Anda di halaman 1dari 9

A.

Makna dan Ruang Lingkup Hukum Islam


1. Hukum Islam
Istilah hukum Islam berasal dari kata dasar ‘hukum’ dan ‘islam’.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘hukum’ diartikan dengan: 1)
peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat; 2) undang-
undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3)
patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa tertentu; dan 4)
keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di pengadilan)
atau vonis (Tim Penyusun Kamus, 2001: 410).
Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-
peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa
kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun
peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan
oleh penguasa (Muhammad Daud Ali, 1996: 38). Kata hukum
sebenarnya berasal dari bahasa Arab al-hukm yang merupakan isim
mashdar dari fi’il (kata kerja) hakama-yahkumu yang berarti
memimpin, memerintah, memutuskan, menetapkan, atau mengadili,
sehingg kata alhukm berarti putusan, ketetapan, kekuasaan, atau
pemerintahan (Munawwir, 1997: 286).
Kata kedua ‘Islam’ didefinisikan sebagai agama Allah yang
diamanatkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengajarkan dasar-
dasar dan syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada semua
manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya (Mahmud
Syaltout, 1966: 9). Secara sederhana, Islam dapat diartikan sebagai
agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. lalu
disampaikan kepada umat manusia untuk mencapai kesejahteraan
hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Dari pengertian diatas, dapat ditarik bahwa hukum Islam
merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari
Allah SWT. dan Nabi Muhammad saw. untuk mengatur tingkah laku
manusia di tengahtengah masyarakatnya.
2. Ruang Lingkup Hukum Islam
i. Pengertian Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum Islam meliputi syariah dan fikih. Hukum Islam
sangat berbeda dengan hukum Barat yang membagi hukum
menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum
publik.Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih
dititikberatkan pada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan
hubungan. Dengan melihat bentuk hubungan ini, dapat diketahui
bahwa ruang lingkup hukum Islam ada dua, yaitu hubungan
manusia dengan Tuhan (hablun minallah) dan hubungan manusia
dengan sesamanya (hablun minannas).
Dengan mendasarkan pada hukum-hukum yang terdapat
dalam Al-Qur’an, hukum dibagi menjadi 3, yaitu hukum-
hukum i’tiqadiyyah (keimanan), hukum-hukum khuluqiyyah
(akhlak), dan hukum-hukum ‘amaliyyah (aktivitas baik ucapan
maupun perbuatan). Hukum-hukum ‘amaliyyah inilah yang identik
dengan hukum Islam yang dimaksud di sini. Hukum-hukum
‘amaliyyah dibagi menjadi dua, yaitu hukum-hukum ibadah yang
mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan hukum-hukum
muamalah yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya
(Khallaf, 1978: 32).
ii. Syariah
Secara etimologis (lughawi) kata ‘syariah’ berasal dari kata
berbahasa Arab al-syari’ah (‫ )الشريعة‬yang berarti ‘jalan ke sumber
air’ atau jalan yang harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok
bagi kehidupan (alFairuzabadiy, 1995: 659). Al-Quran
menggunakan dua istilah: syir’ah (Q.S. al-Maidah [5]: 48) dan
syari’ah (Q.S. al-Jatsiyah [45]: 18) untuk menyebut agama (din)
dalam arti jalan yang telah ditetapkan Tuhan bagi manusia atau
jalan yang jelas yang ditunjukkan Tuhan kepada manusia.
Dapat disimpulkan bahwa pada mulanya syariah bermakna
umum (identik dengan agama) yang mencakup hukum-hukum
aqidah dan amaliyah, tetapi kemudian syariah hanya dikhususkan
dalam bidang hukum-hukum amaliyah. Bidang kajian syariah
hanya terfokus pada hukum-hukum amaliyah manusia dalam
rangka berhubungan dengan Tuhannya, sesama manusia, dan alam
semesta. Adapun sumber syariah adalah al-Quran yang merupakan
wahyu Allah dan dilengkapi dengan Sunnah Nabi Muhammad saw.
iii. Fikih
Al-Quran menggunakan kata ‘fiqh’ atau yang berakar
kepada kata ‘faqiha’ dalam 20 ayat. Kata ‘fiqh’ dalam pengertian
‘memahami secara umum’ lebih dari satu tempat dalam al-Quran.
