BAB I PENDAHULUAN
Perkebunan merupakan salah satu sub sektor pada sektor pertanian yang
memiliki fungsi untuk meningkatkan pendapatan petani serta sebagai upaya untuk
membuka kesempatan kerja, peningkatan eksport, pemenuhan kebutuhan bahan
baku industri dalam negeri serta pemerataan pembangunan dan penciptaan
pertumbuhan ekonomi regional suatu daerah (Hafsah, 2003). Tembakau
merupakan salah satu komoditas yang diunggulkan dalam sub sektor perkebunan
di Indonesia. Komoditi tembakau mempunyai arti yang penting, tidak hanya
sebagai sumber pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi negara. Usaha
pertanian tembakau merupakan usaha padat karya (Hanum, 2008).
a) ini dapat menjadi referensi bagi petani dalam penggunaan faktor produksi secara
efisien agar didapatkan produksi yang maksimal.
b) sebagai referensi bagi pemerintah daerah setempat dan dinas pertanian terkait
dalam menentukan kebijakan pengembangan usahatani tembakau rakyat .
c) Sebagai bahan rujukan bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian
lebih lanjut pada bidang yang sama.
4
2.1 Usahatani
Usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya
(Suratiyah, 2008). Usahatani adalah kegiatan mengorganisasikan atau mengelola
aset dan cara dalam pertanian. Usahatani juga dapat diartikan sebagai suatu
kegiatan yang mengorganisasi sarana produksi pertanian dan teknologi dalam
suatu usaha yang menyangkut bidang pertanian (Moehar, 2001).
2.2 Kemitraan
Kemitraan adalah kerjasama yang sinergis antar dua atau lebih pihak untuk
melaksanakan suatu kegiatan. Kerjasama tersebut merupakan pertukaran sosial
yang saling memberi, bersifat timbal balik dan saling menerima (Mardikanto,
2009). Kemitraan usaha pertanian tembakau memiliki berbagai pola yang
disesuaikan dengan perusahaan, petani dan kondisi setempat. Pola tersebut adalah
inti plasma, subkontrak dan dagang umum. Pada pola kemitraan inti-plasma
perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis,
manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Sedangkan
kelompok mitra berkewajiban memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan
persyaratan yang telah disepakati bersama (Hafsah, 2003).
2.3 Tembakau
Tanaman tembakau merupakan salah satu komoditas andalan nasional
dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan
lapangan pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi
negara disamping mendorong berkembangnya agribisnis tembakau dan
agroindustri (Cahyono, 2005).
2.6 Efisiensi
Efisiensi merupakan hasil perbandingan antara output fisik dan input fisik.
Efisiensi dibagi atas dua jenis yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis
(Marhasan, 2005). Menurut (Soekartawi, 2002) efisiensi juga diartikan sebagai
upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi
sebesar-besarnya.
2.7 DEA
Data Envelopment Analysis (DEA) diperkenalkan oleh Charnes, Cooper,
dan Rhodes. Menurut sitompul (2004) DEA adalah alat evaluasi atas aktivitas
proses disuatu system atau unit kerja. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi
komparatif atau relative antara satu unit dengan unit lain pada satu organisasi.
Pengukuran secara relative ini menghasilkan dua atau lebih unit kerja yang
memiliki efisiensi 100% yang dijadikan tolak ukur bagi unit kerja lain untuk
menentukan langkah-langkah perbaikan.
Dalam metode DEA ini ada 3 manfaat yang diperoleh dari pengukuran
efesiensi dengan DEA: a). sebagai tolak ukur untuk memperoleh efesiensi relatif
yang berguna untuk mempermudah perbandingan. b). mengukur berbagai informasi
efisiensi antar Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) untuk mengidentifikasi faktor-faktor
penyebabnya. c). menentukan implikasi kebijakan sehingga dapat meningkatkan
tingkat efisiensinya.
