Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkebunan merupakan salah satu sub sektor pada sektor pertanian yang
memiliki fungsi untuk meningkatkan pendapatan petani serta sebagai upaya untuk
membuka kesempatan kerja, peningkatan eksport, pemenuhan kebutuhan bahan
baku industri dalam negeri serta pemerataan pembangunan dan penciptaan
pertumbuhan ekonomi regional suatu daerah (Hafsah, 2003). Tembakau
merupakan salah satu komoditas yang diunggulkan dalam sub sektor perkebunan
di Indonesia. Komoditi tembakau mempunyai arti yang penting, tidak hanya
sebagai sumber pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi negara. Usaha
pertanian tembakau merupakan usaha padat karya (Hanum, 2008).

Perkebunan tembakau di Indonesia dibagi atas dua jenis perkebunan


berdasarkan sistem pengelolaannya yaitu perkebunan negara dan perkebunan
rakyat. Berdasarkan data pada Badan Pusat Statistik (BPS Provinsi Jawa Tengah,
2013), provinsi yang menjadi sentra perkebunan tembakau rakyat di Indonesia
adalah Provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Jawa Tengah.
Provinsi Jawa Tengah memiliki luas lahan perkebunan tembakau seluas 639.885ha
dengan jumlah rumah tangga usaha perkebunan sebanyak 232.326 rumah tangga,
data tersebut sesuai dengan diagram pada Ilustrasi 1 (BPS Kabupaten Semarang,
2014).

Kabupaten Semarang merupakan salah satu kabupaten penghasil tembakau


di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini memiliki luas lahan perkebunan tembakau
seluas 988 Ha dan kecamatan Getasan merupakan kecamatan yang memiliki luas
lahan terluas yakni seluas 853 Ha (86,34 %). Tanaman tembakau yang ditanam di
Kecamatan Getasan adalah tembakau varietas Kemloko, Gober/Andong.
Perkebunan tembakau di Kecamatan Getasan merupakan perkebunan rakyat,
dikelola oleh petani yang tergabung dalam kelompok tani.

Usahatani Tembakau di Kecamatan Getasan menggunakan sistem


kemitraan antara petani tembakau dengan salah satu perusahaan rokok di
2

Indonesia yaitu PT Djarum. Petani tembakau di Kecamatan Getasan


menggunakan input berupa faktor produksi yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja,
pupuk dan pestisida. Faktor produksi tersebut dipengaruhi oleh harga faktor
produksi sehingga menimbulkan biaya produksi.

Petani tembakau di Kecamatan Getasan, seringkali mengalami


keterbatasan dalam melakukan kegiatan usahatani tembakau. Keterbatasan
tersebut berupa keterbatasan sarana dan prasarana usaha serta kemampuan petani
yang belum dapat mengalokasikan faktor-faktor produksi tembakau secara
efisien. Penggunaan faktor produksi yang kurang efisien dapat mempengaruhi
jumlah produksi tembakau serta dapat menyebabkan kerugian terhadap usahatani
tembakau.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:

a) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani tembakau di


Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang?
b) Bagaimana tingkat efisiensi produksi usahatani tembakau di Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang?

1.3 Tujuan dan Manfaat


Berdasarkan perumusan masalah diatas di atas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:

a) untuk menganalisis pengaruh jumlah penggunaan faktor-faktor produksi yang


meliputi luas lahan, jumlah benih, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk kandang,
jumlah pupuk ZA, jumlah pupuk NPK fertila, jumlah pupuk KNO3 dan jumlah
pestisida terhadap produksi usahatani tembakau di Kecamatan Getasan
b) untuk menganalisis efisiensi penggunaan faktor- faktor produksi pada usahatani
tembakau di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan diatas, maka manfaat dari


penelitian ini adalah sebagai berikut:
3

a) ini dapat menjadi referensi bagi petani dalam penggunaan faktor produksi secara
efisien agar didapatkan produksi yang maksimal.
b) sebagai referensi bagi pemerintah daerah setempat dan dinas pertanian terkait
dalam menentukan kebijakan pengembangan usahatani tembakau rakyat .
c) Sebagai bahan rujukan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut pada bidang yang sama.
4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani
Usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya
(Suratiyah, 2008). Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola
aset dan cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam
suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (Moehar, 2001).

