Anda di halaman 1dari 15

SEMUA ADA DI SINI

INFORMASI MENGENAI KOMPUTER,BLOG,BERITA TERBARU,MOVIE DAN GAME

 Home
 INFO
 List Menu
o KOMPUTER
 SOFTWARE
 GAME
o HOT NEWS

Home / PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN / Perkembangan Peserta Didik

Perkembangan Peserta Didik


Date - 7:26 PM PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

Perkembangan Peserta Didik

Perkembangan dan pertumbuhan anak merupakan hal yang penting untuk kita pelajari dan kita
pahami selaku calon pendidik. Banyak para pendidik yang belum memahami perkembangan -
perkembangan anak. Sehingga masih ada pendidik yang menerapkan sistem pembelajaran tanpa
melihat perkembangan anak didiknya. Hal ini akan berakibat adanya ketidakseimbangan antara
system pembelajaran dengan perkembangan anak yang akan menyulitkan anak didik mengikuti
system pembelajaran yang ada. Dengan mengetahui proses, faktor dan konsep perkembangan
anak didik kita akan mudah mengetahui system pembelajaran yang efektif, efisien, terarah dan
sesuai dengan perkembangan anak didik.
Untuk mengembangkan potensi anak didik dan menciptakan generasi - generasi masa depan
yang berkualitas, maka diperlukan adanya pemahaman tentang perkembangan dan pertumbuhan
anak didik. Dengan demikian, sebagai pendidik kita diharuskan mengetahui dan memahami
perkembangan dan pertumbuhan peserta didik.
Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari pematangan fungsi-fungsi
fisik yang berlangsung sevara normal pada anak yang sehat.
Perkembangan adalah psikofisik sebagai hasil pematangan fungsi fisik dan psikis yang ditunjang
oleh lingkunag dan belajar

Anak Sebagai Suatu Totalitas

Sebagai subjek studi psikologi perkembangan, konsep anak sebagai totalitas mempunyai arti
bahwa terdapat keterkaitan antara aspek fisik dan psikis yang terdapat dalam dirinya dan secara
terintegrasi saling terjalin dan memberi dukungan fungsional satu sama lain. Sebagai contoh,
anak yang sedang sakit bisa tidak berselera makan; anak yang sedang ketakutan bisa kesulitan
untuk tidur; anak yang sedang semangat dan aktif melakukan sesuatu akan menjadi aktif pula
mentalnya. Segala aktivitas yang melibatkan fisik anak selalu mempengaruhi psikis anak, begitu
juga sebaliknya.

Perbedaan antara anak dan orang dewasa tidaklah terbatas pada fisiknya, melainkan secara
keseluruhan. Sebagai contoh, pertumbuhan anak lebih pesat dibandingkan orang dewasa. Anak
cenderung lebih bersifat egosentrik ( sifat yang berpusat / berstandar pada diri sendiri ),
sedangkan orang dewasa lebih bersikap sosial dan empatik ( menempatkan dirinya pada posisi
orang lain dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain ). Daya pikir anak juga masih
terbatas pada hal - hal yang konkrit, sedangkan orang dewasa sudah mampu berfikir secara
abstrak dan universal.

Perkembangan Sebagai Proses Holistik Seluruh Aspek Perkembangan

Perkembangan merupakan suatu proses yang melibatkan keseluruhan aspek yang saling
keterkaitan satu dengan yang lain.
Proses perkembangan individu dikelompokkan menjadi tiga, yaitu proses biologis, kognitif dan
psikososial.
1. Proses biologis, mencakup perubahan - perubahan fisik individu yang bersifat alami, bukan
karena kecelakaan, sakit atau peristiwa - peristiwa lainnya. Misal, pertumbuhan otak, sistem
syaraf, hormone, keterampilan motorik, perkembangan seksual, perubahan penglihatan dan lain
sebagainya.

2. Proses kognitif, melibatkan perubahan - perubahan kemampuan berfikir, berbahasa dan cara
memperoleh pengetahuan dari lingkungan. Perkembangan kognitif dan pengalaman belajar
sangat berkaitan dan saling mempengaruhi. Perkembangan kognitif anak akan menfasilitasi dan
membatasi kemampuan belajar anak, begitu juga sebaliknya.

Namun, dengan keterkaitan tersebut, ada perbedaan diantara keduanya. Perkembangan kognitif
mengacu pada perubahan - perubahan kemampuan berfikir, dan berbahasa serta terjadi dalam
waktu yang relatif lama. Sedangkan kemampuan belajar lebih cenderung mengacu pada
perubahan - perubahan dari hasil pengalaman atau peristiwa yang lebih khusus, serta terjadi
dalam waktu yang relatif singkat.

3. Proses psikososial, melibatkan perubahan - perubahan dalam aspek perasaan, emosi dan
kepribadian individu, perkembangan identitas diri, pola hubungan dengan anggota keluarga,
teman, guru dan yang lainnya.

Proses pertumbuhan biologis, kognitif dan psikososial saling berkaitan antara yang satu dengan
yang lainnya. Sebagai contoh, anak yang mengalami gangguan pada otaknya, akan mengalami
keterlambatan dalam berfikir, yang kemudian bisa mempengaruhi perkembangan psikososialnya.

Kematangan dan Pengalaman dalam Perkembangan Anak


Kematangan merupakan fase perubahan yang dialami oleh individu karena pengaruh genetic dan
berlangsung secara bertahab.