8
Decission Making Unit (DMU) dengan data input dan output lainnya pada
DMU yang sejenis. Perbandingan ini dilakukan untuk mendapatkan suatu nilai
efisiensi. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) adalah metode non
parametrik yang berbasis pada programasi linier. DEA mengukur rasio efisiensi
relatif Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) sebagai rasio output tertimbang dengan input
tertimbang. Secara konsep, DEA menjelaskan tentang langkah yang dirancang
untuk mengukur efisiensi relatif suatu unit ekonomi tertentu dengan beberapa unit
ekonomi yang lain dalam satu pengamatan, dimana mereka menggunakan jenis
input dan output yang sama (Coelli et al., 1998).
3. Kemitraan adalah kerjasama yang sinergis antar dua atau lebih pihak untuk
melaksanakan suatu kegiatan.
4. Faktor produksi adalah benda atau jasa yang disediakan oleh alam atau
dihasilkan oleh manusia dan digunakan untuk menghasilkan berbagai macam
barang atau jasa.
5. Jumlah produksi (Y), adalah jumlah total produksi tembakau. Satuan yang
digunakan adalah Kilogram (kg/masa tanam).
7. Benih (X2) adalah biji buah atau biji tanaman yang akan ditanam atau
disemaikan. Satuan yang digunakan adalah gram/masa tanam.
*
X4 Pupuk kandang -0,022 -0,502 0,617
X5 Pupuk ZA -0,040 -1,276 0,205
X6 Pupuk NPK Fertila -0,096 -2,325 0,022*
X7 Pupuk KNO3 0,009 0,275 0,784
X8 Pestisida -0,035 -0,965 0,337
Adjusted R square 0,908
F hitung 68,576 0,000*
Sumber : Data Primer Penelitian, 2016.
Keterangan :
*) = Signifikan pada tingkat kepercayaan α = 5%
**) = Signifikan pada tingkat kepercayaan α = 1%
4.3 Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor Produksi
Perhitungan nilai efisiensi dilakukan pada masing-masing faktor produksi
dan tidak secara bersamaan. Nilai koefisien regresi (B), nilai produk marjinal
(NPM), nilai korbanan marjinal (BKM) dan hasil perhitungan efisiensi ekonomi
dapat dilihat pada Tabel 3
secara teknis. Menurut Budiono (2002) kriteria penilaian efisiensi secara teknis
dapat dilihat dari besarnya elastisitas produksi atau nilai koefisien regresi yang
diperoleh. Ketentuan efisien jika nilai koefisien sama dengan satu. Berdasarkan
nilai efisiensi ekonomi yang diperoleh, diperoleh hasil bahwa penggunaan faktor
produksi tenaga kerja belum efisien (>1) yakni sebesar 9,71. Nilai efisiensi ekonomi
faktor produksi luas lahan, jumlah benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK
fertila, pupuk KNO3 dan pestisida tidak efisien karena nilai efisiensinya < 1.
Efisiensi ekonomi tercapai bila nilai produk marjinal (NPM) sama dengan Biaya
Korbanan Marjinal (BKM) (Soekartawi, 2002).
Nilai efisiensi ekonomi yang diperoleh dari faktor produksi jumlah benih
adalah sebesar -28,57. Nilai efisiensi kurang dari satu artinya penggunaan faktor
produksi jumlah benih tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut disebabkan oleh
nilai biaya korbanan marjinal (BKM) yakni harga benih per gram di Kecamatan
Getasan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai produk marjinalnya. Jumlah benih
yang digunakan tidak sesuai sehingga untuk mencapai nilai efisiensi perlu
dilakukan pengurangan penggunaan jumlah benih. Kelebihan jumlah benih
menyebabkan tanaman tumbuh terlalu rapat, jarak tanam yang tidak sesuai
mengakibatkan pertumbuhan kurang baik. Menurut Estariza et al, (2013)
penggunaan jarak tanam yang sesuai dapat menunjukan nilai efisiensi secara teknis
yang baik sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Faktor produksi tenaga
kerja mempunyai nilai efisiensi ekonomi sebesar 9,71. Nilai efisiensi menunjukkan
angka lebih besar dari satu artinya penggunaan faktor produksi tenaga kerja
belum efisien secara ekonomi, karena nilai BKM tenaga kerja di Kecamatan
Getasan lebih rendah dari nilai produk marginalnya. Untuk mencapai nilai
efisiensi secara ekonomi perlu dilakukan peningkatan nilai biaya korbanan
marjinal (BKM). Peningkatan nilai BKM tenaga kerja tersebut dapat dilakukan
dengan menambah upah tenaga kerja sampai batas perbandingan sama dengan
satu.
biaya korbanan marjinal (BKM) pupuk kandang di Kecamatan Getasan lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai produk marjinalnya. Penggunaan pupuk kandang pada
usahatani tembakau melebihi dosis yang dianjurkan sehingga untuk mencapai nilai
efisiensi perlu dilakukan pengurangan jumlah penggunaan pupuk kandang.
