Anda di halaman 1dari 16

Perbedaan Pengetahuan Ibu atau Pengasuh Anak Autis

Sebelum dan Setelah Pemberian Penyuluhan Gizi di SLBN


01 Jakarta Selatan

Mita Wahyuningsih
P23131116021

Dosen Pembimbing:
Mochamad Rachmat, S.K.M., M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


JURUSAN GIZI
2018
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Autis adalah gangguan perkembangan komunikasi (termasuk bahasa, perilaku yang
terbatas dan berulang-ulang. keterbatasan kesukaan, aktivitas, imajinasi, dan respon abnormal
terhadap rangsangan sensorik). Gejala autis biasanya muncul sebelum anak berusia tiga tahun
antara lain dengan tidak adanya kontak mata, dan tidak responsif terhadap lingkungan (Linscheid
et al.,2003).
Center for Disease Control (CDC) Amerika Serikat (2008) melaporkan bahwa
perbandingan autisme pada anak 8 tahun terdiagnosa 1:80. Berdasarkan data yang dirilis
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi autis di Indonesia mengalami
peningkatan luar biasa, dari 1 per 1000 penduduk menjadi 8 per 1000 penduduk dan
melampaui rata- rata dunia yaitu 6 per 1000 penduduk. Pada tahun 2009 dilaporkan
bahwa jumlah anak penderita autisme mencapai 150-200 ribu (Sari, 2009). UNESCO
pada tahun 2011 merilis penyandang autisme mencapai 35 juta jiwa di dunia. Pada tahun
2010, diperkirakan penyandang autisme di Indonesia mencapai 112 ribu pada anak antara
usia 5-19 tahun.
Penyebab utama timbulnya autis memang belum diketahui, namun ada banyak
teori yang diduga menyebabkan timbulnya kejadian autis. Salah satu teori yang banyak
dikenal sebagai penyebab autis adalah teori opioid. Teori ini mengemukakan bahwa autis
timbul dari beban yang berlebihan pada susunan saraf pusat oleh opioid pada saat usia
dini. Opioid kemungkinan besar adalah eksogen dan merupakan perombakan yang tidak
lengkap dari gluten dan kasein makanan (Sahley dan Panksepp cit Kasran, 2003).
Penerapan diet bebas gluten dan kasein dianggap dapat meringankan kondisi anak
autis. Diet bebas gluten dan kasein adalah pembatasan konsumsi makanan yang
mengandung gluten dan kasein. Gluten adalah protein (prolamin) yang terdapat pada
beberapa jenis gandum-ganduman terutama wheats, rye, oat, dan barley. Sementara
kasein adalah fosfo- protein yang terdapat pada susu dan produk olahannya. Terapi diet
bebas gluten dan kasein memang sudah banyak diterapkan pada anak autis, namun
sampai saat ini efek dari diet tersebut terhadap perubahan perilaku anak autis masih
kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan ada perubahan pada perilaku anak autis,
namun ada pula yang tidak.
Ibu pada umumnya adalah orang yang berpartisipasi aktif dalam penanganan anak
autis jika memiliki pengetahuan tentang penatalaksanaan terapi autis. Pengetahuan ibu
tentang autis inilah yang menentukan keputusan orang tua untuk bersikap dan selanjutnya
turut berpartisipasi dalam penanganan anak autis di rumah. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan ibu tentang autis, ibu cenderung akan memberikan terapi yang dapat
memperbaiki perilaku anak autis salah satunya yaitu dengan pemberian diet bebas gluten
dan kasein. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mashabi dan Tajudin (2009) tentang
pengetahuan gizi ibu dengan pola makan anak autis menunjukkan bahwa tinggi
rendahnya tingkat pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi pola makan anak autis
termasuk konsumsi gluten dan kasein.
Diet bebas gluten dan kasein telah dikaitkan dengan risiko kesehatan salah satu
perhatian adalah peningkatan risiko gizi kurang. Berdasarkan penelitian Martiani, et al
(2012), prevalensi anak autis dengan status gizi kurang di SLBN Semarang cukup tinggi
yaitu 47,4% status gizi kurang, 31,6% status gizi normal dan 21,1% status gizi lebih.
Sedangkan menurut Al-Farsi, et al., (2011) kejadian malnutrisi pada anak autis usia pra-
sekolah di Oman adalah 9,2 per 100 anak. Dari 128 responden yang mengikuti penelitian
tersebut tidak ada satu pun yang mengalami overweight ataupun obesitas.
Menurut UNICEF (1990), salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak
autis adalah pengetahuan ibu. Ibu merupakan pelaku utama dalam keluarga pada proses
pengambilan keputusan, terutama yang berhubungan dengan konsumsi pangan.
Pengetahuan ibu tentang autis dan pemahaman yang benar dalam menjalankan terapi
untuk anak autis akan sangat membantu dalam menjalankan peran ibu sehari-hari dalam
merawat dan mempertahankan status gizi anak autis.
Dengan melakukan koreksi diet dan makanan dapat memberikan perbaikan yang
sangat signifikan dari autism ini. Perhatian dan pengalaman orangtua atau pengasuh
sangat diperlukan untuk mengatur makanan yang dapat menghindarkan anak dari
meningkatnya gejala autisme (Melilea, 2010)
Penulis tertarik mendalami masalah ini untuk mengukur sejauh mana
pengetahuan ibu tentang diet dan gejala yang terjadi pada autisme. Oleh karena itu
penulis melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Pengetahuan Ibu atau Pengasuh
Anak Autis Sebelum dan Setelah Pemberian Penyuluhan Gizi di SLBN 01 Jakarta
Selatan”.

B. Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan pengetahuan ibu atau pengasuh anak autis sebelum dan setelah
pemberian penyuluhan gizi di SLBN 01 Jakarta Selatan?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui adanya perbedaan pengetahuan ibu atau pengasuh anak autis sebelum
dan setelah pemberian penyuluhan gizi di SLBN 01 Jakarta Selatan

2. Tujuan Khusus
 Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi : status ekonomi, usia,
tingkat pendidikan dan pekerjaan
 Menilai pre-test pengetahuan gizi sebelum penyuluhan pengetahuan gizi
autisme
 Menilai post-test pengetahuan gizi setelah penyuluhan pengetahuan gizi
autism
 Menganalisis hubungan antara status ekonomi dengan pengetahuan
 Menganalisis hubungan antara usia dengan penngetahuan
 Menganalisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan
 Menganalisis hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan
D. Hipotesis
 Ada hubungan antara status ekonomi dengan pengetahuan
 Ada hubungan antara usia dengan penngetahuan
 Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan
 Ada hubungan antara pekerjaan dengan pengetahuan
E. Manfaat Penelitian

1. Bagi SLB
Memberikan informasi tentang manfaat penyuluhan gizi autisme bagi kesehatan
anak autis di SLB tersebut.
2. Bagi orangtua atau pengasuh
Mendapatkan informasi yang sesuai dan bermanfaat untuk mengendalikan gejala
autisme
3. Bagi Poltekkes Jurusan Gizi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak poltekkes Jurusan
Gizi sebagai bahan tambahan literatur
4. Bagi penulis
Dapat melakukan penelitian dan menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku
kuliah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Karakteristik responden

a. Usia

Dari segi pengetahuan usia menyebabkan seseorang menjadi dewasa baik


sikap maupun perbuatan sehingga lebih mudah memahami pengetahuan umum.
Usia adalah variable yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan
epidemiologi (Dr. Soekidjo Notoatmodjo,2003)

b. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah proses yang dilakuakn secara sadar, terus menerus,


sistematis dan terarah yang mendorong terjadinya perubahan dalam diri sendiri
setiap individu.
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan
untuk pengembangan diri, semakin tingi pendidikan semakin mudah menerima
serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi dan semakin meningkat
kesejahteraan keluarga. (tjondro sulistiorini dalam Gibson Sinaga,2002).
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan
perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan relative lebih
mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan
gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi terutama tingkat
pendidikan ibu.
Ibu disamping modal utama dalam emnunjang perekonomian keluarga
juga berperan dalam pola penyusunan makanan aman untuk keluarga maupun
pola pengasuhan anak. Pada keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan
rendah seringkali anaknya harus puas dengan maknan seadanya yang tidak
memenuhi kebutuhan gizi karena ketidaktahuan (Depkes RI,2005)

