Anda di halaman 1dari 25

Tugas Kegawatdaruratan

Pengkajian Asuhan Keperawatan Pasien ICU Dengan Gangguan Pernafasan

Nama : Siti Rohania Adi Suryaningsih

Kelas : 3A

NIM : 172303101001

1. Pengkajian pasien kritis dengan gangguan pernafasan

Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan ABCD.

Airway
a. kaji dan pertahankan jalan napas
b. lakukan head tilt, chin lift jika perlu
c. gunakan alat batu untuk jalan napas jika perlu
d. pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat
mempertahankan jalan napas

Breathing
a. kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi
>92%.
b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c. Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask
ventilation
d. Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e. Kaji jumlah pernapasan
f. Lakukan pemeriksan system pernapasan
g. Dengarkan adanya bunyi pleura
h. Lakukan pemeriksaan foto thorak – mungkin normal, tapi lihat untuk mendapatkan:
a. Bukti adanya wedge shaped shadow (infarct)
b. Atelektaksis linier
c. Effuse pleura
d. Hemidiaphragm meningkat
e. Jika tanda klinis menunjukan adanya PE, lakukan ventilation perfusionscan (VQ) atau CT
Pulmonary Angiogram (CTPA) sesuai kebijakan setempat

Circulation
a. Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b. Kaji peningkatan JVP
c. Catat tekanan darah
d. Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
a. Sinus tachikardi
b. Adanya S1 Q3 T3
c. right bundle branch block (RBBB)
d. right axis deviation (RAD)
e. P pulmonale
e. Lakukan IV akses
f. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
g. Jika ada kemungkina PE berikan heparin
h. Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai obat pilihan.
Berikan 50 mg IV dengan bolus.Jika pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera
dirujuk ke speialis untuk dilakukan thromboembolectomy.

Disability
a. kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b. penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan
membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.

Exposure
a. selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE
b. jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
c. Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT
SUARA PERNAPASAN

Suara bronkial :nada tinggi dan normalnta terdengar diatas trakea. Fase inspirasilebih singkat
daripada fase ekspirasi.Suara vesikular :nada rendah dan normalnya terdengar di perifer
paru-paru. Fase inspirasi lebih lama dari fase ekspirasi.

Suara bronkovesikular : nada sedang, kualitas suara yang kurang terdengar. Lamafase
inspirasi sama dengan fase ekspirasi.

SUARA TAMBAHAN

Kaji suara pernapsan dan suara ketika berbicara ; krekels, mengi, pleural friction rub,
bronkofoni, whispered pectoriloquy, egofoni

JALAN NAPAS BUATAN

Periksa letak dan kepatenan jalan napas buatan (misal; jalan napas oral atau nasal, slang
endotrakea, trakeostomi).

OKSIGENASI/VENTILASI

Periksa sistem pemberian oksigen, set ventilator, dan alarm.Dapatkan hasil pemeriksaan
saturasi dan karbondioksida.

DRAINASE DADA

Kaji apakah sistem berfungsi dengan tepat dan catat jumlah, warna, dan karakter drainase
dada.

PENGHITUNGAN OKSIGENASI

Pantau parameter yang relevan,

RADIOGRAF DADA

Radiograf dada digunakan untuk memberi informasi tentang proporsi anatomi secara kasar
dan letak struktur jantung, termasuk pembuluh darah besar ; untuk mengevaluasi lapang paru
dan untuk memeriksa letak jalan napas, kateter vena sentral, kateter arteri pulmonalis, slang
dada, dan transvenous pacemaker lead.

PENGKAJIAN KARDIVASKULER
IRAMA DAN FREKUENSI JANTUNG

Catat pemasangan lead dan dapatkan setrip irama untuk menentukan irama dan frekuensi
jantung.
INTEGUMEN

Catat warna, suhu, dan kelembaban. Periksa dinding dada anterior untuk mengetahui
pengisian kapiler (> dari 3 detik menandakan perfusi jaringan, evaluasi derajat edema
(dengan memeberikan tekanan selama 10 detik dan catat kedalaman jari)

TEKANAN VENA CENTRAL (CVP)

Periksa vena leher untuk mengukur CVP. Catat adanya kussmaul (peningkatan patologis
tekanan vena jugularis saat inspirasi), periksa refleks hepatojugular(dengan memberikan
tekanan kuat dengan telapak tangan dikuadran atas abdomen selama 30-60 detik)

DENYUT NADI

Periksa denyut nadi secara bilateral kecuali arteri karotis.Catat frekuensi, irama, kesamaan,
dan amplitudo.

BUNYI JANTUNG

Auskultasi setiap area perikordium secara sistematis. Bel stetoskop menekankan pada bunyi
frekuensi rendah (misal S3, S4), pada bunyi nada tinggi (S1, S2)

MURMUR JANTUNG

Identifikasi murmur sesuai dengan lokasi (misal; jarak dari midsternal, midklavicula, atau
aksila)

TEKANAN DARAH

Periksa TD pada kedua lengan. Perbedaan tekanan kurang dari 10 mmHg tidak signifikan
kecuali intensitas atau kualitas denyut arteri radialis tidak sama. Jika ada perbedaan gunakan
lengan yang tekanan darahnya lebih tinggi.

GAP AUSKULTASI

Tentukan adanya gap auskultasi, suatu temuan umum pada pasien yang mengalami hipertensi
atau stenosis aorta.

PULSUS PARADOKSUS

Tentukan adanya pulsus paradoksus.Kempiskan manset TD secara perlahan (1mmHg


persiklus pernapasan) dan catat ketika bunyi pertama terdengar.Bunyi terdengar secara
intemiten bersamaan dengan ekspirasi.Pulsus paradoksus dapat ditemukan pada efusi
perikardium, tamponade jantung, embolus paru, dan penyakit jalan napas obstruktif berat.
2. Ventilator mekani

A. Definisi

Ventilator mekanis adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif yang
dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen selama waktu yang lama.