Pengalaman merupakan peristiwa - peristiwa yang dialami oleh individu dalam kehidupannya
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya.

Para ahli berpendapat bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh genetik atau warisan biologis.
Para ahli lain mengatakan bahwa pengalaman lingkunganlah yang paling berperan dalam
perkembangan anak.
Ada pula ahli yang mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan anak adalah
faktor genetik dan faktor lingkungan pergaulan.
Sebagai contoh, kecerdasan seseorang bisa merupakan warisan yang diturunkan dari orang
tuanya, bisa pula karena diperoleh dari lingkungan tempat ia tumbuh dan berkembang.

Kontinuitas dan Diskontinuitas dalam Perkembangan

Banyak para ahli yang memperdebatkan masalah perkembangan merupakan kontinuitas atau
diskontinuitas.

Para ahli yang berpandangan pada unsur kematangan, menganggap bahwa perkembangan itu
diskontinuitas atau tidak berkesinambungan. . Proses perkembangan individu terjadi dalam tahap
- tahap yang berbeda, perubahan - perubahannya relatife tiba - tiba dan terjadi perubahan atau
peralihan secara tajam dari tahap yang satu ke tahap perkembangan selanjutnya.

Para ahli yang mendukung pandangan diskontinuitas beranggapan bahwa perkembangan


dipengaruhi oleh faktor - faktor internal biologis.
Sedangkan para ahli yang menekankan pada pengalaman ( lingkugan ) berpendapat bahwa
perkembangan itu terjadi secara berkesinambungan ( kontinuitas ) dari masa konsepsi dampai
akhir hayat.

Dalam proses perkembangan yang kontinuitas, terjadi perbaikan, penambahan dan atau
penurunan sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.
Emde dan Harmon ( Vasta, Haith & Miller, 1992 ) mengatakan bahwa persoalan kontinuitas dan
diskontinuitas melibatkan dua komponen.

Pola - Pola Perkembangan

Para ahli kontinuitas beranggapan bahwa perkembangan itu terjadi secara halus dan stabil
melalui penambahan dan atau peningkatan yang bertahap dalam hal abilitas ( kemampuan,
kepandaian, kecakapan ), keterampilan dan atau pengetahuan baru pada suatu langkah yang
relatif sama. Sedangkan ahli diskontinuitas beranggapan bahwa perkembangan terjadi pada
periode - periode kecepatan yang berbeda, antara yang sedikit perubahannya dengan yang tajam
dan cepat perubahannya.

Keterkaitan Perkembangan
Para ahli kontinuitas berpendapat bahwa perkembangan - perkembangan yang terjadi saling
berkaitan. Perilaku - perilaku awal akan berpengaruh dan membentuk perilaku - perilaku
selanjutnya.

Sebaliknya, para ahli diskontinuitas berpendapat bahwa perkembangan yang terjadi muncul
secara independent ( berdiri sendiri ) dari yang sebelumnya dan tidak dapat diprediksi dari
perilaku - perilaku sebelumnya.

Faktor Hereditas dan Lingkungan dalam Perkembangan Anak.

Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk -
makhluk lainnya. Manusia memiliki potensi untuk berkembang dan meningkatkan kehidupannya
baik secara fisik maupun psikis.
Ada dua faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan individu.
1. Faktor hereditas yang bersifat alamiah dan diwariskan oleh orang tua. Pada faktor hereditas
terdapat gen yang merupakan sifat bawaan yang nantinya akan ditularkan oleh satu generasi ke
generasi berikutnya.

Pertama gen - gen dominant-resesif, yakni apabila gen dari suatu pasangan bersifat dominant dan
yang satu bersifat resesif, maka yang dominant itulah yang nantinya akan tertanam dalam diri
individu tersebut.
Kedua pewarisan poligenik. Sebenarnya, dalam satu sel terdapat banyak gen yang akhirnya
menghasilkan karakteristik yang berbeda - beda. Karena beberapa karakteristik psikologi
merupakan hasil dari pasangan - pasangan tunggal, sedangkan kebanyakan ditentukan oleh
interaksi dari banyak gen yang berbeda.

2. Faktor lingkungan sebagai kondisi atau pengalaman - pengalaman interaksional yang


memungkinkan berlangsungnya proses perkembangan.

Misal, di dalam keluarga, setiap anak mempunyai karakter dan pengalaman yang berbeda - beda.
Tergantung dari perlakuan orang tua kepada setiap anak - anaknya, dan pergaulan dari masing -
masing anak. Hal ini menandakan bahwa faktor lingkungan juga turut mempengaruhi
perkembangan individu.

Perkembangan Fisik dan Perseptual Anak Sekolah Dasar

Masa usia sekolah merupakan masa dimana anak mulai memasuki dunia pendidikan formal,
yakni sekolah. Sekolah Dasar merupakan pendidikan formal pertama yang berfungsi sebagai
pembuka jalan bagi anak untuk mengembangkan potensi dan kemampuan anak serta
memudahkan mereka dalam meraih mimpi yang mereka harapkan untuk masa depannya nanti.
Serta sebagai jembatan pertama untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Usia anak sekolah
dasar berkisar antara 6 - 12 tahun.

- Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik pada anak memiliki karakteristik yang berbeda baik sebelum maupun
sesudah anak-anak. Perkembangan fisik pada anak usia sekolah dasar perlu dipelajari dan
dipahami oleh setiap guru, karena dipercaya bahwa segala aktivitas-aktivitas belajar dan
aktivitas-aktivitas yang menyangkut mentalnya serta pembentukan kepribadian dipengaruhi oleh
kondisi dan pertumbuhan fisik

Anak - anak dan orang dewasa mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik maupun
psikisnya. Dilihat dari segi fisik misalnya berat badan, tinggi badan, proporsi dan bentuk tubuh.
Sedangkan dari segi psikisnya misal, sifat, tingkah laku dan pola pikir.

- Perseptual Anak

Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas bahwa perceptual anak menekankan pada aspek luar (
lingkungan ) sebagai hasil dari rangsangan alat indra. Semua keadaan dan peristiwa - peristiwa
yang ada di lingkungan ditangkap oleh alat - alat indra yang kemudian disalurkan ke otak
melalui syaraf sensorik, sehingga segala informasi yang ada di lingkungan dapat diterima dan
diketahui oleh alat - alat indra ( penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa/sentuhan ). Tanpa
alat indra, otak kita akan terasa asing dengan keadaan lingkungan yang ada disekitar.

Penerapan Faktor Perkembangan dalam Pembelajaran

Perkembangan fisik anak terus berlangsung pada masa usia sekolah dasar, meskipun tidak
sepesat pada masa usia dini. Begitu pula dengan penajaman dan penghalusan perkembangan
perceptual anak.

Penyelenggaraan pembelajaran yang “hidup” dan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan fisik
anak sangatlah dibutuhkan untuk memfungsikan unsure - unsure fisik dan atau aspek - aspek
perseptualnya.

Cara pembelajaran yang diharapkan antara lain : bersifat langsung, tersusun secara fleksibel,
tidak monoton dan verbalistik, memperhatikan perbedaan individu, menyajikan aktivitas yang
bervariasi seperti eksperimen, praktek, observasi secara langsung, permainan dan sejenisnya,
serta menggunakan berbagai media dan sumber belajar.

Cara ini tidak hanya akan memunculkan kegemaran dalam belajar, tetapi juga memberikan hal -
hal yang positif, aspek kognisi dan kreativitas, fisik-perseptual, dan sosial.

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/25/makalah-perkembangan-peserta-didik/
http://enikekawati.student.fkip.uns.ac.id/2010/05/12/perkembangan-peserta-didik/
MEROSOTNYA SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA

Tawuran pelajar usai Ujian Nasional (www.tribunnews.com)

Dewasa ini, kondisi system pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini terbukti dari
adanya beberapa hasil studi international tentang kemampuan peserta didik Indonesia dalam
kancah internasional. Berdasarkan hasil survey “Trends in International Math and Science”
tahun 2007, yang dilakukan oleh Global Institute, menunjukkan hanya 5% peserta didik
Indonesia yang mampu mengerjakan soal penalaran berkategori tinggi; padahal peserta didik
Korea dapat mencapai 71%. Sebaliknya, 78% pesrta didik Indonesia dapat mengerjakan soal
hapalan berkategori rendah, sementara siswa Korea hanya 10%. Data lain diungkapkan oleh hasil
assessment (penilaian) dari PISA (Programme for International Students Assesment), hasil
studinya beberapa bulan yang lalu, menempatkan Indonesia pada peringkat 64 dari 65 negara
yang ikut serta dalam assessment tersebut. Demikian pula dengan hasil survey yang diperoleh
HDI (Human Development Index) atau indeks pembangunan manusia di 179 negara di dunia,
Indonesia hanya menempati urutan 109, dan CSI (Cognitive Skill Index) yang menempatkan
Indonesia pada peringkat 40 dari 40 negara.

Kalau kita melihat kondisi generasi bangsa kita saat ini, sangat miris sekali. Krisis moral yang
ada di kalangan pemuda dan pemudi bangsa sudah merajalela. Hal ini bisa kita lihat di berbagai
media cetak maupun media elektronik yang menampilkan moral dan karakter siswa-siswi kita
yang sangat bobrok. Bukan hanya pemuda-pemudi, bahkan masyarakat secara luas sudah
memperlihatkan tindakan-tindakan yang tidak sewajarnya. Di stasiun Televisi, ditayangkan
tindakan tawuran oleh peserta didik kita, terlibat aksi asusila yang baru-baru ini banyak
ditayangkan di stasiun TV, tindakan criminal, dan masih banyak lagi aksi brutal lainnya. Mereka
tidak memperlihatkan hasil pendidikan yang mereka peroleh di sekolah. Pertanyaannya adalah
siapakah yang patut disalahkan dalam hal ini? Apakah system pendidikan yang ada di Negara
kita ini yang masih salah?

Dikutip dari Kompas.com Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas
PA) Seto Mulyadi mengatakan, “Salah satu penyebab terjadinya kriminalitas yang menyeret
pelaku anak usia dini dan remaja adalah kekacauan system pendidikan di Indonesia. System
pendidikan kita sudah salah. Dari TK (taman kanak-kanak) sampai SD (sekolah dasar) anak-anak
disuruh menghafal dan banyak PR (pekerjaan rumah). Memeng cerdas mereka. Namun jika
cerdas, sedangakn ajaran moral dan etikanya minim, ya terjadi seperti kekerasan anak SD.
Contoh kasus Renggo, tawuran, dan kekerasan seksual,” ujar pria yang akrab disapa kak Seto ini
kepada Kompas.com, Senin (12/5/2014).

