Anda di halaman 1dari 5

MOBILITAS SOSIAL

IBNU RIYANTO

DISUSUN OLEH :
SLAMET ARIFIN (26)
KELAS XIII - A

SMP NEGERI 1 DURENAN


Jln. Raya Durenan No. 10 Ds. Durenan Kec. Durenan
Kab. Trenggalek
Namanya Ibnu Riyanto asal Cirebon, Jawa Barat. Usianya belum menginjak
30 tahun, namun sudah cukup sukses sebagai pengusaha batik. Keberhasilan Ibnu
dibuktikan dengan berbagai penghargaan dan pencapaian usaha batik yang
dimilikinya.

Salah satu penghargaan yang sangat berkesan berasal dari Museum Rekor
Indonesia (MURI) sebagai pemilik toko batik terbesar dan terluas pada usia termuda
(23 tahun).

Meski sudah meraih kesuksesan di usia muda, Ibnu tak langsung besar
kepala. "Saya tidak mau seperti dinosaurus, ketika sudah besar kemudian punah,"
ungkapnya saat ditemui team Berita BCA belum lama ini di toko Batik Trusmi, Desa
Trusmi, Plered, Cirebon.

Bagi Ibnu, usia muda adalah kesempatan untuk terus melakukan eksplorasi
kemampuan diri dan semakin tertantang untuk meraih yang belum bisa dicapainya.

"Mumpung masih muda dan masih cukup banyak energi, saya akan terus
mengembangkan diri. Saya memang tipe orang yang tidak mudah puas dengan
apapun yang sudah saya capai," kata Ibnu.

Meski berasal dari keluarga pembatik, Ibnu membangun usahanya sendiri


benar-benar dari nol. Ibnu mulai merintis usaha tahun 2006 ketika usianya 17 tahun
dengan menjadi suplier kain mori yakni bahan baku batik berupa kain putih.
Dengan modal awal Rp 15 juta, Ibnu menawarkan kain mori ke perajin-perajin batik di
desa kelahirannya, Trusmi Kabupaten Cirebon.

"Dulu saya bandel. Lulus SMA saya langsung menikah. Saya ingin
membuktikan kepada orang tua kalau saya mampu mandiri. Begitu punya
tanggungan istri, saya jadi bersemangat untuk memulai usaha sendiri. Saat itulah,
pertama kali saya menjadi nasabah bank ya BCA," katanya.

Keuntungan menjadi suplier kain mori hanya cukup untuk kebutuhan


keluarganya sehari-hari, tidak lebih dan tidak kurang. Setelah mempunyai anak, Ibnu
merasa harus bisa meningkatkan usahanya untuk menghidupi keluarga kecilnya.
Memanfaatkan ruang tamu rumah orang tuanya yang berukuran 4 x 4 meter persegi
di tahun 2007, Ibnu yang memiliki 2 anak ini pun mulai menjual batik. Tak berhenti di
"toko" saja, Ibnu pun gigih memasarkan batik dagangannya secara door to door dari
satu toko ke toko yang lain di Jakarta, Bandung dan kota-kota lain.

Selanjutnya perjalanan Ibnu melebarkan usahanya

Ketika memasarkan batik dagangannya, tak jarang Ibnu harus tidur di masjid
demi mengirit uang yang harus diputarnya untuk mengembangkan usaha. Ya, meraih
sukses memang tak semudah membalikkan tangan butuh perjuangan dan
pengorbanan.

Beruntung satu toko di salah satu pusat perbelanjaan teramai di Jakarta mau
membayar lunas dagangannya sebesar Rp25 juta. Pencapaian itu membuatnya
semakin bersemangat dan percaya diri hingga semakin ulet memasarkan batiknya.
Seiring dengan semakin laris dagangan batiknya, Ibnu pun membuka usaha konveksi
sendiri dan berkat ketekunannya, Ibnu mampu membuka toko batik yang diberinya
nama Batik Trusmi mengikuti nama desa penghasil batik ternama di Cirebon.
Usahanya membangun bisnis akhirnya mendapat penghargaan rekor MURI pada 25
Maret 2013 lalu.

Sebagai pengusaha, Ibnu memiliki pesan kepada masyarakat diseluruh


Indonesia bahwa kalau usaha ingin berkembang manajemen yang profesional saja
tidak cukup.

"Tapi juga diperlukan kerja keras dan kemauan untuk maju serta berani
mengambil resiko. Dan tentu saja, rasa selalu ingin mencapai yang lebih lagi," papar
Ibnu.

Saat ini Ibnu mampu menghidupi setidaknya 500 orang karyawan dan
membuka kesempatan bagi sedikitnya 50 perajin batik rumahan untuk memasarkan
batik di toko miliknya.

Ibnu Riyanto bukan hanya dikenal sebagai pemilik toko "Pusat Grosir Batik
Trusmi" dengan luas hampir 9.000 meter persegi di atas tanah seluas 12.000 meter
persegi.

Tapi Ibnu juga membuka gerai batik untuk kelas menengah ke atas yang diberi
nama "Pesona Batik", sebuah gerai batik memadukan seni budaya dan keindahan
gedung peninggalan sejarah. Pesona Batik ini pun diresmikan oleh Wakil Gubernur
Jawa Barat Dedi Mizwar pada 27 Maret 2014 lalu.

Tidak berhenti disitu, Ibnu juga membuka sejumlah toko batik dan puluhan
gerai batik di sejumlah mal baik di Cirebon maupun kota lainnya. Untuk mereka yang
gemar berbelanja via online, Ibnu juga membuka website www.batiktrusmi.com yang
dipopulerkan juga melalui sosial media. Insting bisnisnya terus diasah. Saat ini, Ibnu
pun melebarkan sayap bisnisnya dengan terjun ke dunia properti.

Sebagai pebisnis, Ibnu juga menggandeng perbankan untuk mendukung


usahanya. BCA menjadi salah satu bank pilihannya. Salah satunya menggunakan
EDC (Electronic Data Capture) BCA untuk kemudahan transaksi di seluruh toko dan
gerainya serta menggunakan KlikBCA Bisnis yang praktis untuk menyelesaikan
berbagai transaksi bisnisnya.

Keinginan Ibnu selanjutnya adalah mengumpulkan perajin batik dalam satu


kawasan seperti halnya pabrik sehingga bisa memberikan imbalan kepada perajin
minimal setara dengan UMK bahkan lebih. "Upah membatik yang masih rendah, ikut
memberikan andil ancaman kepunahan batik di Cirebon," kata Ibnu.

Terinspirasi dengan kisah sukses Ibnu Riyanto? Maka, jangan pernah berhenti
untuk mengeksplor kemampuan diri Anda, miliki kemauan keras untuk maju dan
berani mengambil resiko seperti yang pernah dilakukan Ibnu Riyanto.
1. Bentuk mobilitas sosial : Vertikal
2. Faktor pendorong : Faktor Individu
3. Faktor penghambat :

4. Saluran - saluran mobilitas sosial : pendidikan


5. Dampak mobilitas sosial : positif (mendorong seseorang untuk lebih
maju)

Anda mungkin juga menyukai