Ungkapan ‘liyatafaqqahu fiddin’ (Q.S. al-Taubah [9]: 122) yang
artinya ‘agar mereka melakukan pemahaman dalam agama’
menunjukkan bahwa di masa Rasulullah istilah fikih tidak hanya
digunakan dalam pengertian hukum saja, tetapi juga memiliki arti
yang lebih luas mencakup semua aspek dalam Islam, yaitu
teologis, politis, ekonomis, dan hukum (Ahmad Hasan, 1984: 1).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa syariah merupakan
seperangkat aturan yang bersumber dari Allah SWT. dan
Rasulullah saw. untuk mengatur tingkah laku manusia baik dalam
rangka berhubungan dengan Tuhannya (beribadah) maupun dalam
rangka berhubungan dengan sesamanya (bermuamalah).
iv. Hubungan antara Hukum Islam, Syariah, dan Fikih
Hukum Islam mencakup 2 hal, yaitu Syariah dan Fikih.
Hubungan antara syariah dan fikih sangat erat dan tidak dapat
dipisahkan. Syariah merupakan sumber atau landasan fikih,
sedangkan fikih merupakan pemahaman terhadap syariah. Jadi,
secara umum syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari al-
Quran dan Sunnah yang belum dicampuri daya nalar (ijtihad),
sedangkan fikih adalah hukum Islam yang bersumber dari
pemahaman terhadap syariah atau pemahaman terhadap nash, baik
al-Quran maupun Sunnah.
B. Prinsip dan Fungsi Hukum Islam
1. Prinsip Hukum Islam
i. Prinsip Tauhid
Tauhid adalah prinsip umum hukum islam. Prinsip ini
menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan
yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dengan kalimat
la ilaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah). Berdasarkan prinsip
ini, maka pelaksanaan hukum islam merupakan ibadah. Ibadah
dalam arti penghambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada
Allah sebagai manifestasi kesyukuran kepada-Nya.
ii. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan meliputi keadilan dalam berbagai
hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, hubungan antara
manusia dengan sesama manusia dan masyarakatnya, dan
hubungan manusia dengan berbagai pihak yang terkait. Keadilan
dalam hukum islam berarti pula keseimbangan antara kewajiban
yang harus dipenuhi oleh manusia dengan kemampuan manusia
untuk melaksanakan kewajiban itu.
iii. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Atas dasar prinsip inilah, dalam hukum islam dikenal
adanya perintah dan larangan, wajib dan haram, pilihan antara
melakukan dan tidak melakukan perbuatan yang kemudian dikenal
dengan istilah hukum yang lima (al-ahkamul khasamah), yakni:
wajib, sunnat, mubah, makruh, dan haram.
iv. Prinsip Kemerdekaan atau Kebebasan
Kebebasan dalam arti luas mencakup berbagai jenis, baik
kebebasan individual maupun kebebasan komunal, kebebasan
beragama, kebebasan berserikat, dan kebebasan berpolitik. Prinsip
kebebasan ini menghendaki agar agama dan hukum islam tidak
disiarkan berdasarkan paksaan, akan tetapi berdasarkan penjelasan,
argumentasi, dan peryataan yang meyakinkan.
v. Prinsip Persamaan atau Egaliter
Kemuliaan manusia bukan terletak pada ras dan warna
kulit. Kemuliaan manusia adalah karena zat manusianya itu sendiri
dan pada tinggi rendahnya ketaqwaan seorang.
vi. Prinsip Ta’awun
Prinsip ta’awun berarti tolong-menolong antara sesama
manusia. Tolong-menolong ini diarahkan sesuai dengan prinsip
tauhid, terutama dalam upaya meningkatkan kebaikan dan
ketaqwaan kepada Allah. Prinsip ini menghendaki kaum muslim
saling membantu atau menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.
vii. Prinsip Toleransi atau Tasamuh
Hukum islam mengharuskan umatnya hidup rukun dan
damai di muka bumi ini tanpa memandang ras dan warna kulit.
Toleransi yang dikehendaki islam adalah toleransi yang menjamin
tidak terlanggarnya hak-hak islam dan umatnya. Toleransi hanya
saat diterima apabila tidak merugikan umat islam.
2. Fungsi Hukum Islam
Menurut definisi mutakalimin, agama ditujukan untuk
kemaslahatan hamba di dunia dan di akhirat. Islam sebagai agama
memiliki hukum yang fungsi utamanya terhadap kemaslahatan umat.
Adapun fungsi adanya hukum Islam adalah sebagai berikut:
i. Fungsi Ibadah
Hukum Islam adalah aturan Tuhan yang harus dipatuhi
umat manusia dan kepatuhan merupakan ibadah yang sekaligus
juga merupakan indikasi keimanan seseorang.