Pemerhati anak tersebut menambahkan, pemerintah seyogyanya mengembangkan satuan pola


materi belajar di sekolah, dengan memberikan porsi 60% lebih untuk mengajarkan aspek
kecerdasan etika, sementara sisanya adalah logika. “Sekarang, untuk apa anak-anak kita Cuma
bisa sekedar baca, tulis, dan hitung tetapi sikap kerja sama, menghargai sesame, santun, dan jujur
tidak ditanam di diri si anak? Bagaikan mau membangun gedung, tetapi fondasinya tidak kokoh,
ya bisa hancur,” kata alumnus Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Seto memberi contoh,
kasus-kasus negative tersebut terjadi karena minimnya sososk keteladanan bagi anak dalam
melakukan suatu tindakan. Oleh karena itu, mereka cenderung meniru hal yang salah dari
lingkup eksternal, melalui media televise, internet, lingkungan, dan sebagainya.

Sebelumnya media memberitakan berbagai kasus kriminalitas yang menyeret sebagian besar
anak usia dini dan remaja. Diantaranya adalah kasus penganiayaan siswa kelas V SD di Jakarta
Timur dan tindakan bunuh diri siswi SMP di Tabanan, Bali. Ada pula kasus kekerasan seksual
oleh Emon di Sukabumi, Jawa Barat; keterlibatan siswa dalam kekerasan tawuran antar-sekolah;
menjamurnya remaja geng motor; jual diri remaja yang biasa disebut “Cabe-cabean”, dan masih
banyak lainnya. “Sekali lagi saya sampaikan, system pendidikan harus segera ditata kembali.
Dalam hal ini, pemerintah, yaitu kementerian yang berwenang, harus bertanggung jawab,”
imbuh Seto.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah menyusun sedemikian rupa Standar Nasional
Pendidikan (SNP) yang temuat dalam Peraturan Pemerintah no. 19 tahun 2005 yang kemudian
direvisi menjadi PP no. 32 yang berisi tentang delapan Standar Pendidikan Nasional.
Implementasi dari Kedelapan Standar Pendidikan tersebut di lapangan diharapkan mampu
menjadikan pendidikan di Indonesia yang bisa menghasilkan generasi yang produktif, kreatif,
bermoral dan berkarakter. Belum lagi adanya revisi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) menjadi Kurikulum 2013 yang diharapkan mampu menghasilkan insan Indonesia yang
produktif, kreatif, inovatif, afektif, melalui penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
terintegrasi. Hasil akhir dari impelementasi Kurikulum 2013 akan melahirkan masyarakat yang
mampu bertanggung jawab atas dirinya sendiri, mampu bersosialisasi di lingkungan masyarakat
luas, bahkan mampu bersaing di dunia luar, dan memiliki moral yang baik.

Untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita dari kurikulum 2013 di atas, maka di dalamnya tercakup
beberapa aspek yang harus dimiliki setiap peserta didik, diantaranya:

1. Pengetahuan (knowledge); yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang


peserta didik mengetahui cara menyelesaikan masalah (problem solving) yang ada di
lingkungannya.
2. Pemahaman (understanding); yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang dimiliki oleh
peserta didik. Sejauh mana peserta didik mampu mencerna pelajaran dan mampu
menerapkannya di lingkungan masyarakat.
3. Kemampuan (skill); adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melaksanakan
tugas atau pekerjaan yang dibebankan padanya. Misalnya kemampuan peserta didik
dalam membuat suatu karya yang sederhana atau peserta didik yang mampu mencipta
dan berkreasi.
4. Nilai (value); adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis
telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku peserta didik dalam
pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, kedisiplinan dan lain-lain).
5. Sikap (attitude); yaitu perasaan (senang tidak senang, suka tidak suka) atau reaksi
terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap mata pelajaran
yang disenangi, perasaan terhadap teman, dan sebagainya.
6. Minat (interest); adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Misalnya minat untuk mempelajarai atau melakukan sesuatu.

Keenam aspek di atas harus ditanamkan dalam diri peserta didik sedini mungkin melalui
implementasi kurikulum 2013, sehingga nantinya peserta didik selain terampil dalam aspek
kognitif (pengetahuan), memiliki berbagai macam skill (keterampilan), juga sudah tertanam
dalam diri mereka sikap dan moral yang baik.

Dalam hal ini, yang memiliki peran penting adalah guru/pendidik yang mengimplementasikan
kurikulum 2013 di lapangan. Pendidik harus mampu terampil dan bisa berinovasi dalam
mengantarkan materi pelajaran kepada peserta didik sehingga tujuan dari kurikulum 2013 bisa
tercapai. Riset dari badan pendidikan di Amerika menunjukkan 90% kontribusi kualitas
pendidikan berasal dari kualitas guru, metode belajar yang tepat, dan buku sebagai gerbang ilmu
pngetahuan. Ketiga variable yang menjadi kualitas pendidikan ini sebetulnya sangat murah,
asalkan ada guru yang mempunyai idealisme tinggi.