c. Pekerjaan

Suatu pekerjaan dari seseorang akan memberikan pengalaman belajar


terhadap yang bersangkutan yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan baik secara financial maupun secara psikologis. Pengalaman yang
diperoleh dari suatu pekerjaan diharapkan akan menjadi factor motivasi untuk
meningkatkan kemampuan dalam menghadapi masalah secara rasional dan penuh
tangung jawab.
Menurut Sayogo (1975) ibu yang bekerja, waktu yang dipakai untuk
mengurus rumah tangganya hanya 8 jam, sedankan bagi ibu yang tidak bekerja
mempunyai waktu 16 jam sehari untui mengasuh dan mengurusi anaknya,
termasuk memperhatikan dan menjaga kesehatan serta gizinya.
Seorang ibu dapat berkarir di dalam rumah maupun di luar rumah. Ibu
yang berkarir di rumah saja biasanya disebut ibu rumah tangga dan yang berkarir
di luar rumah disebut wanita karir. Jika seorang wanita disamping berperan
sebagai ibu rumah tangganya berarti wanita tersebut melakukan peran ganda dan
tentunya mempunyai waktu yang rlatif sedikit untuk rumah tangganya
dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Pengurangan waktu tersebut
kemungkinan dapat berpengaruh tehadap kemungkinan dapat be rpengaruh
terhadap pengasuhan anak.
2. Penyuluhan Gizi

Penyuluhan gizi merupakan penyampaian pesan atau informasi (nasihat atau


petunjuk) dari satu orang atau kelompok dari satu orang atau kelompok lain
mengenai gizi yang dilakuakn secara sistematis untuk mempengaruhi atau
mengubah perilaku gizi individu atau masyarakat dalam rangka meningkatkan
atau merubah status gizi.
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk pendidikan orang dewassa yang
menitikberatkan pada pengguanaan strategi komunikasi. Seringkali seseorang
tidak dapat memperhitungkan variasi daya tangkap yang terjadi antara pemberi
dan penerima untuk pesan-pesan yang sama. Efektifitas perubahan dan modifikasi
kebiasaan makan dapat lebh baik jika kita mengenal khalayak saran. Identifikasi
nilai-nilai luhur, keperayaan dan motivasi kelompok-kelompook khalayak sasaran
adalah penting untuk diketahui, apabila ahli gizi melaksanakan perannya sebagai
agen perubah (prof. colle, 2000).
Materi penyuluhan yang diberikan disesuaikan dengan masalah yang dihadapi dan
dapat diperoleh dari buku-buku pedoman atau panduan pencegahan dan
penangulangan masalah gizi terkait yang ada. Alat bantu penyuluhan berupa :
papan tulis atau wihet board, power point, alat tulis, poster, leaflet, food model,
dan buku materi penyuluhan yang meliputi Autisme dan Pola Makan, Menu Autis,
dan Buku Saku Diet Anak Autis.

3. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu yang terjadi setelah seseoran
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman
rasa dan aroma. Pemgetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Dengan melalui
panca indera tersebut, maka seseorang dapat memperoleh informasi yaang baru
mengenai objek tersebut yang sebelumnya tidak diketahui. Informasi yang
diperoleh merupajan pengetahuan yang baru bagi dirinya.
Kuesioner ini berisikan materi yang berhubungan dengan pengetahuan diet autism
antara lain: menghindari makanan yang mengandung gluten dan kasein,
kebutuhan zat gizi, kebiasaan makan yang sehat pengolahan dan kebersihan
makanan, gejala autisme.sehingga dapat diketahui pengetahuan responden
terhadap hal yang diinginkan peneliti.
b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif terdiri dari 6 tingkatan,
yaitu :
1) Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, menyatakan dan sebagainya.
Contoh dapat menyebutkan cirri-ciri ayam yang baik.

2) Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyipulkan, meramalkan
dan sebagainya.

3) Aplikasi
Aplikasi diartikan sebgai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya.

4) Analisis
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti : menggambarkan,
membedakan, memisahkan dan sebagainya.

5) Sintesis
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
menyesuaikan dan sebagainya.
6) Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemmapuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penialaian ini
berdasarkan suatu criteria yang ditentukan, misalnya dapat
membandingkan perubahan status gizi sebelum dan sesudah intervensi.

B. Kerangka Konsep

Asupan gizi anak


autis
Penyuluhan gizi pada
responden

Karakteristik responden :

a. Usia Status gizi


Pengetahuan Gizi tindakan anak autis
b. Tingkat pendidikan

c. Pekerjaan
Penyakit infeksi
= variabel yang diteliti
atau non infeksi

= variabel yang tidak diteliti

C. Definisi Operasional

no Nama Definisi Skala ukur Cara ukur Hasil ukur


variable

1 Usia Lama hidup responden sejak dilahirkan Ordinal kuesioner


hingga saat mengisi kuesioner yang
dinyatakan dalam tahun

2 Tingkat Jenjang pendidikan formal tertinggi Ordinal Kuesioner


pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden

3 Pekerjaan Mata pencaharian utama yang Ordinal Kuesioner


menghasilkan pendapatan/ uang yang
digunakan untuk kebutuhan
keluarganya

4 Penyuluhan Penyampaian pesan/informasi dari satu Ordinal Kuesioner


gizi orang atau kelompok kepada satu orang
atau kelompok lain mengenai
pengetahuan gizi antara lain,
menghindari makanan yang
mengandung gluten dan kasein,
kebutuhan zat gizi, kebiasaan makan
yang sehat pengolahan dan
kebersihan makanan, gejala autisme,
serta status gizi anak autis yang
dilakukan secara sistematis untuk
mengubah perilaku gizi individu
atau masyarakat dalam rangka
mengubah status gizi.
5 Pengetahuan Tingkat kemampuan responden dalam Ordinal Kuesioner
gizi menjawab pertanyaan tentang
menghindari makanan yang
mengandung gluten dan kasein,
kebutuhan zat gizi, kebiasaan makan
yang sehat pengolahan dan
kebersihan makanan, gejala autisme,
serta status gizi anak autis.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dengan judul “Perbedaan Pengetahuan Ibu atau Pengasuh Anak Autis
Sebelum dan Setelah Pemberian Penyuluhan Gizi di SLBN 01 Jakarta Selatan”.
B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental ulang atau


disebut juga pretest posttest control group design, menggunakan tes sebelum dan
sesudah untuk melihat hasil perubahan pengetahuan diet untuk anak autis pada ibu
atau pengasuh. Secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut

O1 X1 O2

O1 = Pretest kelompok

X1 = kelompok diberikan penyuluhan gizi autism

O2 = Post test terhadap kelompok


C. Populasi dan Sampel

i. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu atau pengasuh anak autis di
SLBN 01 Jakarta Selatan.

ii. Sampel

Sampel menurut Sugiyono (2007), yaitu bagian dari jumlah dan


karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah Simple Random Sampling yaitu sampel yang dipilih
berdasarkan pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan
acak tanpa memperhatikan tingkatan dalam anggota populasi. Dalam penelitian
ini random sampling dilakukan dengan melaluui undian pada setiap kelompok
perlakuan.

Criteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Memiliki atau mengasuh anak penderita autism

b. Bias membaca dan menulis

c. Bersedia menjadi sampel

d. Hadir saat penelitian

e. Berusia 25-45 tahun

Dalam penentuan jumlah sampel, besar sampel sebanyak 30 sampel


perkelompok perlakuan yang ditentukan berdasarkan criteria sampel menurut
Frankell dan Wallen (1993).