B. Klasifikasi Ventilator
Terdapat beberapa jenis ventilator mekanis.Ventilator diklasifikasikan
berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi. Dua kategori umum adalah
ventilator tekanan-negatif dan tekanan-positif.
Sampai sekarang kategori yang paling umum digunakan adalah ventilator
tekanan-positif.Ventilator tekanan-positif juga termasuk klasifikasi metoda fase
inspirasi akhir (tekanan-bersiklus, waktu-bersiklus dan volume-bersiklus).
1. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada
eksternal.Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi memungkinkan
udara untuk mengalir ke dalam paru-paru, sehingga memenuhi volumenya.Secara
fisiologis, jenis ventilasi terbaru ini serupa dengan ventilasi spontan.Ventilator jenis
ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi
neurovaskular seperti poliomielitis, distrofimuskular, sklerosis lateral amiotrofik, dan
miasteniagravis.Penggunaannya tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau
pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilatori sering.
Ventilator tekanan negatif adalah alat yang mudah digunakan dan tidak
membutuhkan intubasi jalan nafas pasien.Ventilator ini digunakan paling sering
untuk pasien dengan fungsi pernafasan borderline akibat penyakit
neuromuskular.Akibatnya, ventilator ini sangat baik untuk digunakan di lingkungan
rumah. Terdapat beberapa jenis ventilator tekanan negatif: iron lung, body wrap, dan
chest cuirass.
Drinker Respirator Tank (Iron Lung). Iron Lung adalah bilik tekanan negatif
yang digunakan untuk ventilasi.Alat ini pernah digunakan secara luas selama
epidemik polio pada masa lalu dan sekarang digunakan oleh pasien-pasien yang
selamat dari penyakit polio dan kerusakan neuromuskular lainnya.
Body Wrap (Pneumowrap) dan Chest Cuirass (Tortoise Shell). Kedua alat
portabel ini membutuhkan sangkar atau shell yang kaku untuk menciptakan bilik
tekanan negatif disekitar toraks dan abdomen. Karena masalah-masalah dengan
ketepatan ukuran dan kebocoran sistem, jenis ventilator ini hanya digunakan dengan
hati-hati pada pasien tertentu.
2. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan
tekanan positif pada jalan nafas, serupa dengan mekanisme di bawah, dan dengan
demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi.Ekspirasi terjadi
secara pasif.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakea atau
trakeostomi.Ventilator ini secara luas digunakan di lingkungan rumah sakit dan
meningkat penggunaannya di rumah untuk pasien dengan penyakit paru primer.
Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif, yaitu:
1) Ventilator Tekanan-Bersiklus.
Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang mengakhiri
inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain, siklus ventilator
hidup, mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya tercapai, dan kemudian siklus mati. Keterbatasan utama dengan
ventilator jenis ini adalah bahwa volume udara atau oksigen dapat beagam sejalan
dengan perubahan tahanan atau kompliens jalan napas pasien. Akibatnya adalah suatu
ketidakkonsistensian dalam jumlah volume tidal yang dikirimkan dan kemungkinan
mengganggu ventilasi.Konsekuensinya, pada orang dewasa, ventilator tekanan-
bersiklus dimaksudkan hanya untuk penggunaan jangka pendek di ruang
pemulihan.Jenis yang paling umum dari ventilator jenis ini adalah mesin IPPB.
2) Ventilator Waktu-Bersiklus
Ventilator waktu-bersiklus mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah
waktu yang ditentukan.Volume udara yang diterima pasien diatur oleh kepanjangan
inspirasi dan frekuensi aliran udara.Sebagian besar ventilator mempunyai frekuensi
kontrol yang menentukan frekuensi pernapasan, tetapi waktu-pensiklus murni jarang
digunakn untuk orang dewasa.Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi.
3) Ventilator Volume-Bersiklus
Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah ventilator tekanan-positif yang paling
banyak digunakan sekarang. Dengan ventilator jenis ini, volume udara yang akan
dikirimkan pada setiap inspirasi telah ditentukan. Mana kala volume preset ini telah
dikirimkan pada pasien, siklus ventilator mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Dari
satu nafas ke nafas lainnya, volume udara yang dikirimkan oleh ventilator secara
relatif konstan, sehingga memastikan pernapasan yang konsisten, adekuat meski
tekanan jalan nafas beragam.
C. Gambaran dan Pengesetan Volume Vetilator
Berbagai gambaran digunakan dalam penatalaksanaan pasien pada ventilator
mekanis. Ventilator disesuaikan sehingga pasien merasa nyaman dan ”dalam
harmoni” dengan mesin. Perubahan yang minimal dari dinamik kardiovaskuler dan
paru diharapkan. Jika volume ventilator disesuaikan dengan tepat, kadar gas darah
arteri pasien akan terpenuhi dan akan ada sedikit atau tidak ada sama sekali gangguan
kardiovaskuler.
Pengesetan awal ventilator setting :
1. Atur mesin untuk memberikan volume tidal yang dibutuhkan (10-15 ml/kg).
2. Sesuaikan mesin untuk memberikan konsentrasi oksigen terendah untuk
mempertahankan PaO2 normal (80-100 mmHg). Pengesetan ini dapat diatur
tinggi dan secara bertahap dikurangi berdasarkan pada hasil pemeriksaan gas
darah arteri.
3. Catat tekanan inspiratori puncak.
4. Atur cara (bantu-kontrol atau ventilasi mandatori intermiten) dan frekuwensi
sesuai dengan program medik dokter.
5. Jika ventilator diatur pada cara bantu kontrol, sesuaikan sensivitasnya
sehingga pasien dapat merangsang ventilator dengan upaya minimal (biasanya
2 mmHg dorongan inspirasi negatif).
6. Catat volume 1 menit dan ukur tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dan
PO2, setelah 20 menit ventilasi mekanis kontinu.
7. Sesuaikan pengesetan (FO2 dan frekuwensi) sesuai dengan hasil pemeriksaan
gas darah arteri atau sesuai dengan yang ditentukan oleh dokter.
8. Jika pasien menjadi bingung atau agitasi atau mulai “Bucking” ventilator
karena alasan yang tidak jelas, kaji terhadap hipoksemia dan ventilasikan
manual pada oksigen 100% dengan bag resusitasi.

2.4 Indikasi Ventilasi Mekanis


Jika pasien mengalami penurunan kontinu oksigenasi (PaO2), peningkatan
kadar karbondioksida arteri (PaCO2), dan asidosis persisten (penurunan pH), maka
ventilasi mekanis kemungkinan diperlukan. Kondisi seperti pascaoperatif bedah
toraks atau abdomen, takar lajak obat, penyakit neuromuskular, cedera inhalasi,
PPOM, trauma multipel, syok, kegagalan multisistem, dan koma semuanya dapat
mengarah pada gagal nafas dan perlunya ventilasi mekanis. Kriteria untuk ventilasi
mekanis berfungsi sebagai pedoman dalam membuat keputusan untuk menempatkan
pasien pada ventilator.Pasien dengan apnea yang tidak cepat pulih juga merupakan
kandidat untuk ventilasi mekanis.

NO PARAMETER NILAI TINDAKAN


1. Frekuensi <10 kali/menit (penurunan Evaluasi pasien
Pernafasan. kendali pernafasan. dan hilangkan
penyebab.
16-20 kali/per menit. Normal.
28-40 kali/menit. Evaluasi pasien
dan lakukan
tindakan yang
tepat.
Pertimbangkan
intubasi/ventilasi
2. <10-20 ml/kg(cadangan terencana.
Kapasitas Vital. pernafasan buruk). Lihat tanda gagal
3. <20 cm H2O atau cenderung nafas.
Tekanan inspirasi. menurun. Siapkan dukungan
4. ventilator.
Gas darah Arteri. <7,25
Ph Evaluasi
dikombinasi
dengan
peningkatan
<50mm/Hg PaCO2.
PaCO2 Evaluasi
dikombinasi
dengan penurunan
<50 mmHg dengan terapi pH.
O2 Evaluasi
PaO2 dikombinasi
dengan pH dan
5. PaCO2.
≥ 300 mmHg
6. ≥ 25-30
Penurunan atau tidak ada Beri O2 100%
Gradien pirau A-a bunyi nafas. Siapkan dukungan
7. ventilator.
Auskultasi dada Nadi lebih dari 120, Monitor disritmia.
8. disritmia
Evaluasi hal diatas
Irama dan frekuwensi Kelelahan berat, penurunan dan lakukan
9. jantung tolenransi aktivitas tindakan tepat.
Aktivitas Monitor aktivitas
10. Kacau mental, delirium, kejang hipoksik.
samnolen. Siapkan dukungan
Status mental Penggunaan otot asesori, ventilator.
kelelahan, kerja pernafasan
Observasi fisik berat.

2.5 Komplikasi Ventilasi Mekanis


Pasien dengan ventilator mekanis memerlukan observasi, keterampilan dan
asuhan keperawatan berulang. Komplikasi yang dapat terjadi dengan terapi ventilator
ini adalah:
1. Komplikasi pada jalan nafas
Aspirasi dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah intubasi.Kita dapat
meminimalkan resiko aspirasi setelah intubasi dengan mengamankan selang,
mempertahankan manset mengembang, dan melakukan penghisapan oral dan selang
kontinu secara adekuat.Bila resusitasi diperpanjang dan distensi gastrik terjadi, jalan
nafas harus diamankan sebelum memasang selang nasogastrik untuk dekompresi
lambung.Bila aspirasi terjadi potensial untuk terjadinya SDPA meningkat.
Kebanyakan pasien dengan ventilator perlu dilakukan restrein pada kedua
tangan, karena ekstubasi tanpa disengaja oleh pasien sendiri dengan aspirasi adalah
komplikasi yang pernah terjadi.Selain itu self-extubation dengan manset masih
mengembang dapat menimbulkan kerusakan pita suara.
Prosedur intubasi itu sendiri merupakan resiko tinggi. Contoh komplikasi
intubasi meliputi:
a. Intubasi lama dan rumit meningkatkan hipoksia dan trauma trakea.
b. Intubasibatangutama(biasanya kanan)ventilasi tak seimbang,meningkatkan
laju mortalita
c. Intubasi sinus piriformis (jarang) abses faringeal Pnemonia Pseudomonas
sering terjadi pada kasus intubasi lama dan selalu kemungkinan potensial dari
alat terkontaminasi.
2. Masalah Selang Endotrakeal
Bila selang diletakkan secara nasotrakeal, infeksi sinus berat dapat terjadi.
Alternatifnya, karena posisi selang pada faring, orifisium ke telinga tengah dapat
tersumbat, menyebabkan otitis media berat, kapanpun pasien mengeluh nyeri sinus
atau telinga atau terjadi demam dengan etiologi yang tidak diketahui, sinus dan
telinga harus diperiksa untuk kemungkinan sumber infeksi.
Beberapa derajat kerusakan trakeal disebabkan oleh intubasi lama.Stenosis
trakeal dan malasia dapat diminimalkan bila tekanan manset diminimalkan. Sirkulasi
arteri dihambat oleh tekanan manset kurang lebih 30 mm/Hg. Penurunan insiden
stenosis dan malasia telah dilaporkan dimana tekanan manset dipertahankan kurang
lebih 20 mm/Hg. Bila edema laring terjadi, maka ancaman kehidupan paskaekstubasi
dapat terjadi.
3. Masalah Mekanis
Malfungsi ventilator adalah potensial masalah serius. Tiap 2-4 jam ventilator
diperiksa oleh staf keperawatan atau pernafasan. VT tidak adekuat disebabkan oleh
kebocoran dalam sirkuit atau manset, selang atau ventilator terlepas, atau obstruksi
aliran.Selanjutnya disebabkan oleh terlipatnya selang, tahanan sekresi, bronkospasme
berat, spasme batuk, atau tergigitnya selang endotrakeal.
Secara latrogenik menimbulkan komplikasi melampaui kelebihan ventilasi
mekanis yang menyebabkan alkalosis respiratori dan karena ventilasi mekanis
menyebabkan asidosis respiratori atau hipoksemia.Penilaian GDA menentukan
efektivitas ventilasi mekanis. Perhatikan, bahwa pasien PPOM diventilasi pada nilai
GDA normal mereka, yang dapat melibatkan kadar karbondioksida tinggi.
4. Barotrauma
Ventilasi mekanis melibatkan “pemompaan” udara kedalam dada, menciptakan
tekanan positif selama inspirasi.Bila TEAP ditambahkan, tekanan ditingkatkan dan
dilanjutkan melalui ekspirasi.Tekanan positif ini dapat menyebabkan robekan
alveolus atau emfisema.Udara kemudian masuk ke area pleural, menimbulkan
tekanan pneumotorak-situasi darurat.Pasien dapat mengembangkan dispnea berat
tiba-tiba dan keluhan nyeri pada daerah yang sakit.Tekanan ventilator
menggambarkan peningkatan tajam pada ukuran, dengan terdengarnya bunyi alarm
tekanan.Pada auskultasi, bunyi nafas pada area yang sakit menurun atau tidak
ada.Observasi pasien dapat menunjukkan penyimpangan trakeal.Kemungkinan paling
menonjol menyebabkan hipotensi dan bradikardi yang menimbulkan henti jantung
tanpa intervensi medis.Sampai dokter datang untuk dekompresi dada dengan jarum,
intervensi keperawatannya adalah memindahkan pasien dari sumber tekanan positif
dan memberi ventilasi dengan resusitator manual, memberikan pasien pernafasan
cepat.
5. Penurunan Curah Jantung.
Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh hipotensi bila pasien pertama kali
dihubungkan ke ventilator ditandai adanya kekurangan tonus simpatis dan
menurunnya aliran balik vena. Selain itu hipotensi adalah tanda lain dan gejala dapat
meliputi gelisah yang tidak dapat dijelaskan, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
haluarana urine, nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambat, pucat, lemah, dan nyeri
dada. Hipotensi biasanya diperbaiki dengan meningkatkan cairan untuk memperbaiki
hipovolemia.
6. Keseimbangan air positif
Penurunan aliran balik vena ke jantung dirangsang oleh regangan reseptor vagal
pada atrium kanan.Manfaat hipovolemia ini merangsang pengeluaran hormon
antidiuretik dari hipofise posterior.Penurunan curah jantung menimbulkan penurunan
haluaran urine melengkapi masalah dengan merangsang respons aldosteron renin-
angiotensin.Pasien yang bernafas secara mekanis, hemodinamik tidak stabil, dan yang
memerlukan jumlah besar resusitasi cairan dapat mengalami edema luas, meliputi
edema sakral dan fasial.

3. Perawatan pasien dengan dukungan ventilator

Perawatan :

1. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada keluarganya
bagi pasien yang tidak sadar.

2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk mencegah


infeksi.

3. “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar pengembunan
air yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.

4. Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air diganti
tiap 24 jam.

5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan
sampai letak dan panjang tube berubah.

Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”

6. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :

Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga posisinya


berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk memungkinkan pasien dapat
menggerakkan kepala.
7. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah posisi
tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya dekubitus.

8. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.

9. Teknik mengembangkan “cuff” :

– kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.

– “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.

Beberapa hal yang harus diperhatikan

A. Humidifasi dan Suhu

Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme


pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan.

Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol suhu
dan diisi air sebatas level yang sudah ditentukan (system boiling water) terjadi
Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370 C pada ujung
sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ± sama dengan suhu
tubuh.

Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C – 380 C.

Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi menyebabkan luka
bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan sekresi dan akibatnya
obstruksi jalan nafas bisa terjadi.Sebaliknya apabila suhu ke pasien kurang dari 360 C
membuat kesempatan untuk tumbuhnya kuman.

Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara dialirkan
melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi menggunakan
kedua system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger yang di pasang pada
ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.

B. Perawatan jalan nafas

Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan
penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan ini
membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan sterilitas !!

Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari adanya
peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya
perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk dilakukan
pengisapan.

Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat


mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara
melakukan clapping, fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk
mengurangi pelengketan sekresi.

C. Perawatan selang Endotrakeal

Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya migrasi,
kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan
diabaikan.Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan karena ini
merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-tanda lecet/ iritasi
pada kulit atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang endotrakeal.

Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai ukuran, ini
gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga memudahkan untuk
melakukan pengisapan sekresi.

Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat mencegah


tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang berat.
Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di
pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya
kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.

D. Tekanan cuff endotrakeal

Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan inflasi
dan kelebihan tekanan pada dinding trakea.

Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah tanpa
adanya kebocoran/penurunan tidal volume.

Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah terjadinya


nekrosis pada trakea.

E. Dukungan Nutrisi

Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus


diperhatikan secara dini.Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya efek
samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan komplikasi
paru dan kematian.

Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat diberikan
melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan test feeding terlebih
dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy dengan reseksi usus.

Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui enteral
bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.

F. Perawatan Mata

Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu sangat
penting dalam asuhan keperawatan.Pengkajian yang sering dan pemberian tetes
mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya kornea.Bila refleks berkedip hilang,
kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering dan
trauma.edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik bila tekanan
vena meningkat. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.

4. Jenis jenis gangguan pernafasan pada pasien kritis dan tatalaksananya serta
alogaritma nya

ARDS (acure respiratory distress syndrome), asma berat, pneumonia, PPOK


(penyakit paru obstruktif kronis), dan pembengkakan paru (edema paru).

1. Aspek esensial dalam tata laksana pasien dengan ARDS

adalah mengobati penyebab presipitasi, menyediakan perawatan suportif yang baik,


dan mencegah komplikasi lanjut. Ventilasi volume tidal rendah (6 mL/kg BB ideal)
sebaiknya diberikan pada semua pasien dengan ARDS.Hal ini dapat menurunkan
ventilasi per menit lalu meningkatkan PaCO₂. Positive end expiratory pressure
(PEEP) biasanya diperlukan untuk menjaga oksigenasi dalam level yang adekuat.
Posisi pronasi juga dapat dilakukan untuk meningkatkan oksigenasi namun tidak
berkaitan dengan penurunan mortalitas.Tidak ada terapi spesifik yang efektif untuk
pasien dengan ARDS. Penerapan strategi pemberian cairan, menjaga tekanan vena
sentral serendah mungkin akan mempersingkat masa pemakaian ventilasi mekanik.
Berdasarkan beberapa penelitian, Ina J CHEST Crit and Emerg Med | Vol. 3, No. 2 |
Apr - Jun 2016 55 Tim Editor penggunaan kortikosteroid dan nitric oxide tidak
direkomendasikan pada ARDS.Terapi non-konvensional seperti memposisikan pasien
dalam posisi tengkurap (prone position), memberikan efek dalam meningkatkan
oksigenasi dan berhubungan dengan menurunkan mortalitas.

2. Terapi Antibiotik

 Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),


yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di
rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali
sehari) untuk 5 hari berikutnya.
 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang
berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya,
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
 Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
 Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
 Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto
dada.
 Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk
pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM sekali
sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15
mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik, lanjutkan kloksasilin
(atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3
minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.

Terapi Oksigen

 Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat


 Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen
(berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang
cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil.
Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen
setelah saat ini tidak berguna
 Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan
nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda.
Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia
secara terus-menerus setiap waktu. Perbandingan terhadap berbagai metode
pemberian oksigen yang berbeda dan diagram yang menunjukkan penggunaannya t
 Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.

Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau prong tidak
tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta memastikan semua
sambungan baik.

Sumber oksigen utama adalah silinder.Penting untuk memastikan bahwa semua alat
diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf diberitahu
tentang penggunaannya secara benar.

PPOK : Tujuan penatalaksanaan :


- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

Edema paru :
Pengurangan Preload
Pengurangan preload akan menurunkan tekanan hidrostatik kapiler paru dan akan
mengurangi perpindahan cairan dari kapiler ke jaringan interstitial paru dan alveoli.
Obat yang dapat diberikan antara lain :
 Vasodilator
Nitrogliserin dapat diberikan dalam bentuk tablet atau spray sublingual yang dapat
diulangi setiap 5-10 menit bila TD tetap >90-100mmHg. Nitrogliserin juga dapat
diberikan intravena dengan dosis awal 10-20mcg/menit dapat dititrasi hingga
200mcg/mnt. Isosorbid intravena juga dapat menjadi pilihan dengan dosis awal
1mg/jam dapat dititrasi hingga 10mg/jam. Morfin juga sudah lama diketahui dapat
diberikan pada EPA, namun belum ditemukan data yang menunjukkan efek
hemodinamik pada pasien EPA. Data justru menunjukkan peningkatan perawatan
intensif dan intubasi pada pasien EPA setelah pemberian morfin.
 Diuretik
Furosemide diberikan dalam dosis 20-40 mg intravena. Pada pasien dengan riwayat
penggunaan diuretik rutin, dosis pemberian pada EPA bisa ditingkatkan atau paling
tidak sama dengan dosis rutin diuretik. Efek pertama sebagai venodilator dicapai
dalam 5 menit, dan efek kedua sebagai diuretic dicapai dalam waktu 30-60 menit.
Pengurangan Afterload
Pengurangan afterload akan meningkatkan curah jantung dan memperbaiki perfusi
renal. Kondisi ini akan membantu diuresis pada pasien kelebihan cairan.
Nitrogliserin, ACE inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dapat
diberikan untuk mengurangi preload.
Inotropik/Vasopressor
Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri dapat memberikan gejala hipotensi.
Inotropik/Vasopressor dapat diberikan untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat. Obat yang dapat diberikan antara lain:
 Dobutamin dengan dosis 2-20mcg/KgBB.menit.
 Dopamin dengan dosis 2-20mcg/KgBB/menit. Dimana dosis 2-5 mcg/Kgbb/menit
akan memberikan efek inotropic, sedangan dosis >5mcg/KgBB/menit memberikan
efek vasopressor.
 Noreepinephrine dengan dosis 0,1-1 mcg/KgBB/menit.Edema Paru Akut
Nonkardiogenik
Penatalaksanaan dari EPA nonkardiogenik yaitu dengan pemberian suplai oksigen
yang adekuat. Penatalaksanaan yang lebih spesifik ditujukan pada penyebab dasar
dari EPA. Pemberian cairan intravena harus dibatasi, mengingat permeabilitas kapiler
yang terganggu dapat memperparah EPA. [2, 4, 5, 6, 7, 8, 9]
Agoritma PPOK
AGORTIMA PNEUOMINA
AGORTIMA EDEMA PARU

Anda mungkin juga menyukai