Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Membaca menulis permulaan merupakan kepanjangan dari MMP. Sesuai dengan


kepanjangannya itu, MMP merupakan program pembelajaran yang diorientasikan kepada
kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas-kelas awal pada saat peserta didik mulai
memasuki bangku sekolah. Pada tahap awal peserta didik memasuki bangku sekolah di kelas 1
Sekolah Dasar, MMP merupakan program pembelajaran utama.

Membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar
kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik
membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik. Suasana belajar harus dapat diciptakan
melalui kegiatan permainan Bahasa dalam pembelajaran membaca. Hal itu sesuai dengan
karakteristik anak yang masih senang bermain. Pemerolehan Bahasa anak melibatkan dua
kemampuan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan
memahami tuturan orang lain.

Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan membaca permulaan selanjutnya dan agar siswa terampil membaca serta
mengembangkan pengetahuan Bahasa dan keterampilan berbahasa guna menghadapi kelas
berikutnya. Oleh karena itu, guru perlu merancang pembelajaran membaca dengan baik
sehingga mampu menumbuhkan kebiasaan membaca sebagai suatu yang menyenangkan.

Dalam proses pembelajaran membaca permulaan, banyak dilakukan dengan berbagai cara. Ada
yang menggunakan dengan media, ada pula yang tidak menggunakan media untuk
menyampaikan pesan. Siswa kelas rendah cenderung suka bermain. Jika diperhatikan siswa
akan lebih tertarik jika di dalam pembelajarannya terdapat gambar. Salah satu media yang
dapat digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan adalah media kartu kata bergambar.

Media kartu kata bergambar merupakan media yang menarik yang berbentuk kartu dan berisi
kata-kata serta gambar. Media ini cocok digunakan untuk kelas 1 SD karena di dalam kartu
kata bergambar terdapat gambar yang berfungsi untuk menarik perhatian siswa dan
menyatukan imajinasi anak-anak yang berbeda-beda dapat tertuang menjadi satu persepsi.
Dengan adanya gambar, membantu siswa untuk berkata-kata sehingga mempermudah
membaca.
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara metode ini bisa berdistribusi dan diterapkan dalam pemerolehan membaca
dan menulis untuk siswa kelas awal?
2. Bagaimana realitas dari semua metode yang telah disusun secara sistematis?
3. Bagaimana Teknik yang diterapkan dalam pemerolehan membaca dan menulis untuk siswa
kelas awal?

1.3 Tujuan

1. Memberikan pengetahuan kepada guru, teman, dan masyarakat tentang kontribusi langsung
atau penerapan langsung dari metode ini bagi pemerolehan membaca dan menulis
permulaan bahasa Indonesia untuk di kelas awal.
2. Memberikan pandangan luas dan saran bagi guru, teman, dan masyarakat setelah membaca
artikel ini dimana semua metode yang telah disusun secara sistematis dapat membantu siswa
dalam pemerolehan membaca dan menulis permulaan bahasa Indonesia di kelas awal
3. Memberikan informasi kepada masyarakat luas bagaimana perubahan dan perkembangan
dalam pemerolehan membaca dan menulis permulaan bahasa Indonesia untuk siswa di kelas
awal

2
BAB II

PEMBAHASAN

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (1988:580) metode adalah cara
atau teknik kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan sesuatu guna mencapai tujuan
yang ditentukan. Menurut Rothwell & Kazanas (1982:45) metode adalah cara, pendekatan, atau
proses untuk menyampaikan informasi. Metode adalah cara yang dipergunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pembelajaran (Sudjana, 2005:76).
Metode adalah cara yang telah diatur dan terpilih secara baik untuk mencapai suatu maksud, cara
mengajar (KBB, 1984:649). Jadi dapat disimpulkan metode adalah cara untuk melakukan sesuatu
dalam mencapai tujuan. Metode sangat penting digunakan dalam pembelajaran terutama dalam
kegiatan membaca dan menulis.

Berikut adalah kajian tentang metode dan teknik membaca dan menulis permulaan kelas awal dari
berbapa penulis.

1. Menurut Asep muhyidin

Asep Muhyidin melakukan penelitian di Sekolah Dasar Negeri Serang 2 Kota Serang. Penelitian
ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai metode pembelajaran
membaca dan menulis permulaan bahasa Indonesia di kelas I Metode Pembelajaran Membaca
Permulaan

Pembelajaran membaca permulaan di kelas I SDN Serang 2 Kota Serang menggunakan


beberapa metode diantaranya adalah:

a. Metode membaca permulaan


1. Metode bunyi,

Metode bunyi digunakan oleh guru untuk mengenal huruf a sampai dengan z serta cara
pengucapannya.

Contoh metode bunyi: Huruf /p/ dilafalkan [ep] /d/ dilafalkan [ed]. Dengan demikian. Kata
padi dieja menjadi: /ep-a/ [pa]/ed-i/ [di] dibaca [pa-di]

2. Metode abjad,
Pembelajaran membaca permulaan dengan metode abjad dimulai dengan mengenalkan
huruf- huruf secara alfabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan anak sesuai
dengan bunyinya menurut abjad. Pada huruf-huruf tertentu yang ada kemiripan bentuk, guru
3
membedakan huruf-huruf /b-d/, /p-q/, /n-u/, dan /m- w-v/ dengan cara memberi warna yang
berbeda pada kartu abjad. Kemudian dilatih secara berulang-ulang sampai mengerti.