Selain itu, peran serta orang tua di rumah juga sangat penting. Orang tua jangan sampai
menyerahkan dengan sepenuhnya anaknya kepada pihak sekolah tanpa tahu bagaimana
perkembangan anaknya, sehingga tanggung jawab kepada anaknya diserahkan ke pihak sekolah.
Penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,orang tua,
dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut, sesuai dengan fungsi dan peran masing-masing,
harus melakukan suatu upaya agar mutu program pendidikan terselenggarasecara optimal. Dalam
Pasal 54 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan, “Masyarakat berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan dalam komite sekolah/madrasah”. Dengan demikian bahwa, peran serta
masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha dan ortanisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu pelayanan pendidikan.

Pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau badan penyelenggara
pendidikan saja, tetapi terutama menjadi tanggung jawab setiap orang. Ketika orang tua
memutuskan untuk memasukkan anaknya ke suatu lembaga pendidikan tertentu, sudah pasti
telah melalui beberapa pertimbangan. Di sini dapat dilihat bahwa lembaga pendidikan, dalam hal
ini adalah sekolah, hanya bertindak sebagai alat untuk mencapai kualitas yang
diinginkan,sedangkan keputusan sepenuhnya berada di tangan para orang tua, yang dalam hal ini
berada dalam konteks „orang tua atau masyarakat‟. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa,
pendidikan adalah tanggung jawab bersama, antara masyarakat, lembaga penyelenggara
pendidikan, dan pemerintah sebagai pemangku kebijakan tertinggi.

Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi mudanya. Kualitas generasi muda
ditentukan oleh kualitas pendidikan yang mereka terima. Pendidikan tidak hanya berupa hasil
yang didapat dari sekolah tetapi juga pendidikan di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Idealnya, apapun hasil yang diperoleh di sekolah hendaknya didukung oleh lingkungan keluarga
dan masyarakat. Akan menjadi suatu kesia-siaan ketika para peserta didik diajarkan untuk
melakukan segala sesuatu yang terbaik tetapi tidak didukung oleh keluarganya. Pelajaran yang
telah diterima tidak akan terlihat, tetapi akan hilang percuma. Hendaknya keluarga dan
masyarakat turut memberikan contoh yang baik pula agar dapat ditiru dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari peserta didik. Pendidikan adalah investasi masa depan, keberhasilan dan
kesalahan dalam mendidik anak akan dirasakan masyarakat.
PENGARUH MINAT TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK DI SEKOLAH

kegiatan belajar anak yang memicu tumbuh kembangnya minat

Banyak orang tidak mengerti arti sebenarnya istilah “minat” (interest). Akibatnya, mereka sering
mengacaukannya dengan apa yang tepatnya dapat disebut suatu “kesenangan” (whim). Suatu
“minat” telah diterangkan sebagai “sesuatu dengan apa anak mengidentifikasikan keberadaan
pribadinya”. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa
yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Bila mereka melihat bahwa sesuatu akan
menguntungkan, mereka merasa berminat. Ini kemudian mendatangkan kepuasan. Bila kepuasan
berkurang, minat pun berkurang.

Sebaliknya, kesenangan merupakan minat yang sementara. la berbeda dari minat bukan dalam
kualitas melainkan dalam ketetapan (persistence). Selama kesenangan itu ada, mungkin
intensitas dan motivasi yang menyertainya sama tinggi dengan minat. Namun ia segera mulai
berkurang karena kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang sementara.
Minat lebih tetap (persistent) karena minat memuaskan kebutuhan yang penting dalam
kehidupan seseorang.

Minat berbeda dengan bakat. Minat timbul dari hasil pengenalan dengan lingkungan, atau hasil
berinteraksi dan belajar dengan lingkungannya. Bila minat terhadap sesuatu sudah dimiliki
seseorang, maka ia akan menjadi potensi bagi orang yang bersangkutan untuk dapat meraih
sukses di bidang itu. Sebab minat akan melahirkan energi yang luar biasa untuk berjuang
mendapatkan apa yang diminatinya. Apalagi kalau minat itu selaras dengan bakatnya, maka
kekuatannya lebih luar biasa lagi. Oleh karena itu, di samping bakat, maka minat peserta didik,
seharusnya menjadi hal yang penting untuk diperhatikan oleh para pendidik, dan juga orang tua.

Setiap minat memuaskan suatu kebutuhan dalam kehidupan anak, walaupun kebutuhan ini
mungkin tidak segera tampak bagi orang dewasa. Semakin kuat kebutuhan ini, semakin kuat dan
bertahan pada minat tersebut. Selanjutnya, semakin sering minat diekspresikan dalam kegiatan,
semakin kuatlah ia. Sebaliknya minat akan padam bila tidak disalurkan. Bila misalnya
lingkungan ternpat anak hidup membatasi kesempatan bermain dengan anak lain, minat
terhadap teman bermain mulai berkurang dan minat lain akan menggantikannya. Bila anak dapat
menemukan pengganti teman bermain yang memuaskan, akan tiba suatu saat mereka merasa
kurang berminat terhadap teman bermain. Anak itu kemudian bahkan menyatakan bahwa teman
sebaya “membosankan”-nya.

Pada semua usia, minat memainkan peran yang penting dalam kehidupan sesorang dan
mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap. Hal ini terutama sangat penting dalam
masa kanak-kanak. Jenis pribadi sebagian besar ditentukan oleh minat yang berkembang selama
masa kanak-kanak. Sepanjang masa kanak-kanak, minat menjadi sumber motivasi yang utama
untuk belajar. Anak yang berminat terhadap sebuah kegiatan, baik permainan maupun pekerjaan,
akan berusaha lebih keras untuk belajar dibandingkan dengan anak yang kurang berminat atau
merasa bosan.

Minat mempengaruhi bentuk dan intensitas aspirasi anak. Ketika anak mulai berpikir tentang
pekerjaan mereka di masa mendatang misalnya, mereka menentukan apa yang ingin mereka
lakukan bila mereka dewasa. Semakin yakin mereka mengenai pekerjaan yang diidamkan,
semakin besar minat mereka terhadap kegiatan, di kelas atau di luar kelas, yang mendukung
tercapainya aspirasi itu. Minat menambah kegembiraan pada setiap kegiatan yang ditekuni
seseorang. Bila anak-anak berminat pada suatu kegiatan, pengalaman mereka akan jauh lebih
menyenangkan daripada bila mereka merasa bosan. Lagi pula, jika anak-anak tidak memperoleh
kegembiraan suatu kegiatan, mereka hanya akan berusaha seperlunya saja. Akibatnya, prestasi
mereka jauh lebih rendah dari kemampuan mereka. Ini menjadikan mereka merasa bersalah dan
malu, sikap ini lebih mengurangi kesenangan mereka pada kegiatan tersebut.

Sehingga dalam perkembangannya, orang tua harus selalu mendorong minat anaknya sehingga
anak merasa senang dan tidak jenuh dalam melakukan atau mengerjakan suatu kegiatan baik itu
kegiatan di rumah maupun kegiatannya di sekolah. Dalam hal ini minat merupakan landasan
penting bagi seseorang untuk melakukan kegiatan dengan baik. Sebagai suatu aspek kejiwaan
minat bukan saja dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang, tapi juga dapat mendorong orang
untuk tetap melakukan dan memperoleh sesuatu. Hal itu sejalan dengan yang dikatakan oleh S.
Nasution (dalam Nurhidayati, 2006:2) bahwa pelajaran akan berjalan lancar apabila ada minat.
Anak-anak malas, tidak belajar, gagal karena tidak ada minat.

Dalam kegiatan belajar, minat mempunyai peranan yang sangat penting. Bila seorang siswa tidak
memiliki minat dan perhatian yang besar terhadap objek yang dipelajari maka sulit diharapkan
siswa tersebut akan tekun dan memperoleh hasil yang baik dari belajarnya. Sebaliknya, apabila
siswa tersebut belajar dengan minat dan perhatian besar terhadap objek yang dipelajari, maka
hasil yang diperoleh lebih baik. Seperti yang diungkapkan oleh Usman Efendi dan Juhaya S
Praja (dalam Nurhidayati, 2006:2) bahwa .belajar dengan minat akan lebih baik daripada belajar
tanpa minat.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki minat dengan siswa yang
tidak memiliki minat dalam belajar akan terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut tampak jelas
dengan ketekunan yang terus menerus. Siswa yang memiliki minat maka ia akan terus tekun
ketika belajar sedangkan siswa yang tidak memiliki minat walaupun ia mau untuk belajar akan
tetapi ia tidak terus untuk tekun dalam belajar.
Karena pentingnya peran minat dalam kehidupan anak, minat yang akan membantu penyesuaian
pribadi dan sosial anak perlu sekali ditemukan dan dipupuk. Minat pada anak kecil ditandai oleh
keinginan untuk sekolah. Dalam pandangan anak, pergi ke sekolah berarti “menjadi besar.” Jadi,
sekolah merupakan lambang status bagi anak. Naik turunnya minat pada anak, bersifat individual
(berbeda antara satu anak dengan anak lainnya). Ada anak yang menunjukkan kebertahanan
minat tinggi sampai pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi, namun ada anak yang
menunjukkan kebosanan, sehingga enggan pergi sekolah.

Hal penting lain mengenai minat anak pada sekolah ialah bahwa minat menjadi lebih selektif
dengan bertambahnya usia. Bila pada awalnya anak ingin sekali menjadi warga sekolah, maka
anak yang lebih tua bersikap memilih aktivitas sekolah yang disukainya (selektif). Sebagai
contoh, ada anak yang terutama tertarik pada kegiatan akademik, tetapi ada anak lainnya lebih
menyukai kegiatan ekstrakurikuler. Berkenaan dengan ketertarikan atau arah minat ini, maka
oleh karena sebagian besar waktu di sekolah digunakan untuk kegiatan akademik daripada
kegiatan ekstrakurikuler, maka situasi ini membuat anak yang tidak menyukai kegiatan akademik
cenderung mengembangkan sikap yang tidak menguntungkan terhadap sekolah.

Terdapat pula minat yang selektif dalam bidang/mata pelajaran. Anak-anak cenderung tertarik
pada mata pelajaran yang mereka anggap sesuai dengan kebutuhan mereka, sesuai dengan jenis
kelamin, mudah mempelajari dan menghasilkan angka baik. Sebaliknya, siswa cenderung tidak
tertarik pada mata pelajaran yang mereka anggap tidak relevan, tidak sesuai dengan jenis
kelamin, sukar, membosankan, diajarkan dengan buruk, dan yang menghasilkan nilai buruk.