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berisi pertanyaan
tentang karakteristik responden, pekerjaan responden dan pengetahuan seputar diet
untuk autism yang harus diisi oleh responden sebelum dan sesudah diberi perlakuan
dengan penyuluhan gizi untuk autisme.

E. Jenis Data yang Dikumpulkan

1. Data Primer
a. karakteristik responden meliputi: usia, pendidikan terakhir responden dan
pekerjaan responden

b. data pengetahuan tentang gizi dan diet untuk autism sebelum dan sesudah
diberi perlakuan penyuluhan.

2. Data sekunder

Data mengenai gambaran umum SLBN 01 Jakarta Selatan.

F. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Pengumpulan data karakteristik responden yang meliputi usia, pendidikan


terakhir responden dan status pekerjaan responden diperoleh melalui formulir
pertanyaan atau kuesioner yang diisi masing-masing responden.

Pengumpulan data diperoleh dengan membagikan kuesioner sebagai


pretest kepada kelompok ibu atau pengasuh anak penderita autisme. Kelompok
ibu atau pengasuh anak penderita austisme memperoleh penyuluhan tentang gizi
dan diet autisme.

Penyuluhan dilakukan dalam satu hari. Ibu atau pengasuh anak penderita
autism diberikan penyuluhan gizi dan diet autism menggunakan media power
point dan poster. Setelah itu ibu atau pengasuh anak penderita autisme diberikan
kuesioner yang sama dengan kuesioner sebelumnnya untuk diisi kembali sebagai
post test.

2. Data Sekunder

Data mengenai gambaran umum Sekolah Luar Biasa Negeri 01 Jakarta


Selatan yang diperoleh dari guru di SLBN 01 Jakarta Selatan.

G. Pengolahan Data

1. Pengeditan

Data yang telah diperoleh diteliti kembali dengan mengoreksi hasil


pengisisan identitas responden dan lembar pertanyaan meliputi kelengkapan
jawaban yang diberikan responden. Data terssebut meliputi seluruh data yang
diambil dalam penelitian ini

2. Pengkodean
Data yang telah melalui proses pengeditan kemudian diklasifikasikan dengan
memberi kode-kode tertentu, yang dikodekan adalah responden yang
mendapatkan media berbeda dalam menganalisa untuk mempermudah dalam
mengolah dan mengklasifikasikan data.

3. Proses memasukkan data

Proses menyusun data-data ke dalam bentuk tabel yang disesuaikan dengan


kebutuhan analisis data. Data yang telah dikumpulkan, dikelompokkan pada
masing-masing kategori dan kemudian dibuat tabel distribusinya.

4. Skoring

Scoring merupakan penetapan nilai responden yang dilakkukan setelah


memasukkan data untuk mengetahui pengetahuan responden maka digunakan
sebanyak 15 soal dengan jawaban benar diberi skor 2 jawaban salah diberi skor 0.

H. Rencana Pengolahan dan Analisis Data

I. 1. Analisis Univariat

Data yang sudah diolah, kemudian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi,
disertai dengan presentase dan penjelasannya, tujuannya untuk melihat keragaman
atau variasi setiap variable, meliputi :

a. Data karakteristik responden berdasarkan usia

b. Data karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

c. Data karakteristik responden berdasarkan status pekerjaan

d. Data pengetahuan responden sebelum dan sesudah diberi penyuluhan

J. 2. Analisis Bivariat

K. Untuk melihat kaitan antar variable, meliputi :

L. a. Perubahan pengetahuan sebelum dan sesduah penyuluhan

M. b. Perubahan tingkat pengetahuan berdasarkan usia

N. c. Perubahan tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan

O. d. Perubahan pengetahuan berdasarkan status pekerjaan

untuk membuktikan hipotesis penelitian perbedaan pengetahuan sebelum (pretest) dan


sesudah (posttest) diberi penyuluhan digunakan uji t berpasangan :
d = rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dengan sampel 2

t = nilai statistic hitung

sd = standar deviasi

n = banyak sampel
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/43793/3/BAB%20I.pdf

Rachmat, Mochammad. (2016). Metodologi Penelitian Gizi dan Kesehatan. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai