ANGKATAN LXXVIII
ANGKATAN LXXVIII
iii
Laporan praktek kerja profesi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua baik yang
dikutip atau dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
NPM : 1306343605
Tanda Tangan :
iv
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di di Apotek Rini Jl. Balai Pustaka Timur
No.11 Rawamangun, Jakarta Timur Periode 2 April – 26 Mei 2014
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 21 Juni 2014
Yang menyatakan
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa yang
telah memberikan segala rahmat dan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan
selama 2 April hingga 26 Mei 2014 di Apotek Rini Jalan Balai Pustaka Timur
No.11 Rawamangun, Jakarta Timur. Kegiatan PKPA merupakan bagian dari
kegiatan perkuliahan program pendidikan profesi Apoteker dengan tujuan untuk
meningkatkan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan mahasiswa. Laporan
PKPA ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Dalam pelaksanaan kegiatan dan penyusunan laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker ini, penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan saran-saran dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan penuh ketulusan dan
kerendahan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Murdiana Baskoro, selaku pemilik sarana Apotek Rini yang telah
memberikan kesempatan PKPA di Apotek Rini.
2. Drs. Umar Mansur, M.Sc., selaku Apoteker Pengelola Apotek Rini yang telah
memberikan kesempatan PKPA di Apotek Rini.
3. Meta Pramana, S.Si., Apt., selaku wakil pimpinan Apotek Rini dan sekaligus
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengetahuan selama
pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Rini.
4. Dr. Iskandarsyah, M.Si., Apt. selaku pembimbing II PKPA di Apotek Rini
yang yang telah memberikan kesempatan, arahan, dan bimbingan kepada
penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA di Apotek Rini.
5. Dr. Hayun, M.S., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi UI.
6. Dr. Mahdi Jufri, M. Si. selaku Dekan Fakultas Farmasi UI.
7. Seluruh dosen pengajar, staf, dan karyawan, khususnya Program Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi UI.
8. Seluruh staf karyawan di Apotek Rini Jakarta.
9. Papa, Mama, Koko Yudhi, dan Koko Mario, serta teman-teman dan keluarga
tercinta yang selalu mendukung serta mendoakan penulis.
vii
Penulis
2014
viii
ix
xi
xii
xiii
xiv
1
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
2
1.2. Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan
di Apotek Rini, yaitu :
a. Mengetahui, memahami, dan menerapkan fungsi dan peran Apoteker di
apotek.
b. Mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
c. Perlengkapan Apotek
Perlengkapan apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan untuk
melaksanakan pengelolaan apotek. Perlengkapan yang harus tersedia di
apotek adalah :
1. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan, seperti timbangan, mortir
dan gelas ukur.
2. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan farmasi, seperti lemari
obat dan lemari pendingin.
3. Wadah pengemas dan pembungkus, seperti etiket dan plastik
pengemas.
4. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan
beracun.
5. Alat dan perlengkapan laboratorium untuk pengujian sederhana,
seperti erlenmeyer dan gelas ukur.
6. Alat administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi dan
salinan resep.
7. Buku standar yang diwajibkan, seperti Farmakope Indonesia edisi
terbaru.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker
wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat
yang lebih tepat.
e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan
obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat.
f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau
penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada
dokter penulis resep.
g. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada
pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau
membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep.
h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun.
j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas
kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-
undangan yang berlaku.
k. Apoteker Pengelola Apotek, Apoteker Pendamping atau Apoteker
Pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan
sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
l. Apoteker Pengelola Apotek turut bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti
di dalam pengelolaan Apotek. Apoteker Pendamping bertanggung jawab
atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan
bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek.
m. Dalam pelaksanakan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten
Apoteker (AA). AA melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek di bawah
pengawasan Apoteker.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bidang lain seperti manajemen. Prinsip dasar manajemen yang perlu diketahui
oleh seorang APA dalam mengelola apoteknya adalah (Daris, Azwar, 2011) :
a. Perencanaan, yaitu pemilihan dan penghubungan fakta serta penggunaan
asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan
merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang
diinginkan.
b. Pengorganisasian, yaitu menyusun atau mengatur bagian-bagian yang
berhubungan satu dengan lainnya, dimana tiap bagian mempunyai suatu
tugas khusus dan berhubungan secara keseluruhan.
c. Kepemimpinan, yaitu kegiatan untuk mempengaruhi dan memotivasi
pegawainya agar berusaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
d. Pengawasan, yaitu tindakan untuk mengetahui hasil pelaksanaan untuk
kemudian dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan kerja agar segala
kegiatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga tujuan
yang diinginkan dapat tercapai.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Obat yang masuk ke dalam golongan obat keras ini adalah obat yang
dibungkus sedemikian rupa yang digunakan secara parenteral, baik dengan cara
suntikan maupun dengan cara pemakaian lain dengan jalan merobek jaringan, obat
baru yang belum tercantum dalam kompendial/farmakope terbaru yang berlaku di
Indonesia serta obat-obat yang ditetapkan sebagai obat keras melalui keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Contoh obat keras adalah antibiotik oral
dan hormon.
Psikotropika digolongkan sebagai obat keras yang memerlukan
pengawasan khusus. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
tahun 1997 tentang Psikotropika, Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
Universitas Indonesia
dokter dengan mengikuti peraturan dari Menteri Kesehatan. Obat yang dapat
diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria :
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di
bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit..
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
Universitas Indonesia
lainnya yang termasuk dalam daftar yang telah diatur. Daftar DOWA terlampir
pada lampiran 1-5.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dengan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA dan stempel apotek. Satu SP hanya
boleh memesan satu jenis narkotika. Surat Pesanan terdiri dari empat rangkap,
tiga rangkap termasuk aslinya diserahkan ke pihak distributor (Kimia Farma)
sementara sisanya disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip.
Universitas Indonesia
b. Resep tidak boleh diulang, tiap kali harus ada resep baru.
c. Resep yang mengandung narkotika diberi garis merah.
d. Nama dan alamat pasien dicatat di belakang resep.
e. Penyimpanan resep dipisahkan dari resep-resep yang lain.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.1 Lokasi
Apotek Rini berada di Jalan Balai Pustaka Timur No. 11, Rawamangun,
Jakarta Timur. Lokasinya yang strategis, terletak di daerah yang ramai dan padat
penduduk, dekat dengan beberapa Rumah Sakit antara lain Rumah Sakit Persahabatan
dan Rumah Sakit Dharma Nugraha, selain itu dekat dengan tempat praktek dokter
yang berlokasi di sebelah apotek, serta dekat dengan pusat perbelanjaan Tip Top.
Apotek Rini berada di pinggir jalan dua arah yang dilalui oleh kendaraan umum,
sehingga mudah dijangkau oleh pasien. Apotek Rini memiliki halaman parker yang
cukup luas, sehingga memudahkan pasien yang membawa kendaraan pribadi untuk
parkir di depan apotek. Lokasi apotek Rini dapat dilihat pada lampiran 6.
27 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dibutuhkan. Selain itu juga terdapat meja untuk melaksanakan transaksi pemesanan
obat dan penukaran faktur, serta penyerahan giro saat waktu pembayaran tiba. Di
ruangan ini pun terdapat meja untuk APA melakukan kegiatan administrasi.
3.2.6 Gudang
Obat-obatan di simpan di dalam gudang dengan penyimpanan yang bersekat-
sekat dimana obat disusun berdasarkan bentuk sediaan dan secara abjad dengan
menggunakan sistem FIFO (First In First Out). Ruangan ini juga dilengkapi dengan
komputer untuk memasukkan persediaan barang barang.
Universitas Indonesia
oleh APA. Pengadaan perbekalan farmasi ini dilaksanakan melalui pembelian secara
tunai maupun kredit.
Dari hasil print out pengeluaran barang-barang dalam satu hari, petugas
bagian pembelian melakukan pencatatan barang-barang yang akan dibeli, yaitu
barang-barang yang jumlahnya sudah di bawah atau mendekati stok minimum serta
barang-barang yang bersifat fast moving walaupun belum mencapai stok minimum.
Stok minimum ditetapkan berdasarkan hasil penjualan pada bulan sebelumnya atau
trend penjualan. Bagian pembelian ini mengelompokkan obat atau barang yang
dipesan sesuai dengan nama distributor. Surat Pesanan (SP) yang dibuat
ditandatangani oleh APA dan SP ini akan diambil langsung oleh salesman pada pagi
hari. Untuk pemesanan cito disampaikan melalui telepon, dimana SP menyusul ketika
barang diantar. Pada hari yang sama di sore harinya, barang-barang yang dipesan
diantarkan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan barang. Petugas
bagian penerimaan barang memeriksa keadaan fisik barang, tanggal kadaluarsa, jenis
dan jumlah barang sesuai dengan faktur. Petugas akan menandatangani dan
memberikan stempel apotek pada faktur asli dan salinan faktur apabila barang yang
diterima sesuai dengan pesanan. Faktur asli dikembalikan kepada distributor dan dua
lembar salinannya diberikan masingmasing pada Asisten Apoteker yang bertugas di
bagian gudang dan bagian input data. Contoh surat pesanan dan faktur dapat dilihat
pada lampiran 12 dan 13.
resep dokter. Acuan yang dipakai untuk formula standar ini adalah Farmakope
Belanda. Beberapa obat racikan yang dibuat di apotek Rini, antara lain OBH, Boor
Zalf, AAV Zaff I, Liquor Faberi, rivanol 1%, alkohol 70%, gargarisma khan, Lotio
Calamine, bedak salisilat. Pembuatan sediaan anmaak ini berdasarkan nilai stok
minimum yang ada.
3.4.1.4 Penjualan
Kegiatan penjualan pada apotek Rini, antara lain melayani penjualan resep
tunai, resep kredit, penjualan OTC, kosmetik, dan lainya.
a. Penjualan Resep Tunai
Penjualan obat berdasarkan resep dokter kepada pasien dengan pembayaran
tunai, debit atau kartu kredit disebut penjualan resep tunai. Alur pemesanan
tunai dapat dilihat pada Gambar 3.1.
b. Penjualan Resep Kredit
Penjualan yang dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama yang disepakati
antara perusahaan/instansi (baik pemerintah maupun swasta) dengan apotek
Rini disebut penjualan resep kredit. Pembayaran dilakukan dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sebelumnya, biasanya penagihan
dilakukan pada akhir bulan. Perusahaan/instansi dan rumah sakit yang bekerja
sama dengan apotek Rini antara lain IAI, Tarakanita, Dino Indria, PT.
Triyasa, RS. Mitra Kemayoran, RS. Mitra Kelapa Gading, dan RS.
Rawamangun. Alur pengerjaan pelayanan resep kredit tidak berbeda dengan
resep tunai, tetapi resep kredit memiliki penomoran tersendiri yang berbeda
untuk tiap perusahaan/instansi. Alur penjualan resep kredit dapat dilihat pada
Gambar 3.2.
c. Penjualan Over The Counter (OTC)
Kegiatan penjualan bebas meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas,
sediaan anmaak, obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi, susu dan alat
kesehatan. Alur pelayanan OTC dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
39 Universitas Indonesia
pasien untuk melakukan penarikan tunai ketika dibutuhkan. Denah lokasi Apotek
Rini dapat dilihat pada Lampiran 6.
Bangunan dan fasilitas yang baik juga merupakan faktor yang cukup
penting guna mencapai pelayanan kefarmasian yang baik. Apotek Rini memiliki
bangunan dengan kondisi dan tata letak yang baik, juga fasilitas yang cukup
memadai. Pada bagian depan halaman Apotek Rini terdapat papan nama Apotek
Rini dan penambahan slogan “Siap Melayani Anda, Kapanpun Anda Perlu”
dengan tulisan berwarna merah dan hitam dengan latar putih yang menghadap
kedua arah jalan, sehingga dapat terlihat dari kedua arah. Pada bagian depan
gedung apotek juga terpasang papan nama “Apotik Rini” dengan tulisan putih
yang kontras dengan nuansa cat bangunan yang kehijauan, dan dilengkapi dengan
lampu penerangan yang dinyalakan saat hari mulai gelap. Komposisi warna, besar
papan, besar huruf, penerangan dan juga letak papan nama sudah sangat baik
sehingga masyarakat dapat segera mengetahui dan tertarik akan keberadaan
Apotek Rini. Selain itu, disain sisi depan gedung Apotek Rini terbuat dari kaca
tembus pandang sehingga pasien dari luar dapat melihat bagian dalam apotek juga
merupakan faktor penting untuk menarik pelanggan. Pada halaman depan Apotek
Rini juga terdapat lahan parkir yang cukup untuk 8 - 10 mobil dan 30 – 40 sepeda
motor, sehingga memudahkan pasien yang membawa kendaraan pribadi untuk
parkir di lokasi apotek, bahkan diberikan penutup pada jok motor pasien agar jok
motor tidak terlalu panas ketika parkir di siang hari.
Gambar 4.1. Halaman dan bangunan Apotik Rini tampak dari depan.
Gambar 4.2. Papan nama Apotek Rini yang dapat dilihat dari kedua arah jalan.
Untuk tata ruang, Apotek Rini terbagi menjadi 3 ruang, yaitu ruang depan,
ruang dalam, dan ruang samping. Tata ruang ini dapat dilihat pada lampiran 7.
Ruang administrasi dan keuangan serta ruang pimpinan terdapat di bagian
samping apotek. Sementara itu, ruang depan apotek berfungsi sebagai tempat
penerimaan resep, penyerahan obat, etalase penyimpanan dan pelayanan obat
bebas, kasir dan ruang tunggu. Jumlah kursi di ruang tunggu sudah dirasa cukup
jika dilihat dari jumlah pelanggan yang datang setiap harinya dan ditunjang juga
dengan waktu pelayanan baik obat bebas maupun resep yang dibutuhkan tidak
terlalu lama sehingga pengunjung yang menunggu tidak akan menumpuk untuk
dilayani pun dan dapat bergantian. Ruang tunggu selalu terjaga bersih dan
dilengkapi pendingin ruangan sehingga pengunjung merasa sejuk dan nyaman
selama menunggu obat disiapkan. Fasilitas televisi juga diberikan untuk pasien di
ruang tunggu sehingga pelanggan tidak merasa jenuh ketika menunggu antrian
obat. Ruang tunggu dirancang menghadap ke etalase obat bebas memudahkan dan
menarik pengunjung untuk melihat barang yang dipajang di dalamnya.
Kemudahan pengunjung untuk melihat dan memilih obat bebas yang diperlukan
ini memiliki efek positif terhadap apotik karena dapat meningkatkan penjualan.
Ruang dalam Apotek Rini berfungsi sebagai ruang kerja, ruang
penyimpanan obat, ruang peracikan baik untuk sediaan solid (puyer, kapsul)
maupun semi solid atau cair. Dari segi luas, ruang dalam Apotek Rini dapat
dikatakan cukup memadai untuk menunjang kenyamanan dan efektifitas fungsi
serta aktivitas yang ada. Ruang dalam juga dilengkapi pendingin ruangan untuk
g. Alat kesehatan, seperti syringe, pipet, kit pengukur kadar gula darah, dsb
juga disimpan pada lemari khusus.
h. Sebagian besar obat OTC, terutama yang bersifat fast-moving, biasanya
diletakkan di rak obat pada ruang luar.
berwenang merujuk pasien serta PBF dan apotek lain yang dapat membantu
Apotek Rini apabila membutuhkan obat dengan segera saat stok kosong.
Faktor lain yang menunjang keberhasilan Apotek Rini selain lokasi yang
strategis dan persediaan yang terbilang lengkap ialah adanya layanan 24 jam dan
layanan antar (delivery service). Untuk pelanggan yang tidak dapat datang ke
apotek untuk membeli obat ataupun alat kesehatan dapat melakukan pemesanan
barang dengan mudah melalui fax yang kemudian barang akan di antar ke rumah
pasien. Selain itu, harga yang ditetapkan cukup bersaing sehingga terjangkau oleh
masyarakat.
Sistem pengambilan obat dilakukan secara FIFO (First In First Out) yaitu
dengan menempatkan obat yang baru datang di atasnya, kemudian pegawai yang
akan mengambil barang dari gudang hendaknya mengambil barang yang terletak
paling bawah. Namun, karena resep yang masuk ke Apotek Rini tidak sedikit
terkadang pegawai mengambil obat yang terletak di atas tanpa memperhatikan
sistem FIFO, hal tersebut dilakukan untuk mempercepat pelayanan obat.
Meskipun sistem pengambilan obat tidak dilakukan secara FEFO (First Expired
First Out), pegawai apotek tetap memerhatikan kadaluarsa obat. Barang atau obat
yang sudah mendekati masa kadaluwarsa, dapat dikembalikan ke PBF sesuai
dengan kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya. Setiap harinya, resep yang
masuk dibagi menjadi empat bagian yaitu resep malam, pagi, sore, dan narkotik.
Resep narkotik adalah resep yang mengandung obat golongan narkotik dan
psikotropik seperti diazepam, kodein, dan lain lain. Resep disimpan di apotek
selama tiga tahun kemudian selanjutnya akan dimusnahkan. Karena resep yang
masuk ke apotek sangat banyak maka resep yang disimpan di apotek hanya resep
setahun terakhir sedangkan resep dua tahun sebelumnya disimpan di dalam
gudang.
Kegiatan pelayanan resep dilakukan mulai dari bagian penerimaan resep
dari pasien yang memeriksa kelengkapan resep serta ketersediaan obatnya melalui
komputer. Jika obat tidak tersedia, pihak apotek bertanya kepada pasien apakah
ingin diganti dengan obat dagang dengan pabrik lain atau ingin menunggu obat
hingga datang atau tidak. Setelah itu, pasien membayar resep dan mendapatkan
struk pembayaran yang disertai dengan nomor antrian resep. Resep yang sudah di-
input ke komputer tersebut kemudian ditulis nomor transaksi dan jumlah harga
yang dibayar oleh pasien pada lembar HTKP (Harga, Timbang, Kemas, dan
Penyerahan) dan resep disatukan dengan lembar tersebut. Setelah itu lembaran
resep dimasukkan ke ruang peracikan, diberikan cap tanggal dan segera
diambilkan obatnya oleh orang yang berbeda dan diproses jika memerlukan
peracikan. Karyawan lain selanjutnya memberikan etiket pada obat, membuat
copy resep dan kuitansi jika diperlukan. Kemudian diserahkan ke bagian
pengecekan akhir (posus) untuk dicek lebih lanjut apakah obat yang diambil telah
sesuai dengan yang tertera dalam resep yang dikerjakan oleh pegawai yang
berbeda pula. Tiap tahap dalam proses pelayanan resep tersebut dilakukan oleh
orang yang berbeda dengan tujuan memperkecil resiko terjadinya kesalahan serta
meningkatkan kerjasama antar pegawai. Pegawai yang terlibat dalam tiap tahap
pelayanan resep wajib mencantumkan namanya dalam lembar HTKP, sehingga
mempermudah penelusuran apabila ada kesalahan pemberian harga, peracikan,
pemberian etiket atau komplain lain dari pelanggan. Tidak hanya itu, dilakukan
juga rotasi pegawai yang menangani tiap tahap tersebut agar memperkaya
pengalaman kerja masing-masing pegawai.
Semua aktivitas apotek, baik kegiatan pelayanan kefarmasian, administrasi
dan pemeliharaan sarana dan prasarana apotek tidak akan terlaksana dengan baik
tanpa adanya sumber daya manusia yang kompeten, profesional, terampil, dan
dapat dipercaya. APA yang bekerja di Apotek Rini dalam menjalankan kegiatan
tersebut dibantu oleh beberapa orang pegawai yang terdiri dari satu orang
Apoteker Pendamping, satu orang Asisten Apoteker, serta kurang lebih 70 tenaga
teknis kefarmasian yang terbagi dalam bagian administrasi dan keuangan, kasir,
kurir, juru resep, skrining resep yang diterima untuk mengetahui ketersediaan obat
dan pemberian harga serta pelayanan informasi obat, pemeriksaan akhir (polisi
khusus), peracikan, pemberian etiket dan pengemasan. Jam kerja dibagi menjadi
tiga shift, yaitu shift pagi (pukul 08.00-15.00), shift sore (pukul 15.00 – 21.00),
dan shift malam (pukul 21.00 - 08.00 keesokan hari). Jumlah pegawai lebih
banyak dipusatkan pada shift pagi dan sore di mana merupakan jam ramai apotek,
dibandingkan shift malam.
5.1. Kesimpulan
Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dilaksanakan pada tanggal
2 April hingga 26 Mei 2014 di Apotek Rini, dapat diambil kesimpulan
bahwa :
a. Apoteker berperan dalam melaksanakan kebijakan pengawasan dan
pengendalian kegiatan di Apotek serta menjamin penggunaan obat yang
rasional.
b. Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan apotek, baik teknis
(mengatur perencanaan, pengadaan, pendistribusian, dan penyimpanan)
dan non-teknis (pengelolaan modal dan sarana, administrasi dan
keuangan, serta sumber daya manusia) kefarmasian.
5.2 Saran
a. Desain interior dan eksterior dari Apotek Rini perlu diperbaharui dan
diperindah agar memberikan kesan apotek yang lebih bersih dan
menambah kenyamanan dari konsumen itu sendiri.
b. Diperlukannya peningkatan kedisiplinan pada karyawan dalam
meletakkan obat-obatan kembali ke tempat semula agar dapat
memudahkan dan mempercepat kerja karyawan itu sendiri dalam
pencarian obat.
c. Efisiensi dan efektivitas kerja karyawan harus selalu dipertahankan agar
dapat mempertahankan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek Rini
dan meningkatkan kepercayaan di mata masyarakat.
61
DAFTAR ACUAN
Daris, Azwar. (2011). Pengantar Hukum dan Etika Farmasi. Duwo Okta
Tangerang Umar. (2009). Manajemen Apotek Praktis. Wira Putra
Kencana.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
B. Anti Spasmodik
Papaverin/Hiosin butil-bromide/ Kejang Maksimal 20
Altropin SO4/ekstrak beladon saluran cerna tablet
Anti mual
Metoklopramid HCl Mual, muntah Maksimal 20 Bila mual
tablet muntah
berkepanjangan,
pasien dian-
jurkan agar
kontrol ke
dokter
Laksan
Bisakodil Supp. Konstipasi Maksimal 3
supp.
Universitas Indonesia
B. Antihistamin
1. Mebhidrolin Antihistamin/ Maksimal 20 tablet
alergi
2. Pheniramin hydrogen Antihistamin/ Maksimal 20 tablet
maleat alergi Biasa 3 tablet lps.
lambat.
3. Dimethinden maleat Antihistamin/
alergi
4. Astemizol Antihistamin/
alergi
5. Oxomenazin Antihistamin/
alergi
6. Homochloryclizin HCl Antihistamin/
alergi
7. Dexchlorpheniramine Atihistamin/
alergi
VI Antiparasit Obat Cacing
1. Mebendazol Cacing kremi, Maksimal 6
tambang, tablet
gelang, Sirup 1 botol
cambuk
V Obat kulit A. Antibiotik
tropikal 1. Tetrasiklin/Oksitetrasiklin Infeksi Maksimal 1
bakteri pd. tube
kulit (lokal)
2. Kloramfenikol Infeksi Maksimal 1
bakteri pd. tube
kulit (lokal)
3. Framisetina SO4 Infeksi Maksimal 2
bakteri pd. lembar
kulit (lokal)
Infeksi
4. Neomisin SO4 bakteri pd. Maksimal 1
kulit (lokal) tube
5. Gentamisin SO4 Infeksi Maksimal 1
bakteri pd.
kulit (lokal) tube
6. Eritromisin Acne
Vulgaris Maksimal 1
botol
Kortikosteroid
B. Alergi dan
1. Hidrokortison peradangan Maksimal 1
local tube
Universitas Indonesia
C. Antiseptik lokal
Heksaklorofene Desinfeksi Maksimal 1
kulit botol
D. Anti fungi
1. Mikonazol nitrat Infeksi jamur Maksimal 1
lokal tube
2. Nistatin Infeksi jamur Maksimal 1
lokal tube
3. Tolnaftat Infeksi jamur Maksimal 1
lokal tube
4. Ekonazol Infeksi jamur Maksimal 1
lokal tube
E. Anestesi lokal
1. Lidokain HCl Anestetikum Maksimal 1
lokal tube
G. Pemucat kulit
1. Hidroquinon Hiperpigmen- Maksimal 1
tasi kulit tube
2. Hidroquinon dgn. PABA Hiperpigmen- Maksimal 1
tasi kulit\ tube
Universitas Indonesia
NAMA GENERIK
NO. GOLONGAN SEMULA GOLONGAN BARU PEMBATASAN
OBAT
1. Aminophylline Obat keras dalam substansi/ Obat bebas Terbatas
Obat
Wajib Apotik
(suppositoria)
2. Benzoxonium Obat keras Obat bebas Terbatas Sebagai obat luar untuk mulut dan
6. Chlorhexidin Obat keras Obat bebas Terbatas Sebagai obat luar untuk antiseptik
11. Hexetidine Obat keras/Obat Wajib Apotik Obat Bebas Terbatas Sebagai obat luar untuk mulut dan
12. tenggorokan (Kadar < 0.1%).
Ibuprofen Obat Keras Obat Bebas Terbatas Tablet 200 mg, kemasan tidak
lebih dari 10 tablet
Universitas Indonesia
13. Lidocain Obat Keras Obat Bebas Terbatas Anestetik mulut dan tenggorokan
14. Mebendazol Obat Keras/Obat Apotik Obat Bebas Terbatas Semua materi untuk promosi
Wajib harus
mengemukakan resiko bahaya
obat.
Obat semprot hidung
17. Tolnaftate Obat Keras/Obat Apotik Obat Bebas jamur lokal (Kadar < 1%)
Wajib
18. Triprolidine Obat Keras Obat Bebas Terbatas
Universitas Indonesia
Benorilate 10 tablet
5. Carbinoxamin 10 tablet
Universitas Indonesia
Piratiasin
24. kloroteofilin 10 tablet
Universitas Indonesia
JUMLAH MAKSIMAL
NO KELAS TERAPI NAMA GENERIK OBAT INDIKASI TIAP JENIS OBAT PER CATATAN
PASIEN
1 Saluran pencernaan 1. Famotidin Antiulkus Maksimal 10 tablet 20 mg/40 Pemberian obat hanya atas dasar
dan metabolisme Peptik mg pengobatan ulangan dari dokter
Universitas Indonesia
Kombiak IV
Fase lanjutan Sebelum fase lanjutan, penderita
- Isoniazid 600 mg harus kembali ke dokter
- Rifampisin 450 mg
- Etambutol 1250 mg
Universitas Indonesia
JUMLAH MAKSIMAL
NO KELAS TERAPI NAMA GENERIK OBAT INDIKASI TIAP JENIS OBAT PER CATATAN
PASIEN
- Isoniazid 600 mg harus kembali ke dokter
- Rifampisin 450 mg
4 Sistem 1. Alopunnol Antigout Maksimal 10 tablet 100 mg Pemberian obat hanya atas dasar
Muskuloskeletal pengobatan ulangan dari dokter
2. Diklofenak natrium Antiinflamasi Maksimal 10 tablet 25 mg Pemberian obat hanya atas dasar
dan antirematik pengobatan ulangan dari dokter
3. Kloramfenikol Obat mata Maksimal 1 tube 5 gr atau Pemberian obat hanya atas dasar
botol 5 ml pengobatan ulangan dari dokter
4. Kloramfenikol Obat telinga Maksimal 1 botol 5 ml Pemberian obat hanya atas dasar
pengobatan ulangan dari dokter
Universitas Indonesia
JUMLAH TIAP
NO KELAS TERAPI NAMA GENERIK OBAT INDIKASI JENIS OBAT PER CATATAN
PASIEN
I Obat Saluran Cerna A. Antasida + sedatif/ spasmodic
1. Al. oksida, Mg. trisilikat + Hiperasiditas lambung, Maksimal 20 tablet
Papaverin HCl, gastritis yang disertai
Klorfiazepoksid dengan ketegangan
2. Mg. trisilikat, Al. oksida +
Papaverin HCl +
Klordiazepoksid +
Diazepam + Sodium
Bikarbonat
3. Mg. trisilikat, Al.
hidroksida + Papaverin
HCl, Diazepam
4. Mg. Al. silikat +
Beladona + Klordiaze-
poksid + Diazepam
5. Al. oksida, Mg. oksida + Hipermotilitas dan kejang Maksimal 20 tabel
Hiosiamin HBr, Atropin saluran cerna akibat
SO4, Hiosin HBr hiperasiditas lambung
6. Mg. trisilikat, Al. dengan gastritis
Hidroksida + Papaverin
HCl
7. Mg. trisilikat, Al. hidroksida
+ Papaverin HCl,
kiordiazepoksid + Beladona
8. Mg. karbonat, Mg. oksida,
Al. hidroksida +
Papaverin HCl, Beladona
9. Mg. oksida, Bi. Subnitrat
+ Beladona, Papaverin,
Klordiazepoksid
10. Mg. oksida, Bi. Subnitrat
Universitas Indonesia
+ Beladona,
Klordiazepoksid
JUMLAH TIAP
NO KELAS TERAPI NAMA GENERIK OBAT INDIKASI JENIS OBAT PER CATATAN
PASIEN
11. Mg. trisilikat, akukol +
Papaverin HCl, Beladona,
Klordiazepoksid
B. Antispasmodic +Analgesik
Metampiron, Hiosine
butilbromid, Diazepam
II Obat mulut dan Heksitidin Sariawan, radang Maksimal 1 botol
tenggorokan tenggorokan
III Obat saluran nafas A. Obat Asma
Aminofilin supositoria Asma Maksimal 3 Pemberian obat asma hanya atas dasar
supositoria pengobatan ulangan dari dokter
B. Sekretolitik, Mukolitik
Bromheksin Mukolitik Maksimal 20 tablet
Sirup 1 botol
IV Obat yang A. Analgetik Antipiretik
mempengaruhi
sistem
neuromuskular 1. Glafenin Sakit kepala/gigi Maksimal 20 tablet
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Kwitansi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
Lampiran 11. Struktur Organisasi Apotek Rini
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
Lampiran 12. Contoh Surat Pesanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
86
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
87
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
88
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
89
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
90
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
91
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
92
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
93
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
94
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Fransiska Liliani Nugroho, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ANGKATAN LXXVIII
ANGKATAN LXXVIII
iii
Gambar 4.1. Jumlah resep dari tiap senyawa obat laksatif yang
diresepkan, baik bagi pasien pediatri maupun
pasien dewasa, selama periode bulan Maret 2014 ....................... 23
iv
vi
1 Universitas Indonesia
1.2. Tujuan
1. Mencatat dan mengetahui jumlah resep yang mengandung obat laksatif
yang masuk ke Apotek Rini selama periode bulan Maret 2014 dan
presentasenya dibandingkan total resep keseluruhan selama periode bulan
Maret 2014.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4 Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mudah larut air akan cepat melarut dalam cairan saluran cerna dan membentuk
bahan gel yang mengembang dalam usus. Sebaliknya makanan berserat yang tidak
larut air akan melewati usus tanpa mengalami perubahan. Serat yang berbentuk
besar (bulk) akibat mengembang tersebut bersifat lunak karena meningkatkan
retensi air. Hal ini akan mencegah terjadinya tinja yang keras dan kering yang
lebih sulit melewati usus. Ukuran besar dari tinja juga merangsang gerakan
motilitas usus dan perenggangan rektum. Serat juga berhubungan erat dengan
proliferasi bakteri kolon yang memproduksi gas di dalam tinja (Tabbers, Boluyt,
Berger, & Benninga, 2011).
Baik anak-anak maupun orang dewasa sekarang ini terlalu banyak
mengonsumsi makanan yang sudah dibersihkan dan diproses, di mana serat
alamiahnya sudah dibuang. Sebagai contoh, rata-rata orang Amerika makan 5 – 10
gram makanan berserat setiap harinya. Padahal dalam sehari dibutuhkan 20 – 35
gram yang dianjurkan oleh the American Dietetic Association. Dengan diet yang
tinggi serat hingga mencapai jumlah antara 20-30 gram/hari, banyak pasien
dengan konstipasi memperlihatkan respon yang positif dengan proses dan
frekuensi defekasi cenderung normal. Perlu diingat bahwa suplementasi serat
bukan terapi yang tepat bagi pasien dengan lesi obstruktif traktus gastrointestinal
atau bagi pasien penyakit megakolon atau megarektum (Slavin, 2013).
Universitas Indonesia
a. Derivat selulosa
Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui saluran cerna
sehingga tidak menimbulkan efek sistemik. Dalam cairan usus, metilselulosa
akan mengembang membentuk gel emolien atau larutan kental, yang dapat
melunakkan tinja. Residu yang tidak dicerna juga akan merangsang peristaltik
usus secara refleks. Efek pencahar diperoleh 12-24 jam setelah adminstrasi, dan
efek maksimal setelah beberapa hari pengobatan. Pada beberapa pasien bisa
terjadi obstruksi usus atau esofagus, oleh karena itu metilselulosa tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan mengunyah. Metilselulosa digunakan
untuk melembekkan feses pada pasien yang tidak boleh mengejan, misalnya
pasien dengan hemoroid (Daniels, et al., 2013). Sediaan adalam bentuk bubuk
atau granula 500 mg, tablet atau kapsul 500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500 mg /
hari, sedangkan dosis dewasa 2-4 kali 1,5 g / hari. Dapat pula mengonsumsi
yoghurt yang mengandung metilselulosa serta bakteri asam laktat Lactobacillus
bulgarius dan Streptococcus thermophillus (Slavin, 2013).
Derivat selulosa lainnya ialah natrium karboksimetilselulosa (CMC Na).
Senyawa ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan metilselulosa, hanya saja
tidak larut dalam cairan lambung dan bisa digunakan sebagai antasid. Sediaan
dalam bentuk tablet 0,5 g dan 1 g, atau kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6
g.
b. Psilium
Psilium, berasal dari Plantago ovata, merupakan substansi hidrofilik
yang membentuk gelatin bila bercampur dengan air. Psilium sekarang telah
digantikan dengan preparat yang lebih murni dan ditambahkan musiloid. Pada
penggunaan kronik, psilium dikatakan dapat menurunkan kadar kolesterol darah
karena mengganggu absorbsi asam empedu (Daniels, et al., 2013).
Dosis yang dianjurkan 1-3 kali sehari 3-3,6 gram dalam 250 ml air atau
sari buah. Contoh produknya ialah Mulax® yang mengandung 7 gram Pysillium
hydropolic muciloid. Sediaan berupa serbuk sachet 11 gram. Selain itu, ada
Mucofalk® yang mengandung 5 gram Isphagula husk (ekstraksi dari Plantago
isphagula). Sediaan berupa 1 serbuk sachet 20 gram. Ada pula Vegeta® yang
Universitas Indonesia
mengandung 5,52 gram Psyllium Husk dan 2,88 gram Inulin Chicory. Sediaan
berupa serbuk 8,4 gram dalam sachet.
c. Agar-agar
Merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak dicerna
dan tidak diabsorbsi. Agar-agar yang biasa dibuat merupakan pencahar
pembentuk massa yang mudah diperoleh (Daniels, et al., 2013).. Dosis yang
dianjurkan ialah 4-16 g per hari untuk dewasa. Contoh produknya ialah agar-
agar Swallow® yang mengandung karagenan (diekstraksi dari rumput laut).
Sediaan berupa kemasan tepung agar-agar 7 gram. Ada pula Nutrijell® yang
mengandung konyaku dan karagenan. Sediaan berupa kemasan tepung agar-
agar 10 gram, 15 gram.
paru-paru (Beck, 2008). Bahan ini juga akan menurunkan penyerapan dari
zat yang larut dalam lemak, seperti vitamin A dan D. Contoh produk
komersial yang beredar di Indonesia ialah Kompolax® yang mengandung
Liquidum parafin 1,5 gram, fenolftalein 75 mg, dan gliserin 1 gram.
Sediaan berupa emulsi 60 mL, 115 mL. Dosis yang dianjurkan untuk
dewasa adalah 10 ml per hari.
Selain minyak mineral, golongan ini juga mencakup senyawa
surfaktan yang juga dapat berperan dalam melunakkan feses. Surfaktan
bekerja dengan menurunkan tegangan pada permukaan feses, sehingga
memudahkan penetrasi air ke dalam feses agar menjadikan feses lebih
lunak. Feses akan menjadi lunak 24-48 jam setelah administrasi. Tak
hanya air, surfaktan juga dapat meningkatkan dispersi serat tidak larut air
dalam feses sehingga jumlah serat yang meningkat akan merangsang
reaksi alamiah dari usus besar untuk membantu melunakkan feses agar
lebih mudah dikeluarkan oleh tubuh (Singh & Rao, 2010). Surfaktan yang
digunakan sebagai pelunak feses ialah golongan dukosat yang dapat
menambahkan jumlah air yang mampu diserap oleh feses. Contoh produk
komersialnya ialah Laxatab® yang mengandung 50 mg Natrium
dioktilsulfosuksinat (Na-dokusat), sediaan berupa 1 strip 6 tablet.
3. Laksatif Stimulan
Laksatif stimulan, seperti, turunan dari difenilmetan seperti
fenolftalein dan bisakodil, derivat antrakinon (senna, kaskara,
dihidroksiantrakinon), dan minyak kastor (minyak jarak), bekerja dengan
cara merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos intestinal,
sehingga meningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus (Emmanuel,
2011). Lebih lanjut, laksatif stimulan membantu sintesis prostaglandin dan
siklik AMP, di mana hal ini akan meningkatkan sekresi elektrolit.
Penghambatan sintesis prostaglandin dengan indometasin menurunkan
efek obat golongan ini terhadap sekresi air. Pencahar jenis ini juga sering
dipakai untuk menggosongkan usus besar sebelum proses diagnostik dan
untuk mencegah atau mengobati konstipasi yang disebabkan karena obat
Universitas Indonesia
b. Derivat Difenilmetan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
c. Derivat Antrakinon
Efek pencahar golongan ini bergantung pada antrakinon yang
dilepaskan dari ikatan glikosidanya. Setelah pemberian oral, sebagian
glikosida akan diabsorbsi, sedangkan sisanya akan dihidrolisis oleh enzim
dan flora usus menjadi bentuk antrakinon bebas dan bekerja sebagai
pencahar di kolon. Efek antrakinon yang tidak diinginkan adalah efek
pencahar yang berlebihan. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI sehingga
bisa mempengaruhi bayi yang disusui. Melanosis kolon bisa terjadi,
namun bisa menghilang dengan penghentian pemakaian obat selama 4-12
bulan (Emmanuel, 2011).
Senyawa laksatif komersial yang beredar di pasaran ialah
dihidroksi antrakinon, yang dijual dengan merek dagang Danthron®.
Danthron® mengandung lebih banyak antrakinon bebas daripada bentuk
glikosidanya. Sediaan dalam tablet 75 mg, dosis harian 75-150 mg, dann
dijual dalam bentuk kaleng berisi 1000 tablet. Senyawa lainnya yang
tergolong dalam laksatif jenis ini ialah kaskara sagrada, yang berasal dari
kulit pohon Rhamnus purshiana. Efek samping adalah pigmentasi mukosa
kolon. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI. Dosis harian 100-300 mg.
Sediaan dalam bentuk sirup, eliksir, tablet 125 mg.
Selain itu, ada senna yang berasal dari daun atau buah Cassia
acutifolia atau Cassia angustifolia dengan bentuk glikosida senosida A
dan B. Efek samping pada penggunaan lama akan menyebabkan kerusakan
neuron mesenterik (Bellini, et al., 2014). Dosis harian yang
direkomendasikan ialah 0,5 - 2 gram. Beberapa produk yang mengandung
senna ialah Laxing® tea yang mengandung ekstrak daun senna 1600 mg,
lidah buaya 100 mg, daun teh 300 mg (sediaan berupa 1 dus berisi 15 teh
celup x 2 gram) dan Eucarbon® yang mengandung senna dan karbon
(adsorben) dan dijual dalam bentuk 1 strip 6 tablet.
d. Natrium pikosulfat
Natrium pikosulfat bekerja sebagai laksatif stimulan ringan
(Hinkel, Schuijt, & Erckenbrech, 2008). Efek pencaharnya baru muncul 6-
Universitas Indonesia
4. Laksatif Osmotik
Laksatif osmotik bekerja dengan cara mempertahankan sejumlah
besar air tetap berada dalam usus besar, sehingga feses menjadi lunak dan
mudah dilepaskan. Cairan yang berlebihan juga akan meregangkan
dinding usus besar dan merangsang kontraksi. Senyawa yang memiliki
sifat laksatif osmotik ini antara lain ialah garam-garam anorganik (fosfat,
sulfat dan magnesium) dan alkohol organik atau gula
(polietilenglikol/PEG, laktulosa, sorbitol). Laksatif jenis ini adalah
preparat yang sangat lambat diserap bahkan tidak diserap, sehingga terjadi
sekresi air ke dalam intestinum untuk mempertahankan isotonisitas yang
sama dengan plasma. Beberapa pilihan laksatif salin adalah garam-garam
seperti magnesium hidroksida, magnesium sulfat, magnesium sitrat,
sodium fosfat, dan sodium sulfat (Horn, Mantione, Johanson, 2003).
Pencahar ini pada umumnya lebih baik digunakan sebagai
pengobatan daripada untuk pencegahan. Bahan ini juga dipakai untuk
mengosongkan usus sebelum pemeriksaan rontgen pada saluran
pencernaan dan sebelum kolonoskopi. Beberapa bahan osmotik yang
memiliki kandungan natrium atau magnesium dapat berisiko menyebabkan
retensi (penahan) cairan pada penderita penyakit ginjal atau gagal jantung,
terutama jika diberikan dalam jumlah besar. Sedangkan sebagian dari
bahan osmotik yang memiliki kandungan magnesium dan fosfat dapat
diserap ke dalam aliran darah dan berbahaya untuk penderita gagal ginjal
(Gordon, Naidoo, Akobeng & Thomas, 2013).
Beberapa jenis senyawa laksatif osmotik, antara lain :
a. Garam magnesium (MgSO4 atau garam inggris)
Universitas Indonesia
b. Garam Natrium
Ion natrium dapat mengikat air sehingga dapat mempertahankan air
tetap berada di kolon. Sam seperti garam magnesium, preparat ini tidak
boleh diberikan pada pasien gagal ginjal (Singh & Rao, 2010). Sediaan
yang ada contohnya ialah Fleet® yang mengandung Na-fosfat monobasa
dan Na-fosfat dibasa dengan komposisi yang berbeda pada bentuk sediaan
enema/supositoria (19 gram; 7 gram) dan bentuk larutan oral Fleet®
Phosposoda (2,4 gram; 0,9 gram). Dosis hariannya ialah 20-45 ml.
Sedangkan merk lainnya ialah Fosen® enema dengan kandungan jumlah
zat aktif yang sama dengan Fleet® enema.
c. Laktulosa
Laktulosa adalah disakarida semisintetik yang tidak dipecah oleh
enzim usus (fruktosidase) dan tidak diabsorbsi di usus halus. Karbohidrat
yang tidak terserap tersebut menjadi substrat bagi proses fermentasi
bakteri kolon yang akan diubah menjadi hidrogen, metana, karbon
dioksida, air, asam dan asam lemak rantai pendek. Selain sebagai agen
osmotik, produk-produk ini juga menstimulasi motilitas dan sekresi
intestinum. Sayangnya, proses tersebut juga akan mengakibatkan rasa
kembung dan tidak nyaman di perut serta flatus, yang menjadi efek
samping yang sering dikeluhkan oleh pasien saat menggunakan laksatif
jenis ini (Rogers, 2003).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Untuk anak-anak yang lebih besar, diet sehari-hari dapat ditambah dengan laksatif
pembentuk massa, contohnya metilselulosa atau laktulosa (Gordon, Naidoo,
Akobeng, & Thomas, 2013). Pada konstipasi berat, contohnya konstipasi kronis,
dapat diberikan suspensi garam magnesium 1-2 ml/kg BB/hari disertai diet tinggi
serat dan latihan defekasi 4-5 kali per hari (Baucke-Loening, 1993). Kekurangan
dari suspensi garam magnesium ialah rasanya kurang disukai oleh anak-anak,
maka dapat dicampur dengan susu atau jus.
Perlu diperhatikan bahwa sebelum terapi diet dan terapi pemeliharaan,
sering kali ada massa feses yang besar dan keras yang tersangkut di dubur anak
akibat tidak melakukan defekasi selama lebih dari 3 hari. Oleh sebab itu perlu
dilakukan pembersihan terlebih dahulu terhadap agar terapi selanjutnya dapat
berlangsung maksimal. Hal yang biasanya dilakukan adalah menggunakan laksatif
dalam bentuk supositoria atau enema di bawah pengawasan dari dokter anak.
Laksatif yang digunakan untuk tujuan ini umumnya merupakan golongan pelunak
feses, terutama minyak mineral. Secara umum, anak-anak di bawah usia 18 bulan
dapat diberikan supositoria gliserin dan PEG. Anak-anak antara 18 bulan dan 9
tahun dapat diberi enema yang mengandung laksatif stimulant dosis rendah. Harus
diingat untuk menghindari penggunaan supositoria atau enema sebagai kebiasaan.
Terapi itu hanya digunakan sebagai 'terapi penyelamatan' jika anak Anda tidak
buang air besar dalam 3-4 hari (Rogers, 2003).
Perlu diingat juga bahwa fokus utama penanganan konstipasi pada anak
yaitu membuat feses yang lunak setiap hari, maka anak diperkirakan perlu minum
obat laksatif untuk jangka waktu yang panjang dan seringkali hingga 4-6 bulan.
Salah satu kesalahan terbesar dalam merawat anak-anak adalah menghentikan
perawatan setelah mereka mulai memiliki feses yang lunak. Jika berhenti terlalu
dini, anak mungkin akan menjadi sembelit atau kambuh lagi. Alih-alih
menghentikan obat-obatan, pada saat anak telah memiliki feses yang lunak atau
mendapat diare, maka dosis harus diturunkan 25%. Jadi, jika anak mengambil 1
sendok suspensi magnesium secara teratur dan mulai memiliki feses yang lunak,
maka dosis diturunkan menjadi 3 / 4 sendok. Intinya, dilarang untuk membuat
terlalu banyak perubahan atau bahkan menghentikan pengobatan hanya
berdasarkan satu kali buang air besar.
Universitas Indonesia
Setelah anak yang terbiasa dengan feses yang lunak, kemudian dapat
dikonsultasikan kepada dokter anak tentang penurunan dosis pencahar yang
digunakan. Hal ini biasanya dilakukan secara bertahap, sering kali penurunan
dosis sebanyak 25% setiap 1-2 bulan. Penting sekali pengobatan dengan laksatif
tetap dikombinasikan dengan diet tinggi serat dan menghindari makanan-makan
yang menyebabkan sembelit selama dan setelah pemberian laksatif dihentikan
(Mason, Tobias, & Lutkenhoff, 2004).
Universitas Indonesia
20 Universitas Indonesia
Resep 1 Resep 2
Dokter : Bara Langi T.,SpA Dokter : (RS Persahabatan)
Pro : Ruben (7 tahun) Pro : Anak Masayu (2 tahun)
Tanggal : 2 Maret 2014 Tanggal : 20 Maret 2014
No. Resep : 46 No. Resep : 38
21 Universitas Indonesia
Resep 3 Resep 4
Dokter : Wawan Kurniawan,SpPD Dokter : Agnes (RS Persahabatan)
Pro : Ny. Kasriah (79 tahun) Pro : Bayi Intan Trisila (1 bulan)
Tanggal : 21 Maret 2014 Tanggal : 12 Maret 2014
No. Resep : 224 No. Resep : 219
Resep 5 Resep 6
Dokter : (RS Persahabatan) Dokter : (RS Persahabatan)
Pro : Ny. Utjih Pro : Anak Dinda (10 tahun)
Tanggal : 29 Maret 2014 Tanggal : 11 Maret 2014
No. Resep : 657 No. Resep : 204
Universitas Indonesia
Gambar 4.1. Jumlah resep dari tiap senyawa obat laksatif yang diresepkan, baik
bagi pasien pediatri maupun pasien dewasa, selama periode bulan
Maret 2014.
Keterangan :
(*) : Merk dagang produk dari zat aktif Laktulosa yang diresepkan selama periode bulan Mei
2014, ialah Lactulax®, Dulcolactol®, Duphalac®, dan Opilax®.
(**) : Merk dagang produk dari zat aktif Na-pikosulfat yang diresepkan selama periode bulan
Mei 2014, ialah Laxoberon® (tetes oral) dan Laxatab® (tablet).
(***) : Merk dagang produk dari zat aktif Bisakodil yang diresepkan selama periode bulan Mei
2014, ialah Dulcolax® (tablet, sirup, suppositoria).
Dapat dilihat pada gambar 4.1 bahwa laktulosa, Na-pikosulfat, dan laksatif
osmotik Microlax® merupakan obat laksatif yang paling sering diresepkan di
Apotik Rini selama periode Maret 2014 pada pasien pediatri (bayi dan anak di
Universitas Indonesia
bawah usia 12 tahun). Berikut ini akan dibahas mengenai karakteristik masing-
masing laksatif tersebut :
a. Laktulosa
Laktulosa merupakan laksatif golongan osmotik berupa disakarida
semisintetik (fruktosa & galaktosa) yang tidak dicerna oleh usus karena tak
adanya enzim fruktosidase, dan juga tidak diabsorbsi di usus halus. Disakarida
yang tidak terserap tersebut kemudian menjadi substrat bagi proses fermentasi
bakteri kolon yang akan diubah menjadi produk utama yaitu asam laktat, serta
asam asetat dan asam format dalam jumlah kecil. Selain itu dihasilkan pula
produk sampingan berupa hidrogen, metana, karbon dioksida, air, dan asam lemak
rantai pendek. Selain sebagai agen osmotik, produk-produk ini juga menstimulasi
motilitas dan sekresi intestinum. Hasil fermentasi tersebut akan meningkatkan
tekanan osmotik pada kolon sehingga meningkatkan retensi air serta membuat
suasana kolon sedikit asam. Akibatnya, terjadi peningkatan kandungan air pada
feses sehingga feses menjadi lebih lunak. Selain itu, volume dari feses juga akan
meningkat sehingga dapat merangsang motilitas usus, mengurangi waktu transit
feses di kolon, dan menginduksi perenggangan rektum (Rogers, 2003)..
Yang perlu diperhatikan ialah produk sampingan fermentasi laktulosa akan
mengakibatkan rasa kembung dan tidak nyaman di perut serta flatus, yang
menjadi efek samping yang sering dikeluhkan oleh pasien saat menggunakan
laksatif jenis ini. Efek pencahar dari laktulosa sendiri baru terlihat 2-3 hari setelah
administrasi, maka kurang tepat diberikan pada pasien yang butuh segera bebas
dari gejala konstipasi. Dosis pemeliharaan harian untuk mengatasi konstipasi
sangatlah bervariasi, biasanya 7-10 gram dosis tunggal maupun terbagi. Kadang-
kadang dibutuhkan dosis awal yang lebih besar, misalnya 20 gram, dan efek
maksimum laktulosa mungkin terlihat setelah beberapa hari (Rogers, 2003;
Mason, Tobias, Lutkenhoff, 2004).
Produk laktulosa yang diresepkan di Apotik Rini selama periode 2014 ialah
Lactulax®, Dulcolactol®, Duphalac®, dan Opilax®. Keempat produk tersebut
memiliki bentuk sediaan berupa sirup yang tiap 5 ml mengandung 3,335 gram
laktulosa. Resep 1 merupakan contoh regimen dosis laktulosa yang diresepkan
Universitas Indonesia
Tabel 4.1. Regimen dosis dari senyawa laksatif yang sering diresepkan bagi
pasien pediatri di Apotik Rini.
Universitas Indonesia
b. Microlax®
Produk yang juga banyak diresepkan bagi pasien pediatri ialah Microlax®,
yang merupakan mengandung Microlax® yang mengombinasikan laksatif
pelunak feses (Natrium lauril sulfoasetat) dan laksatif osmotik (garam natrium
sitrat, alkohol organik PEG, dan gula sorbitol). Komposisinya ialah sebagai
berikut : Natrium lauril sulfoasetat 45 mg, Natrium sitrat 450 mg, Asam sorbat 5
mg, PEG 400 625 mg, Sorbitol 4465 mg. Sediaan Microlax® sendiri berupa
enema 5 ml. Natrium lauril sulfoasetat bekerja sebagai surfaktan yang mampu
menurunkan tegangan pada permukaan feses, sehingga memudahkan penetrasi air
ke dalam feses agar menjadikan feses lebih lunak. Tak hanya air, surfaktan juga
dapat meningkatkan dispersi serat tidak larut air dalam feses sehingga jumlah
serat yang meningkat akan merangsang reaksi alamiah dari usus besar untuk
membantu melunakkan feses agar lebih mudah dikeluarkan oleh tubuh (Singh &
Rao, 2010). Sementara ion natrium dan senyawa alkohol organik bersifat menarik
air, maka sediaan diadministrasikan secara lokal pada rektum, sehingga air tertarik
ke kolon dan menghasilkan mekanisme yang kurang lebih sama dengan laktulosa.
(Gordon, Naidoo, Akobeng & Thomas, 2013).
Keunggulan Microlax® dari produk lainnya ialah bentuk sediaannya yang
berupa enema, yang diadministrasikan secara lokal pada rektum. Oleh sebab itu
efek pencaharnya langsung terlihat 15-20 menit setelah diadministrasikan.
Sementara apabila diadministrasikan secara oral, efek dari pelunak feses seperti
surfaktan Natrium lauril sulfoasetat baru muncul 24-48 jam setelah administrasi
secara oral, sedangkan laksatif osmotik PEG membutuhkan waktu 8-12 jam
setelah admintrasi secara oral. Lebih lanjut, administrasi secara lokal membuat
senyawa laksatif langsung bekerja pada organ sasaran, yaitu kolon dan rektum,
serta meminimalisir absorbsi dan peredaran obat secara sistemik sehingga
mengurangi efek samping (British Medical Association, 2000). Walaupun begitu,
enema kurang nyaman digunakan bagi anak-anak, sementara lebih mudah
diadminstrasikan pada bayi.
Pada resep 2, pasien pediatri berumur 2 tahun diberikan satu enema
Microlax®. Tidak seperti laktulosa, Microlax® tidak membutuhkan dosis
pemeliharaan harian, dan langsung digunakan apabila gejala konstipasi timbul.
Universitas Indonesia
Sayangnya, pada resep tersebut tidak disebutkan apakah satu enema tersebut
digunakan untuk dua kali pemakaian sesuai dengan dosis yang direkomendasikan
(tabel 4.1).
Sementara untuk resep 3, pasien geriatri berusia 79 tahun menerima sirup
laktulosa dosis tinggi (45 ml per hari) dan satu enema Microlax® per hari.
Berdasarkan jurnal review Leung, Riutta, Kotecha, dan Rosser (2014) mengenai
pengobatan laksatif secara empirik pada pasien geriatri, kombinasi agen osmotik
(laktulos pada Lactulax® serta PEG & sorbitol pada Microlax®) dan pelunak
feses (Na-lauril sulfoasetat pada Microlax®) terbukti lebih efektif dibandingkan
pemakaian tunggal masing-masing agen laksatif. Selain itu, mengingat kondisi
pasien manula yang fungsi otot kolon dan rektumnya telah menurun, laksatif
stimulant bukan menjadi lini pertama pengobatan konstipasi pada pasien getriatri
karena kurang berpengaruh pada kontraksi kolon maupun perenggangan rektum.
Agen osmotik berupa ion natrium yang terkandung dalam Microlax® juga
berisiko menimbulkan hipernatremia pada pasien usia lanjut yang fungsi ginjalnya
dikhawatirkan telah menurun, namun hal ini dapat dicegah karena Microlax®
diadministrasikan secara lokal pada anus dan tidak diabsorbsi secara sistemik.
c. Na-pikosulfat
Na-pikosulfat sendiri merupakan laksatif stimulant dengan tingkat efikasi
dan keamanan yang kurang lebih sama dengan bisakodil (Kienzle-Horn, et al.,
2007). Efek pencaharnya baru muncul 6-12 jam setelah administrasi. Efek
penggunaan jangka panjang atau berlebihan ialah kram perut, diare, dehidrasi
akibat ketidakseimbangan cairan atau garam, dan dapat menurunkan level kalium
dalam darah. Oleh sebab itu, pada penggunaan jangka panjang dosis harus
dikurangi (National Health Service England, diakses pada 27 Mei 2014).
Produk dari Na-pikosulfat yang diresepkan di Apotik Rini ialah
Laxoberon® oral drops yang bentuk sediaannya cocok diadministrasikan pada
bayi. Laxoberon® oral drops mengandung 7,5 mg Na-pikosulfat per ml (1 ml
setara dengan 22 tetes). Pada resep 4, pasien bayi berumur 2 bulan menerima 2
tetes Laxoberon® tiap harinya. Dalam satu tetes Laxoberon® oral drops
mengandung 45 mikrogram Na-pikosulfat, maka tiap harinya pasien bayi tersebut
Universitas Indonesia
d. Laxadine®
Laxadine® memiliki komposisi sebagai berikut : liquidum parafin 1,2
gram, phenolphthalein 55 mg, gliserin 378 mg, dan jeli 9,4 mg tiap 5 ml emulsi.
Sediaan berupa emulsi 30 ml, 60 ml, 110 ml. Parafin cair mampu melunakkan
feses dan memudahkannya keluar dari tubuh tanpa merangsang peristaltik usus,
sementara fenolftalein merupakan derivate defenilmetan yang memiliki khasiat
sebagai stimulant otot kolon dan rektum yang akan merangsang motilitas kolon
dan perenggangan rektum. Adanya gliserin sebagai alkohol organik juga mampu
berperan sebagai pencahar osmotik.
Dibandingkan pasien pediatri, Laxadine® banyak diresepkan untuk pasien
dewasa. Hal ini sesuai dengan rekomendasi pada brosur Laxadine® yang
melarang pemberian Laxadine pada anak di bawah usia 6 tahun tanpa konsultasi
dengan dokter anak (dosis rekomendasi dapat dilihat pada tabel 4.1). Dapat
diamati pada resep 5 dan 6 bahwa pemberian dosis Laxadine® bagi pasien dewasa
(10 ml per hari) lebih rendah dibandingkan pemberian dosis bagi pasien anak (10
tahun) dengan dosis 15 ml per hari. Dosis rendah bagi pasien dewasa tersebut
diperkirakan bertujuan bukan untuk mengobati gejala konstipasi, namun lebih
untuk mengosongkan usus besar sebelum pemeriksaan diagnostik (rontgen pada
saluran pencernaan, kolonoskopi, radiologi), operasi, atau melahirkan. Selain itu
regimen dosis Laxadine® bagi pasien dewasa juga disesuaikan dengan keparahan
penyakit, hal ini menjelaskan variasi regimen dosis yang diresepkan (diamati pada
tabel 4.1). Laxadine® sendiri memang tidak direkomendasikan untuk anak di atas
Universitas Indonesia
usia 6 tahun, berarti pasien anak yang berumur 10 tahun pada resep 6 dapat
meminum Laxadine dengan dosis yang telah disesuaikan (dosis yang diresepkan
pada pasien anak tersebut masih masuk ke dalam regimen dosis harian yang
direkomendasikan).
Universitas Indonesia
dan tepat untuk pasien pediatri, sedangkan pemberian Na-pikosulfat perlu diawasi
dokter anak (dosis disesuaikan dengan usia dan berat badan pasien pediatri) dan
dihindari untuk penggunaan jangka panjang.
Perlu diingat bahwa penyebab utama dari konstipasi pada anak umumnya
disebabkan oleh pola makan yang kurang serat dan kurang minum air. Oleh sebab
itu, terapi farmakologis menggunakan laksatif ini tetap berjalan seiringan dengan
penerapan terapi diet tinggi serat dan gaya hidup (banyak minum air dan
berolahraga), serta menghindari makanan-makan yang berisiko menyebabkan
konstipasi selama dan setelah pemberian laksatif dihentikan.
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Total keseluruhan resep selama periode bulan Maret 2014 yang terdapat di
Apotek Rini adalah sebanyak 19.280 lembar dan 58 lembar di antaranya
mencantumkan obat laksatif (0,30%), dengan rincian 7 lembar
diperuntukkan bagi pasien pediatri dengan usia di bawah 12 tahun, 47
lembar untuk pasien dewasa, 1 lembar untuk hewan, dan 3 lembar
merupakan pesanan obat dari instalasi farmasi RS atau apotik lain.
2. Obat laksatif yang sering diresepkan untuk pasien pediatri (bayi dan anak
berusia di bawah 12 tahun) selama periode bulan Maret 2014 ialah
Microlax® enema (3,27%), produk komersial yang mengandung laktulosa
dalam bentuk sirup oral (3,27%), serta produk komersial yang
mengandung Na-pikosulfat dalam bentuk oral drops (3,27%). Sedangkan
obat laksatif yang paling sering diresepkan bagi pasien dewasa ialah
Laxadine® (37,70%).
3. Dosis dan cara pakai dari keempat obat laksatif pada resep-resep periode
bulan Maret 2014 tergolong rasional dan sesuai dengan regimen dosis
yang direkomendasikan. Selain itu, banyak penelitian yang membuktikan
bahwa Microlax® dan senyawa laktulosa terbukti aman diberikan bagi
pasien anak dan bayi dan aman dan menjadi lini pertama pengobatan
konstipasi pada pasien pediatri. Sedangkan Na-pikosulfat dan Laxadine®
kurang aman untuk dijadikan terapi farmakologi jangka panjang.
5.2. Saran
a. Sebagian besar konstipasi pada anak umumnya disebabkan oleh pola
makan yang kurang serat dan kurang minum air. Oleh sebab itu,
pengobatan dengan laksatif tetap perlu dikombinasikan dengan diet tinggi
serat, banyak minum air, dan menghindari makanan-makan yang
menyebabkan sembelit selama dan setelah pemberian laksatif dihentikan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Baker, S.S, Liptak, G.S., Colletti, R.B., et al. (1999). Constipation in infants and
children: evaluation and treatment. J Pediatr Gastroenterol Nutr.,29, 612–
626.
Beck, D. (2008). Evaluation and Management of Constipation. Ochsner J., 8(1):
25–31.
Bellini, M., et al. (2014). Management of chronic constipation in general practice.
Tech Coloproctol., 18(6), 543-9.
British Medical Association. (2000). Patients prefer enemas to laxatives for bowel
preparation. British Medical Journal, 320, 1-4.
Clinical Practice Guideline. (2006). Evaluation and Treatment of Constipation in
Infants and Children: Recommendations of the North American Society
for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition. J Pediatr
Gastroenterol Nutr, 43 (3), 981-1002.
Daniels, G. et al. (2013). Giving laxatives safely and effectively. Medsurg Nurs.,
22(5), 290-6, 302.
Dunnick, J. K. & Hailey, J. R. (1996). Phenolphthalein Exposure Causes Multiple
Carcinogenic Effects in Experimental Model Systems. Cancer Research,
56 (21), 4922–492.
Emmanuel, A. (2011). Current management strategies and therapeutic targets in
chronic constipation. Therap Adv Gastroenterol., 4(1), 37–48.
Gordon, M., Naidoo K, Akobeng A.K., & Thomas, A.G. (2013). Cochrane
Review: Osmotic and stimulant laxatives for the management of childhood
constipation (Review). Evid Based Child Health., 8(1), 57-109.
Hinkel U, Schuijt C, & Erckenbrecht JF. (2008). OTC laxative use of sodium
picosulfate’s results of a pharmacy-based patient survey (cohort study). Int
J Clin Pharmacol Ther. , 46(2), 89-95.
Horn JR, Mantione MM, Johanson JF. (2003). OTC polyethylene glycol 3350 and
pharmacists' role in managing constipation. J Am Pharm Assoc, 52(3),
372-80.
Universitas Indonesia
Kienzle-Horn, et al. (2007). Curr Med Res Opin. 23(4), 691-9. Comparison of
bisacodyl and sodium picosulphate in the treatment of chronic
constipation.
Leung, L., Riutta, T., Kotecha J., & Rosser, W. (2011). Chronic Constipation: An
Evidence-Based Review. Journal of The American Board of Family
Medicine, 24(4), 436-51.
Loening-Baucke, V. (1993). Constipation in early childhood: patient
characteristics, treatment, and longterm follow up. Gut, 34(10),1400-4.
Mason, D., Tobias, N., Lutkenhoff, M. (2004). Stoops, M., & Ferguson, D. The
APN's guide to pediatric constipation management. Nurse Pract., 29(7),
13-21.
Mayo Clinic Health. (2013). Laxatives : Making sense of choices. Mayo Clin
Health Lett., 31(9), 4-5.
National Health Service England. Sodium Picosulfate (Sodium picosulfate default
preparation). (diakses pada 27 Mei 2014 pukul 09.15).
Perkumpulan Gastroentrologi Indonesia (PGI). (2006). Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Konstipasi di Indonesia. Jakarta : PGI.
Rasquin, A., Lorenzo, C., Forbes, D., Guiraldes, E., Hyams, J., Staiano, A,., &
Walke, L. (2006). Childhood Functional Gastrointestinal Disorders:
Child/Adolescent. Gastroenterology, 130 (5), 1527-1537
Redaksi ISO Indonesia. (2013). ISO Indonesia Volume 48 Tahun 2013-2014.
Jakarta : PT ISFI Penerbitan.
Rogers, J. (2003). Management of functional constipation in childhood. Br J
Community Nurs., 8(12), 550-3.
Rome Foundation. (2006). Rome III Diagnostic Criteria for Functional
Gastrointestinal Disorders. North Carolina : Rome Foundation, Inc.
Slavin, J. (2013). Fiber and prebiotics: mechanisms and health benefits. Nutrients,
5(4), 1417-35.
Singh, S. & Rao, S.S. (2010). Pharmacologic management of chronic
constipation. Gastroenterol Clin North Am., 39(3), 509-27.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Rincian resep yang mencantumkan obat laksatif selama periode bulan Maret 2014.
Tgl
Jumlah No.
(Maret Nama Pasien Umur Pasien Nama Obat Dosis per hari Nama dokter/RS/klinik
resep Resep
2014)
1 588 251 Tn. Sukanda Dewasa Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
2 450 46 An. Ruben 7 th Dulcolactol 1 x 2 sendok teh 5 ml dr. Bara Langi T., SpA
214 Kucing Ny. Suyoko - Laxadine 12 x 1/2 sendok teh 5 ml drh. Endang Setyawan
329 Ny. Supartini Dewasa (41 th) Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Dimas R.
3 669 65 Tn. Gunawan Dewasa Lactulax 3 x 1 sendok teh 5 ml dr. Mirva Rafiana
4 724 186 Ny. Siti Rodiah Dewasa (57 th) Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Hadi Pranoto, SpB-KBD
213 Atieka - Laxadine - RS Persahabatan
217 dr. Birry Dewasa Lactulax Pemakaian diketahui dr. Birry
268 Tn. Adolf Latuhamallo Dewasa (72 th) Laxadine 2 x 1 sendok makan 15 ml dr. Dwipa R.
323 Tn. Dasril Dewasa Dulcolax supp 1 x 2 supp RS Persahabatan
5 625 - - - - - -
6 673 44 Tn. Adiferno Dewasa Laxadine 1 x 1 sendok makan 15 ml (malam) dr. Hansa Wular
253 Tn. Bedi Abdad Dewasa (54 th) Laxadine 1 x 2 sendok teh 5 ml (malam) dr. Ibrahim
393 Martinus Laxadine 1 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
531 Ny. Urip Prihastan Dewasa Lactulax 1 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
532 Fatimah Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
7 591 - - - - - -
8 634 457 Ny. Dwi Firlin Dewasa Lactulax 1 x 1 sendok makan 15 ml RSIA Bunda
9 483 191 (pesanan) - Laxadine - RS Persahabatan
10 704 - - - - - -
11 743 204 An. Dinda 10 th Laxadine 1 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
398 Ny. Nurhaya Dewasa Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Imam
454 Ny. Lina Dewasa Laxatab 1 x 1 tablet (racikan) dr. Rudy
Universitas Indonesia
Tgl
Jumlah No.
(Maret Nama Pasien Umur Pasien Nama Obat Dosis per hari Nama dokter/RS/klinik
resep Resep
2014)
12 655 219 By. Intan Trisila 1 bln Laxoberone 2 x 1 tetes (pagi & malam) dr. Agnes
229 Ny. Kresia Novanti Dewasa (25 th) Dulcolax syr 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Hadi Pranoto, SpB-KBD
13 679 651 Bertha Parera Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
14 621 62 An. Ayala 2 th Microlax Pemakaian diketahui dr. Sridar Zulkifli, SpA
297 Tn. Sunardi Dewasa (51 th) Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Achmad Fahron, SpPD
468 Yohana Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Robertus
15 604 - - - - - -
16 475 401 Nn. Risyda Remaja (14 th) Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
422 Knesia Dulcolax supp Pemakaian diserahkan pada dokter RS Persahabatan
17 689 263 Tn. Ahmad Safi Dewasa Laxadine 1 x 1 sendok makan 15 ml dr. Rudi Hansono
18 709 4 Ny. Imelda Dewasa Lactulax 2 x 2 sendok makan 15 ml dr. Mardi Santoso, SpPD
611 Tn. Machtum Dewasa (68 th) Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Luaie Melanie, SpS
Dulcolax supp Pemakaian diketahui
19 693 284 Yanti N. Dulcolax tab 2 x 1 tablet dr. Botefilia, SpOG
466 Tn. Achmad Syafi Dewasa Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
680 An. Aydin Falah M. 7 th Lactulax 2 x 1 sendok teh 5 ml dr. Jenni K. Dahliana, SpA
20 645 38 An. Masayu 2 th Microlax 1 supp RS Persahabatan
144 (pesanan) Duphalac Apotik Triyasa
Lactulax
641 Felly Fleet Pemakaian diserahkan pada dokter dr. Indah
phosposoda
21 635 75 Erninda Dewasa (66 th) Lactulax 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Ari Fachrialsyah, SpPD
418 Ny. Suhermawan Dewasa Microlax 1 supp RS Persahabatan
523 Tn. Popo Hardenax Dewasa Opilax 1 x 1 sendok makan 10 ml dr. Felix Prabowo S., SpPD
22 639 266 Sugimin Dulcolactol 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Liliana Taufik, SpPD
332 Dahirman Dulcolax tab 3 x 1 tablet RS Islam Jakarta
361 dr. Abdul Karim S. Dewasa Microlax Pemakaian diketahui dr. Abdul Karim Salim
Universitas Indonesia
Tgl
Jumlah No.
(Maret Nama Pasien Umur Pasien Nama Obat Dosis per hari Nama dokter/RS/klinik
resep Resep
2014)
23 454 - - - - - -
24 732 - - - - - -
25 697 68 (pesanan) - Dulcolax - dr. Ella
536 Tn. Mustofa Khamal Dewasa (35 th) Laxoberone 1 x 15 tetes dr. Budihusodo, SpB-KBD
26 675 37 Karnadi Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Diana, SpPD
27 621 292 Sri Purwanti Dewasa (50 th) Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Seno, SpB
28 620 224 Ny. Kasriah Dewasa (79 th) Lactulax 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Wawan Kurniawan, SpPD
Microlax 1 supp
442 Ny. Sarinah Dewasa (56 th) Lactulax 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Kartika
29 655 11 Mugiyanti Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
291 Yani Krisyanani Lactulax 3 x 1 sendok makan 15 ml RS Fatmawati
480 Ny. Sayati Dewasa Laxadine 1 x 1 sendok makan 15 ml (malam) dr. Cut Kusumawati
657 Utjih Laxadine 1 x 1 sendok teh 5 ml RS Persahabatan
30 459 3 By. Reggie Febriyana Laxoberone 1 x 2 tetes dr. Husein Alatas, SpA
59 Lina Laxatab 1 x 1 tablet (racikan) Klinik Sarikarya
262 Siti Fatimah Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml dr. Jeffry, SpPD
31 439 20 Sumanti Laxadine 3 x 1 sendok makan 15 ml RS Persahabatan
305 Tn. Abrisial Dewasa Mulax 3 x 1 sachet (dilarutkan dlm 1 gelas air) dr. Tanu Hendrata
Universitas Indonesia
Laxatab® 2 - - 1 x 1 tab 2 -
1 supp 1 1 supp 2
Microlax® supp 5 -
Suc 1 Suc 1
Dulcolax® syr 1 - - 3x1C 1 -
3 x 1 tab 1
Dulcolax® tab 3 - - 1
2 x 1 tab 1
39 Universitas Indonesia
1 x 2 supp 1
Dulcolax® supp 3 - - Suc 1 -
Simm 1
Fleet phosposoda® 1 - - Simm 1 -
Mulax® 1 - - 3 x 1 sach 1 -
Total 61 7 48 6
Keterangan :
(*) Lain-lain : Resep untuk pesanan / untuk hewan
C : sendok makan 15 ml
cth : sendok teh 5 ml
gtt : tetes oral
supp : suppositoria
sach : sachet
Suc : pemakaian diketahui
Simm : pemakaian diserahkan kepada dokter
Universitas Indonesia