Siswa yang tertarik dan/atau berminat pada sekolah baik dalam kegiatan belajar, dalam
hubungan dengan guru beserta personil sekolah lainnya, dalam menerima keterampilan guru
mengajar dan mendidik, menjalani kondisi fisik sekolah, dan mengikuti program-program
kegiatan sekolah, maka siswa akan menunjukkan perilaku positif terhadap sekolah. Siswa akan
tampak bahagia dan nyaman di sekolah, menghabiskan waktunya yang banyak di sekolah,
mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler, menghormati para guru dan personil sekolah
lainnya, mematuhi disiplin sekolah, aktif dalam mengikuti pelajaran, dan bangga akan
sekolahnya.

Pada sisi lain, anak yang merasa bosan di sekolah, akan memunculkan perilaku bermasalah. Dari
anak seperti ini, muncul perilaku mengganggu teman, menjengkelkan guru, tidak menyelesaikan
tugas, hadir ke sekolah terlambat, ketidak hadiran di sekolah, membolos (tidak masuk ke
sekolah, walaupun dari rumah berangkat menuju sekolah), membolos pada jam-jam mata
pelajaran pada tertentu, prestasi belajar rendah. Bosan di sekolah atau bosan mengikuti
pelajaran dan kegiatan sekolah adalah indikator penting dari tidak adanya minat anak terhadap
sekolah.

Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni menciptakan situasi-situasi dimana
anak dapat belajar untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Selama berabad-abad anak tidak
dipandang sebagai manusia yang lain daripada orang dewasa dan karena itu mempunyai
kebutuhan sendiri sesuai dengan perkembangannya.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik dan pandangan tentang pentingnya
mengembangkan minat seorang anak berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum
pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping
persamaannya.

Minat besar sekali pengaruhnya terhadap aktivitas belajar. Siswa yang berminat terhadap
matematika misalnya, akan mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh seperti rajin
belajar, merasa senang mengikuti penyajian plajaran matematika, dan bahkan dapat menemukan
kesulitan-kesulitan dalam belajar menyelesaikan soal-soal latihan dan praktikum karena adanya
daya tarik yang diperoleh dengan mempelajari matematika. Siswa akan mudah menghafal
pelajaran yang menarik minatnya. Proses belajar akan berjalan lancar bila disertai minat. Oleh
karena itu, guru perlu membangkitkan minat siswa agar berjalan yang diberikan mudah siswa
mengerti. (Hasnawiyah dalam Khairani, 2013:142).

Menghadapi minat anak yang belum cukup kuat, guru (pendidik) dan orang tua harus terus
berusaha memperkuat minat anak, sehingga minat yang pada mulanya lemah, atau mungkin
merupakan minat ekstrinsik (minat yang dikuatkan oleh faktor-faktor di luar diri anak), menjadi
minat intrinsik (minat yang berasal dari diri sendiri). Minat intrinsik ditumbuhkan dengan cara
menyadarkan anak tentang pentingnya suatu minat.

Minat dapat pula dirangsang melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan aktual sesuai dengan
karakteristik perkembangan anak. Misalnya pada periode perkembangan awal remaja maupun
periode kanak-kanak, pengembangan minat dilakukan dengan melibatkan (menyertakan) teman-
teman sebaya yang mempunyai arah minat yang sama. Dengan melibatkan orang lain yang
sebaya, anak/remaja akan lebih terdorong.

Memberi kesempatan yang luas kepada anak untuk terlibat dalam berbagai kegiatan, melakukan
sesuatu dengan benda-benda/barang-barang yang menarik maupun yang kurang menarik
perhatiannya, merupakan cara yang sangat baik untuk merangsang minat-minat baru dalam diri
anak, yang sebelumnya belum muncul. Untuk memberi kesempatan yang luas ini, orang tua/guru
memfasilitasi anak dengan berbagai alat/benda, kegiatan, dan waktu.

Penting dicermati agar orang tua/guru tidak terlalu cepat memfokuskan anak atau menyimpulkan
anak pada suatu minat tertentu. Tindakan memfokuskan anak yang terlalu dini pada suatu minat
tertentu, akan mengurangi kesempatan anak menemukan minat-minat lain. Orang tua/guru juga
menghindari sikap mengindoktrinasi anak, melainkan bersikap menstimulasi (merangsang)
kemunculan suatu minat. Sikap seperti ini memperluas anak untuk menentukan sendiri minatnya.

Stimulasi minat yang diberikan kepada anak disesuaikan dengan kemampuan menerima anak.
Stimulasi yang berlebihan dapat menimbulkan kekhawatiran anak, oleh karena ia merasa terlalu
dituntut. Anak merasa dibebani, dan juga menjadi jenuh. Dalam menstimulasi minat anak, juga
harus menitikberatkan pada kebutuhan dan ketertarikan anak, bukan mengutamakan keinginan
orang tua/guru. Penting ditekankan bahwa minat yang hendak dibangun adalah minat anak,
bukan minat orang tua/guru, oleh karenanya upaya-upaya pengembangan harus berangkat dari
diri anak.
Dalam proses mengembangkan minat anak, guru/orang tua harus menanggapi anak dengan tepat,
yakni merespon yang sifatnya membangun gairah, ketertarikan anak untuk mengeksplorasi
kemampuan-kemampuan diri dan lingkungannya. Memberi ganjaran (reward) kepada anak atas
hasil dari perbuatan minatnya, merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan gairah anak
melalui pengaruh eksternal. Jenis ganjaran disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak,
misalnya apakah dalam bentuk pujian, makanan, benda-benda yang disukai anak, kesempatan
menikmati rekreasi, penegasan prestasi di depan khalayak. Pemberian ganjaran tersebut
merupakan upaya untuk melibatkan aspek afektif anak, aspek afektif ini lebih mempertahankan
minat yang ada ketimbang aspek kognitif. Di samping itu, sangat penting diterapkan bahwa
dalam mengungkap minat-minat anak, orang tua/guru menggunakan beberapa metode secara
utuh, agar diperoleh data arah minat secara lebih akurat.

