Culture
&
Human Resource
Policies and
Practices
Sebagian organisasi memiliki budaya yang dominan (nilai pokok yang diterima
oleh mayoritas angggota) dan subbudaya (budaya kecil dalam organisasi misalnya
dalam departemen). Organisasi dengan subbudaya yang bervariasi cenderung
kurang berpengaruh tehadap perilaku. Budaya yang yang nilai pokoknya dianut
secara intensif akan menjadikan budaya tersebut kuat dan semakin mempengaruhi
perilaku anggota. Berdasarkan penelitian budaya yang kuat akan menurunkan
perputaran kerja dan mendukung loyalitas, kekompakan, dan komitmen. Semakin
kuat budaya orgnisasi akan semakin berkurang kebutuhan formalitas dalam
organisasi.
Fungsi budaya
a. Mendefinisikan status
b. Menyampaikan perasaan akan identitas organisasi dari anggotanya
c. Memfasilitasi komitmen daripada kepentingan diri sendiri
d. Mendorong stabilitas dari status sosial
Budaya yang kuat mampu menciptakan iklam kerja dalam organisasi. Ada sebuah
konsep yaitu Iklim Kerja yang Beretika atau Ethical Work Climate (EWC). EWC adalah
konsep yang tersebar mengenai perilaku yang benar dan salah di tempat kerja yang
mencerminkan nilai dari organisasi yang sebenarnya dan membentuk pengambilan
keputusan yang etis bagi anggotanya. Terdapat sembilan kategori di dalam EWC, lima
diantaranya yang sangat umum dalam organisasi yaitu :
a. Instrumental
b. Kepedulian
c. Independensi
d. Hukum dan kode
e. Aturan
a. Institusionalisasi
b. Perubahan yang cepat
c. Keanekaragaman
d. Akuisisi dan merger
Menciptakan Budaya
Budaya tercipta dalam tiga cara. Pertama, pendiri akan merekrut pekerja yang
memiliki pendapat dan pandangan yang sama dengan mereka. Kemudian,
pandangan dari pendiri akan ditanamkan dan disosialisasikan kepada pekerja
sehingga pada proses terakhir perilaku dari pendiri akan menginternaslisasikan
keyakinan, nilai, dan asumsi pekerja itu sendiri.
Setelah budaya tercipta, budaya tersebut harus di jaga, berikut ini adalah tiga hal yang
penting dalam penjagaan budaya :
a. Pemilihan
Tujuannya adalah merekrut pekerja yang dapat berkerja dengan baik yang
dapat disesuaikan dengan budaya organisasi.
b. Manajemen puncak
Perilaku manajemen puncak mempengaruhi budaya organisasi.
c. Sosialisasi
Pekerja baru membutuhkan bantuan untuk dapat menyesuaikan diri dengan
budaya organisasi melalui sosialisasi. Sosialisasi terbagi dalam tiga tahap yaitu
sebelum bergabung dengan organisasi (prearrival stage), tahap dimana
pekerja akan melihat antara ekspektasi dan realita dalam organisasi (encounter
stage), tahap selanjutnya yaitu proses sosialisasi mampu mengubah pekerja,
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kelompok kerja, pekerjaan, dan
organisasi (metamorphosis stage).
Prinsip-prinsip yang harus diikuti para manajer untuk menciptakan suatu budaya yang
lebih beretika:
a) Menjadi panutan yang terlihat. Para pekerja akan melihat tindakan dari para
manajemen puncak sebagai patokan atas perilaku yang layak.
b) Mengomunikasikan ekspektasi yang beretika. Meminimalkan
ketidakjelasan dengan membagikan kode etik organisasional yang menyatakan
prinsip dasar organisasi dan aturan etika yang mana para pekerja harus
mematuhinya.
c) Menyediakan pelatihan yang beretika. Mengadakan seminar, lokakarya,
serta program pelatihan untuk menegakkan standar etika organisasi,
menjelaskan apakah praktik-praktik yang diperblehkan dan membahas
mengenai dilemma-dilema etis.
d) Pemberian imbalan atas tindakan beretika yang tampak dan memberikan
hukuman atas tindakan yang tidak bretika. Memberikan imbalan yang
tampak bagi mereka yang bertindak secara etis dan memberikan hukuman
yang mencolok bagi mereka yang bertindak secara tidak etis.
e) Menyediakan mekanisme perlindungan. Menyediakan mekanisme secara
formal sehingga para pekerja dapat membahas dilema-dilema etis dan
melaporkan perilaku yang tidak etis tanpa ketakutan atau teguran.
Menciptakan Budaya Organisasi yang Positif
Budaya organisasi yang positif adalah suatu budaya yang menekankan pada
membangun kekuatan pekerja, memberikan imbalan yang lebih daripada memberikan
hukuman, serta menekankan pada vitalitas dan pertumbuhan dari individu.
Walaupun terbatas, bukti menunjukkan bahwa spiritualitas dan laba itu bisa
kompatibel. Perusahaan yang memperkenalkan spiritualitas berdasar pada yang
mampu meningkatkan produktivitas dan sangat mengurangi keluar-masuk karyawan.
Selain itu karyawannya berprestasi melebihi organisasi yang tidak memberi
spiritualitas. Studi lain melaporkan bahwa spiritualitas dalam organisasi berhubungan
positif dengan kreativitas, kepuasan karyawan, kinerja tim, dan komitmen organisasi.
Implikasi Global
Budaya organisasi sangat ampuh hingga sering kali melampaui batas nasional.
Namun bukan berarti bahwa organisasi harus atau dapat mengabaikan budaya
setempat. Maka yang terpenting bagi para pengelola organisasi adalah bagaimana
mencipatakan serta memelihara suatu budaya organisasi yang kuat dan jelas, karena
akan dapat memandu atau mengarahkan usaha-usaha produktif anggota organisasi
dan akhirnya mampu menghantarkan organisasi secara keseluruhan dalam mencapai
tujuan-tujuannya.
Manajemen dari perilaku yang beretika merupakan salah satu area dari budaya
nasional dapat bersinggungan dengan budaya korporat. Para manajer di AS
menyutujui supremasi dari kekuatan pasar yang anonym dan secara implisit atas
eksplisit yang memandang memaksimalkan keuntungan sebagai sebuah kewajiban
moral bagi organisasi-organisasi bisnis.
Para pekerja di AS bukan hanya salah satu dari yang perlu untuk menjadi peka
terhadap budaya. Tiga kali dalam seminggu, para pekerja pada unit Canadian dari
pembuat permainan video di Jepang Koei memulai harinya dengan berdiri di samping
meja merek, berhadapan dengan bos, dan mengucapkan selamat pagi dalam secara
serentak. Meskipun praktik ini konsisten dengan budaya koei, mereka tidak sesuai
dengan budaya Canadian dengan sangat baik.
Area sensitive lainnya yang berkaitan dengan standar yang berbeda atas
praktik kesejahteraan yang memberikan kontribusi kepada budaya organisasi.
Sebagai organisasi nasional yang berupaya untuk memperkerjakan para pekerja
dalam operasional diluar negeri, maka manajemen harus memutuska apakah akan
menstandardisasi rencana kesejahteraan dan inisiatif keseimbangan antara kerja
dengan kehidupan yang ditawarkan dalam negara asal atau menyesuaikan rencana
bagi norma-norma kantor satelit.
CHAPTER 17
PRAKTIK SELEKSI
Pelamar yang
Seleksi memenuhi kualifikasi
Substantif dasar, tetapi kurang
berkualifikasi dengan
Seleksi Awal
Alat dari ini adalah informasi pertama yang pelamar serahkan dan digunakan
sebagai alat penyaringan awal untuk memutuskan pelamar memenuhi kualifikasi
dasar dari pekerjaan yang ditawarkan.
a. Formulir lamaran pekerjaan: informasi yang dituliskan dalam formulir lamaran
pekerjaan tidak begitu berguna untuk memprediksi kinerja pelamar.
b. Pengecekan latar belakang: kebanyakan perusahaan melakukan pemeriksaan
referensi pelamar di dalam proses seleksi karyawan.
Seleksi Substantif
Tahap ini merupakan inti dari proses seleksi dan di dalamnya tercakup tes tertulis,
tes kinerja, dan wawancara.
a. Tes Tertulis
Tes Tertulis mencakup: tes kemampuan kognitif atau inteligensi, tes
kepribadian, tes integritas, dan kumpulan minat. Tes kemampuan intelektual,
kemampuan spesial dan mekanis, kemampuan spesial dan mekanis, akurasi
persepsi, dan kemampuan motorik terbukti merupakan alat prediksi yang valid.
b. Tes Simulasi Kinerja
Tes simulasi kinerja lebih sukar untuk dikembangkan dan lebih sulit untuk
dilakukan daripada tes tertulis, tes simulasi kinerja semakin populer selama
beberapa dasawarsa terakhir. Dua tes simulasi kinerja yang paling terkenal
adalah sebagai berikut:;
Tes percobaan kerja (work sample test) : simulasi turunan dari sebagian atau
semua pekerjaan yang harus dilakukan oleh pelamar jika ia diterima bekerja.
Tes percobaan kerja menciptakan tiruan miniatur dsri pekerjaan untuk
mengevaluasi kemampuan kinerja dari kandidat.
Tes simulasi kinerja yang lebih rumit : untuk mengevaluasi potensi manajerial
dari kandidat adalah pusat penilaian (assessment centers). Pusat penilaian
merupakan suatu rangkaian tes simulasi potensi manajerial dari kandidat.
c. Wawancara
Wawancara tidak hanya digunakan secara luas, tetapi juga memiliki bobot besar
sebagai alat pertimbangan. Itu artinya, hasil dari wawancara cenderung memiliki
pengaruh besar terhadap keputusan seleksi. Dalam teknik wawancara, para
pelamar diminta untuk mendiskripsikan cara mereka menangani masalah dan
situasi yang spesifik pada pekerjaan meraka yang dulu. Hal ini didasarkan atas
asumsi bahwa perilaku di masa lalu dapat menjadi prediktor terbaik bagi
perilaku manusia.
Seleksi Kontingen
Jika pelamar lolos metode seleksi substantif, pada dasarnya siap untuk
dipekerjakan, tergantung pemeriksaan terakhir. Salah satu metode lanjutannya
adalah tes narkotika.
1. Tipe Pelatihan
Pelatihan bisa termasuk semua hal mulai dari mengerjakan keterampilan dasar
membaca pada karyawan hingga mengadakan kursus lanjutan dalam
kepemimpinan eksekutif.
a. Kemampuan dasar
Organisasi perlu mengajarkan keterampilan membaca dan matematika dasar
bagi para karyawan mereka. Karyawan butuh kecakapan matematis yang lebih
untuk bisa memahami cara kendali peralatan yang bersifat numerik,
kemampuan menulis dan membaca yang lebih baik untuk menginterpretasikan
lembar proses kerja, dan keterampilan komunikasi lisan yang lebih baik untuk
dapat bekerja dalam tim.
b. Keterampilan teknis
Sebagian besar pelatihan yang ada diarahkan untuk mengembangkan dan
meningkatkan keterampilan teknis karyawan. Pekerjaan berubah seiring muncul
dan berkembangnya teknologi dan metode baru.
c. Kemampuan memecahkan masalah
Pelatihan ini bertujuan untuk mempertajam kemampuan logika mereka untuk
membuat pertimbangan, dan untuk mendefinisikan masalah, seperti halnya
kemampuan mereka untuk memahami hukum sebab-akibat. Pelatihan
pemecahan masalah telah menjadi bagian dasar dari hampir semua organisasi
untuk memperkenalkan tim yang mandiri atau mengimplementasikan program
manajemen berkualitas.
d. Keterampilan interpersonal
Hampir semua karyawan merupakan anggota dari suatu unti kerja, dan kinerja
mereka sampai tingkat tertentu bergantung pada kemampuan mereka untuk
berinteraksi secara efektif dengan rekan kerja dan atasan mereka. Pelatihan ini
mencakup belajar untuk menjadi pendengar yang baik, manjadi pengomunikasi
ide yang lebih jelas, dan menjadi anggota tim yang lebih efektif.
e. Pelatihan Etika
Pelatihan ini mencakup program orientasi karyawan baru, yang dijadikan
sebagai bagian dari program pelatihan pengembangan yang berkelanjutan,
atau yang ditawarkan kepada semua karyawan sebagai usaha untuk periodik
untuk mengingatkan mereka akan prinsip-prinsip etis.
2. Metode Pelatihan
Pelatihan formal, yaitu pelatihan direncanakan sebelumnya dan mempunyai
format yang terstuktur rapi.
Pelatihan informal, yaitu pelatihan tidak terencana, dan bisa diadaptasikan
dengan mudah pada situasi dan individunya untuk mengajarkan keterampilan
dan tidak gagap teknologi.
Pelatihan On-The Job, yaitu mencakup rotasi kerja, magang, tugas belajar, dan
program mentoring formal. Kekurangan utama adalah seringkali mengganggu
kerja.
Pelatihan Off-The Job, yaitu menonton video, seminar umum, program belajar
sendiri, kursus internet, kelas televise satelit, dan aktivitas kelompok yang
menggunakan permainan peran dan studi kasus.
3. Mengevaluasi Efektivitas
Banyak program pelatihan bisa berhasil karena mayoritas orang yang menjalaninya
belajar lebih banyak daripada mereka yang tidak, bereaksi secara positif terhadap
pengalaman pelatihan, dan setelah pelatihan melakukan perilaku sebagaimana
diajarkan oleh program pelatihan. Program pelatihan juga tergantung pada
kepribadian individu. Jika individu tidak termotivasi untuk belajar, pelatihan akan
sedikit saja membantu mereka karena faktor yang menentukan motivasi pelatihan
adalah kepribadian dan iklim pelatihan.
EVALUASI KINERJA