2.2 Kemitraan
Kemitraan adalah kerjasama yang sinergis antar dua atau lebih pihak untuk
melaksanakan suatu kegiatan. Kerjasama tersebut merupakan pertukaran sosial
yang saling memberi, bersifat timbal balik dan saling menerima (Mardikanto,
2009). Kemitraan usaha pertanian tembakau memiliki berbagai pola yang
disesuaikan dengan perusahaan, petani dan kondisi setempat. Pola tersebut adalah
inti plasma, subkontrak dan dagang umum. Pada pola kemitraan inti-plasma
perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis,
manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Sedangkan
kelompok mitra berkewajiban memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan
persyaratan yang telah disepakati bersama (Hafsah, 2003).

Kemitraan yang terjalin diartikan sebagai kerjasama yang sinergis antara


dua belah pihak untuk melaksanakan suatu kegiatan dan diharapkan tercipta
hubungan timbal balik, saling menerima dan saling memberi satu sama lain.
Kemitraan yang diberikan pada petani tembakau dapat berupa pemberian kredit
benih, pupuk, obat dan pendampingan teknik budidaya untuk petani yang
tergabung dalam kemitraan (Akbar et al., 2011). Kemitraan diharapkan mampu
memberi manfaat berupa peningkatan ketrampilan, pengetahuan, pendapatan,
serta peningkatan hasil produksi (Hafsah, 2003).
5

2.3 Tembakau
Tanaman tembakau merupakan salah satu komoditas andalan nasional
dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan
lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi
negara disamping mendorong berkembangnya agribisnis tembakau dan
agroindustri (Cahyono, 2005).

Tembakau berdasarkan morfologinya terdiri atas dua bagian yaitu


vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan daun,
sedangkan bagian generatif terdiri atas bunga dan buah (Cahyono, 2005). Akar
tanaman tembakau adalah akar tunggang. Tembakau memiliki batang yang
mampu tumbuh tegak setinggi 2,5 meter. Bunga tembakau termasuk bunga
majemuk yang berbentuk malai. Daun tembakau berbentuk bulat panjang,
ujungnya meruncing, tepinya licin dan bertulang sirip. Satu tanaman biasanya
memiliki sekitar 24 helai daun. Ukuran daun cukup bervariasi menurut keadaan
tempat tumbuh dan jenis tembakau yang ditanam. Proses penuaan (pematangan)
daun biasanya dimulai dari bagian ujung, kemudian bagian bawahnya (Budiman,
2011).

2.4 Faktor Produksi Tembakau


Faktor-faktor produksi merupakan benda atau jasa yang disediakan oleh
alam atau dihasilkan oleh manusia dan digunakan untuk menghasilkan berbagai
macam barang atau jasa. Faktor- faktor produksi akan menentukan besar kecilnya
produksi yang dihasilkan (Cahyono, 2005). Faktor produksi tembakau menurut
(Mamat et al.,2006) adalah luas lahan, benih tembakau, pupuk sesuai kebutuhan
nutrisi tanah, tenaga kerja, modal dan pestisida.

2.5 Elastisitas Produksi


Elastisitas Produksi merupakan perbandingan perubahan relatif antara
jumlah produk yang dihasilkan dengan perubahan relatif jumlah faktor produksi
yang digunakan.Elastisitas produksi dapat menggambarkan skala pengembalian.
Return to scale(RTS) adalah skala pengembalian menunjukkan hubungan
perubahan input secara bersama- sama (dalam persentase) terhadap perubahan
output (Sugiarto, 2000). Perhitungan Return to scale dilakukan untuk besarnya
6

tambahan hasil produksi akibat jumlah tambahan faktor produksi secara


proporsional (Ramadhani, 2012).

2.6 Efisiensi
Efisiensi merupakan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik.
Efisiensi dibagi atas dua jenis yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis
(Marhasan, 2005). Menurut (Soekartawi, 2002) efisiensi juga diartikan sebagai
upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi
sebesar-besarnya.

Efisiensi teknis adalah kombinasi antara kapasitas dan kemampuan unit


ekonomi untuk memproduksi sampai tingkat output maksimum dari jumlah input
dan teknologi (Moehar, 2001). Suatu unit kegiatan ekonomi dikatakan efisien
secara teknis apabila menghasilkan output maksimal dengan sumber daya
tertentu atau memproduksi sejumlah tertentu output menggunakan sumber daya
yang minimal (Soekartawi, 2002).

2.7 DEA
Data Envelopment Analysis (DEA) diperkenalkan oleh Charnes, Cooper,
dan Rhodes. Menurut sitompul (2004) DEA adalah alat evaluasi atas aktivitas
proses disuatu system atau unit kerja. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi
komparatif atau relative antara satu unit dengan unit lain pada satu organisasi.
Pengukuran secara relative ini menghasilkan dua atau lebih unit kerja yang
memiliki efisiensi 100% yang dijadikan tolak ukur bagi unit kerja lain untuk
menentukan langkah-langkah perbaikan.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode DEA ini


digunakan untuk mengevaluasi kinerja suatu unit yang mana dengan menggunakan
analisa ini dapat diketahui unit mana dan faktor apa yang harus di tingkatkan dalam
unit tersebut. Menurut kurnia (2006) analisis DEA didesain secara spesifik untuk
mengukur efisiensi relatif suatu unit produksi dalam kondisi terdapat banyak input
dan banyak output, yang mana seringkali sulit untuk disiasati secara sempurna oleh
teknis analisis pengukuran efesiensi lainnya.
7

Dalam metode DEA ini ada 3 manfaat yang diperoleh dari pengukuran
efesiensi dengan DEA: a). sebagai tolak ukur untuk memperoleh efesiensi relatif
yang berguna untuk mempermudah perbandingan. b). mengukur berbagai informasi
efisiensi antar Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) untuk mengidentifikasi faktor-faktor
penyebabnya. c). menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan
tingkat efisiensinya.
8

BAB III METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum ekonomi produksi ini adalah pada bulan
November sampai Desember 2018 di Lab MA (Laboratorium Manajemen
Agribisnis) Fakultas Pertanian Universitas Riau.

3.2 Data Dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari responden dengan wawancara menggunakan
panduan kuesioner. Kuesioner berisi data identitas responden, penggunaan luas
lahan, penggunaan jumlah benih, penggunaan pupuk dan pestisida pada usahatani
tembakau di Kecamatan Getasan. Data sekunder diambil dari sumber-sumber atau
instansi- instansi terkait berupa laporan- laporan dan publikasi dari penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya serta dari pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.3 Analisis Data


Setelah data primer dan sekunder terkumpul, maka dilakukan
pengolahan data sesuai dengan variabel- variabel yang diamati yakni analisis faktor
produksi dan analisis efisiensi ekonomi.

Model yang digunakan untuk menggambarkan pengaruh kuantitas


faktor- faktor produksi tembakau berupa luas lahan, jumlah benih, tenaga kerja,
pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK fertila, pupuk KNO 3 dan pestisida terhadap
produksi tembakau dalam penelitian ini adalah menggunakan fungsi produksi
model Cobb-Douglas. Fungsi produksi model Cobb- Douglasadalah fungsi atau
persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu
disebut dependen atau yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel
independen atau variabel yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 2002).
Efisiensi ekonomi tercapai bila nilai produk marjinal (NPM) sama dengan
Biaya Korbanan Marjinal (BKM) sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut
(Mubyarto,1995) :
Efisiensi Ekonomi = NPMxi = Bxi.Y/ Xi.Py atau MPP.Py = 1(5)
BKMxi Pxi Pxi
9

Kriteria pengujian sebagai berikut :

a. Penggunaan faktor produksi tidak efisien jika MPP.Py< 1, input


harus dikurangi Pxi

b. Penggunaan faktor produksi sudah efisien jika MPP.Py= 1, input sesuai


Pxi

c. Penggunaan faktor produksi belum efisien jika MPP.Py>1,input perlu


ditambah Pxi

Produk marjinal (MPP) dapat dihitung dari fungsi produksi modelCobb-


Douglasdengan cara koefisien b dikalikan Y/X dan perhitungan nilai efisiensi
dilakukan setiap faktor produksi dan tidak secara bersamaan (Soekartawi,2002).

Metode analisis efisiensi produksi menggunakan metode analisis DEA yang


dikembangkan oleh Coelli et al. (1993) dan Farrel (1957) yang mengukur efisiensi
teknis, efisiensi alokatif, dan efisiensi ekonomi. Metode DEA dibuat sebagai alat
bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktifitas dalam sebuah unit entitas (organisasi).
Pada dasarnya prinsip kerja model DEA adalah membandingkan data input dan
output dari suatu organisasi.

Decission Making Unit (DMU) dengan data input dan output lainnya pada
DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai
efisiensi. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) adalah metode non
parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi
relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input
tertimbang. Secara konsep, DEA menjelaskan tentang langkah yang dirancang
untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit ekonomi tertentu dengan beberapa unit
ekonomi yang lain dalam satu pengamatan, dimana mereka menggunakan jenis
input dan output yang sama (Coelli et al., 1998).

Batasan Istilah dan Pengukuran Variabel


1. Tembakau adalah tanaman perkebunan yang berasal dari famili Solanaceae
yang tumbuh semusim dan banyak dibudidayakan sebagai bahan dasar industri
rokok.
10

2. Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola aset dan cara


dalam pertanian.

3. Kemitraan adalah kerjasama yang sinergis antar dua atau lebih pihak untuk
melaksanakan suatu kegiatan.

4. Faktor produksi adalah benda atau jasa yang disediakan oleh alam atau
dihasilkan oleh manusia dan digunakan untuk menghasilkan berbagai macam
barang atau jasa.

5. Jumlah produksi (Y), adalah jumlah total produksi tembakau. Satuan yang
digunakan adalah Kilogram (kg/masa tanam).

6. Luas lahan (X1) adalah areal/tempat yang digunakan untuk melakukan


usahatani diatas sebidang tanah, yang diukur dalam satuan hektar (ha/masa
tanam).

7. Benih (X2) adalah biji buah atau biji tanaman yang akan ditanam atau
disemaikan. Satuan yang digunakan adalah gram/masa tanam.

8. Tenaga kerja (X3) adalah setiap orang yang mampu melakukanpekerjaan


guna menghasilkan barang atau jasa untuk me menuhi kebutuhan sendiri
maupun masyarakat.Satuan yang digunakan adalah hari orang kerja untuk 8
jam kerja dalam sehari (HOK/masa tanam).
11

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian


Kabupaten Semarang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Semarang terdiri atas 19 kecamatan. Kabupaten
Semarang berbatasan dengan Kota Semarang dan Kabupaten Demak di bagian
utara, berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Boyolali di bagian
timur, berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang di bagian
selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten
Kendal.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa jumlah petani yang memiliki


luas lahan antara 1000 - 2999 m2 adalah 35 orang (35%), petani yang memiliki luas
lahan antara 3000 - 5999 m2 adalah 45 orang (45%), petani yang memiliki luas lahan
antara 6000 - 8999 adalah 13 orang (13%) dan petani yang memiliki luas lahan
antara 9000 - 11999 adalah 7 orang (7%). Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani
tembakau di Desa Tajuk adalah seluas 4095,5 m2. Kepemilikan lahan pertanian
tembakau di Desa Tajuk adalah milik pribadi sehingga petani dapat menguasai
lahan sepenuhnya dan mengusahakan lahan dengan maksimal.

4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi


Hasil penelitian menunjukkan nilai koefisien regresi (β) untuk masing-
masing faktor produksi pada Tabel 2. Persamaan fungsi produksi dituliskan
sebagai berikut:
LnY = -Ln 1,036 + 0,807 LnX1 – 0,011 LnX2 + 0,249 LnX3 - 0,022 LnX4 - 0,040

Ln X5 - 0,096 Ln X6 + 0,009 Ln X7 - 0,035 Ln X8

Tabel 2. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi


produksi

Variabel Koefisien Regresi t Hitung Sign.


Konstanta -1,036 -1,810 0,074
X1 Luas lahan 0,807 13,325 0,000*
*
X2 Jumlah benih -0,011 -0,277 0,782
X3 Tenaga kerja 0,249 3,892 0,000*
12

*
X4 Pupuk kandang -0,022 -0,502 0,617
X5 Pupuk ZA -0,040 -1,276 0,205
X6 Pupuk NPK Fertila -0,096 -2,325 0,022*
X7 Pupuk KNO3 0,009 0,275 0,784
X8 Pestisida -0,035 -0,965 0,337
Adjusted R square 0,908
F hitung 68,576 0,000*
Sumber : Data Primer Penelitian, 2016.
Keterangan :
*) = Signifikan pada tingkat kepercayaan α = 5%
**) = Signifikan pada tingkat kepercayaan α = 1%
4.3 Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi
Perhitungan nilai efisiensi dilakukan pada masing-masing faktor produksi
dan tidak secara bersamaan. Nilai koefisien regresi (B), nilai produk marjinal
(NPM), nilai korbanan marjinal (BKM) dan hasil perhitungan efisiensi ekonomi
dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Efisiensi Ekonomi Tembakau

Variabel Β NPM BKM Efisiensi Keterangan


Luas Lahan 0,807 36219,653 50000 0,72 TE
Jumlah Benih -0,011 -285724,065 10000 -28,57 TE
Tenaga Kerja 0,249 485401,587 50000 9,71 BE
Pupuk Kandang -0,022 -1012,154 400 -2,53 TE
Pupuk ZA -0,040 -100817,109 4000 -25,20 TE
Pupuk NPK -151359,378 12696 -11,92 TE
Fertila -0,096
Pupuk KNO3 0,009 11201,275 19638 0,57 TE
Pestisida -0,035 -2281572,642 230000 -9,92 TE

Sumber: Data Primer Penelitian, 2016. Keterangan :


BE = Belum efisien
TE = Tidak efisien

Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai koefisien regresi (β) masing-masing


faktor produksi ≤ 1. Nilai koefisien regresi tersebut menggambarkan nilai efisiensi
secara teknis, artinya penggunaan faktor produksi usahatani tembakau tidak efisien
13

secara teknis. Menurut Budiono (2002) kriteria penilaian efisiensi secara teknis
dapat dilihat dari besarnya elastisitas produksi atau nilai koefisien regresi yang
diperoleh. Ketentuan efisien jika nilai koefisien sama dengan satu. Berdasarkan
nilai efisiensi ekonomi yang diperoleh, diperoleh hasil bahwa penggunaan faktor
produksi tenaga kerja belum efisien (>1) yakni sebesar 9,71. Nilai efisiensi ekonomi
faktor produksi luas lahan, jumlah benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK
fertila, pupuk KNO3 dan pestisida tidak efisien karena nilai efisiensinya < 1.

Efisiensi ekonomi tercapai bila nilai produk marjinal (NPM) sama dengan Biaya
Korbanan Marjinal (BKM) (Soekartawi, 2002).

Nilai efisiensi ekonomi yang diperoleh dari faktor produksi jumlah benih
adalah sebesar -28,57. Nilai efisiensi kurang dari satu artinya penggunaan faktor
produksi jumlah benih tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut disebabkan oleh
nilai biaya korbanan marjinal (BKM) yakni harga benih per gram di Kecamatan
Getasan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai produk marjinalnya. Jumlah benih
yang digunakan tidak sesuai sehingga untuk mencapai nilai efisiensi perlu
dilakukan pengurangan penggunaan jumlah benih. Kelebihan jumlah benih
menyebabkan tanaman tumbuh terlalu rapat, jarak tanam yang tidak sesuai
mengakibatkan pertumbuhan kurang baik. Menurut Estariza et al, (2013)
penggunaan jarak tanam yang sesuai dapat menunjukan nilai efisiensi secara teknis
yang baik sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Faktor produksi tenaga
kerja mempunyai nilai efisiensi ekonomi sebesar 9,71. Nilai efisiensi menunjukkan
angka lebih besar dari satu artinya penggunaan faktor produksi tenaga kerja
belum efisien secara ekonomi, karena nilai BKM tenaga kerja di Kecamatan
Getasan lebih rendah dari nilai produk marginalnya. Untuk mencapai nilai
efisiensi secara ekonomi perlu dilakukan peningkatan nilai biaya korbanan
marjinal (BKM). Peningkatan nilai BKM tenaga kerja tersebut dapat dilakukan
dengan menambah upah tenaga kerja sampai batas perbandingan sama dengan
satu.

Faktor produksi pupuk kandang mempunyai nilai efisiensi ekonomi yang


sebesar -2,53. Nilai efisiensi kurang dari satu artinya penggunaan faktor produksi
pupuk kandang tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut disebabkan oleh nilai
14

biaya korbanan marjinal (BKM) pupuk kandang di Kecamatan Getasan lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai produk marjinalnya. Penggunaan pupuk kandang pada
usahatani tembakau melebihi dosis yang dianjurkan sehingga untuk mencapai nilai
efisiensi perlu dilakukan pengurangan jumlah penggunaan pupuk kandang.
Penggunaan pupuk kandang yang berlebihan dapat berdampak pada tanaman
tembakau terutama jika pupuk kandang yang digunakan belum terfermentasi secara
sempurna. Menurut Cahyono (2005) penggunaan pupuk kandang yang belum
matang atau terfermentasi sempurna dapat menyebabkan perkembangan jamur
pada tanah sehingga dapat menyebabkan penyakit akar pada tanaman tembakau
seperti penyakit lanas dan rebah kecambah.

Nilai efisiensi ekonomi dari faktor produksi pupuk ZA dan pupuk NPK Fertila
adalah sebesar -25,20 dan -11,92. Nilai efisiensi kurang dari satu artinya
penggunaan faktor produksi pupuk ZA tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut
disebabkan oleh nilai biaya korbanan marjinal (BKM) pupuk ZA dan NPK lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai produk marjinalnya. Penggunaan pupuk ZA dan
pupuk NPK Fertila pada usahatani tembakau melebihi dosis yang dianjurkan
sehingga untuk mencapai nilai efisiensi perlu dilakukan pengurangan jumlah
penggunaan. Pemberian pupuk ZA dan NPK yang berlebihan dapat berakibat pada
kelebihan unsur nitrogen pada tanah yang dapat menyebabkan hama pada tanaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hanum (2008), pemberian pupuk nitrogen yang
berlebihan dapat memacu perkembangan populasi hama terutama kutu tembakau.

Nilai efisiensi ekonomi dari faktor produksi pupuk KNO3 adalah sebesar

0,57. Nilai efisiensi kurang dari satu artinya penggunaan faktor produksi pupuk
KNO3 tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut karena nilai biaya korbanan

marjinal (BKM) pupuk KNO3 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai produk

marjinalnya. Penggunaan pupuk KNO3 pada usahatani tembakau melebihi dosis

yang dianjurkan sehingga perlu dilakukan pengurangan jumlah penggunaan.


Kelebihan penggunaan pupuk pada tanaman tembakau dapat menyebabkan
penurunan produktivitas. Selaras dengan pendapat Cahyono (2005) bahwa
pemberian pupuk KNO3 bertujuan untuk pemenuhan unsur nitrogen dan kalium
15

namun kelebihan unsur nitrogen seringkali menyebabkan pertumbuhan bakteri


penyebab busuk akar sehingga tanaman mudah rebah dan mati.

Nilai efisiensi ekonomi dari faktor produksi pestisida adalah sebesar -9,92.
Nilai efisiensi kurang dari satu artinya penggunaan faktor produksi pestisida tidak
efisien secara ekonomi. Nilai biaya korbanan marjinal (BKM) pestisida lebih
tinggi dibandingkan

4.4 Efisiensi Teknis


Hasil pengolahan data menggunakan software DEAP menghasilkan nilai
efisiensi untuk masing-masing petani tembakau. Nilai efisiensi teknis ini
menggunakan model VRS. VRS dipilih dengan pertimbangan bahwa dalam usaha
tani tembakau ini bahwa penambahan penggunaan input sebesar satu satuan tidak
menghasilkan penambahan output dalam jumlah yang sama yaitu satu satuan juga.
Selain itu dalam berusahatani, petani menghadapi hambatan-hambatan yang
menyebabkan petani tidak dapat berbudidaya tembakau pada skala usaha optimal.

Tabel 4. Data Efisiensi Teknis

No. Efisiensi Teknis Jumlah Persentase (%)


1. Efisien 0 0
2. Tidak Efisien 42 100

Jumlah 42 100

Sumber: Analisis DEA


Sebagian besar dari total usahatani tembakau tidak ada satupun yang
efisien, hal ini karena kelemahan dalam mengatur faktor-faktor produksi,
sehingga sulit mendapatkan hasil yang optimal.
16

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-
faktor produksi pada usahatani tembakau di Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang, dapat disimpulkan bahwa 91,6% perubahan jumlah produksi tembakau
yang dihasilkan di Desa Tajuk Kecamatan Getasan dipengaruhi oleh faktor
produksi berupa luas lahan, jumlah benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk ZA,
pupuk NPK Fertila, pupuk KNO3 dan pestisida sedangkan 8,4% dipengaruhi oleh
faktor lain.

Faktor produksi berupa luas lahan, jumlah benih, tenaga kerja, pupuk
kandang, pupuk ZA, pupuk NPK Fertila, pupuk KNO3 dan pestisida secara
serempak berpengaruh terhadap hasil produksi tembakau. Secara parsial faktor
produksi luas lahan, tenaga kerja dan pupuk NPK fertila berpengaruh terhadap
produksi tembakau, sedangkan faktor produksi jumlah benih, pupuk kandang,
pupuk ZA, pupuk KNO3dan pestisidatidak berpengaruhsecara nyata terhadap
produksi tembakau.

Hasil analisis efisiensi menunjukkan bahwa faktor produksi tembakau


berupa luas lahan, jumlah benih,pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK fertila,
pupuk KNO3dan pestisida tidak efisien secara ekonomi namunfaktor produksi
tenaga kerja secara ekonomi belum efisien.

Petani tembakau di Desa Tajuk Kecamatan Getasan merupakan petani


tembakau yang menjalin kerjasama kemitraan dengan PT Djarum melalui perantara
PT Merabu. Pola kemitraan yang dijalin antara petani tembakau dan PT Djarum
adalah pola kemitraan inti-plasma sesuai dengan jenis kemitraan yang tertera pada
peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 yang
menyebutkan bahwa pola kemitraan dibagi kedalam lima jenis kelompok yaitu inti
plasma, subkontrak, dagang umum, keagenan, dan waralaba.
17

5.2 Saran

Produktivitas tembakau di Desa Tajuk Kecamatan Getasan dapat


ditingkatkan dengan meningkatkan nilai efisiensi teknis dan ekonomi dengan cara
mengurangi jumlah penggunaan faktor-faktor produksi tembakau berupa luas laha
n, jumlah benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk KNO
3 dan pestisida sesuai dengan dosis yang dianjurkan serta meningkatkan upah tenaga
kerja.
18

DAFTAR PUSTAKA

Budiono. 2002. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis: Pengantar Ilmu Ekonomi No.1.
BPFE, Yogyakarta.

Cahyono, B. 2005. Tembakau: Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius,


Yogyakarta.

Gujarati, D. 2010. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Sumarno Zain. Erlangga,


Jakarta.

Mamat H.S., S.R.P. Sitorus , H. Hardjomidjojo, dan A.K. Seta. 2006. Analisis mutu,
produktivitas, keberlan- jutan dan arahan pengembangan usahatani tembakau di
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. J. Littri 12 (4): 146 – 153.

Martono, N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ramadhani, Y. 2011. Analisis efisiensi, skala dan elastisitas produksi dengan


pendekatan Cobb-Douglas dan regresi berganda. J. Teknologi 4 (1): 53-61.

Singarimbun, M. dan S. Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. LP3S, Jakarta.

Soekartawi. 2002. Prinsip Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


Bandung.

Wiratna, S dan P. Endrayanto. 2012. Statistik Untuk Penelitian. Graha Ilmu.


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai