Anda di halaman 1dari 23

Case Based Discussion

Sindrom Nefritik Akut

Nama : Gea Nathali Halim


NRP : 1415011
Preceptor : dr. Susana Farah Diba, Sp.A., M.Kes.

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RS IMMANUEL BANDUNG
2019

1
PRESENTASI KASUS
Gea Nathali Halim (NRP : 1415011)
Preseptor : dr. Susana Farah Diba, Sp.A, M.Kes.

1. KETERANGAN UMUM
Nama : Reksha Dwi Pangga
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 16 Januari 2006
Umur : 13 tahun
Alamat : Japra Wibiksana, Bojong Suren
Tanggal mulai dirawat : 17 Juni 2019
Tanggal pemeriksaan : 17 Juni 2019
Nama ibu : Ny. Neng Roswati
Pendidikan ibu : SMA
Usia ibu : 43 tahun
Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
Nama ayah : Tn. Japra Wibiksana
Usia ayah : 45 tahun
Pendidikan ayah : SMA
Pekerjaan ayah : Buruh pabrik
Penghasilan keluarga : 3.500.000/ bulan

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bengkak
Heteroanamnesis didapatkan dari ibu kandung pasien pada 17 Juni 2019 pukul 14.00
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Immanuel dengan keluhan bengkak sejak 2 hari
SMRS, bengkak terutama di daerah pipi dirasakan pagi setelah bangun tidur, sedangkan pada
siang hari bengkak sedikit berkurang. Selain bengkak pada pipi, pasien mengeluh adanya
bengkak pada kelopak mata bagian bawah dan hanya timbul saat pagi setelah bangun tidur,
lalu terdapat bengkak pada kaki dan sesak nafas apabila beraktivitas terlalu berat dan hilang
beberapa jam setelah istirahat.

2
1 hari SMRS saat pagi hari setelah bangun tidur, pasien mengeluh BAK yang berubah
menjadi keruh seperti air cucian daging, lalu hingga hari ini BAK tetap keruh namun lebih
membaik dibanding kemarin. BAB tidak ada keluhan, Selain itu 2 minggu SMRS pasien
panas badan yang tidak terlalu tinggi, berlangsung terus-menerus baik siang maupun malam,
dan keesokan harinya demam menurun setelah diberi obat penurun panas namun timbul
bengkak pada wajah(pipi, kelopak mata) terutama pagi saat bangun tidur. Pasien menyangkal
adanya keluhan sesak saat ini, batuk pilek, nyeri tenggorokan, bercak merah di wajah, bintik-
bintik merah di kulit, nafsu makan menurun, nyeri daerah pinggang, nyeri saat BAK.
Keluhan juga tidak disertai dengan sakit kepala, mual, muntah, kejang, pucat, lemah, lesu dan
penurunan kesadaran.
Karena adanya bengkak pada wajah, 2 minggu SMRS pasien dibawa ke dokter klinik dan
diberikan obat namun pasien lupa nama obatnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi
makanan maupun obat.
 Riwayat penyakit dahulu : scabies dalam pengobatan
 Riwayat kebiasaan : sering minum minuman kemasan
 Riwayat lingkungan : pasien tinggal di pesantren, dengan kasur yang dibawa
Pasien merupakan anak ke-2 dari ibu berusia 43 tahun P3A0, lahir secara normal aterm
38-39 minggu, letak kepala, langsung menangis, ditolong oleh bidan. Berat badan lahir pasien
3800 gram dan panjang badan lahir 48 cm. Sejak usia 1 tahun hinggga sekarang
menkonsumsi menu keluarga.
Riwayat imunisasi dasar penderita lengkap, penderita mendapatkan imunisasi hepatitis B
pada bulan ke- 0,2,3 dan 4 , BCG pada bulan ke-1, Polio pada bulan ke- 2,3, dan 4, DPT
bulan ke- 2,3, dan 4, campak pada bulan ke – 9.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Senin, 17 Juni 2019, pukul 14.00
(Hari perawatan ke-1, pemantauan hari ke-1)
Keadaan umum : Sakit sedang, lemas
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan Darah : 140/100mmHg
Nadi : 90 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 24x/menit, abdominothorakal

3
Suhu : 36,6C
Saturasi : 99 %
Status Antropometri
Berat badan : 33 kg
Tinggi badan : 145 cm
BMI : 15,74 kg/m2
Status pertumbuhan berdasarkan WHO Growth Reference untuk 5 – 19 tahun :
BMI menurut usia : -2 SD sampai dengan -1 SD (normal)
Tinggi badan menurut usia : -2 SD sampai dengan -1 SD (normal)
Kepala : Tampak bengkak pada kedua pipi (puffy face), malar rash (-)
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, oedem palpebral (-/-)
Hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret hidung
Mulut : mukosa bibir lembab, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis.
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Thoraks :
Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk normal, Pergerakan simetris, Retraksi intercostalis (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : VBS +/+, Slem -/-, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung :
Bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal pada semua regio abdomen
Perkusi : hipertimpani pada semua regio abdomen, ruang traube timpani,
shifting dullness (-),
Palpasi : defence muscular (-), nyeri tekan seluruh lapang abdomen, fluid wave
(-)
Ekstremitas :akral hangat, CRT <2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai (-/-) , turgor
kembali cepat

4
Pemeriksaan laboratorium (17 Juni 2019 pukul 13.55)
 Hematologi
o Hemoglobin : 13,5 g/dL
o Hematokrit : 41%
o Leukosit : 12.41/mm3 H
o Trombosit : 608.000/mm3 H
o Eritrosit : 4.5 juta/mm3
 Nilai-nilai MC
o MCV : 91 fL
o MCH : 30 pg/mL
o MCHC : 33 g/dL

 Hitung jenis
o Basofil : 0,7
o Eosinofil : 6,5 H
o Neutrofil Batang : 0,0 L
o Neutrofil Segmen : 52,4
o Limfosit : 32
o Monosit : 8,4

 Kimia klinik
o Kreatinin : 0,77 mg/dL
o eGFR : 74,55
o Ureum : 19,7 mg/dL

 Imunoserologi
o ASLO : <200

Pemeriksaan laboratorium (17 Juni 2019 pukul 17.24)


 Urinalisis
o Warna : Kuning
o Kejernihan : Agak keruh
o Berat jenis : <1.005 L

5
o pH : 7,5 H
o Protein : Negatif
o Glukosa : Negatif
o Keton : Negatif
o Urobilinogen : 0,2
o Bilirubin : Negatif
o Nitrit : Negatif
o Lekosit Esterase : +1 H
 Sedimen Urine
o Epitel : 2-4
o Eritrosit : Banyak
o Lekosit : 4-6 H
o Bakteri : Negatif
o Kristal : Negatif
o Lain-lain : Negatif

Pemeriksaan laboratorium (17 Juni 2019 pukul 18.30)


 Kimia klinik
o Protein total : 6,5 g/L
o Albumin : 3,1 g/L L
o Globulin : 3,4 g/dl H

IV. DIAGNOSIS BANDING


Sindrom Nefritik Akut
Sindrom Nefrotik

V. DIAGNOSIS KERJA
Sindrom Nefritik Akut

VI. PENATALAKSANAAN
 Non medikamentosa
o Rawat Inap
o Observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu

6
o Observasi input output cairan
o Observasi Edema
o Diet protein dan rendah garam
 Medikamentosa
o Infus IVFD D5%
o Furosemide IV 0,5-1,5mg/kgBB/hari  2x20mg
o Captopril PO 0,3-2mg/kgBB/hari  3 x 12,5mg
o Amoksisilin PO 50mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis  3x500mg pc
o Bila TD>=120/80mmHg beri Nifedipin sublingual 0,25-0,5mg/kgBB/hari 
1x10mg
VII. Pemantauan
Selasa, 18 Juni 2019, pukul 07.00
(Hari perawatan ke-2, pemantauan hari ke-2)

Subjektif (S) :

Menurut pasien dan ibu pasien, pasien sudah tidak bengkak pada pipi, kelopak mata bagian
bawah maupun kaki saat bangun tidur pagi, BAK masih keruh namun tidak sekeruh kemarin,
dan warna BAK seperti teh sudah tidak seperti air cucian daging. dan keluhan mual juga
masih ada. Tidak ada keluhan batuk, pilek, nyeri menelan, nyeri BAK.

Objektif (O) :
Pemeriksaan Fisik Selasa, 18 Juni 2019
Keadaan umum : Sakit sedang, tampak membaik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan Darah : 140/80mmHg
Nadi : 86 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 22 x/menit, abdominothorakal
Suhu : 37,2C
Saturasi : 98 %
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, oedem palpebral (-/-)
Hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret hidung
Mulut : mukosa bibir lembab, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)

7
Thoraks :
Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk normal, Pergerakan simetris, Retraksi intercostalis (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : VBS +/+, Slem -/-, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung :
Bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal pada semua regio abdomen
Perkusi : hipertimpani pada semua regio abdomen, ruang traube timpani,
shifting dullness (-),
Palpasi : defence muscular (+), nyeri tekan seluruh lapang abdomen, fluid
wave (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai (-/-) ,
turgor kembali cepat

Assessment (A) : Sindrom Nefritik Akut

Planning (P) :

 Non medikamentosa
o Rawat Inap
o Observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu
o Observasi input output cairan
o Observasi Edema
o Diet protein dan rendah garam
 Medikamentosa
o Infus Infus RL 1500cc/24jam
o Captopril PO 2x12,5mg
o Furosemid IV 2x20mg
o Amoksisilin PO 50mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis  3x500mg pc

8
Rabu, 19 Juni 2019, pukul 07.00
(Hari perawatan ke-3, pemantauan hari ke-3)

Subjektif (S) :

Menurut pasien dan ibu pasien, pasien sudah tidak bengkak pada pipi, kelopak mata bagian
bawah maupun kaki saat bangun tidur pagi, BAK sudah tidak seperti air cucian daging. Tidak
ada keluhan batuk, pilek, nyeri menelan, nyeri BAK.

Objektif (O) :
Pemeriksaan Fisik Rabu, 19 Juni 2019
Keadaan umum : Sakit sedang, tampak segar
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital
Tekanan Darah : 120/80mmHg
Nadi : 78 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 20 x/menit, abdominothorakal
Suhu : 36,6C
Saturasi : 97 %
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, oedem palpebral (-/-)
Hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada sekret hidung
Mulut : mukosa bibir lembab, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Thoraks :
Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk normal, Pergerakan simetris, Retraksi intercostalis (-/-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : VBS +/+, Slem -/-, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung :
Bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal pada semua regio abdomen

9
Perkusi : hipertimpani pada semua regio abdomen, ruang traube timpani,
shifting dullness (-),
Palpasi : defence muscular (+), nyeri tekan seluruh lapang abdomen, fluid
wave (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai (-/-) ,
turgor kembali cepat

Assessment (A) : Sindrom Nefritik Akut

Planning (P) :

 Non medikamentosa
o Rawat Inap
o Observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu
o Observasi input output cairan
o Observasi Edema
o Diet protein dan rendah garam
 Medikamentosa
o Infus Infus RL 1500cc/24jam
o Captopril PO 2x12,5mg
o Furosemid IV 2x20mg
o Amoksisilin PO 50mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis  3x500mg pc

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : dubia Ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

10
IX. ANALISIS KASUS

SINDROM NEFRITIK AKUT

Pendahuluan

Glomerulonefritis akut (GNA), adalah suatu kumpulan gejala yang ditandai oleh
penurunan mendadak laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi klinik berupa edema,
hematuria, hipertensi, oligouria serta insufisiensi ginjal. Oleh karena itu, GNA sering juga
disebut sebagai sindrom nefritik akut (SNA), Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA)
yang banyak dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS).
GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata
usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.1 Angka kejadian GNAPS sukar
ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk
simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik,
pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS
masih banyak dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada
golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9%1 & 66,9%.2

1. Definisi
Sindrom nefritik akut (SNA) adalah suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria,
hematuria, azotemia, red blood cast, oliguria dan hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara
akut.1 Sedangkan glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu istilah yang lebih bersifat umum
dan lebih menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel
glomeruli akibat proses imunologik. Penggunaan istilah SNA mengarah kepada keadaan
klinis, sedangkan GNA mengarah kepada keadaan histopatologis.3