Upaya orang tua untuk meningkatkan minat belajar anak dapat dilakukan dengan memberi
dukungan fisik dan psikologis di rumah. Dukungan fisik diberikan dengan menyediakan tempat
belajar anak yang nyaman, menyediakan fasilitas belajar yang cukup seperti buku dan peralatan
belajar lain. Dukungan psikologis diberikan dalam bentuk mendampingi anak bila mengalami
kesulitan dalam menghadapi masalahnya, mengingatkan dan mendorong anak untuk gemar
belajar, membimbing anak mengetahui tempat-tempat dimana anak dapat mengembangkan diri
di masyarakat.

Mengembangkan minat terhadap sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa melihat
bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan untuk dipelajarinya dengan dirinya sendiri
sebagai individu. Proses ini berarti menunjukkan pada siswa bagaimana pengetahuan atau
kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya, melayani tujuan-tujuannya, memuaskan kebutuhan-
kebutuhannya. Bila siswa menyadari bahwa belajar merupakan suatu alat untuk mencapai
beberapa tujuan yang dianggapnya penting dan bila siswa melihat bahwa dari hasil pengelaman
belajarnya akan membawa kemajuan pada dirinya, kemungkinan besar siswa akan berminat dan
bermtivasi mempelajarinya.

Kondisi kejiwaan sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar. Itu berarti bahwa minat
sebagai suatu aspek kejiwaan melahirkan daya tarik tersendiri untuk memperhatikan suatu obyek
tertentu. Berdasarkan hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa kurangnya minat belajar
dapat mengakibatkan kurangnya rasa ketertarikan pada suatu bidang tertentu, bahkan dapat
melahirkan sikap penolakan kepada guru (Slameto dalam Khairani, 2013:143).

Pada akhirnya ditarik kesimpulan bahwa minat merupakan suatu kekuatan yang mendorong anak
untuk memperhatikan, merasa tertarik, dan cenderung senang terhadap suatu aktivitas sehingga
mereka mau melakukan aktivitas tersebut dengan kemauannya sendiri dan mereka akan
memperoleh rasa kepuasaan dari apa yang mereka kerjakan dengan minat tersebut. Suatu
kegiatan ataupun pekerjaan yang dilakukan dengan landasan adanya minat maka pengalaman
mereka dalam melakukan kegiatan tersebut akan jauh lebih menyenangkan daripada bila mereka
bosan.

Minat mempunyai dua aspek, pertama aspek kognitif didasarkan atas konsep yang
dikembangkan anak mengenai bidang yang berkaitan dengan minat. Konsep yang membangun
aspek kognitif minat didasarkan atas pengalaman pribadi dan apa yang dipelajari di rumah, di
sekolah, dan di masyarakat, serta dari berbagai jenis media massa. Dari sumber tersebut anak
belajar apa saja yang akan memuaskan kebutuhan mereka dan yang tidak. Kedua aspek afektif
yang berkembang dari pengalaman pribadi, dari sikap orang yang penting, yaitu orangtua, guru
dan teman sebaya, terhadap kegiatan yang berkaitan dengan minat tersebut, dan dari sikap yang
dinyatakan atau tersirat dalam berbagai bentuk media massa terhadap kegiatan itu. Misalkan
seorang anak yang senang terhadap guru Matematikanya maka minat mereka pada pelajaran
matematia akan semakin diperkuat.

Anak tidak dilahirkan lengkap dengan minat, akan tetapi minat merupakan hasil dari pengalaman
belajar. Jenis pelajaran yang melahirkan minat itu akan menentukan seberapa lama minat
bertahan dan kepuasan yang diperoleh dari minat itu. Oleh karena itu dalam proses belajar di
sekolah, minat sangat dibutuhkan untuk dimiliki oleh setiap anak agar anak selalu tertarik dalam
belajar di sekolah. Dalam hal ini, seorang pendidik tidak akan merasa kesulitan dalam
mengantarkan atau menyampaikan suatu pelajaran kepada siswa yang memiliki minat belajarn.
Proses belajar mengajar akan berjalan dengan lancar. Apalagi kurikulum yang dikembangkan
saat ini sangat mendukung dan disesuaikan dengan tahapan-tahapan perkembangan anak,
terutama dalam hal minat anak.

Jangan sampai minat anak terhadap pelajaran berkurang, karena hal tersebut bisa mengakibatkan
prestasi anak menurun. Jika siswa tidak berminat belajar, maka perhatiannya kepada pelajaran
akan berkurang sehingga siswa tersebut akan malas untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah,
siswa tersebut pasti akan sukar belajar dengan baik, dan hal tersebut dapat mempengaruhi hasil
belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai