanya reaksi oksidasi dari
gugus sulfidril yang terdapat pada thiomer dan molekul lainnya (15).
Dalam membentuk ikatan taut silang, muatan crosslinker yang digunakan
harus memiliki muatan yang berlawanan dengan tiomer. Tiomer etil
selulosa-sisteamin yang digunakan termasuk golongan tiomer kationik
yang bermuatan positif, sehingga crosslinker yang digunakan harus
memiliki muatan negatif. Beberapa crosslinker yang dapat digunakan
adalah natrium tripolifosfat (NaTPP), dan natrium alginat karena
merupakan senyawa polianion.
Nanopartikel berbasis tiomer etil selulosa-sisteamin memiliki sifat
mukoadhesif, karena memiliki gugus sulfhidril yang berasal dari ligan
sisteamin yang dapat membentuk ikatan disulfida dengan mukus saluran
cerna. Ikatan disulfida terjadi karena adanya reaksi oksidasi dari gugus
sulfhidril yang terdapat pada tiomer dan gugus sulfhidril yang terdapat
pada mucin saluran cerna. Ikatan disulfida tidak hanya dapat terbentuk
antara tiomer dengan mucin, tetapi juga dapat terbentuk antara tiomer
dengan senyawa lain yang mengandung gugus sulfhidril.
Selain melakukan uji karakterisasi nanopartikel, perlu dilakukan
pengujian sifat mukoadhesif dengan teknik difusi secara in vitro
menggunakan usus babi untuk melihat lamanya kontak nanopatikel dengan
mukus, banyaknya nanopartikel yang dapat melekat pada mukus, sehingga
dapat memperkirakan kekuatan ikatan antara nanopartikel yang terbentuk
dengan membran absorpsi. Penggunaan FDA sebagai model obat pada uji
mukoadhesif untuk menghitung persentase obat yang masih menempel pada
usus berdasarkan fluorosensi FDA yang terbaca pada Spektrofluorometer,
sama halnya dengan FD4 sebagai model obat pada uji penetrasi (18,19,20).
25
N. HIPOTESIS
1. Tiomer etil selulosa-sisteamin dapat dibuat nanopartikel dengan
menggunakan metode gelasi ionik.
2. Nanopartikel etil selulosa-sisteamin yang terbentuk memiliki ukuran,
morfologi dan muatan permukaan yang memenuhi syarat sebagai
nanopartikel.
3. Nanopartikel etil selulosa-sisteamin yang terbentuk memiliki sifat
mukoadhesif dan peningkat penetrasi dengan metode in vitro
6