Penggunaan pupuk kandang yang berlebihan dapat berdampak pada tanaman
tembakau terutama jika pupuk kandang yang digunakan belum terfermentasi secara
sempurna. Menurut Cahyono (2005) penggunaan pupuk kandang yang belum
matang atau terfermentasi sempurna dapat menyebabkan perkembangan jamur
pada tanah sehingga dapat menyebabkan penyakit akar pada tanaman tembakau
seperti penyakit lanas dan rebah kecambah.
Nilai efisiensi ekonomi dari faktor produksi pupuk ZA dan pupuk NPK Fertila
adalah sebesar -25,20 dan -11,92. Nilai efisiensi kurang dari satu artinya
penggunaan faktor produksi pupuk ZA tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut
disebabkan oleh nilai biaya korbanan marjinal (BKM) pupuk ZA dan NPK lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai produk marjinalnya. Penggunaan pupuk ZA dan
pupuk NPK Fertila pada usahatani tembakau melebihi dosis yang dianjurkan
sehingga untuk mencapai nilai efisiensi perlu dilakukan pengurangan jumlah
penggunaan. Pemberian pupuk ZA dan NPK yang berlebihan dapat berakibat pada
kelebihan unsur nitrogen pada tanah yang dapat menyebabkan hama pada tanaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hanum (2008), pemberian pupuk nitrogen yang
berlebihan dapat memacu perkembangan populasi hama terutama kutu tembakau.
Nilai efisiensi ekonomi dari faktor produksi pupuk KNO3 adalah sebesar
0,57. Nilai efisiensi kurang dari satu artinya penggunaan faktor produksi pupuk
KNO3 tidak efisien secara ekonomi. Hal tersebut karena nilai biaya korbanan
marjinal (BKM) pupuk KNO3 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai produk
Nilai efisiensi ekonomi dari faktor produksi pestisida adalah sebesar -9,92.
Nilai efisiensi kurang dari satu artinya penggunaan faktor produksi pestisida tidak
efisien secara ekonomi. Nilai biaya korbanan marjinal (BKM) pestisida lebih
tinggi dibandingkan
Jumlah 42 100
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-
faktor produksi pada usahatani tembakau di Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang, dapat disimpulkan bahwa 91,6% perubahan jumlah produksi tembakau
yang dihasilkan di Desa Tajuk Kecamatan Getasan dipengaruhi oleh faktor
produksi berupa luas lahan, jumlah benih, tenaga kerja, pupuk kandang, pupuk ZA,
pupuk NPK Fertila, pupuk KNO3 dan pestisida sedangkan 8,4% dipengaruhi oleh
faktor lain.
Faktor produksi berupa luas lahan, jumlah benih, tenaga kerja, pupuk
kandang, pupuk ZA, pupuk NPK Fertila, pupuk KNO3 dan pestisida secara
serempak berpengaruh terhadap hasil produksi tembakau. Secara parsial faktor
produksi luas lahan, tenaga kerja dan pupuk NPK fertila berpengaruh terhadap
produksi tembakau, sedangkan faktor produksi jumlah benih, pupuk kandang,
pupuk ZA, pupuk KNO3dan pestisidatidak berpengaruhsecara nyata terhadap
produksi tembakau.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Budiono. 2002. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis: Pengantar Ilmu Ekonomi No.1.
BPFE, Yogyakarta.
Mamat H.S., S.R.P. Sitorus , H. Hardjomidjojo, dan A.K. Seta. 2006. Analisis mutu,
produktivitas, keberlan- jutan dan arahan pengembangan usahatani tembakau di
Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. J. Littri 12 (4): 146 – 153.
Martono, N. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis Data
Sekunder. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.