2. Klasifikasi

Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain:3

• Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut

• Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria

11
- Glomerulonefritis fokal

- Nefritis herediter (sindrom Alport)

- Nefropati IgA-IgG (Maladie de Berger)

- Benign recurrent hematuria

• Glomerulonefritis progresif cepat

• Penyakit – penyakit sistemik

- Purpura Henoch-Schöenlein (HSP)

- Lupus erythematosus sistemik (SLE)

- Endokarditis bakterial subakut (SBE)

A. Epidemiologi

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus yang klasik terutama menyerang anak dan orang
dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin berkurang. Dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Syamsul Nur di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo
Makassar, didapatkan bahwa anak laki-laki lebih banyak menderita GNAPS (61,6%)
dibandingkan dengan anak perempuan (38,4%) dengan perbandingan 1:6, hal ini bisa saja
disebabkan karena anaklaki-laki lebih sering berada diluar rumah, sehingga kemungkinan
untuk terpapar infeksi SBHA juga lebih besar. Dari hasil penelitian ini juga didapatkan
bahwa rerata umur penderita adalah 9,36 tahun dengan rentangan 3,42-14,67 tahun.6

3. Etiologi
Etiologi dari SNA sangat banyak antara lain :
Faktor Infeksi
a. Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus (Glomerulonefritis Akut
Pasca Streptokokus). Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh
streptokokus. Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus. Glomeruli
mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri streptokokus yang
mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus selaput glomeruli dan
mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu)

12
setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan
efektif. 8,9
b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis subakut
dan Shunt Nephritis. Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit, penyakit ginjal
dan sistemik, endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus, streptokokus, staphylokokus.
Virus: Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan
parasit : Toxoplasma gondii, filariasis, dll. 8,9

2. Penyakit multisistemik, antara lain :


a. Lupus Eritematosus Sistemik
b. Purpura Henoch Schonlein (PHS)

3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain :


a. Nefropati IgA 8,9

4. Penyakit Ginjal Sekunder, antara lain:


a. Glomerulonefritis akibat Diabetes Melitus

4. Patofisiologi

13
Gambar 1.1 Patofisiologi SNA5

Beberapa hipotesis yang telah diajukan :

 Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis


glomerulus dan kemudian merusaknya.
 Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
pembentukan kompleks autoimun yang merusak glomerulus.
 Streptococcus nefritogen dan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk antibodi yang langsung merusak membran
basalis ginjal.4,5

5. Gejala Klinis

GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang pada usia di
bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3
minggu pada pioderma.3

Gejala klinik GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang
khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simptomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama
hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simptomatik.3

GNAPS simptomatik

1. Periode laten :

Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara infeksi streptokokus dan
timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; periode 1-2 minggu umumnya
terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh
infeksi kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini
berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti
eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schöenlein atau Benign recurrent haematuria.3

2. Edema :

14
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada
akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema palpebra),
disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul di daerah perut
(asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.3

Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan lokal.
Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena adanya
jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore
hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-
kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui
setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.3

3. Hematuria

Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS, sedangkan hematuria


mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia
mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik
berkisar 84-100%.3

Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna
seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama dan
berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu.
Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6
bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun
secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari
satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan
indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis
kronik.

4. Hipertensi :

Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya terjadi
dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang
lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg).
Hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur,
tekanan darah akan normal kembali. Ada kalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati
hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah,

15
kesadaran menurun dan kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati
hipertensi berkisar 4-50%.3

5. Oliguria

Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin
kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam
minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu
pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus
yang berat dengan prognosis yang jelek.3

6. Gejala Kardiovaskular :

Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi pada 20-
70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi akibat hipertensi atau
miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada
hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena
hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi
hipervolemia.3

a. Edema paru

Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan sirkulasi.
Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara radiologik. Gejala-gejala
klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar
atau basah halus. Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam
minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal.

Gambaran klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak
diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan
jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-
85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama dan
menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain. Kelainan radiologik
toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi pleura. Tingginya kelainan
radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik dilakukan dengan posisi Postero Anterior
(PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan (LDK).3

16
7. Gejala-gejala lain

Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.
Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat
hematuria makroskopik yang berlangsung lama.3

6. Diagnosis

Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya
kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:3

a. GNAPS Simtomatik
 Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case
dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-
gejala khas GNAPS.
 Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa
ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak
eritrosit, hematuria & proteinuria.
 Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup
A.
b. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria
mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.3

Analisis urin memperlihatkan adanya sel-sel darah merah, seringkali bersama dengan
silinder sel darah merah dan proteinuria, leukosit polimorfonuklear tidak jarang ditemukan.
Anemia normokromik ringan dapat terjadi akibat hemodelusi dan hemolisis ringan. Kadar C3
serum biasanya menurun.4

Pada anak dengan sindroma nefritik akut (GNA), jika terdapat bukti adanya infeksi
streptococcus dan kadar C3 rendah, diagnosis klinis GNAPS sudah dapat dibenarkan dan
tidak perlu diindikasikan pemeriksaan biopsi ginjal. Namun, penting untuk
mengesampingkan lupus eritematosus sistemik dan eksaserbasi akut glomerulonefritis kronis.
Pada SLE terdapat kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah. Pada SLE tidak
terdapat edema, hipertensi ataupun oliguria. Biopsi ginjal dapat mempertegas perbedaan
dengan GNAPS.3,5

17
Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan artralgia, sedangkan pada
GNAPS tidak ada gejala demikian. Sindroma nefritik akut yang terjadi setelah infeksi selain
streptococcus biasanya lebih mudah terdiagnosis karena gejalanya seringkali timbul ketika
infeksinya masih berlangsung. GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus
tertentu selain oleh Group A β-hemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan melaporkan
gejala GNA yang timbul sesudah infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus
ECHO.3,5

7. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

 Laju Endap Darah (LED) meningkat.


 Kadar Hemoglobin menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air)
 Pada pemeriksaan urin berwarna gelap (merah daging), hematuria makroskopik,
jumlah berkurang, berat jenis meninggi, dan ditemukan albumin (albuminuria,
proteinuria), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin.
 Ureum dan kreatinin darah meningkat, renin menurun
 Albumin serum sedikit menurun.
 Titer anti-streptolisin O meningkat pada 60-80% penderita.
 Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.
 Kultur kulit dan tenggorokan menunjukkan adanya kuman streptococcus3

8. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksaaannya adalah untuk mengurangi inflamasi pada ginjal dan


mengontrol tekanan darah. Pengobatannya termasuk penggunaan antibiotik ataupun terapi
lainnya.7
1. Tirah baring
Terutama pada minggu pertama penyakit untuk mencegah komplikasi. Sesudah fase akut
istirahat tidak dibatasi lagi tetapi tidak boleh kegiatan berlebihan.7
2. Diet
a. Protein: 1-2 gram/kg BB/ hari untuk kadar Ureum normal, dan 0,5-1 gram/kg BB/hari
untuk Ureum lebih dari atau sama dengan 40 mg%

18
b. Garam: 1-2 gram perhari untuk edema ringan, dan tanpa garam bila anasarka.
c. Kalori: 100 kalori/kgBB/hari.
d. Intake cairan diperhitungkan bila oligouri atau anuri, yaitu: Intake cairan = jumlah urin +
insensible loss (20-25cc/kgBB/hari + jumlah kebutuhan cairan setiap kenaikan suhu dari
normal (10cc/kgBB/hari])7
3. Medikamentosa
a. Antibiotik
Penisilin Prokain (PP) 50.000-100.000 SI/KgBB/hari atau ampisilin/amoxicillin dosis
100mg/kgBB/hari atau eritromisin oral 30-50 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10
hari untuk eradikasi kuman. Pemberian antibiotik bila ada tonsilitis, piodermi atau
tanda-tanda infeksi lainnya.7
b. Anti Hipertensi
Hipertensi Ringan: Istirahat dan pembatasan cairan. Tekanan darah akan normal
dalam 1 minggu setelah diuresis.
Hipertensi sedang dan berat diberikan kaptopril 0,5-3mg/kgBB/hari dan furosemide
1-2mg/kgBB/hari per oral.7
4. Tindakan Khusus
a. Edema Paru Akut:
Dikatakan edema paru akut bila disertai batuk, sesak napas, sianosis, dan pemeriksaan
fisis paru menunjukkan ronkhi basah. Tindakan yang dilakukan adalah:7
Stop Intake peroral.

 IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam


 Pemberian oksigen 2-5 L/menit
 Furosemide 2 mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai maksimal
10 mg/kgBB/hari.
 Bolus NB 2-4 mEq/kgBB/hari bila ada tanda asidosis metabolik. yang ditandai
dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman
melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam.
Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan
lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam
darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal
juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan
lebih banyak asam dalam air kemih. jika tubuh terus-menerus menghasilkan

19
terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan
keadaan koma.8
b. Hipertensi Ensefalopati:
Hipertensi dengan tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg atau diastolik ≥ 120 mmHg, atau
selain itu tetapi disertai gejala serebral berupa sakit kepala, muntah, gangguan
pengelihatan, kesadaran menurun, dan kejang.
Tindakan yang dilakukan adalah:7
1. Stop Intake peroral.
2. IVFD dextrose 5%-10% sesuai kebutuhan per 24 jam
3. Nifedipin sublingual 0,25mg/kgBB diulangi 30-60 menit bila perlu. Atau klonidin
0,002mg/kgBB/kali (IV), dinaikkan dengan interval 2 sampai 3 jam, maksimal
0,05mg/kgBB/hari.
4. Furosemide 0,5-1,5mg/kgBB (IV) dan dinaikkan secara bertahap sampai
maksimal 10 mg/kgBB/hari.
5. Bila tekanan darah telah turun, yaitu diastol kurang dari 100mmHg, dilanjutkan
dengan kaptopril 0,5-2mg/kgBB/hari + furosemide 1-2mg/kgBB/hari.
6. Kejang diatasi dengan antikonvulsan.7
Pemantauan

Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2
minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-gejala seperti edema, hematuria,
hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang
dalam waktu 1-12 bulan. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa
hematuria mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan
hipokomplemenemia 60,4%.1 Kadar C3 yang menurun (hipokomplemenemia) menjadi
normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan hematuria dapat menetap selama 6 bln–1
tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melacak adanya proses
penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat menetap hingga 6 bulan, sedangkan hematuria
mikroskopik dapat menetap hingga 1 tahun.3

Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria yang berlangsung
lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk pengamatan setiap 4-6
minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat hematuria mikroskopik dan
atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut

20
menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu atau kedua kelainan tersebut, perlu
dipertimbangkan biopsi ginjal.3

9. Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai adalah :

1. Ensefalopati hipertensi (EH).

EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati
tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5
mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila
tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali.

Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun
sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga
normal.3

2. Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI)

Pengobatan konservatif :

a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori


secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari

b. Mengatur elektrolit :

- Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.

- Bila terjadi hipokalemia diberikan :

• Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari

• NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari

• K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari

• Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb1

3. Edema paru

21
Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai
bronkopneumoni.3

10. Prognosis

Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi,
sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS
dapat kambuh kembali.

Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2
minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria
mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS
sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis,
baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-
30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi
glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama
dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau
ensefalopati hipertensi.3

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Albar H, Rauf S. The profile of acute glomerulonephritis among Indonesian


Children.Paediatrica Indonesiana. 2005;45: 264–69.
2. Manhan RS, Patwari A, Raina C, Singh A. Acute nephritis in Kashmiri children a
clinical and epidemiological profile. Indian Pediatr. 1979;16: 1015–21
3. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta; 2012.
4. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak. Unit
Kerja Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2010.
5. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathology. 9th edition. Saunder
Elsevier: Philadelphia; 2013, ch 20: 913.
6. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, et al.
Pedoman Pelayanan Medis IDAI. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2009
7. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin: Standar
Pelayanan Medik Anak, Sindrom nefritis akut, Makassar; 2015.hal. 195-196
8. Rauf S, Albar H, Aras J et al. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
IDAI. Jakarta: Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012
9. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) Glomerulonephritis Work
Group. KDIGO Clinical Practice Guideline For Glomerulonephritis. Kidney Inter.,
Suppl. 2012; 2 198-232

23

Anda mungkin juga menyukai