ii. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Hukum Islam telah ada dan eksis mendahului masyarakat
karena ia adalah bagian dari kalam Allah yang qadim. Namun
dalam prakteknya hukum Islam tetap bersentuhan dengan
masyarakat. Penetapan hukum tidak pernah mengubah atau
memberikan toleransi dalam hal proses pengharamannya. Contoh:
Riba dan khamr tidak diharamkan secara sekaligus tetapi secara
bertahap oleh karena itu kita memahami fungsi kontrol sosial yang
dilakukan lewat tahapan riba dan khamr.
iii. Fungsi Zawajir
Fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa yang
melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman serta
perbuatan yang membahayakan. Fungsi ini terlihat dalam
pengharaman membunuh dan berzina, yang disertai dengan
ancaman hukum atau sanksi hukum.
Qishash dan Diyat ditetapkan untuk tindak pidana terhadap
jiwa/ badan, hudud untuk tindak pidana tertentu (pencurian
perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan Ta’zir untuk tindak
pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut. Adanya sanksi
hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai sarana pemaksa
yang melindungi warga masyarakat dari segala bentuk ancaman
serta perbuatan yang membahayakan.

iv. Fungsi Tanzim wa Islah al-Ummah


Fungsi ini merupakan sarana untuk mengatur sebaik
mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga
terwujudnya masyarakat harmonis, aman dan sejahtera.
C. Perbedaan Mazhab Fiqih dan Penyikapannya
1. Macam-macam Mazhab Fiqih
a) Mazhab Hanafi
Imam Hanafi (80-150 H) mendeduksi hukum-hukum Islam dari
sumbersumber berikut ini: alQur’an, Sunah, Ijma’ sahabat, pendapat
sahabat pribadi, qiyas (deduksi:analogis) istihsan (preferensi), urf
(tradisi local)

b) Mazhab Maliki
Imam Malik (93-179 H), merumuskan sumber hukum Islam
diurutkan sesuai dengan tingkatannya: al-Qur’an, Sunah, praktek
masyarakat Madinah, Ijma’ sahabat pendapat individu sahabat, qiyas,
tradisi masyarakat madinah, istilah (kemaslahatan), dan urf (tradisi).
c) Mazhab Syafi’i
Imam Syafi'i dilahirkan di Gazza (Palestina) tahun 150H, yaitu
tahun wafatnya Abu Hanifah. Bapaknya meninggal ketika beliau masih
kecil, kemudian pada usia dua tahun dibawa ibunya ke Mekkah dan
belajar Al-Quran di sana. Sedangkan wafatnya di negeri Mesir pada
tahun 204 H. Landasan mazhabnya, antara lain Al-Qur’an, As-Sunnah,
Ijma’, dan Qiyas.
d) Mazhab Hanbali
Imam Ahmad bin Hambal dilahirkan di kota Baghdad (Irak)
tahun 164 H, bapaknya meninggal saat dia berusia tiga tahun.
Sejak kecil beliau sudah berkelana mencari ilmu, ke Bashrah,
Kufah, Syam, Jazirah Arabia, Mekkah, Madinah dan Yaman.
Landasan mazhabnya, yaitu Nushuh, fatwa sahabat,
menggunakan Hadits Mursal dan hasan, dan Qiyas.
2. Cara Menyikapi Perbedaan Mazhab
Perbedaan mazhab pasti terjadi di suatu kalangan atau daerah,
terutama negara yang beragam seperti Indonesia. Hal tersebut mudah
sekali menyebabkan perbedaan pendapat dan berujung pada permusuhan.
Oleh karena itu, kita sebagai saudara muslimin harus saling menghormati
sesama muslimin walaupun berbeda mazhab. Ketika paham yang kita
pakai berbeda dengan orang lain, kita harus menghormati dan menghargai

paham mereka.

"Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul


(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian fika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya" (QS. an-Nis.a : 59).

D. Kontribusi Hukum Islam dalam Hukum Positif di Indonesia


Meluruskan persepsi tentang syariah (hukum Islam) adalah hal
yang merupakan conditio qua non bagi berlakunya syariah itu sebagai
hukum positif dalam sebuah negara, terutama negara muslim atau negara
yang penduduknya mayoritas muslim (Bustanul Arifin, 2006:116). Hal ini
tidak akan mengurangi sedikitpun hak-hak sipil warga negara yang
nonmuslim.
1. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Pasal 2 ayat (1) menjelaskan bahwa 'Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya', telah memenuhi ketentuan umum dengan tidak
bertentangan antara hukum nasional dengan hukum agama. Demikian pula
Pasal 3 ayat (2) yang menjelaskan bahwa "pengadilan dapat memberikan
izin kepada seseorang untuk beristeri lebih dari seorang apabila
dikehendaki oleh p ihak-pihak yang bersangkutan" telah memenuhi
tuntutan khusus hukum Islam yang memungkinkan adanya p oligami
dalam perkawinan Islam.
Penjelasan umum tentang UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan menyebutkan: dewasa ini berlaku berbagai hukum perkawinan
bagi berbagai golongan warga negara dan berbagai daerah seperti berikut:
i. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Islam
berlaku hukum Agama yang telah diresipir dalam hukum adat.
ii. Bagi orang-orang Indonesia asli lainnya berlaku hukum
adat.
iii. Bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama Kristen
berlaku Huwelijke Ordonantie Christen Indonesia.
iv. Bagi orang Timur Asing Cina dan warga negara keturunan
Cina berlaku ketentuan.
v. Bagi orang-orang timur asing lainnya dan warga negara
keturunan Tirnur Asing lainnya tersebut berlaku hukum adat
mereka.
vi. Bagi orang-orang Eropa dan warga negara keturunan Eropa
dan warga negara yang disamakan dengan mereka berlaku KUH
Perdata.
2. UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
kemudian diperbaharui dengan UU No. 20 Tahun 2003
3. UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, kemudian
diperbaharui dengan UU No. 2006.
Undang-Undang ini menjelaskan keberadaan Peradilan
Agama (PA) di Indonesia yang menetapkan wewenang absolut dari
Peradilan Agama yaitu bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam di bidang: perkawinan; waris;
wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari'ah.
Lahirnya undang-undang tentang Peradilan Agama ini
memiliki dampak yang luar biasa terhadap perubahan kelembagaan
instrumentatif penegakan hukum di Indonesia dan identitas
pembangunan hukum nasional. Lembaga Peradilan Agama menjadi
bagian yang tak terpisahkan dengan lembaga peradilan yang berada
di bawah naungan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
4. UU No. 17 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Dengan undang-undang ini diharapkan ibadah haji dan umrah yang
dilaksanakan oleh komunitas muslim Indonesia dapat berjalan dengan
tertib dan aman, sehingga mengantarkan bagi pelakunya untuk
mendapatkan haji yang mabrur.
5. UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Undang-undang ini merupakan produk legislasi yang
ruhnya bersumber dari ajaran syari'at Islam. Wakaf merupakan
sebuah ibadah sebagai perwujudan dari seseorang menyerahkan
hartanya untuk diambil manfaatnya untuk kemaslahatan umum
dalam waktu yang tidak terbatas. Undang-undang wakaf ini
kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2006. Ketentuan perwakafan juga diatur di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
PokokAgraria.

Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipedomani dan ditaati oleh
mayoritas penduduk dan masyarakat Indonesia adalah hukum yang telah hidup
dalam masyarakat, dan merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam yang
eksis dalam kehidupan hukum nasional, serta merupakan bahan dalam pembinaan
dan pengembangannya. Sebagai realisasi dari tuntutan dijadikannya hukum Islam
menjadi salah satu bahan rujukan dan sumber dari pembentukan hukum nasiona.
Hukum Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar, paling tidak
dari segi ruh atau jiwanya terhadap pembangunan hukum nasional Indonesia. Hal
ini diperkuat dengan lahirnya beberapa regulasi atau peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia.
Daftar Pustaka
Haidir, Abdullah. 2004. Mazhab Fiqih Kedudukan dan Cara Menyikapinya.
Riyadh: Dar Khalid bin Al-Waleed for Pub. & Dist.
Abdul Wahab Khalaf,. 1978. Ilmu Ushul al- Fiqh. Al- Qabbah Ath-Thab’ah wa
an-Nasyar.
Arifin, Bustanul. 2006. Meluruskan Persepsi Tentang Syariah Ada/ah Syarat Bagi
Syariah Sebagai Dasar I/mu Hukum Indonesia. dalam buku Menggagas Hukum
Progresif Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ahmad Hasan. 1984. Pintu Ijtihad Sebelum Tertutup. Terj. Agah Garnadi.
Bandung: Pustaka.
Mahmud Syaltout. (1966). Al-Islam ‘Aqidah wa Syari’ah. Kairo: Dar al-Qalam.
Cet. III.
Al-Qur’an
Dr.+Marzuki,+M.Ag_.+
+Buku+Hukum+Islam+BAB+2.+Tinjauan+Umum+Hukum+Islam.pdf
151715-ID-kontribusi-hukum-islam-terhadap-pembangu.pdf
Hasbi Al-Shiddieqy. 1975. Fikih Islam. Jakarta: Bulan-Bintang
https://www.academia.edu/35148386/C._Prinsip_dan_Fungsi_Hukum_Islam
https://www.academia.edu/9823453/MAKALAH_AGAMA_FUNGSI_HUKUM_
ISLAM_DALAM_KEHIDUPAN_MASAYARAKAT

Anda mungkin juga menyukai