3. Metode suku kata,

Metode suku kata ini diawali dengan langkah guru mengenalkan suku kata seperti ba, bi bu,
be, bo, ca, ci, cu, ce, co, da, di, du, de, do, dan seterusnya. Kemudian suku-suku kata
tersebut dirangkaikan menjadi kata- kata yang bermakna, misalnya: /ba – bi/, /cu – ci/, /da –
da/. Lalu, dari suku kata tersebut dirangkaikan menjadi kalimat sederhana yang dimaksud
dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat sederhana.

4. Metode kata lembaga

Metode kata lembaga merupakan metode peralihan antara metode bunyi dengan metode
global. Guru memulai materi ajar dari kata yang dekat dengan anak, dipahami, dan sering
didengar. Karena dalam konsep seperti ini, maka materi ajar itu dalam bentuk gambar dan
nama gambar di bawahnya.

Misalnya: Gambar seorang anak laki-laki bernama Didi atau gambar bola dan gambar-
gambar yang lain. Di bawah gambar anak tersebut tersebut ditulis nama Didi dan di bawah
gambar bola ditulis kata bola.

b. Metode Pembelajaran Menulis Permulaan

1. Metode Structural Analitik Sintetik (SAS),

Metode Struktural Analitik Sintetik (SAS) pembelajarannya dimulai dengan menampilkan


struktur kalimat secara utuh dahulu. Hal inilah yang menjadi landasan utama metode ini,
kalimat utuh itu kemudian dianalisis menjadi kata. Kata dianalisis menjadi suku kata.
Selanjutnya suku kata dianalisis menjadi huruf atau bunyi. Bunyi disintesiskan menjadi suku
kata. Suku kata disintesiskan menjadi kata. Kata disintesiskan menjadi kalimat kembali
bentuk semula.

Tujuan metode SAS ini adalah agar anak berusaha menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik. Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep “kebermaknaan” pada diri anak
(Halimah, 2014).

2. Metode Kupas Rangkai Suku Kata (KRSK)

Metode Kupas Rangkai Suku Kata (KRSK) adalah metode yang mendasarkan kepada
pendekatan harfiah. Guru mengajarkan menulis dimulai dari mengenalkan huruf-hurufyang
dirangkaikan menjadi suku kata kemudian menjadi kata. Langkah langkah dimulai dari guru
4
mengenalkan huruf lepas, kemudian merangkaikan huruf lepas menjadi suku kata. Lalu,
merangkaikan suku kata menjadi kata.

Menurut Slamet (2014) metode KRSK adalah metode untuk memperkenalkan huruf kepada
siswa, lalu suku kata yang sudah dikenal oleh siswa diuraikan menjadi huruf, kemudian huruf
dirangkaikan lagi menjadi suku kata, misalnya: kaki – ka- ki; ka-ki – k a k i.

3. Metode Abjad.

Metode abjad disebut juga metode sintetis karena mempelajari aksara dengan cara merangkai
huruf- huruf yang dilafalkan dalam abjad. Langkah-langkah yang dilakukan oleh guru dalam
melaksanakan pembelajaran menulis permulaan dengan metode abjad sebagai berikut:

a. Guru mengenalkan bentuk huruf dari a sampai z satu persatu


b. Guru secara berulang-ulang menuliskan abjad secara berurutan sampai siswa mengenal
abjad demi abjad
c. Setelah siswa mengenal semua abjad tersebut, kemudian guru merangkaikannya menjadi
suku kata.

Teknik yang di gunakan dalam pembelajaran membaca yaitu:

1. Teknik ceramah
Misalnya; guru mengenalkan huruf A sampai dengan Z dan menjelaskan cara
pengucapannya.
2. Teknik tanya jawab
Misalnya, tanya jawab tentang informasi yang terdapat dalam bacaan yang sudah dibaca.
3. Teknik pemberian tugas kepada siswa
Misalnya, siswa di minta menyimpulkan isi teks yang sudah di baca
4. Teknik demontrasi
Misalnya, siswa di minta melafalkan huruf, membaca kata dan kalimat di depan kelas.

2. Menurut St. Y Slamet


I.Metode SAS (struktural analitik sintetik)

Tujuannya agar anak berusaha menggunakan bahasa indonesia dengan baik. metode SAS dalam
pembelajaran bahasa menekankan sekali hal-hal yang fungsional.

1. Mengenal struktur dan analisis


a. Struktur kalimat.

5
Mengajarkan kalimat dan kalimat itu disambung dengan kalimat berikutnya sesuai dengan
keperluan berpikir. analisis struktur kalimat berarti menganalisis unsur bahasa, yaitu
mengenal dan memahami fungsi kata, suku kata, suku kata, bunyi (huruf) dalam hubungan
kalimat.
b. Struktur paragraf.
Menganalisis bahasa, mengenal dan memahami fungsi kalimat dalam hubungan paragraf.
c. Struktur bab
Analisis wacana. mengenal dan memahami paragraf dalam hubungan wacana atau bagian.
2. Pelaksanaan / Teknik Metode SAS
a) Merekam bahasa anak.
Bahasa yang digunakan oleh anak di dalam percakapan mereka, direkam untuk digunakan
sebagai bahan bacaan.
b) Menampilkan gambar sambil bercerita

Guru memperlihatkan gambar kepada anak, sambil bercerita sesuai dengan gambar tersebut.
kalimat-kalimat yang digunakan guru dalam bercerita itu digunakan sebagai pola dasar
bahan membaca.

c) Membaca gambar

Guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang memegang sapu, sambil
mengucapkan kalimat “ini ibu”. anak melanjutkan membaca gambar tersebut dengan
bimbingan guru.

d) Membaca gambar dengan kartu kalimat, dengan menggunakan kartu-kartu dan papan selip
atau flanel, untuk menguraikan dan menggabungkan kembali akan lebih mudah.
e) Membaca kalimat secara struktural (S)

Setelah anak mulai membaca tulisan di bawah gambar, sedikit demi sedikit gambar
dikurangi sehingga akhirnya mereka dapat membaca tanpa dibantu gambar. dengan
dihilangkan nya gambar maka yang dibaca anak adalah kalimat.

Misalnya : ini bola, ini bola nina, ini bola lina, ini bola tuti. dst.

f) Proses analitik (A)

Sesudah anak dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat itu menjadi kata, kata
menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf.

misalnya : ini bola , ini bola, i-ni bo-la, i-n-i b-o-l-a

6
g) Proses sintetik (S)

Setelah anak-anak mengenal huruf-huruf dalam kalimat. huruf tersebut dirangkaikan lagi
menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat seperti semula.

misalnya : i-n-i b-o-l-a, i-ni bo-la, ini bola, ini bola

secara utuh, proses SAS tersebut sebagai berikut :

Ini bola, ini bola, i-ni bo-la, i-n-i b-o-l-a, i-ni bo-la dan ini bola

II. Metode Bunyi dan Metode Abjad

Memulai pengajarannya dengan mengenalkan huruf vokal (a,i,u,e, dan o). Setelah melalui
tahap ini, siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan merangkai beberapa huruf
yang sudah dikenalnya.

Contoh :

i-n-i b-u-k-u

i- (en) n-i i
ini (beh) b-u bu (keh) k-u ku buku

ini buku

ini buku

III.Metode Eja Abjad

Purwanto dan Djeniah (1997:3) menyatakan bahwa metode eja adalah belajar membaca yang
dimulai dari mengeja huruf demi huruf.

Misalnya :

b,a,d,u menjadi b-a ba (dibaca atau dieja sebagai berikut : /be-a/ be-a (ba))

Akhadiah (199232) menyatakan bahwa metode abjad dan metode bunyi merupakan
metode-metode yang sudah tua.

3. Menurut Arifin Muslim

Dalam kenyataan sehari-hari seorang siswa perlu menggunakan kemampuan membaca cepat
untuk mengambil makna bahan bacaan secara efektif dan efisien.

7
Menurut Broghton (et.al) 1978 dalam Tarigan (1978. 22) ada beberapa cara untuk meningkatkan
kecepatan membaca yang dimiliki siswa hingga sampai pada taraf yang efektif. Beberapa metode
yang pernah dikembangkan untuk meningkatkan hal ini adalah:

1. Metode kosakata,
Metode kosakata adalah metode yang mengembangkan kecepatan membaca melalui
pengembangan kosakata. Artinya, metode ini mengembangkan perhatian pada aspek
perbendaharaan kata seorang pembaca.
Bagaimana caranya?
Kosakata seseorang itu terbatas jumlahnya, dan akan selalu berkembang terus sesuai dengan
kemampuannya menambah kosakata itu setiap hari. Latihan meningkatkan dan menambah
kosakata baru dengan dan dalam jumlah yang banyak inilah prinsip metode kosakata. Dasar
pikiran metode ini sudah jelas, yaitu semakin besar dan semakin banyak perbendaharaan kata
siswa, semakin tinggi kecepatan membacanya.
2. Metode motivasi (minat),
Cara kerja metode motivasi (minat) ialah memotivasi para pemula (pembaca yang mengalami
hambatan dalam kecepatan membacanya) dengan berbagai macam rangsangan bacaan yang
menarik, sehingga tumbuh minat membacanya. Dari sini kemudian diharapkan muncul
kebiasaan membaca tinggi, yang pada akhirnya meningkat pula kecepatan dan pemahamannya
terhadap bacaan. Pikiran yang mendasari lahirnya metode ini adalah Pembelajaran Membaca –
KKG 19semakin tertarik atau berminatnya seseorang pada jenis buku tertentu, semakin tinggi
kecepatan dan pemahaman seseorang.
3. Metode bantuan alat,
Metode bantuan alat merupakan metode yang dapat membantu pembaca dalam membaca
(melihat baris-baris bacaan), gerak matanya dipercepat dengan bantuan alat yang berupa ujung
pensil, ujung jari, atau alat petunjuk khusus dari kayu. Semula dengan kecepatan rendah,
kemudian dipercepat, dan semakin dipercepat. Jadi, kecepatan mata mengikuti kecepatan gerak
alat.
4. Metode gerak mata.
Metode gerak mata adalah metode yang paling banyak dipakai dan dikembangkan orang saat
ini, baik untuk pembelajaran membaca permulaan,maupun bagi siapa saja yang ingin
meningkatkan kecepatan membacanya. Cara melatihnya yaitu mengembangkan kecepatan
membaca dengan meningkatkan kecepatan gerak mata, karena kecepatan membaca itu sendiri
berarti kecepatan gerak mata dalam menyelusuri unit-unit bahasa.

8
Pokok pikiran yang melandasi metode ini adalah semakin panjang dan semakin luas
jangkauan mata (eye span) dalam melihat unit-unit bahasa, semakin cepat pula kemampuan
membacanya. Logikanya, jika kita hanya membaca unit-unit bahasa yang paling kecil, maka
yang harus dibaca itu jumlahnya semakin besar sehingga menghambat kecepatan membaca.
Sebaliknya, jika yang dibaca itu hanya unit-unit bahasa yang lebih besar, misalnya frase,frase
kompleks, klausa, atau bahkan hanya unit-unit pikiran saja, maka kecepatan membaca akan
terlipat ganda.
Dalam pelaksanaannya, membaca pemahaman ini dapat dilakukan dengan berbagai
pendekatan, seperti: bottom up, top down, dan interactive approach.
Pembelajaran membaca pemahaman dengan pendekatan bottom up (daribawah ke atas) dimulai
dari pemahaman terkecil sampai terbesar.Pemahamannya dapat dimulai dari kata, struktur
kalimat, paragraf, sampai wacana. Pendekatan top down (dari atas ke bawah) dimulai dari
pemahaman secara global (keseluruhan) hingga ke bagian-bagian terkecil. Pemahaman dapat
dimulai dari garis besar wacana, paragraf, struktur kalimat, sampai kata.
Pendekatan ini dilakukan dengan cara mengaktifkan skemata siswa.
Terakhir, pendekatan integrative approach (perpaduan bottom up dan top down) dimaksudkan
untuk mendapatkan hal-hal positif dan menghindari hal-hal yang negatif dari kedua pendekatan
sebelumnya, sehingga sesuai dengan situasidan kondisi. Berikut ini, dikemukakan sejumlah
keterampilan membaca yang dituntut pada setiap kelas di sekolah dasar khususnya pada
membaca dalam hati.

Kelas I:

a. Membaca tanpa bersuara, tanpa gerakan-gerakan bibir, dan tanpa berbisik


b. Membaca tanpa gerakan-gerakan kepala.

Kelas II:

a. Membaca tanpa gerakan-gerakan bibir atau kepala


b. Membaca lebih cepat secara dalam hati daripada secara bersuara.

Kelas III:

a. Membaca dalam hati tanpa menunjuk-nunjuk dengan jari, tanpa


b. gerakan bibir
c. Memahami bahan bacaan yang dibaca secara diam atau secara dalam hati itu

9
4. Menurut Mackey

Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar,
yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya, anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambing-
lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Kemudian kemampuan menulis permulaan tidak
jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan.

Macam-macam Metode Pembelajaran di Kelas Rendah

Menurut (Mackey dalam Subana, 20), metode pembelajaran di kelas rendah akan diuraikan sebagai
berikut :

1. Metode Eja

Pembelajaran MMP dengan metode eja memulai pengajarannya dengan memperkenalkan


huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihapalkan dan dilafalkan murid sesuai
dengan bunyinya menurut abjad.

Sebagai contoh A a, B b, C c, D d, E e, F f, dan seterusnya. Dilafalkan sebagai a, be, ce, de, e,


ef, dan seterusnya Misalnya :

b, a → ba (dibaca be. a → ba)


d, u → du ( dibaca de, u → du )

2. Metode suku kata dan metode kata

Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti
ba, bi, bu, be, bu, ca, ci, cu, ce, cu, da, di ,du, de, du, ka, ki, ku, ke, ku dan seterusnya. Suku-
suku kata tersebut kemudian dirangkai menjadi kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar
suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata
bermakna, untuk bahan ajar MMP.

Kata-kata tadi misalnya :

bi – bi ci – ca da – du ka – ku

ba – ca ka – ca du – ka ku – da

3. Metode Global

Metode Global artinya secara utuh dan bulat. Dalam metode global yang disajikan pertama
kali pada murid adalah kalimat seutuhnya. Kalimat tersebut dituliskan dibawah gambar yang

10
sesuai dengan isi kalimatnya. Setelah berkali-kali membaca, murid dapat membaca kalimat-
kalimat itu secara global tanpa gambar.

Sebagai contoh dapat dilihat bahan ajar untuk MMP yang menggunakan metode global.

a. Memperkenalkan gambar dan kalimat

b. Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata.

Contoh: Kata menjadi huruf-huruf

Ini mama

in i ma m a

i-ni ma- ma

i–n–i m-a – m-a

4. Metode Structural Analisis Sintesis (SAS)

Proses penguraian atau penganalisisan dalam pembelajaran MMP dengan metode SAS
meliputi :

a. Kalimat menjadi kata-kata

b. Kata menjadi suku-suku kata

c. Suku kata menjadi huruf-huruf

Mengenai itu, Momo (1987) mengemukakan beberapa cara, yaitu:

a. Tahap tanpa Buku, dengan cara:

1) Merekam bahasa siswa.


2) Menampilkan gambarsambil bberceritasercerita.
3) Membaca gambar.

b. Tahap dengan Buku, dengan cara:

1) Membaca buku pelajaran.

2) Membaca majalah bergambar.


3) Membaca bacaan yang disusun oleh guru dan siswa.
4) Membaca buku yang disusun oleh siswa secara berkelompok.
5) Membaca buku yang disusun oleh siswa secara individual.

11
Metode ini yang dipandang paling cocok dengan jiwa anak atau siswa adalah metode SAS menurut
Supriyadi dkk (1992). Alasan mengapa metode SAS ini dipandang baik adalah :

a. Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umumbahwa bentuk bahasa terkecil adalah kalimat.

b. Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak.

c. Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.

 Kelemahan metode SAS, yaitu:

a. Kurang praktis.

b. Membutuhkan banyak waktu

c. Membutuhkan alat peraga

5. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah suatu teknik mengajar dengan memperagakan, mempertunjukan,


atau menayangkan sesuatu. Siswa dituntut memperhatikan objek yang didemonstrasikan.
Melalui metode ini siswa dapat mengembangkan keterampilan mengamati, menggolongkan,
menarik kesimpulan, menerapkan atau mengkomunikasikan.

6. Metode Diskusi

Diskusi adalah proses pembelajaran melalui interaksi dalam kelompok. Setiap anggota
kelompok saling bertukar ide atau pikiran tentang suatu isu dengan tujuan untuk memecahkan
suatu masalah, menjawab suatu pertanyaan, menambah pengetahuan atau pemahaman, atau
membuat suatu keputusan. Jadi setiap siswa harus aktif memecahkan masalah. Apabila proses
diskusi melibatkan seluruh anggota kelas, pembelajaran dapat terjadi secara langsung dan
bersifat berpusat pada siswa.

7. Metode Penugasan

Metode penugasan adalah teknik pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk atau instruksi guru. Tugas dapat bersifat
individu dan kelompok.

8. Metode Tanya Jawab

Melalui pertanyaan guru memancing waktu jawaban tertentu dari siswa jawaban yang
diharapkan akan tercapai apabila siswa telah mempunyai pengetahuan siap, ingatan, atau juga
penalaran tentang yang ditanyakan.
12
Melalui metode ini dapat dikembangkan keterampilan mengamati, menafsirkan,
menggolongkan, menyimpulkan, menerapkan, dan mengkomunikasikan.

9. Metode Abjad dan Metode Bunyi

Menurut Alhkadiah, kedua metode ini sudah sangat tua. Menggunakan kata-kata lepas,
misalnya:

Metode Abjad: bo-bo à bobo

la-ri à lari

Metode Bunyi: na-na à nana

lu-pa à lupa

Metode Membaca dan Menulis Permulaan Untuk Kelas Awal

5. Menurut Yeti Mulyati


Metode yang diunakan dalam pembelajaran membaca dan menulis kelas awal adalah sebagai
berikut;
1. Metode Eja

Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya
dengan memperkenlkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan
dilafalkan anak sesuai dengan bunyinya menurut abjad.

Sebagai contoh A/a, B/b, C/c, D/d, E/e, F/f, dan seterusnya, dilafalkan sebagai [a], [be], [ce],
[de], [ef], dan seterusnya. Kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambang, tulisan,
seperti a, b, c, d, e, f, dan seterusnya atau dengan huruf rangkai a, b, c, d, dan seterusnya.

Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata dengan
cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.

Misalnya : b, a, d, u menjadi b-a ba (dibaca atau dieja /be-a/ [ba ]) d-u du (dibaca atau
dieja /de-u/ [du]) ba-du dilafalkan /badu/ b, u, k, u menjadi b-u bu (dibaca atau dieja
/be-u/ [bu] ) k-u ku (dibaca atau dieja / ke-u/ [ku] )

2. Metode Suku Kata

Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata,
seperti /ba, bi, bu, be, bo/; /ca, ci, cu, ce, co/; /da, di, du, de, do/; /ka, ki, ku, ke, ko/, dan
seterusnya. Suku-suku kata tersebut, kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna.

13
Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan
suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar MMP.

Kata-kata dimaksud, misalnya:

bo – bi cu – ci da – da ka – ki bi - bu

ca – ci di – da ku – ku bi – bi ci – ca

da – du ka – ku ba – ca ka – ca du – ka ku – da

Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kelompok kata
atau kalimat sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat dimaksud, seperti
tampak pada contoh di bawah ini.

ka-ki ku-da ba-ca bu-ku cu–ci ka–ki (dan sebagainya).

Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kelompok kata atau kalimat
sederhana, kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-
bentuk tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di bawahnya, yakni dari kalimat ke
dalam kata-kata dan dari kata ke suku-suku kata.

Jika kita simpulkan, langkah-langkah pembelajaran MMP dengan Metode Suku Kata
adalah: (1) tahap pertama, pengenalan suku-suku kata; (2) tahap kedua, perangkaian suku-
suku kata menjadi kata; (3) tahap ketiga, perangakaian kata menjadi kelompok kata atau
kalimat sederhana; (4) tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangakaian dan
pengupasan: (kalimat kata-kata suku-suku kata)

3. Metode Kata

Proses pembelajaran MMP diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu. Kata ini,
kemudian dijadikan lembaga sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya,
kata dimaksud diuraikan (dikupas) menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf.
Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi
kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi ke bentuk asalnya sebagai
kata lembaga (kata semula). Karena proses pembelajaran MMP dengan metode ini
melibatkan serangkaian proses pengupasan dan perangkaian maka metode ini dikenal juga
sebagai „Metode Kupas-Rangkai‟ (sebagai lawan dari Metode Suku Kata yang biasa juga
disebut Metode Rangkai-Kupas). Sebagian orang menyebutnya ‟Metode Kata‟ atau
‟Metode Kata Lembaga‟.

4. Metode Global
14
Sebagian orang mengistilahkan metode ini sebagai ‟Metode Kalimat‟. Dikatakan
demikian, karena alur proses pembelajaran MMP yang diperlihatkan melalui metode ini
diawali dengan penyajian beberapa kalimat secara global. Untuk membantu pengenalan
kalimat dimaksud, biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar dimaksud, dituliskan
sebuah kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai contoh, jika
kalimat yang diperkenalkan berbunyi ‟ini nani‟, maka gambar yang cocok untuk menyertai
kalimat itu adalah gambar seorang anak perempuan.

Sebagai contoh, di bawah ini menggunakan Metode Global.

I. Memperkenalkan gambar dan kalimat. (tolong beri gambar (tolong beri gambar kuda
dadu di sini) di sini) ini dadu ini kuda
II. Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku kata
menjadi huruf-huruf. ini dadu ini dadu i-ni da-du i-n-i d-a-d-u
5. Metode SAS

Metode SAS merupakan salah satu jenis metode yang bisa digunakan untuk proses
pembelajaran membaca dan menulis permulaan bagi siswa pemula. Pembelajarn MMP
dengan metode ini mengawali pelajarannya dengan menampilkan dan memperkenalkan
sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi sebuah struktur yang memberi makna
lengkap, yakni struktur kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk membangun konsep-konsep
„‟kebermaknaan‟‟ pada diri anak.

Kemudian, melalui proses analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat
utuh yang dijadikan tonggak dasar untuk pembelajaran membaca permulaan ini diuraikan
ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut kata. Proses penganalisisan
atau penguraian ini terus berlanjut hingga pada wujud satuan bahasa terkecil yang tidak
bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf. Proses penguraian/penganalisian dalam
pembelajaran MMP dengan metode SAS, meliputi: (a) kalimat menjadi kata-kata (b) kata
menjadi suku-suku kata, dan (c) suku kata menjadi huruf-huruf.

Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan dari metode ini, di antaranya sebagai
berikut ini.

a. Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan
bahasa terkecil yang untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh
satuan-satuan bahasa dibawahnya, yakni kata, suku kata, dan akhirnya fonem (huruf-
huruf).

15
b. Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu, penga-
jaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan
diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan
pemahaman anak.
c. Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak mengenal dan
memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Sikap seperti ini akan
membantu anak dalam mencapai kebrhasilan belajar.
6. Metode Bunyi

Metode ini sebenarnya merupakan bagian dari Metode Eja. Prinsip dasar dan proses
pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan Metode Eja/Abjad di atas. Demikian juga
dengan kelemahan-kelemahannya. Perbedaannya terletak hanya pada cara atau sistem
pembacaan atau pelafalan abjad (huruf-hurufnya).

Perbedaannya terletak pada sistem pelafalan abjad atau huruf (baca: berapa huruf
konsonan).

Sebagai contoh:

huruf /b/ dilafalkan [eb]

Catatan: /d/ dilafalkan [ed] dilafalkan dengan e pepet seperti pelafalan. /e/ dilafalkan [e]
pada kata benar, keras, pedas, lemah

/g/ dilafalkan [eg]

/p/ dilafalkan [ep]

Dengan demikian. kata „nani‟ dieja menjadi: /en-a/ [na] /en-i/ [ni] dibaca [na-ni]

6. Septi Andriani dan Elhefni, M.Pd.I.

Proses Pelaksanaan Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode Eja bagi Siswa
Berkesulitan Membaca (Disleksia) Mereka mengalami kesulitan membaca karena kesadaran
fonemiknya yang rendah. Metode Eja yang menekankan pada pengenalan kata melalui proses
mendengarkan bunyi huruf diharapkan dapat meningkatkan kesadaran fonemik siswa tersebut.

Adapun langkah-langkah pembelajaran membaca permulaan melalui metode Eja bagi anak
berkesulitan membaca (disleksia) adalah sebagai berikut :

1. Langkah-Langkah Pada Tindakan Pertama

Adapun langkah-langkah pada tindakan pertama bagi anak berkesulitan membaca, yaitu:
16
a. Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf. (guru
memperkenalkan beberapa huruf yang masih kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti b, d,
dan q)
b. Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu dirangkai menjadi suku
kata. Murid dilatih terus untuk menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru
menunjukkan kata “kita” dan “sita”, kemudian, penulis pisahkan kata “kita” menjadi suku
kata “ki” dan “ta”. Guru mengatakan kepada mereka, ini adalah ‘ki’. Coba sebutkan
kembali!, kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang ada di dalam bunyi ‘ki’?.
Setelah itu, guru mengganti huruf ‘k’ dengan ‘s’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)
c. Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah murid hafal bunyi suku kata,
murid dilatih dengan berbagai kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-
kata dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti diperbanyak. (guru
menunjukkan suku kata yang lain seperti “bu-ku”, “da-pat” dan “mem-ba-ca”)
d. Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca kalimat yang disusun dari
kata-kata yang telah diberikan. (guru membimbing anak dalam merangkai suku kata
menjadi kalimat, seperti ki-tada-patmem-ba-cabu-ku. Begitu seterusnya sampai siswa
bisa menyusun suku kata dan membaca tanpa dibimbing)
2. Langkah-Langkah Pada Tindakan Kedua

Setelah dilakukan tindakan pertama dan dilakukan evaluasi terhadap hasilnya, kemudian
dilakukan tindakan kedua.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :

a. Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf. (memperkenalkan
beberapa huruf yang masih kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti k dan u)
b. Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu dirangkai menjadi suku kata.
Murid dilatih terus untuk menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru
menunjukkan kata “kupu” dan “cupu”, kemudian, penulis pisahkan kata “kupu” menjadi
suku kata “ku” dan “pu”. Guru mengatakan kepada mereka, ini adalah ‘ku’. Coba sebutkan
kembali!, kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang ada di dalam bunyi ‘ku’?.
Setelah itu, guru mengganti huruf ‘k’ dengan ‘c’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)
c. Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah murid hafal bunyi suku kata,
murid dilatih dengan berbagai kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata
dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti diperbanyak. (guru menunjukkan
suku kata yang lain seperti “aku” dan “su-ka”)

17
d. Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca kalimat yang disusun dari
kata-kata yang telah diberikan. (guru membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi
kalimat, seperti a-kusu-kaku-pu-ku-pu. Begitu seterusnya sampai siswa bisa menyusun suku
kata dan membaca tanpa dibimbing)
3. Langkah-Langkah Pada Tindakan Ketiga Setelah dilakukan tindakan kedua dan dilakukan
evaluasi terhadap hasilnya, kemudian dilakukan tindakan ketiga.
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf. (guru
memperkenalkan beberapa huruf yang masih kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti g dan
m)
b. Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu dirangkai menjadi suku kata.
Murid dilatih terus untuk menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru
menunjukkan kata “kali” dan “gali”, kemudian, penulis pisahkan kata “kali” menjadi suku
kata “ka” dan “li”. Guru mengatakan kepada mereka, ini adalah ‘ka’. Coba sebutkan
kembali!, kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang ada di dalam bunyi ‘ka’?.
Setelah itu, guru mengganti huruf ‘k’ dengan ‘g’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)
c. Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah murid hafal bunyi suku kata,
murid dilatih dengan berbagai kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata
dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti diperbanyak. (guru menunjukkan
suku kata yang lain seperti “go-sok”, “gi-gi”, “du-a”, dan “se-ha-ri”)
d. Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca kalimat yang disusun dari
kata-kata yang telah diberikan. (guru membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi
kalimat, seperti go-sokgi-gidu-aka-lise-ha-ri. Begitu seterusnya sampai siswa bisa menyusun
suku kata dan membaca tanpa dibimbing)
e. Akhirnya murid mulai terlatih membaca kalimat yang merupakan rangkaian kata-kata yang
telah diajarkan.
4. Langkah-Langkah Pada Tindakan Keempat Setelah dilakukan tindakan ketiga dan dilakukan
evaluasi terhadap hasilnya, Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut.
a. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf. ( guru memperkenalkan beberapa huruf
yang masih kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti j dan p)
b. Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu dirangkai menjadi suku kata.
Murid dilatih terus untuk menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru
menunjukkan kata “padi” dan “jadi”, kemudian, penulis pisahkan kata “padi” menjadi suku
kata “pa” dan “di”. Guru mengatakan kepada mereka, ini adalah ‘pa’. Coba sebutkan

18
kembali!, kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang ada di dalam bunyi ‘pa’?.
Setelah itu, guru mengganti huruf ‘p’ dengan ‘j’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)
c. Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah murid hafal bunyi suku kata,
murid dilatih dengan berbagai kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata
dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti diperbanyak. (guru menunjukkan
suku kata yang lain seperti “pe-ta-ni”, “ha-rus”, “me-ra-wat” dan “ta-na-man”)
d. Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca kalimat yang disusun dari
kata-kata yang telah diberikan. (guru membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi
kalimat, seperti pe-ta-niha-rusme-ra-watta-na-manpa-di. Begitu seterusnya sampai siswa
bisa menyusun suku kata dan membaca tanpa dibimbing)
e. Akhirnya murid mulai terlatih membaca kalimat yang merupakan rangkaian kata-kata yang
telah diajarkan tanpa dibimbing. Murid sudah bisa membaca beberapa suku kata dari teks
bacaan yang berjudul “pekerjaan petani” di pertemuan yang keempat.
5. Langkah-Langkah Pada Tindakan Kelima

Setelah dilakukan tindakan keempat dan dilakukan, Adapun langkah-langkahnya sebagai


berikut :

a. Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf. (guru
memperkenalkan beberapa huruf yang masih kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti n g dan
y [ng] dan [ny])
b. Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu dirangkai menjadi suku kata.
Murid dilatih terus untuk menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru bertanya
kepada siswa dibaca apa ini [ng] dan [ny]? guru menunjukkan contoh kata [ng] “senang”
dan “benang”, kemudian, penulis pisahkan kata “senang” menjadi suku kata “se” dan
“nang”. Guru mengatakan kepada mereka, ini adalah‘se’. Coba sebutkan kembali!,
kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang ada di dalam bunyi ‘se’ dan huruf apa
saja yang ada di dalam bunyi ‘nang’?. Setelah itu, guru mengganti huruf ‘s’ dengan ‘b’ dan
bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)
c. Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah murid hafal bunyi suku kata,
murid dilatih dengan berbagai kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata
dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti diperbanyak. (guru menunjukkan
suku kata yang lain seperti “sa-ya”,“sa-ngat”, “mem-ba-ca”dan “dong-ngeng”)
d. Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca kalimat yang disusun dari
kata-kata yang telah diberikan. (guru membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi

19
kalimat, seperti sa-yasa-ngatse-nangmem-ba-cadong-ngeng. Begitu seterusnya sampai siswa
bisa menyusun suku kata dan membaca tanpa dibimbing)
e. Akhirnya murid mulai terlatih membaca kalimat yang merupakan rangkaian kata-kata yang
telah diajarkan tanpa dibimbing. Murid sudah bisa membaca beberapa suku kata dari teks
bacaan yang berjudul “buku kumpulan dongeng sedunia” di pertemuan yang kelima.
6. Langkah-Langkah Pada Tindakan Keenam Setelah dilakukan tindakan kelima dan dilakukan
evaluasi terhadap hasilnya, kemudian dilakukan tindakan keenam yaitu tindakan yang terakhir.

Keenam siswa yang mengalami kesulitan membaca sudah mulai bisa mengeja beberapa suku
kata dan kalimat dengan baik. Adapun langkah-langkah pada tindakan keenam yaitu sebagai
berikut.
a. Dimulai dari huruf. Murid-murid diajarkan bunyi dari tiap-tiap huruf. (memperkenalkan
beberapa huruf yang masih kesulitan dibunyikan oleh siswa seperti b dan p)
b. Setelah murid hafal bunyi tiap-tiap huruf, maka huruf-huruf itu dirangkai menjadi suku kata.
Murid dilatih terus untuk menghafalkan rangkaian huruf ke dalam suku kata. (guru
menunjukkan kata “bolos” dan “polos”, kemudian, penulis pisahkan kata “bolos” menjadi
suku kata “bo” dan “los”. Guru mengatakan kepada mereka, ini adalah ‘bo’. Coba sebutkan
kembali!, kemudian guru bertanya kembali, huruf apa saja yang ada di dalam bunyi ‘bo’ dan
huruf apa saja yang ada di dalam bunyi ‘los’?. Setelah itu, guru mengganti huruf ‘b’ dengan
‘p’ dan bertanya, “kalau ini dibaca apa?”.)
c. Murid diajarkan merangkai suku kata menjadi kata. Setelah murid hafal bunyi suku kata,
murid dilatih dengan berbagai kombinasi suku kata menjdi kata. Latihan membaca kata-kata
dengan berbagai variasi suku kata yang telah dimengerti diperbanyak. (guru menunjukkan
suku kata yang lain seperti “apa-kah”, “a-ku”, “de-ngan”, “pu-ra-pu-ra” dan “sa-kit”)
d. Setelah murid dapat membaca kata-kata, dilanjutkan membaca kalimat yang disusun dari
kata-kata yang telah diberikan. (guru membimbing anak dalam merangkai suku kata menjadi
kalimat, seperti a-pa-kaha-kubo-losde-nganpu-ra-pu-rasa-kit)
e. Akhirnya murid terlatih membaca kalimat yang merupakan rangkaian kata-kata yang telah
diajarkan tanpa dibimbing. Murid sudah bisa membaca beberapa kalimat dari teks bacaan
yang berjudul “aku harus bisa” di pertemuan yang keenam.

20
BAB III

PENUTUP

1.1. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas dapat kami simpulkan, bahwa metode pembelajaran membaca
permulaan yang diajarkan pada siswa kelas I dan kelas II Sekolah Dasar mempunyai peranan
sangat penting karena metode pembelajaran membaca dan menulis permulaan merupakan
modal utama bagi siswa kelas I dan II dalam membaca dan menulis lanjut. Dengan
pembelajaran metode membaca dan menulis permulaan, siswa belajar untuk memperoleh
kemampuan dan menguasai teknik-tekni dengan baik. Oleh karena itu, seorang guru perlu
merancang pembelajaran membaca dan menulis dengan sebaik mungkin sehingga mampu
menumbuhkan kebiasaan membaca dan menulis pada siswa sebagai sesuatu yang
menyenangkan.

1.2. Saran
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam upaya meningkatkan mutu
proses pembelajaran membaca dan menulis permulaan di kelas awal.

21
DAFTAR PUSTAKA

Asep, Muhyidin. Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan Bahasa Indonesia Di Kelas
Awal.

Slamet, St. Y. 2017. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah dan Kelas
Tinggi. Surakarta: UNS Press.

Yeti, Mulyati.2013 Pembelajaran Membaca dan Menulis Permulaan.

Mickey. 2016. Metode Membaca dan Menulis Permulaan.

Andriani, Septi dan Elhefni, M. Pd. I. 2015. Pembelajaran Membaca Permulaan Melalui Metode

Eja Bagi Siswa Berksesulitan Membaca.

22

Anda mungkin juga menyukai